Anda di halaman 1dari 20

REFERAT ILMU KEDOKTERAN JIWA

COGNITIVE-BEHAVIOR THERAPY
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti
Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :
HELMI AZIZ

20194010166

Dokter Pembimbing :

dr. Y. Kristiyanto, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

RSUD dr.TJITROWARDOJO PURWOREJO

2020

1
2

HALAMAN PENGESAHAN

Telah dibuat dan diajukan referat dengan judul :

COGNITIVE-BEHAVIOR THERAPY

Disusun oleh :
HELMI AZIZ
20140310100
Telah disetujui oleh Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Pada Tanggal : …. ……………… 2020

Dosen Pembimbing

dr. Y. Kristiyanto, Sp. KJ

NIP : 1961 1225 1988 0310 02

2
3

DAFTAR ISI

REFERAT ILMU KEDOKTERAN JIWA..........................................................i


HALAMAN PENGESAHAN................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................8
PENDAHULUAN..................................................................................................8
A. Latar Belakang.....................................................................................................8
BAB II...................................................................................................................10
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................10
A. Tinjauan Pustaka...............................................................................................10
1. Definisi Cognitive-Behavior Therapy.............................................................10
2. Karakteristik Cognitive-Behavior Therapy...................................................12
3. Prinsip Dasar Cognitive-Behavior Therapy...................................................15
4. Tujuan Cognitive-Behavior Therapy..............................................................17
5. Tahap Pelaksanaan Cognitive-Behavior Therapy.........................................17
BAB III..................................................................................................................56
PENUTUP.............................................................................................................56
A. KESIMPULAN...................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................47

3
4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berfikir merupakan ciri khas dari manusia yang membedakannya

dengan makhluk lain. Ciri inilah membuat manusia disebut sebagai anima

intelectiva, berbeda dengan anima sensitive dan anima vegetativa. Melalui

berpikir, manusia memutuskan tindakannya, karena berpikir merupakan

fungsi kognitif manusia. Manusia tidak hanya menerima rangsangan dari

apa yang dilihatnya melalui pengindraannya, mengingat peristiwa, serta

menghubungkansatu peristiwa dengan peristiwa lainnya dengan landasan

hukum asosiatif, namun mengolah informasi yang diperolehnya melalui

pengalaman hidup serta fungsi kognitifnya. Hal ini membuat berbagai

asumsi mengenai informasi yang diterima manusia di dalam benaknya

dengan mempertimbangkan berbagai hal melalui proses berpikir dan

mengambil keputusan atas dasar pertimbangan yang dipikirkan secara matang.

Inilah ciri yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan salah satu

pendekatan psikoterapi yang paling banyak diterapkan dan telah terbukti

efektif dalam mengatasi berbagai gangguan, termasuk kecemasan dan

depresi. Asumsi yang mendasari Cognitive Behavioral Therapy (CBT),

terutama untuk kasus depresi yaitu bahwa gangguan emosional berasal

dari distorsi (penyimpangan) dalam berpikir. Perbaikan dalam keadaan

emosi hanya dapat berlangsung lama kalau dicapai perubahan pola-pola

4
5

berpikir selama proses terapi. Demikian pula pada pasien pola berpikir

yang maladaptive (disfungsi kognitif) dan gangguan perilaku. Dengan

memahami dan merubah pola tersebut, pasien diharapkan mampu

melakukan perubahan cara berpikirnya dan mampu mengendalikan gejala-

gejala dari gangguan yang dialami.

Monty P. Satiadarma mengatakan bahwa penyimpangan perilaku

manusia terjadi karena adanya penyimpangan fungsi kognitif. Untuk

memberbaiki perilaku manusia yang mengalami penyimpangan tersebut

terlebih dahulu harus dilakukan perbaikan terhadap fungsi kognitif manusia.

Pernyataan ini menunjukan pentingnya pengaruh aspek kognitif terhadap

perilaku manusia. Peran kognitif dalam mempertimbangkan keputusan

untuk malakukan tindakan tertentu menjadi fokus perhatian dalam pendekatan

cognitive-behavior therapy.

Cognitive-Behavior Therapy merupakan sebuah pendekatan yang

memiliki pengaruh dari pendekatan cognitive therapy dan behavior therapy.

Oleh sebab itu, Matson & Ollendick mengungkapkan bahwasanya CBT

merupakan perpaduan pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive

therapy dan behavior therapy. Sehingga langkah-langkah yang dilakukan

oleh cognitive therapy dan behavior therapy ada dalam konseling yang

dilakukan oleh CBT. Karakteristik CBT yang tidak hanya menekankan pada

perubahan pemahaman konseling dari sisi kognitif namun memberikan

konseling pada perilaku ke arah yang lebih baik dianggap sebagai

pendekatan konseling yang tepat untuk diterapkan di Indonesia.

5
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Definisi Cognitive-Behavior Therapy

Cognitive-behavior therapy adalah sebuah istilah yang digunakan

untuk menjelaskan intervensi psikoterapeutik yang bertujuan untuk

mengurangi distres psikologis dan perilaku maladaptif dengan mengubah

proses kognitif. CBT memiliki asumsi dasar bahwa afek dan perilaku

sebagian besar merupakan produk kognisi, oleh karena itu intervensi

kognitif dan perilaku dapat membawa perubahan pada pemikiran,

perasaan, dan perilaku.

Aaron T. Beck (1964)


mendefinisikan CBT sebagai
pendekatan konseling
yang dirancang untuk
menyelesaikan permasalahan
konseli pada saat ini

6
7

dengan cara melakukan


restrukturisasi kognitif dan
perilaku yang
menyimpang. Pedekatan
CBT didasarkan pada
formulasi kognitif, keyakinan
dan strategi perilaku yang
mengganggu. Proses
konseling didasarkan pada
konseptualisasi atau
pemahaman konseli atas
keyakinan khusus dan pola
perilaku konseli. Harapan
dari CBT yaitu munculnya
restrukturisasi kognitif

7
8

yang menyimpang dan sistem


kepercayaan untuk membawa
perubahan emosi
dan perilaku ke arah yang
lebih baik.
Aaron T. Beck (1964) mendefinisikan CBT sebagai pendekatan

konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan

konseling pada saat ini dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif

dan perilaku yang menyimpang. Pedekatan CBT didasarkan pada

formulasi kognitif, keyakinan dan strategi perilaku yang mengganggu.

Proses konseling didasarkan pada konseptualisasi atau pemahaman

konseling atas keyakinan khusus dan pola perilaku konseling. Harapan

dari CBT yaitu munculnya restrukturisasi kognitif yang menyimpang

dan sistem kepercayaan untuk membawa perubahan emosi dan perilaku ke

arah yang lebih baik.

Matson & Ollendick mengungkapkan definisi cognitive-behavior

therapy yaitu pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara

spesifik menggunakan kognisi sebagai bagian utama konseling. Fokus

konseling yaitu persepsi, kepercayaan dan pikiran.

Para ahli yang tergabung dalam National Association of

Cognitive-Behavioral Therapists (NACBT), mengungkapkan bahwa

8
9

definisi dari cognitive-behavior therapy yaitu suatu pendekatan

psikoterapi yang menekankan peran yang penting berpikir bagaimana kita

merasakan dan apayang kita lakukan.

Bush (2003) mengungkapkan bahwa CBT merupakan perpaduan

dari dua pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan

behavior therapy. Terapi kognitif memfokuskan pada pikiran, asumsi dan

kepercayaan. Terapi kognitif memfasilitasi individu belajar mengenali

dan mengubah kesalahan. Terapi kognitif tidak hanya berkaitan

dengan positive thinking, tetapi berkaitan pula dengan happy thinking.

Sedangkan terapi tingkah laku membantu membangun hubungan antara

situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan.

Individu belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh

sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu

membuat keputusan yang tepat.

Pikiran negatif, perilaku negatif, dan perasaan tidak nyaman

dapat membawa individu pada permasalahan psikologis yang lebih

serius, seperti depresi, trauma, dan gangguan kecemasan. Perasaan tidak

nyaman atau negatif pada dasarnya diciptakan oleh pikiran dan perilaku

yang disfungsional. Oleh sebab itu dalam konseling, pikiran dan

perilaku yang disfungsional harus direkonstruksi sehingga dapat kembali

berfungsi secara normal.

2. Karakteristik Cognitive-Behavior Therapy

Terdapat beberapa karakteristik dasar dalam CBT, yaitu:

9
10

1. Memiliki panduan teoritis

CBT didasarkan pada model yang telah terbukti secara empiris

dan memberikan dasar untuk rasional, fokus, dan sifat dari intervensi

ini. Oleh karena itu, CBT bersifat kohesif dan rasional, bukan

sekedar kumpulanteknikteknik yang terpisah.

2. Melibatkan kolaborasi antara terapis dan klien

CBT pada dasarnya merupakan sebuah proyek kolaborasi

antara terapis dan klien. Kedua pihak memiliki peran aktif dengan

keahlian yang berbeda. Terapis dianggap sebagai pihak yang

memiliki keahlian untuk menemukan cara yang efektif guna

menyelesaikan masalah, sedangkan klien merupakan pihak yang

ahli dalam mengenali masalah berdasarkan pengalamannya selama

ini. Klien juga memiliki peran aktif dalam mengidentifikasi tujuan,

menetapkan target, bereksperimen, berlatih, dan memonitor performa

mereka.

Pembagian peran ini menuntut terapis dan klien untuk saling

terbuka dan jujur selama proses terapi berlangsung. Terapis harus

menjelaskan proses yang sedang berlangsung dan kenapa proses ini

terjadi, selain itu terapis juga dapat meminta klien untuk

memberikan masukan mengenai apa yang dirasa membantu dan tidak

bagi klien. Pada dasarnya, pendekatan CBT memang dirancang untuk

memfasilitasi kontrol diri yang lebih besar dan efektif dengan adanya

terapis yang memberikan framework dimana kontrol diri tersebut dapat

terjadi.

3. Memiliki struktur dan berorientasi pada masalah

10
11

CBT merupakan terapi yang terstruktur dan berfokus pada

penyelesaian masalah. Awalnya terapis dan klien harus

mengidentifikasi masalah dan mendeskripsikan masalah dengan

spesifik untuk kemudian fokus dalam memecahkan atau

mengurangi masalah tersebut. Setelah itu terapis dan klien harus

membuat tujuan untuk setiap masalah dan tujuan ini merupakan

fokus dari treatment yang diberikan. Tujuan ini dibuat dengan

berdasarkan harapan klien akan akhir dan hasil dari treatment.

4. Singkat

Jumlah sesi dalam CBT terhitung singkat, yaitu antara 6 sampai

20 sesi. Penentuan jumlah sesi dipengaruhi oleh percobaan

treatment sebelumnya dalam mengatasi masalah yang sama tetapi juga

dipengaruhi oleh masalah yang ada saat ini, klien, dan sumber daya

yang tersedia. Di bawah ini merupakan tabel yang dapat menjadi

patokan dalam menentukan jumlah sesi :

Jenis masalah Jumlah Sesi


Ringan 6 sesi
Ringan – Sedang 6-12 sesi
Sedang – Parah 12-20 sesi
Sedang dengan disertai masalah 12-20 sesi

kepribadian
Parah dengan disertai masalah >20 sesi

kepribadian

Jumlah sesi ini dapat berubah tergantung kemajuan yang

dicapai kliendalam treatment. Jika terapis menilai bahwa treatment

yang diberikan tidak membantu atau tidak ada lagi kemajuan yang

didapat, terapis dapat mengakhiri treatment yang sedang berlangsung.

11
12

Sedangkan apabila klien dianggap membuat kemajuan namun masalah

residual masih ada, terapis dapat melanjutkan treatment yang sedang

berlangsung. Terapis juga patut mempertimbangkan keuntungan bagi

klien untuk menangai masalah residual yang muncul secara mandiri.

Hal ini dapat dilakukan dengan memperpanjang jarak waktu antar sesi

sehingga klien memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk

menangani masalah residual dan kemunduran lainnya dan tetap

dapat memiliki kesempatan untuk melakukan pembahasan dengan

terapis.

Tidak ada komitmen khusus mengenai lamanya sebuah sesi

berlangsung. Sebuah sesi dapat berlangsung selama 50 menit, ataupun 2

sampai 3 jam apabila melibatkan in-vivo experiments. Terapi juga

dapat berlangsung selama 20 menit apabila hanya melibatkan

pembahasan mengenai sesi-sesi sebelumnya pada akhir sebuah

treatment. Terapis perlu ingat bahwa apabila terapis sudah

memberikan tugas-tugas rumah yang relevan dan produktif, maka

mayoritas treatment sudah dilakukan di luar jam terapi.

3. Prinsip Dasar Cognitive-Behavior Therapy

Cognitive Behavior Therapy (CBT) mengandung beberapa

prinsip dasarseperti :

1. Prinsip kognitif

Ide utama dari prinsip kognitif ini adalah bahwa reaksi

emosional dan perilaku individu dipengaruhi dengan kuat oleh

kognisi mereka, yaitu pemikiran, kepercayaan, dan interpretasi mereka

12
13

mengenai diri mereka atau situasi yang mereka hadapi atau dengan kata

lain arti yang mereka berikan terhadap kejadian yang terjadi dalam

hidup mereka. Kejadian yang ada tidak serta merta menghasilkan suatu

reaksi tertentu, karena terdapat reaksi yang berbeda-beda dari tiap

individu yang menghadapi kejadian yang sama. Jadi ada hal lain yang

menentukan reaksi individu terhadap suatu kejadian yaitu kognisi

mereka. Saat terdapat dua orang yang bereaksi secara berbeda

terhadap suatu kejadian yang sama, hal ini dikarenakan mereka

menginterpretasi kejadian itu dengan cara yang berbeda. Kognisi

yang berbeda menghasilkan reaksi emosi yang berbeda pula.

2. Prinsip perilaku

Perilaku juga merupakan bagian yang penting dalam

mempertahankan atau merubah keadaan psikologis seseorang. CBT

percaya bahwa perilaku memiliki dampak yang kuat terhadap

pemikiran dan emosi seseorang, merubah perilaku klien merupakan

suatu cara yang dapat diusahakan untuk mengubah pemikiran dan

emosi seseorang.

3. Prinsip ‘continuum’

CBT melihat masalah kesehatan mental sebagai versi ekstrim dari

proses yang biasa terjadi bukan merupakan sebuah keadaan yang secara

kualitatif berbeda dari keadaan maupun proses normal. Atau

dengan kata lain, masalah psikologis berada di ujung lain dari

sebuah kontinuum bukan sebuah dimensi yang benar-benar berbeda.

13
14

Oleh karena itu, masalah psikologis ini dapat terjadi pada siapa

saja dan teori CBT dapat diaplikasikan kepada klien dan terapis.

4. Prinsip ‘here and now’

Fokus utama dari terapi ini adalah apa yang terjadi saat ini

dan proses apa yang sampai saat ini terjadi sehingga masalah yang

ada tetap bertahan. Tidak seperti psikoanalisa, CBT tidak melihat

proses yang membentuk masalah tersebut terjadi.

5. Prinsip ‘interacting systems’

CBT melihat bahwa masalah seharusnya dianalisa sebagai

interaksi yang terjadi antara individu dan lingkungan. Dalam CBT

dikenal empa tsistem, yaitu kognisi, afek/emosi, perilaku, dan

fisiologi. Keempat sistem tersebut saling berinteraksi dalam proses

feedback yang kompleks dan juga berinteraksi dengan lingkungan.

Lingkungan yang dimaksud bukan hanya lingkungan fisik, tetapi

juga lingkungan sosial, keluarga, budaya dan ekonomi.

4. Tujuan Cognitive-Behavior Therapy

Tujuan utama dari CBT adalah untuk meningkatkan self

awareness, memfasilitasi pemahaman diri yang lebih baik, dan

meningkatkan kontrol diri dengan mengembangkan kemampuan

kognitif dan perilaku yang lebih tepat. Pengembangan kemampuan

kognitif dapat dilakukan dengan mengubah pemikiran dan keyakinan

14
15

disfungsional yang bersifat negatif, bias, dan self-critical. Terdapat

beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk mengembangkan

kemampuan kognitif ini, antara lain dengan edukasi, identifikasi

keyakinan disfungsional, thought monitoring, thought evaluation dan

development of alternative cognitive processes. Sedangkan

pengembangan perilaku yang lebih adaptif dapat dilakukan dengan

beberapa teknik, antara lain target setting, activityrescheduling, dan

behavioral experiment. Adanya keterampilan kognitif dan perilaku

yang baru membuat individu menghadapi situasi sulit dengan cara yang

lebih tepat.

5. Tahap Pelaksanaan Cognitive-Behavior Therapy

Sesi inisial dalam CBT biasanya ditujukan untuk membangun relasi

dengan klien, menggali informasi penting, dan mengidentifikasi

keluhan yang muncul. Dalam membangun relasi dengan klien, terapis

dapat mengawali dengan menanyakan perasaan dan pemikiran klien

mengenai harapan klien dari terapi. Selain itu, terapis juga dapat

menjelaskan mengenai hubungan antara kognisi dan afek dari sudut

pandang CBT. Terapis juga mulai dapat membiasakan klien terhadap

CBT dan membangun hubungan yang kolaboratif serta meluruskan

konsepsi yang salah mengenai terapi. Pada awal sesi, klien sudah harus

dijelaskan bahwa tujuan utama terapi adalah untuk membuat klien

belajar menjadi terapis bagi dirinya sendiri.

15
16

Informasi yang seharusnya dapat digali oleh terapis pada sesi-

sesi awal adalah diagnosis, pengalaman masa lalu, situasi hidup saat ini,

masalah psikologisyang ada, sikap terhadap treatment, dan motivasi untuk

mengikuti treatment. Pada sesi pertama, terapis juga dapat mulai

mendefinisikan masalah dan membantu klien melakukan symptom relief.

Identifikasi masalah dan pengumpulan informasi mengenai latar

belakang munculnya masalah dapat dilakukan dalam beberapa sesi.

Walaupun demikian, pada sesi pertama terapis harus dapat fokus

dalam mengidentifikasi masalah secara spesifik dan menyediakan

kelegaan yang cepat bagi klien.

Dalam identifikasi masalah, terapis menganalisa dari dua aspek yaitu

aspek fungsional dan aspek kognitif. Analisa fungsional bertujuan

untuk mengidentifikasi elemen masalah seperti manifestasi dari masalah,

situasi dimana masalah itu biasanya muncul, frekuensi, intensitas, dan

durasi kemunculan masalah, serta konsekuensi dari masalah. Analisa

kognitif sendiri bertujuan untuk mengidentifikasi pemikiran dan

visualisasi yang muncul saat adanya pencetus emosional. Hal in juga

mencakup identifikasi sejauh apa seseorang merasa dapat mengontrol

pemikiran dan visualisasi tersebut, visualisasi mengenai apa yang

akan terjadi saat berada dalam situasi yang menimbulkan distres, dan

kemungkinan munculnya hal yang divisualisasikan tersebut dalam

kejadiannyata.

16
17

Pada sesi awal, terapis juga membuat problem list yang mencakup

gejala spesifik, perilaku, dan masalah yang menetap. Daftar ini

kemudian dibuat prioritasnya sebagai target intervensi. Problem list

dibuat secara eksplisit untuk melihat apa yang ingin dicapai dalam

treatment. Penentuan prioritas didasarkan pada besarnya distres yang

dialami, kemungkinan kemajuan yang terjadi, keparahan gejala, dan

topik ataupun tema yang terus menerus muncul. Selain hal di atas, pada

sesi pertama terapis juga sudah mulai dapat memberikan tugas rumah

kepada klien. Tugas rumah pada sesi awal biasanya diarahkan untuk

mengenali hubungan antara pemikiran, perasaan, dan perilaku.

Pada sesi pertengahan, penekanan terapi bergeser dari gejala

yang dialami pasien kepada pola berpikir pasien. Koneksi antara

pemikiran, emosi, dan perilaku didemonstrasikan melalui pemeriksaan

automatic thoughts. Saat klien dapat menantang pemikiran maladaptif,

klien mulai dapat mempertimbangkan asumsi dasar yang

memunculkan pemikiran tersebut. Seringkali asumsi dasar tersebut

tidak disadari oleh klien dan didapat setelah klien melihat tema dari

automatic thoughts yang dimilikinya. Setelah asumsi dasar ini

dikenali, terapi bertujuan untuk memodifikasi asumsi tersebut dengan

mempertimbangkan validitas, sifat adaptif, dan fungsinya bagi klien. Pada

sesi-sesi selanjutnya, klien diberikan tanggung jawab lebih untuk

mengidentifikasi masalah serta solusi dan menciptakan tugas rumah.

Peran terapis berubah menjadi penasihat dan bukan guru saat klien

17
18

sudah mulai dapat menggunakan teknik-teknik yang ada untuk

menyelesaikan masalah. Frekuensi pertemuan dapat dikurangi apabila

klien menjadi lebih mampu dalam menyelesaikan masalah.

Terapi di-terminasi saat tujuan sudah dicapai dan klien merasa

dapat mempraktikkan perspektif dan kemampuan baru mereka secara

mandiri. Saat mendekati terminasi, klien dapat diingatkan bahwa

kemunduran itu sesuatu yang normal dan seharusnya dapat diatasi karena

kemunduran sebelumnya juga dapat diatasi. Terapis dapat meminta

kepada klien untuk mendeksripsikan bagimana masalah sebelumnya

diatasi selama treatment. Terapis juga dapat menggunakan cognitive

rehearsal untuk memabntu klien memperkirakan kesulitan yang

mungkin akan ditemuinya dan bagaimana mereka akan mengatasi

kesulitan tersebut.

18
19

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Cognitive behavior therapy adalah suatu intervensi psikoterapeutik

yang bertujuan untuk mengurangi distres psikologis dan perilaku

maladaptif dengan mengubah proses kognitif. CBT memiliki asumsi dasar

bahwa afek dan perilaku sebagian besar merupakan produk kognisi, oleh

karena itu intervensi kognitif dan perilaku dapat membawa perubahan pada

pemikiran, perasaan, dan perilaku.

Diharapkan dengan CBT pasien dapat meningkatkan self awareness,

memfasilitasi pemahaman diri yang lebih baik, dan meningkatkan

kontrol diri dengan mengembangkan kemampuan kognitif dan perilaku

yang lebih tepat. Pengembangan kemampuan kognitif dapat dilakukan

dengan mengubah pemikiran dan keyakinan disfungsional yang bersifat

negatif, bias, dan self-critical. Terdapat beberapa teknik yang dapat

dilakukan untuk mengembangkan kemampuan kognitif ini, antara lain

dengan edukasi, identifikasi keyakinan disfungsional, thought monitoring,

thought evaluation dan development of alternative cognitive processes.

Sedangkan pengembangan perilaku yang lebih adaptif dapat dilakukan

dengan beberapa teknik, antara lain target setting, activity rescheduling dan

behavioral experiment. Adanya keterampilan kognitif dan perilaku yang

baru membuat individu menghadapi situasi sulit dengan cara yang lebih

tepat.

19
20

DAFTAR PUSTAKA

1.Ifdil. 2012 Cognitive-Behavior Therapy (CBT). (online) diakses juni


2014site: http://konselingindonesia.com/

2.Kaplan, Harold, et all. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri:


Ilmupengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid Dua. Tangerang:
AksaraPubliser, 2010

3.NACBT. (2007). Cognitive-Behavioral Therapy.


[Online].Tersedia:http://www.nacbt.org/whatiscbt.htm[5 Januari
2007].

4.Stallard, P. (2004). Think Good Feel Good: A Cognitive Behavior


TherapyWorkbook for Children and Young People. West Sussex: john
Wiley &Sons.

5.Beck, Judith S. (2011).Cognitive-Behavior Therapy: Basic andBeyond


(2nded). New York: The Guilford Press.

6.Bush, John Winston. (2003). Cognitive Behavioral Therapy: The Basics.


[Online]. Tersedia:http://cognitivetherapy.com/basics.html

7.Westbrook, D., Kennerly, & Kirk, J. (2007). An Introduction to


CognitiveBehavior Therapy: Skills and Applications. Los Angeles: Sage
Punlications.

8.Nevid, JS., Rathus, SA., Greene, B.,Psikologi Abnormal. Edisi kelima, jilid1,
Jakarta: Penerbit Erlangga

9.Oemarjoedi, A. Kasandra. (2003).Pendekatan Cognitive Behavior dalam


Psikoterapi.Jakarta: Kreativ Media.

10.Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2 ed.


Surabaya:Airlangga University Press; 2009

20

Anda mungkin juga menyukai