Anda di halaman 1dari 41

Gangguan Disosiatif

DR. Dr. H. M. Faisal Idrus SpKJ (K)


Pendahuluan
• Gangguan disosiasi (konversi) adalah
hilangnya integrasi normal antara memori
masa lalu, kesadaran identitas dan sensasi
langsung, serta kontrol gerak tubuh.
• Kelainan yang lebih kronis, seperti paralisis
dan anestesia, bisa timbul kalau onsetnya
berhubungan dengan masalah yang tidak bisa
diselesaikan dan kesulitan interpersonal.
Pendahuluan
• Gejala kelainan sering mewakili konsep pasien
tentang timbulnya penyakit.
• Pemeriksaan medis tidak menunjukkan
kelainan fisik atau neurologis, karena
hilangnya fungsi tubuh merupakan ekspresi
konflik atau kebutuhan emosi.
• Kelompok ini hanya melibatkan kelainan
fungsi fisik yang biasanya di bawah kontrol
normal.1
Pendahuluan
• Pada gangguan disosiatif terdapat satu atau lebih
gangguan fungsi mental, seperti memori, identitas,
persepsi, kesadaran atau perilaku motorik.
• Gangguan ini dapat terjadi secara tiba-tiba atau
bertahap, bersifat sementara atau kronik. Munculnya
tanda dan gejala pada gangguan ini sering disebabkan
oleh trauma pshicologic.

• Gejala gangguan disosiasi yang


paling sering muncul adalah paralisis,
buta, dan mutisme.
Pendahuluan
• Gangguan disosiasi sering kali berkaitan
dengan gangguan kepribadian pasif-agresif,
dependen, antisosial, dan histrionic.
• Gejala depresi dan cemas sering menyertai
gejala gangguan disosiasi, dan pasien-pasien
ini beresiko tinggi mengalami bunuh diri.
• Gejala gangguan disosiasi dapat di bagi
menjadi gejala sensorik, gejala motorik, gejala
bangkitan, dan gejala klinis lainnya2
Pendahuluan
• Hampir semua gejala awal dari pasien dengan
gangguan disosiasi membaik dalam waktu beberapa
hari sampai kurang dari sebulan. Untuk itu diperlukan
penatalaksanaan yang efektif dalam mengobati pasien
dengan gangguan disosiasi.
• Gangguan Disosiasi dibedakan atas 4 macam :
• Amnesia disosiatif
• Fugue Disosiatif
• Gangguan Identitas Disosiatif
• Gangguan Depersonalisasi
Epidemiologi
• Gangguan disosiasi lebih umum terjadi pada abad
ke-19 daripada sekarang dan terlihat terutama
pada wanita.
• Pada abad ke-20, gejala disosiasi saat ini biasanya
muncul pada pasien di bagian nonpsikiatrik,
seperti di bagian neurologi, bangsal medis dan
UGD.
• Gangguan disosiasi tidak termasuk dalam
gangguan jiwa yang umum terjadi, tapi juga tidak
jarang.
Epidemiologi
• Beberapa studi epidemiologi telah dilakukan. Beberapa
memperkirakan angka kejadiannya hanya 1 dari 10000
dalam populasi, tetapi proporsi ini jauh lebih tinggi dari
yang dilaporkan dalam populasi psikiatri.
• Ada peningkatan dari kasus yang telah dilaporkan, yang
berkontribusi terhadap peningkatan kewaspadaan
dalam diagnosis diantara profesional kesehatan
mental, untuk menentukan kriteria spesifik dan untuk
mencegah misdiagnosis DID sebagai schizofrenia atau
gangguan personaliti borderline.3
Epidemiologi
• Rasio wanita dibanding pria 2:1 sampai 10:1.
• Pada anak-anak, anak perempuan juga lebih
tinggi angka kejadiannya dibandingkan anak laki-
laki.
• Pria dengan gangguan ini sering kali mengalami
kecelakaan kerja atau kecelakaan militer.
• Awitan gangguan disosiasi dapat terjadi
kapanpun, dari usia kanak-kanak sampai usia tua,
namun yang tersering pada remaja dan dewasa
muda.
Epidemiologi
• Gangguan ini juga banyak terjadi pada populasi
pedesaan, individu dengan strata pendidikan
yang rendah, tingkat kecerdasan rendah,
kelompok sosio-ekonomi rendah, dan anggota
militer uang pernah terpapar dengan situasi
peperangan.
• Gangguan ini sering berkomorbiditas dengan
gangguan depresi, gangguan cemas, skizofrenia,
dan frekuensinya meningkat pada keluarga yang
anggotanya menderita gangguan depresi.3
Definisi
• Gangguan disosiasi(konversi)menurut PPDGJ-
III adalah adanya kehilangan (sebagian atau
seluruh) dari integrasi normal dibawah kendali
kesadaran antara ingatan masa lalu, kesadaran
identitas dan penginderaan segera (awareness
of indentity and immediate sensations), dan
kontrol terhadap gerakan tubuh.3
Definisi
• Menurut DSM-5 didefinisikan sebagai suatu
gangguan yang ditandai oleh adanya satu atau
lebih gejala neurologis (ex : paralisis,
kebutaan, dan parastesia) yang tidak dapat
dijelaskan oleh gangguan neurologis atau
medis yang diketahui.
• Di samping itu, diagnosis mengharuskan
bahwa faktor psikologis berhubungan dengan
awal munculnya gejala.4
Patofisiologi
• Gangguan disosiasi hampir selalu berhubungan dengan
trauma berat berkali-kali dari orang terpercaya atau
organisasi yang berlangsung dari waktu ke waktu dan
menyebabkan pengalaman menjadi korban ketidakpedulian
orang lain.
• Seperti anak lainnya, anak-anak yang mengalami trauma
berkali-kali membuat bayangan teman bermain atau
pelindungnya, tetapi orang-orang yang memiliki
kecenderungan ke arah gangguan disosiatif yang bisa
membawa figur dalam berbagai bentuk tersebut ke
kehidupan dewasa.
• Sekitar 90% orang yang didiagnosa sebagai ganggan
disosiasi adalah perempuan.12
Patofisiologi
• Istilah konversi (disosiasi) menyiratkan etiologi
karena berasal dari hipotesis mekanisme
mengubah konflik psikologis menjadi gejala
somatik, sering secara simbolis (misalnya,
merepresi kemarahan diubah menjadi
kelumpuhan untuk lengan yang dapat digunakan
untuk menyerang).
• Sejumlah faktor psikologis telah dianggap sebagai
bagian dari proses etiologi tersebut, tapi bukti
keterlibatan mereka sangat minim.
Patofisiologi
• Secara teoritis, kecemasan berkurang dengan
menyembunyikan masalah internal atau
mengeluarkannya dengan ekspresi simbolik dari
sebuah keinginan tak sadar sebagai gejala konversi
(gain primer).
• Namun, individu dengan gejala konversi aktif sering
terus menunjukkan kecemasan, terutama pada tes
psikologi. symbolism jarang ditemui, dan evaluasi
melibatkan penilaian yang sangat inferensial dan
unreliable. Interpretasi berlebihan pada simbolisme
seseorang gangguan medis yng tak diketahui dapat
berkontribusi untuk misdiagnosis.12
Patofisiologi
• Gejala disosiasi bisa muncul dalam peristiwa
dramatis atau histrionik.
• Gejala juga dapat muncul akibat distress
dengan kondisi kesehatannya.
• Orang-orang dengan gangguan disosiasi
mungkin sering memiliki riwayat pelecehan
seksual. Jika tidak berhubungan, banyak faktor
psikososial lain yang diutarakan sebagai
predisposisi ke gangguan disosiasi.
Patofisiologi
• Sedikit di antaranya memiliki atar belakang
masalah daerah yang sedang kisruh dan
masalah pekerjaan.
• Ada data yang menunjukkan adanya
konstribusi genetika.
• Gejala konversi seri muncul pada seseorang
yang memiliki hubungan dengan orang
dengan keluhan yang sama.12
Gejala klinis
• Gejala gangguan disosiasi yang paling sering
muncul adalah paralisis, buta, dan mutisme.
• Gangguan disosiasi sering kali berkaitan dengan
gangguan kepribadian pasif-agresif, dependen,
antisosial, dan histrionic.
• Gejala depresi dan cemas sering menyertai gejala
gangguan disosiasi, dan pasien-pasien ini
beresiko tinggi mengalami bunuh diri.
• Gejala gangguan disosiasi dapat di bagi menjadi
gejala sensorik, gejala motorik, gejala bangkitan,
dan gejala klinis lainnya.
Gejala klinis
• Gejala sensorik meliputi timbulnya keadaan anestesi
dan parestesi, terutama pada ekstremitas tetapi
distribusinya tidak sesuai dengan penyakit saraf pusat
maupun saraf tepi.
• Gejala khas misalnya : sock and glove anesthesia.
• Gejala gangguan disosiasi dapat melibatkan organ
sensorik khusus dan menimbulkan ketulian, kebutaan,
dan penglihatan terowongan (tunnel vision).
• Gejalanya dapat unilateral maupun bilateral, namun
evaluasi neurologis tidak menunjukkan kelainan
apapun.
Gejala klinis
• Gejala motorik terdiri atas gerak yang abnormal, gangguan
gaya berjalan, kelemahan dan paralisis.
• Kadang-kadang terdapat tremor, gerakan tik, dan
menghentak-hentak. gangguan gaya berjalan pada
gangguan disosiasi adalah astasia-abasia, yaitu gerak
batang tubuh berupa ataksia hebat, kasar, tak beraturan
dan disertai dengan sentakan-sentakan dan disertai dengan
gerakan lengan seperti membanting dan melambai.
• Gangguan motorik yang sering terjadi adalah paralisis dan
paresis yang unilateral maupun bilateral.
• Meskipun demikian, tidak ditemukan adanya kelainan pada
otot, reflex tetap normal, serta tidak terdapat fasikulasi
maupun atrofi otot 2,11.
Gejala klinis
• Gejala bangkitan atau pseudoseizure merupakan gejala
yang mungkin didapat pada gangguan disosiasi.
• Dokter yang merawat mungkin akan menemui kesulitan
membandingkan pseudoseizure dengan bangkitan yang
sebenarnya.5
• Pada gangguan Disosiatif kemampuan kendali dibawah
kesadaran dan kendali selektif tersebut terganggu sampai
taraf yang dapat berlangsung dari hari ke hari atau bahkan
jam ke jam.2
• Tidak adanya gangguan fisik merupakan fitur diagnostik
yang penting. Individu dengan gangguan disosiasi sering
memiliki tanda-tanda fisik tetapi tidak memiliki tanda-tanda
neurologis yang mendukung gejalanya.5
Gejala klinis
Beberapa gejala psikologis berhubungan dengan gangguan disosiasi,
antara lain2,5:
1. Keuntungan Primer: Pasien memperoleh keuntungan primer dengan
mempertahankan konflik internal diluar kesadarannya. Gejala
memiliki nilai simbolik, yang mencerminkan konflik psikologis
dibawah sadar.
2. Keuntungan sekunder: Pasien akan memperoleh keuntungan nyata
dengan menjadi sakit, misalnya dibebaskan dari kewajiban dalam
situasi kehidupan yang sulit, mendapat dukungan dan bimbingan
yang dalam situasi normal tidak akan didapatkan, dapat mengontrol
perilaku orang lain.
3. La belle indifference adalah sikap angkuh yang tak sesuai terhadap
gejala serius yang dialaminya. Pasien tampaknya tak peduli dengan
hendaya berat yang dialaminya. Ada atau tidaknya La belle
indifference bukan dasar penilaian yang akurat untuk menehakkan
gangguan disosiasi.
Klasifikasi Gangguan Disosiasi
Berdasarkan PPDGJ-III
• F.44.0 Amnesia Disosiatif
F.44.1 Fugue Disosiatif
F.44.2 Stupor Disosiatif
F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan
F44.4 Gangguan motorik Disosiatif
• F.44.5 Konvulsi Dsosiatif
F.44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik
Disosiatif
F44.7 Gangguan Disosiatif (konversi) campuran
F44.8 Gangguan Disosiatif (konversi) lainnya
F44.9 Gangguan Disosiatif (konversi) YTT
Klasifikasi Gangguan Disosiasi
Menurut DSM-V5:
• Specify symptom type:
• (F44.4) With weakness or paralysis
• (F44.4) With abnormal movement (e.g., tremor,
dystonie movement, myoclonus, gait disorder)
• (F44.4) With swallowing symptoms
• (F44.4) With speech symptom (e.g., dysphonia, slurred
speech)
• (F44.5) With attacks or seizures
• (F44.6) With anesthesia or sensory loss
• (F44.6) With special sensory symptom (e.g., visual,
olfactory, or hearing disturbance)
• (F44.7) With mixed symptom
Klasifikasi Gangguan Disosiasi
Menurut DSM-V
• Specify if:
• Acute episode; Symptoms present for less
than 6 months.
• Persistent: Symptoms occurring for 6 months
or more.
• Specify if:
• With psyctiological stressor (specify stressor)
• Without psychoiogicai stressor
Diagnosis
• Diagnosis gangguan ini mengharuskan bahwa faktor
psikologis harus berkaitan dengan permulaan atau
pemburukan gejala.6Lakukan pemeriksaan yang sesuai
dengan gejala yang muncul6,7,8:
• Pemeriksaan fisis sesuai gejala yang muncul, seperti pada
pasien dengan gejala motorik dilakukan pemeriksaan fisis
neurologi untuk menilai motorik seperti tonus, releks
fisiologis, refleks patologis, kekuatan, dsb namun hasil dari
pemeriksaannnya normal.
• Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan radiologi
• EEG
• EMG
Kriteria diagnosis
Pedoman diagnostik PPDGJ III hal-hal di bawah ini harus
ada 4:
1. Gambaran klinis yang ditentukan untuk masing-
masing gangguan yang tercantum pada F44.-
(misalnya F44.0 amnesia Disosiatif)
2. Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat
menjelaskan gejala tersebut
3. Bukti adanya penyebab psikologis, dalam bentuk
hubungan kurun waktu yang jelas dengan problem
dan kejadian-kejadian yang stressful atau hubungan
interpersonal yang terganggu (meskipun hal tersebut
disangkal oleh penderita)
Kriteria diagnosis
Menurut DSM V, mendiagnosis berikut kriteria
diagnosisnya4,6:
1. Satu atau lebih gejala motorik atau fungsi sensorik yang
berubah.
2. Gejala klinis yang ditemukan terdapat ketidakcocokan
antara gejala dengan kondisi neurologis atau medis yang
diakui.
3. Gejala atau defisit sulit dijelaskan oleh gangguan medis
lainnya atau mental.
4. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan atau
gangguan klinis yang signifikan dalam sosial, pekerjaan,
atau bidang-bidang fungsional penting lainnya atau
jaminan evaluasi medis.
F44.0 Amnesia Disosiatif
• Ciri utama adalah hilangnya daya ingat, biasanya mengenai
kejadian penting yang baru terjadi (selective), yang bukan
disebabkan oleh gangguan mental organik dan terlalu luas
untuk dapat dijelaskan atas dasar kelupaan yang umum
terjadi atau dasar kelelahan.
• Diagnostik pasti memerlukan :
• 1. Amnesia, baik total atau parsial, mengenai kejadian
stressfull atau traumatic yang baru terjadi (hal ini mungkin
hanya dapat dinyatakan bila ada saksi yang member
informasi) ;
• 2. Tidak ada gangguan mental organik, intoksikasi atau
kelelahan berlebihan.
F44.0 Amnesia Disosiatif
• Yang paling sulit dibedakan adalah “amnesia
buatan” yang disebabkan oleh simulasi secara
sadar (malingering).
• Untuk itu penilaian secara rinci dan berulang
mengenai kepribadian premorbid dan motivasi
diperlukan.
• Amnesia buatan (conscious simulation of
amnesia) biasanya berkaitan dengan problema
yang jelas mengenai keuangan, bahaya kematian
dalam peperangan, atau kemungkinan hukuman
penjara atau hukuman mati.
Fugue Disosiatif
• Ciri-ciri amnesia disosiatif Untuk diagnosis pasti
harus ada :
1. Melakukan perjalanan tertentu melampaui hal
yang umum dilakukan sehari-hari ;
2. Kemampuan mengurus diri yang dasar tetap ada
(makan, mandi, dsb) dan melakukan interaksi
dengan orang-orang yang belum dikenalnya
(misalnya membeli karcis atau bensin,
menanyakan arah, memesan makanan).
F.44.2 Stupor Disosiatif
• Untuk diagnosis pasti harus ada :
1. Stupor, sangat berkurangnya atau hilangnya
gerakan-gerakan volunteer dan respon normal
terhadap rangsangan luar seperti misalnya
cahaya, suara, dan perabaan (sedangkan
kesadaran tidak hilang) ;
2. Tidak ditemukan adanya gangguan fisik atau
gangguan jiwa lain yang dapat menjelaskan
keadaan stupor tersebut ;
3. Adanya masalah atau kejadian-kejadian baru
yang penuh stressfull.
F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan
1. Gangguan ini menunjukkan adanya kehilangan sementara
aspek penghayatan akan identitas diri dan kesadaran
terhadap lingkungannya. Dalam beberapa kejadian, individu
tersebut berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian
lain, kekuatan gaib, malaikat atau kekuatan lain.
2. Hanya gangguan trans yang “involunter” (diluar kemampuan
individu) dan bukan merupakan aktivitas yang biasa, dan
bukan merupakan kegiatan keagamaan ataupun budaya,
yang boleh dimasukkan dalam pengertian ini ;
3. Tidak ada penyebab organic (misalnya epilepsy, cedera
kepala, intoksikasi) dan bukan bagian dari gangguan jiwa
tertentu (misalnya skizofrenia, gangguan kepribadian
multiple)
F44.4 Gangguan Motorik Disosiatif
1. Bentuk yang paling umum dari gangguan ini
adalah ketidakmampuan untuk
menggerakkan seluruh atau sebagian dari
anggota gerak (tangan atau kaki)
2. Gejala tersebut seringkali menggambarkan
konsep dari penderita mengenai gangguan
fisik yang berbeda dengan prinsip fisiologik
maupun anatomik.
F44.5 Konvulsi Disosiatif
• Konvulsi disosiatif (pseudoseizure) dapat
sangat mirip dengan kejang epileptik dalam
hal gerakan-gerakannya, akan tetapi sangat
jarang disertai lidah menggigit, luka serius
karena jatuh saat serangan dan mengompol.
Juga tidak dijumpai kehilangan kesadaran atau
hal tersebut diganti dengan keadaan seperti
stupor atau trans.
F44.6 Anestesia dan Kehilangan
Sensorik Disosiatif
1. Gejala anestesi pada kulit seringkali mempunyai batas-batas yang
tegas (menggambarkan pemikiran pasien mengenai fungsi
tubuhnya dan bukan menggambarkan kondisi klinis sebelumnya)
2. Dapat pula terjadi perbedaan antara hilangnya perasaan pada
berbagai jenis modalitas penginderaan yang tidak mungkin
disebabkan oleh kerusakan neurologis, misalnya hilangnya
perasaan dapat disertai dengan keluhan parastesia.
3. Kehilangan penglihatan jarang bersifat total, lebih banyak berupa
gangguan ketajaman penglihatan, kekaburan atau “tunnel vision”
(area lapangan pandangan sama, tidak tergantung pada
perubahan jarak mata dari titik fokus). Meskipun ada gangguan
penglihatan, mobilitas penderita dan kemampuan motoriknya
seringkali masih baik.
4. Tuli disosiatif dan anosmia jauh lebih jarang terjadi dibandingkan
dengan hilang rasa dan penglihatan
F44.7 Gangguan Disosiatif (Konversi)
Campuran
• Campuran dari gangguan-gangguan tersebut di atas.
• F44.8 Gangguan Disosiatif (Konversi) lainnya
• F44.8.0 Sindrom ganser
• Ciri-ciri dari gangguan ini adalah “jawaban kira-kira”, yang biasanya
disertai beberapa gejala disosiatif lainnya.
• F44.81 Gangguan kepribadian multiple
• Ciri utama adanya dua atau lebih kerpibadian yang jelas pada satu
individu dan hanya satu yang tampil untuk setiap saatnya. Masing-
masing kepribadian tersebut adalah lengkap, dalm arti memiliki
ingatan, perilaku dan kesenangan sendiri-sendiri yang mungkin
sangat berbeda dengan kepribadian pramorbidnya.
• F44.82 Gangguan konversi sementara terjadi pada masa kanak dan
remaja F44.88 Gangguan Disosiatuf lainnya YDT
• F44.9 Gangguan konversi YTT
Penatalaksanaan
• Resolusi gejala gangguan disosiasi biasanya
spontan. Pada pasien dengan gangguan ini
dapat dilakukan psikoterapi suportif
berorientasi tilikan atau terapi perilaku.
• Bila pasien menolak psikoterapi maka dokter
dapat menyarankan bahwa psikoterapi yang
dilakukan akan difokuskan pada masalah stres
dan bagaimana mengatasinya.3
Penatalaksanaan
• Hipnosis, anti cemas, dan terapi relaksasi sangat efektif
dalam beberapa kasus.
• Pemberian amobarbital atau lorazepam dapat membantu
memperoleh riwayat penyakit, terutama ketika pasien baru
saja mengalami peristwa traumatik.
• Pendekatan psikodinamik misalnya psikoanalisis dan
psikoterapi berorientasi tilikan, menuntun pasien
memahami konflik intrapsikis dan simbol dari gejala
gangguan disosiasi.
• Psikoterapi jangka pendek juga dapat digunakan. Semakin
lama pasien menghayati peran sakit, maka pasien semakin
regresi, sehingga pengobatan akan semakin sulit.3
Penatalaksanaan
• Terapinya berupa meyakinkan pasien bahwa
tidak ada proses patologi yang mendasari dan
gejala-gejala yang dialami akan membaik
seiring dengan waktu. Konfrontrasi langsung
tidak akan membawa manfaat.8
Prognosis
• Hampir 90-100% gejala awal membaik dalam
waktu beberapa hari sampai kurang dari sebulan.
• Sebanyak 75% pasien tidak pernah mengalami
gangguan ini lagi namun 25% mengalami episode
tambahan saat mengalami tekanan.
• Prognosis baik berkaitan dengan awitan
mendadak, ada stresor bermakna, riwayat
premorbid baik, tidak ada komorbid, dan tidak
ada proses hukum sedang berlangsung.
• Sedangkan semakin lama gangguan konversi ada,
prognosisnya semakin memburuk3,11

Anda mungkin juga menyukai