Anda di halaman 1dari 43

GANGGUAN DISOSIATIF

(KONVERSI)
Disusun oleh:
Winda Wijaya, S.Ked
FAB 118 043
Pembimbing:
dr. Hotma Marintan, Sp.KJ
dr. Dini Mirsanti, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN/SMF PSIKIATRI/KESEHATAN JIWA
RSUD. Dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai mekanisme pertahanan secara tidak sadar
yang melibatkan segregasi dari beberapa kelompok
DISOSIASI
proses mental dan tingkahlaku seseorang yang
mungkin membawa pemecahan dari emosi

GANGGUA Gangguan fungsi tubuh yang tidak sesuai dengan


N konsep terkini mengenai anatomi dan fisiologi
DISOSIATiF system saraf pusat ataupun perifer.

Menurut DSM-V
telah memperbarui dan sekarang mencakup 3 gangguan disosiatif
1. Amnesia Disosiatif
2. Gangguan Identitas Disosiatif
3. Gangguan Depersonalisasi/ derealisasi
Entitas sebelumnya dari fugue disosiatif telah dimasukkan ke dalam amnesia
disosiatif dan tidak lagi menjadi diagnosis terpisah.
BAB I
PENDAHULUAN
National Alliance on Mental Illness (NAMI)
• 75% orang mengalami setidaknya satu episode depersonalisasi atau
derealization dalam hidup mereka
• 2% yang memenuhi kriteria penuh untuk episode kronis.
• Wanita > Laki-Laki
• Indonesia, belum terdapat data yang menunjukkan presentasi
populasi yang mengalami gangguan disosiatif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI

Gangguan disosiatif adalah terganggunya fungsi integrasi kesadaran,


ingatan, identitas atau persepsi terhadap lingkungan sekitar sebagai
karakteristiknya. Gangguan tersebut dapat terjadi secara mendadak atau
gradual, sementara (transien) atau kronik.

PPDGJ III
Gangguan konversi atau disosiatif adalah adanya kehilangan (sebagian atau
seluruh) dari integrasi normal antara: ingatan masa lalu, kesadaran akan
identitas dan penghayatan segera (awareness of identity and immediate
sensations), dan kendali terhadap gerakan tubuh.
KLASIFIKASI
• Amnesia disosiatif adalah diagnosis yang sesuai ketika fenomena
disosiatif terbatas pada amnesia atau amnesia disosiatif
Amnesia melibatkan tidak mampu mengingat informasi tentang diri
Disosiatif sendiri

• Gangguan identitas disosiatif adalah nama yang digunakan DSM-


Gangguan V untuk gangguan yang biasanya dikenal sebagai gangguan
Identitas kepribadian multiple/ gangguan kepribadian ganda.
Disossiati

• Gangguan depersonalisasi sebagai perubahan menetap yang


Gangguan berulang dalam presepsi diri bahwa perasaan seseorang akan
Depersonali realitasnya secara sementara hilang
sasi
Epidemiologi

Prevalensi • 1 berbanding 10.000 kasus dalam populasi

Perbandingan • Wanita 90% atau lebih


Gender

• Gangguan konversi bisa terkena oleh


Tempat orang di belahan dunia manapun, walaupun
struktur dari gejalanya bervariasi
Etiologi
Etiologi dari gangguan disosiatif belum dapat diketahui penyebab pastinya.
Biasanya terjadi akibat trauma masa lalu yang berat, namun tidak ada
gangguan organik yang dialami. Gangguan ini terjadi pertama pada saat
anak-anak namun tidak khas dan belum bisa teridentifikasikan, dalam
perjalanan penyakitnya gangguan disosiatif ini bisa terjadi sewaktu-waktu
dan trauma masa lalu pernah terjadi kembali, dan berulang-ulang sehingga
terjadinya gejala gangguan disosiatif
Etiologi
Etiologi
AMNESIA DISOSIATIF
Etiologi
GANGGUAN IDENTITAS DISOSIATIF

• Orang-orang yang telah mengalami pelecehan fisik dan seksual di masa


kanak-kanak berisiko lebih tinggi mengalami gangguan identitas disosiatif

• Umumnya empat tipe factor penyebab telah diidentifikasi : peristiwa


hidup, traumatik, kerentanan terhadap gangguan, factor lingkungan, serta
tidak adanya dukungan eksternal dimana tidak adanya dukungan dari
orang yang bermakna seperti orang tua, saudara kandung, kerabat lain
dan orang-orag yang tidak terkait seperti guru. Kencendrungan gangguan
ini dapat timbul didasari secara biologis maupun psikologis.
Etiologi
GANGGUAN DEPERSONALISASI DISOSIATIF

• Depersonalisasi dapat disebabkan oleh penyakit psikologis, neurologis,


atau sistematik
• Depersonalisasi dapat disebabkan oleh serangkai zat, termasuk alcohol,
barbiturate, benzodiazepine, scopolamine, antagonis β-adrenergik,
marijuana dan hamper setiap zat mirip fensiklidin (PCP) atau
halusinogenik
• Ansietas dan depresi adalah factor predisposisi seperti halnya stress
berat. Depersonalisasi adalah gejala yang sering terjadi pada gangguan
ansietas, gangguan depresi, skizofernia.
Tanda dan Gejala

Gejala • Anestesi dan parastesi


• tidak sesuai dengan penyakit saraf pusat maupun tepi
Sensorik • menimbulkan ketulian, kebutaan, dan tunnel vision

Gejala • gerakan abnormal, gangguan gaya berjalan (contohnya: astasia


abasia), kelemahan dan paralisis
Motorik • tremor ritmik kasar, gerak koreoform, tik, dan menghentak-
hentak yang memburuk bila pasien mendapat perhatian.

Gejala • 1/3 pasien disertai gangguan epilepsi


Bangkitan
Gejala-gejala Gangguan Konversi yang sering
Gejala Sensorik Gejala Motorik
Diplopia, kebutaan, Paralisis, ataxia, disfasia,
ketulian, tremor, aphoaphonia,
rasa kebas-kebas seizures
Diagnosis
Untuk diagnosis pasti maka hal-hal berikut ini
harus ada :
 1. Ciri-ciri klinis yang ditentukan untuk
masing-masing gangguan yang tercantum
pada F44.
 2. Tidak ada bukti adanya gangguan fisik
yang dapat menjelaskan gejala tersebut.
 3. Bukti adanya penyebab psikologis dalam
bentuk hubungan waktu yang jelas dengan
problem dan peristiwa yang stressful atau
hubungan interpersonal yang terganggu
(meskipun disangkal pasien)
Diagnosis
A. Satu atau lebih gejala atau deficit yang memengaruhi fungsi sensorik atau motorik volunter

B. Gejala klinik membuktikan tidak terdapatnya kompabilitas antara gejala yang ditemukan dengan kondisi

medis pada kelainan neurologic

C. Gejala atau deficit tidak dapat dijelaskan dengan baik oleh medis dan gangguan mental.

D. Gejala atau deficit menyebabkan distress yang bermakna secara klinis atau hendaya dalam fungsi social,

pekerjaan, atau area penting lain, atau memerlukan evalusi medis.

Tentukan tipe gejala atau deficit :

Dengan kelemahan atau paralisis

Dengan pergerakan abnormal

Dengan Swallowing symptoms

Dengan speech symptoms

Dengan penyerangan atau kejang

Dengan anestesi atau hilangnya fungsi saraf sensorik

Dengan gejala saraf sensorik yang khas

Dengan tampilan campuran

Dari American Psychiatric Association.. Diagnosis and Statistical Manual of Mental Disorder. 5th ed. Text rev.

Washington, DC :American Psychiatric Association.


F44.0 Amnesia Disosiatif
 Ciri utama adalah hilangnya daya ingat, biasanya
mengenal kejadian penting yang baru terjadi yang
bukan disebabkan karena gangguan mental ogranik
atau terlalu luas untuk dijelaskan.

 Bentuk umum dari amnesia disosiatif melibatkan


amnesia untuk identitas pribadi seseorang, tetapi
daya ingat informasi umum adalah utuh.
 Diagnostik pasti memerlukan :
◦ 1. Amnesia, baik total maupun persial, mengenai
kedian baru yang bersifat stress atau traumatic.
◦ 2. Tidak ada gangguan otak egmency
Diagnosis Banding
1. Lupa biasa dan anmnesia non patologis
2. Dementia, delirium dan gangguan
amnesia organik
3. Amnesia post traumatik
4. Seizure post traumatik
5. Transient global amnesia
F44.1 Fugue Disosiatif
 Memiliki semua ciri amnesia disosiatif
ditambah gejala perilaku melakukan
perjalanan meninggalkan rumah. Pada
beberapa kasus, penderita mungkin
menggunakan identitas baru
 Pasien dengan fugue disosiatif telah
berjalan jalan secara fisik dari rumah dan
situasi kerjanya dan tidak dapat mengingat
aspek penting identitas mereka
sebelumnya (nama, keluarga, pekerjaan)
 Untuk diagnosis pasti harus ada :
◦ 1. Ciri-ciri amnesia disosiatif
◦ 2. Dengan sengaja melakukan perjalanan
tertentu melampaui jerak yang biasa
dilakukannya sehari-hari.
◦ 3. Tetap memepertahankan kemampuan
mengurus diri yang mendasar dan melakukan
interaksi sosial sederhana dengan orang yang
belum dikenalnya.
Diagnosis Banding
 Diagnosis banding untuk fuga disosiatif
adalah serupa dengan untuk amnesia
disosiatif. Kehilangan daya ingat dan
berkelana dengan atau tanpa tujuan
mungkin dapat membedakan antara
amnesia disosiatif dan fuga disosiatif.
F.44.2 Stupor Disosiatif
 Stupor Disosiatif bisa didefinisikan sebagai
sangat berkurangnya atau hilangnya
gerakan –gerakan voulunter dan respon
normal terhadap rangsangan luar, seperti
misalnya cahaya, suara, dan perabaan (
sedangkan kesadaran dalam artian
fisiologis tidak hilang ).
 Untuk diagnosis pasti harus ada :
◦ 1. Stupor
◦ 2. Tidak ditemukan adanya gangguan fisik atau
gangguan psikiatrik lain yang dapat
menjelaskan keadaan stupor tersebut.
◦ 3. Adanya masalah atau kejadian-kejadian baru
yang penuh stress
Diagnosis Banding
 Diagnosis banding adalah dua gangguan
disosiatif lain, amnesia disosiatif dan fuga
disosiatif. Tetapi, kedua gangguan tersebut
tidak mengalami pergeseran identitas dan
kesadaran identitas asli yang terlihat pada
gangguan identitas disosiatif.
F44.3 Gangguan Trans dan
Kesurupan
 Merupakan gangguan-gangguan yang menunjukkan
adanya kehilangan sementara penghayatan akan
identitas diri dan kesadaran terhadap
lingkungannya; dalam beberapa kejadian, individu
tersebut berperilaku seakan-akan dikuasai oleh
kepribadian lain, kekuatan gaib atau malaikat.

 Gangguan trans yang terjadi selama suatu keadaan


skizofrenik atau psikosis akut disertai halusinasi
atau waham atau kepribadian multiple tidak boleh
dimasukkan dalam kelompok ini
F44.4-F44.7 Gangguan Konversi dari
Gerakan dan Penginderaan
 terdapat kehilangan atau gangguan dari gerakan
ataupun kehilangan pengideraan

 pasien biasanya mengeluh tentang adanya penyakit


fisik, meskipun tidak ada kelainan fisik yang dapat
ditemukan untuk menjelaskan keadaan-keadaan itu.

 penilaian status mental pasien dan situasi sosialnya


biasanya menunjukkan bahwa ketidakmampuan akibat
kehilangan fungsinya membantu pasien dalam upaya
untuk menghindar dari konflik yang kurang
menyenangkan atau untuk menunjukkan
ketergantungan atau penolakan secara tidak langsung
 Untuk diagnosis pasti :
◦ 1. Tidak didapat adanya tanda kelainan fisik.
◦ 2. Harus diketahui secara memadai mengenai
kondisi psikologis dan sosial serta hubungan
interpersonal dari pasien, agar memungkinkan
menyusun suatu formulasi yang meyakinkan
perihal sebab gangguan itu timbul
F44.4 Gangguan Motorik Disosiatif
 Bentuk yang paling lazim dari gangguan ini
adalah kehilangan kemampuan untuk
menggerakkan seluruh atau sebagian dari
anggota gerak
 Pralisis dapat bersifat parsial dengan gerakan
yang lemah atau lambat atau total
 Berbagai bentuk inkoordinasi dapat terjadi,
khusussnya pada kaki dengan akibat cara
jalan yang bizarre.
 Dapat juga disertai gemetar
F44.5 Konvulsi Disosiatif
 Dapat menyerupai kejang epileptic dalam
hal gerakannya akan tetapi jarang disertai
lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat
serangan dan inkontinensia urin, tidak
dijumpai kehilangan kesadaran tetapi
diganti dengan keadaan seperti stupor
atau trans.
F44.6 Anestesia dan Kehilangan
Sensorik Disosiatif
 Bagian kulit yang mengalami anestesi sering kali
mempunyai batas yang tegas yang menjelskan
bahwa hal tersebut lebih berkaitan dengan
pemikiran pasien mengenai fungsi tubuhnya
daripada dengan pengetahuan kedokterannya

 Meskipun ada gangguan penglihatan, mobilitas


pasien serta kemampuan motoriknya sering kali
masih baik.

 Tuli disosiatif dan anosmia jauh lebih jarang terjadi


dibandingkan dengn hilang rasa dan penglihatan
F44.7 Gangguan Konversi Campuran
 Campuran dari gangguan-gangguan
tersebut di atas.
F44.8 Gangguan Konversi lainnya

• Ciri-ciri dari gangguan ini adalah “jawaban kira-kira”, yang


Sindrom ganser biasanya disertai beberapa gejala disosiatif lainnya

Gangguan • adanya dua atau lebih kerpibadian yang jelas pada satu individu
dan hanya satu yang tampil untuk setiap saatnya. Masing-masing
kepribadian kepribadian tersebut adalah lengkap, dalm arti memiliki ingatan,
perilaku dan kesenangan sendiri-sendiri yang mungkin sangat
multiple berbeda dengan kepribadian pramorbidnya

Gangguan konversi
sementara terjadi
pada masa kanak
dan remaja
Diagnosis Banding
Dementia, delirium dan gangguan amnesia organik

Malingering

Fascitious disorder

Hipokondriasis

Gangguan somatisasi

Depresi, dan Cemas


Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan untuk gangguan konversi adalah untuk
menghilangkan gejala, untuk memastikan pasien dan orang-orang
disekitarnya aman, dan untuk "menyambungkan kembali" orang
tersebut dengan kenangan yang hilang. Pengobatan juga bertujuan
untuk membantu orang tersebut :
 Dapat menangani dan mengelola kejadian yang menyakitkan;
 Mengembangkan keterampilan dan keterampilan hidup baru
 Kembali berfungsi semaksimal mungkin; dan
 Memperbaiki hubungan
Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
 Obat antidepresan seringkali penting dalam mengurangi depresi dan
stabilisasi mood.
 Antidepresan SSRI, trisiklik, dan monamin oksidase (MAO), β-
blocker, clonidine (Catapres), antikonvulsan, dan benzodiazepin
berhasil dalam mengurangi gejala intrusif, hiperperousal, dan
kegelisahan pada pasien dengan gangguan identitas disosiatif.
 Penelitian terbaru menunjukkan bahwa α1 Antagonis antagonis
prazosin (Minipress) sangat membantu untuk mimpi buruk PTSD.
2. Hipnosis
 Intervensi hypnotherapeutic seringkali dapat meredakan impuls
yang merusak diri sendiri atau mengurangi gejala, seperti kilas balik,
halusinasi disosiatif, dan pengalaman pengaruh pasif. Mengajarkan
self-hypnosis pasien dapat membantu mengatasi gejala yang muncul
sewaktu-waktu. Hipnosis dapat berguna untuk mengakses
kepribadian pasien yang disembunyikan dan ingatan yang hilang.
Hipnosis juga digunakan untuk menciptakan keadaan mental yang
rileks dimana kejadian kehidupan negatif dapat diperiksa tanpa
kegelisahan yang luar biasa.
3. Psikoterapi
◦ Penanganan primer terhadap gangguan konversi ini
◦ Terapinya akan membantu anda mengerti penyebab dari kondisi
yang dialami
4. Terapi kesenian kreatif
◦ Tipe terapi ini menggunakan proses kreatif untuk membantu
pasien yang sulit mengekspresikan pikiran dan perasaan
mereka. Seni kreatif dapat membantu meningkatkan kesadaran
diri. Terapi seni kreatif meliputi kesenian, tari, drama dan puisi
5. Terapi kognitif
◦ Banyak gangguan identitas disosiatif yang hanya responsif
terhadap kognitif terapi, namun intervensi kognitif yang sukses
dapat menyebabkan disforia tambahan. Kognitif terapi fokus
pada pengendalian gejala dan pengelolaan aspek-aspek
kehidupan yang memilikki disfungsi
◦ Bisa membantu untuk mengidentifikasikan kelakuan yang
negatif dan tidak sehat dan menggantikannya dengan yang
positif dan sehat, dan semua tergantung dari ide dalam pikiran
untuk mendeterminasikan apa yang menjadi perilaku
pemeriksa
Terapi
Kelompok

Desensitisasi
Gerakan Terapi Terapi
Mata dan
Proses Ulang Tambahan Keluarga
(EMDR)

Terapi
Ekspresif dan
Occupational
Komplikasi

Pikiran untuk bunuh Gangguan Psychogenic non-


diri (suicidal epileptic seizure
thought) seksual
• Psychogenic non-
Melukai diri Seperti dijelaskan •Kondisi ini epileptic seizure
sendiri (self- dalam DSM edisi V, berkaitan dengan (PNES) merupakan Komplikasi lain yang
faktor predisposisi episode kejang yang dapat terjadi pada
harm) pada kondisi menyerupai epilepsi
gangguan identitas gangguan disosiatif gangguan disosiatif
Pasien dengan berupa pelecehan yang berasal dari
disosiatif didapatkan emosional adalah gangguan saat
kondisi gangguan seksual yang dialami dibandingkan organik. tidur,mimpi buruk,
lebih dari 70% pasien pada masa
disosiatif sering Pasien dengan PNES insomnia atau
penderita telah lalu. Trauma yang
melakukan kegiatan menunjukkan adanya berjalan sambil
melakukan terjadi bisa peningkatan pada skor
melukai diri sendiri tidur, gangguan
beberapa kali memunculkan dissosiasi, penurunan
dengan kecemasan, serta
percobaan bunuh gangguan orientasi kemampuan kognitif,
menggunakan benda serta peningkatan gangguan makan
diri. Hal ini juga seksual maupu
tajam. fungsi seksual pada kontribusi dari kortex
berkaitan dengan
pasien. orbitofrontal, insular,
metode melukai diri dan subcallosal.
sendiri dengan
benda tajam.
Pronosis
 Gejala awal pada sebagian besar pasien
dengan gangguan konversi, mungkin 90
hingga 100 persen membaik dalam beberapa
hari atau kurang dari satu bulan.
 Prognosis baik jika awitan mendadak,
stressor mudah diidentifikasi, penyesuaian
premorbid baik, tidak ada gangguan medis
atau psikiatri komorbid, dan tidak sedang
menjalani proses hukum.
 Sedangkan semakin lama gangguan konversi
ada, prognosisnya lebih buruk
BAB III
KESIMPULAN
• Gangguan disosiatif adalah gangguan fungsi tubuh yang tidak sesuai
dengan konsep terkini mengenai anatomi dan fisiologi system saraf
pusat ataupun perifer. Gangguan ini secara khas terdapat saat stress
dan menimbulkan disfungsi yang cukup bermakna.
• Etiologi yang sebenarnya belum diketahui, tetapi kebanyakan
menganggap gangguan Disosiatif disebabkan sebelumnya oleh
stress yang berat, konflik emosional, atau gangguan jiwa yang
terkait.
• Seseorang dengan gangguan Disosiatif sering memiliki tanda-tanda
fisik tetapi tidak memiliki tanda-tanda neurologis untuk mendukung
gejala mereka seperti kelemahan otot, gangguan fungsi sensorik,
maupun gangguan motorik.
• Ciri terapi yang paling penting adalah hubungan dengan terapis yang
penuh perhatian dan dapat dipercaya. Hypnosis, ansiolitik, dan
latihan relaksasi perilaku efektif pada beberapa kasus
Daftar Pustaka
1. Maramis, W.F. Gangguan Disosiatif (Konversi). Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
2. Kaplan, Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis/ benjamin J. Sadock, Virginia A.Sadock; alih bahasa, Profitasari, Tiara Mahatmi
Nisa, editor edisi bahasa Indonesia, Husni Mutaqqin, Retna Nearyb Elseria Sihombing. –Ed. 2 . – Jakarta: EGC, 2015. 14.
288-297
3. Sharon Idan, Bienenfe D., et all. Convertion Disorder. Medscape Reference.
http://emedicine.medscape.com/article/287464-overview#showall. 2013.
4. American Psychological Associaton. 2015. Family Caregiving. Dikutip pada tanggal 29 Januari 2020 dari:
http://www.apa.org
5. Marsh, D., Schenk, S. and Cook., A. 2012. Family and mental illness. Diadaptasi oleh National Alliance on Mental Illness
(NAMI). Dikutip pada tanggal 29 Januari 2020 dari : www.namigc.org.
6. Marshall SA, Bienenfeid D., et all. Disosiative Disorder. Medscape Reference.
http://emedicine.medscape.com/article/287464-overview#showall. 2014.
7. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III dan DSM-5, Jakarta; 2013.
8. Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2007). Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th
Edition. New York. Lippincot Wiliam&Wilkins.
9. Buku Ajar Psikiatri. 2nd Ed. Jakarta: FKUI; 2013.
10. Hadisukanto Gitayanti. Gangguan Disosiatif (Konversi). Dalam: Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2010. hal. 268-272
11. Gabbard GO Somatoform Compulsive Disorder dalam Psychodynamic Psychiatry in Clinical Practice. 3rd Ed.
American Psychiatry Press Inc; 2007. hal 237-43.
12. Jerald Kay, Tasman Allan. Convertion Disorder. Essential of Psychiatry. Library of Congress Cataloging-in-Publication Data.
New York; 2006.
13. Owens C., Dein S. Conversion Disorder. Advances in Psychiatric Treatment, vol. 12, The Royal College of
Psychiatrists, 2006: 152–157.
14. Tasman, Allan. First, B Michael. Convertion Disorder, Clinical Guide to the Diagnosis and Treatment of Mental Disoder. New
York. Wiley ; 2006.
15. Loewenstein, Richard J. Share, Mackay MD. Convertion Disorder. Review of General Psychiatry, 5th edition by Vishal.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai