Anda di halaman 1dari 26

PRESENTASI KASUS

BRONCHITIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


Bedah RSUD Tjirowardjojo

Disusun Oleh :
HELMI AZIZ
20194010166

Pembimbing :
dr. Pratiwi Anggraini, Sp. Rad

SMF RADIOLOGI
RSUD TJITRO WARDOJO PURWOREJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

BRONCHITIS

Telah disetujui pada tanggal 14/03/2020

Oleh :

Pembimbing Kepaniteraan Klinik Radiologi

dr. Pratiwi Anggraini, Sp. Rad


BAB I

LAPORAN KASUS

Nama : Ny. N

No RM : 0000 5720

Usia : 72th

Alamat : Ukirsari RT.02/01 Grabag

Status : Menikah

Tgl masuk : 25 Februari 2020

ANAMNESIS

Keluhan utama :

- Pasien datang ke poli paru RSUD Tjitrowardjojo dengan keluhan batuk.

Riwayat penyakit sekarang :

- Pasien datang ke poli Paru RSUD Tjitrowardjojo dengan keluhan batuk + 3 minggu,
berdahak (+) dan sesak nafas (+).

Riwayat penyakit dahulu :

- Pasien menyangkal memiliki penyakit DM, hipertensi, penyakit jantung ataupun


Stroke.

Riwayat penyakit keluarga :

- Pasien menyangkal dari pihak keluarga memiliki penyakit DM, hipertensi, penyakit
jantung ataupun Stroke.

ANAMNESIS SISTEM
a. Sistem saraf pusat : pusing (-), nyeri kepala (-)
b. Sistem integumentum : tidak ada keluhan
c. Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan
d. Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nyeri perut (-)
e. Sistem urinaria : BAK normal tidak ada keluhan
f. Sistem respiratori : sesak nafas (+), batuk berdahak (+) + 3 minggu.
g. Sistem cardiovascular : berdebar-debar (-)

PEMERIKSAAN FISIK :
Kesan umum : Batuk
Kesadaran : Compos mentis , E4V5M6
Vital sign : Tekanan darah : 145/85 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 92 x /menit
Suhu : 37 0C
Pemeriksaan kepala :
- Mata : pupil : isokor 3mm/3mm
CA (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : secret (-), perdarahan (-)
- Hidung : secret (-), epistaksis (-)
Pemeriksaan leher :
Kelenjar tiroid : tidak ditemukan pembengkakan
Kelenjar limfonodi : tidak ditemukan pembengkakan
Trachea : tidak ditemukan kelainan
Pemeriksaan thorax :
- Inspeksi : Jejas (-) pergerakan dada simetris, ketinggalan gerak (-)
- Palpasi : nyeri tekan (-/-)
- Perkusi : hiperonor (+/+)
- Auskultasi : wheezing (+/+) ronkhi (+/+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Foto Polos

Klinis : Bronchitis
Foto Thorax PA View, simetris, inspirasi dan kondisi cukup, hasil :
 Tampak perselubungan inhomogen di perihilar dan paracardial bilateral terutama
dextra
 Kedua diafragma licin
 Kedua sinus costofrenikus lancip
 Cor : CTR>0,56
 Sistema tulang yang tervisualisasi intak
Kesan :
 Infiltrat di perihilar dan basal pulmo bilateral terutama dextra
 Cardiomegali

Diagnosis Kerja
Bronchitis

Penatalaksanaan
Kuratif

Farmakoterapi
OBH Sirup 100mL T.D.R. no. II /8 jam
Methylprednisolone 4mg no.XIV / 12 jam
Cetirizine Kap 10mg no.VII / 24 jam
Ranitidine Tab 150mg no.XV / 12 jam
BAB II

PENDAHULUAN

Bronkitis adalah sebuah kondisi dimana saluran bronkus mengalami inflamasi. Saluran
ini membawa udara ke paru – paru. Orang yang mengalami bronkitis sering menderita batuk
disertai lendir (mukus). Mukus merupakan cairan pelicin pada saluran bronkial. Bronkitis
juga dapat menyebabkan mengi (sebuah siulan atau suara melengking ketika bernapas), nyeri
dada atau ketidaknyamanan, demam, dan sesak napas (1).
Klasifikasi bronkitis terdiri dari bronkitis akut dan bronkitis kronik. Karakter bronkitis
akut ditandai dengan adanya batuk dengan atau tanpa produksi sputum yang berlangsung
kurang dari 3 minggu. Bronkitis akut sering terjadi selama masa akut akibat virus seperti
influenza. Virus menyebabkan sekitar 90% kasus bronkitis, dimana bakteri mencapai sekitar
10% (2; 3).
Bronkitis kronik, salah satunya adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
ditandai dengan adanya batuk selama 3 bulan atau lebih pertahun sekurang-kurangnya selama
2 tahun. Bronkitis kronik biasanya berkembang karena cedera yang berulang pada saluran
udara yang disebabkan oleh iritasi zat-zat yang dihirup. Merokok merupakan penyebab
paling umum, diikuti dengan paparan polutan udara seperti sulfur dioksida atau nitrogen
dioksida, pajanan iritasi pernapasan individu yang terpapar asap rokok, iritasi paru-paru
kimia, atau immunocompromised yang memiliki peningkatan resiko mengembankan bronkitis
(4)
.
Bronkitis sangat umum terjadi pada seluruh belahan dunia manapun dan merupakan 5
alasan teratas penyebab seseorang mencari pengobatan medis di negara-negara yang memang
mengumpulkan data mengenai penyakit ini. Tidak ada perbedaan ras terhadap kejadian
bronkitis ini meskipun lebih sering terjadi pada populasi dengan status sosioekonomi rendah
dan orang-orang yang tinggal di daerah urban dan industri.
Hal mengenai insidensi penyakit terkait jenis kelamin, bronkitis lebih sering dialami
oleh pria dibandingkan wanita. Di Amerika Serikat, hingga dua pertiga pria dan seperempat
wanita mengalami bronkitis yang disertai emfisema hingga menyebabkan kematian.
Meskipun dapat ditemukan hampir pada semua usia, bronkitis akut lebih sering didiagnosis
pada anak-anak berumur kurang dari 5 tahun, sementara prevalensi bronkitis kronis lebih
sering terjadi pada orang tua yang berusia lebih dari 40 tahun. Sementara itu, data
epidemiologi di Indonesia itu sendiri masih sangat minim(10;12).
Penegakan diagnosis dari bronkitis ini dapat ditegakkan dari gejala klinis, pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi dan laboratorium.
Pemeriksaan radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang penting dilakukan
untuk mendiagnosis penyakit ini, yaitu seperti foto thoraks, Computerized Tomography
Scanning (CT-Scan), bronkoskopi dan pemeriksaan radiologi lainnya. Berdasarkan uraian di
atas, maka penulis ingin meninjau lebih jauh mengenai gambaran radiologi pada bronkitis.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Bronkitis
Bronkitis adalah penyakit respiratorius di mana membran mukosa pada jalur bronkus di
paru-paru mengalami inflamasi. Karena mukosa bronkus tersebut membengkak (edema) dan
menebal sehingga akan mempersempit saluran nafas yang menuju paru-paru. Hal ini dilihat
dari gejala batuk yang diikuti pengeluaran dahak dan dapat juga disertai keluhan lainnya
seperti sesak nafas. Bentuk dari penyakit ini terdiri dari 2 bentuk, yaitu bronkitis akut
(berlangsung kurang dari 3 minggu) dan bronkitis kronik yang frekuensinya hilang timbul
selama periode lebih dari 2 tahun(8).

Klasifikas
1. Bronkitis Akut
Bronkitis akut biasanya terjadi dalam waktu yang cepat (kurang dari 3 minggu) dan
membaik dalam beberapa minggu. Bentuk dari bronkitis akut ini sering menyebabkan
serangan batuk dan produksi sputum yang dapat juga disertai oleh infeksi saluran nafas atas.
Dalam beberapa kasus, virus merupakan penyebab tersering infeksi walaupun terkadang
bakteri juga dapat menyebabkannya. Jika kondisi seseorang tersebut baik, maka proses
peradangan membran mukosa tersebut akan pulih dalam beberapa hari(8;9).
2. Bronkitis Kronik
Secara klinis didefinisikan sebagai batuk harian dengan produksi sputum selama paling
kurang selama 3 bulan dalam periode waktu 2 tahun. Bronkitis kronik ini merupakan
gangguan jangka panjang yang serius yang sering membutuhkan pengobatan medis secara
teratur. Pada bronkitis kronis terdapat inflamasi dan pembengkakan pada dinding lumen
saluran nafas yang menyebabkan penyempitan dan obstruksi jalur udara yang masuk.
Inflamsi ini akan merangsang produksi mukus di mana menyebabkan obstruksi saluran nafas
yang lebih berat lagi dan akan meningkatkan resiko infeksi oleh bakteri pada paru-paru(;9;10)

Epidemiologi
Di Indonesia belum ada data mengenai prevalensi penyakit bronkitis. Sebagai
pembanding, berdasarkan estimasi dari National Center for Health Statistics tahun 2006 di
Amerika Serikat, terdapat sekitar 9,5 juta orang atau 4% dari jumlah populasinya didiagnosis
mengalami bronkitis kronik. Data statistik ini masih di bawah taksiran dari prevalensi
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yaitu sebesar 50%. Hal ini dikarenakan tidak
tercatatnya laporan gejala dan kondisi bronkitis ini masih belum terdiagnosis(11;14).
Overdiagnosis terhadap bronkitis kronik sebaiknya perlu dilakukan oleh para klinisi.
Bagaimanapun juga istilah bronkitis sering dianggap sebagai peradangan paru yang tidak
spesifik serta gejala batuk yang dialami bersifat self-limiting atau sembuh sendiri sehingga
kriteria diagnosisnya tidak ditemukan dan menyebabkan insidensinya terus meningkat(11).
Dalam sebuah studi, bronkitis akut diderita oleh 44 dari 1000 orang dewasa setiap
tahunnya, dan 82% episodenya terjadi pada musim gugur atau dingin. Perbandingannya yaitu
91 juta kasus influenza, 66 juta kasus deman flu biasa, dan 31 juta kasus dengan infeksi
saluran nafas atas lainnya yang terjadi pada tahun itu(11).
. Bronkitis akut sangat umum terjadi pada seluruh belahan dunia manapun dan
merupakan 5 alasan teratas penyebab seseorang mencari pengobatan medis di negara-negara
yang memang mengumpulkan data mengenai penyakit ini. Tidak ada perbedaan ras terhadap
kejadian bronkitis ini meskipun lebih sering terjadi pada populasi dengan status
sosioekonomi rendah dan orang-orang yang tinggal di daerah urban dan industri(11;18)
Hal mengenai insidensi penyakit terkait jenis kelamin, bronkitis lebih sering dialami
oleh pria dibandingkan wanita. Di Amerika Serikat, hingga dua pertiga pria dan seperempat
wanita mengalami emfisema hingga menyebabkan kematian. Meskipun dapat ditemukan
hampir pada semua usia, bronkitis akut lebih sering didiagnosa pada anak-anak berumur
kurang dari 5 tahun, sementara prevalensi bronkitis kronis lebih sering terjadi pada orang tua
yang berusia lebih dari 50 tahun. Sementara itu, data epidemiologi di Indonesia itu sendiri
masih sangat minim(13;16).

2.6 Manifestasi Klinis


Batuk merupakan gejala klinis yang sering diamati. Bronkitis akut mungkin akan sulit
dibedakan dari infeksi saluran nafas atas lainnya pada beberapa hari pertama. Meskipun
demikian, jika batuk berlangsung lebih dari 5 hari maka bisa diarahkan sebagai penyakit
bronkitis akut(12;16).
Pasien dengan bronkitis akut, biasanya dapat terjadi selama lebih dari 10-20 hari.
Produksi sputum hampir dialami pada seluruh orang yang mengeluhkan batuk akibat
bronkitis akut ini. Warna sputum biasanya jernih, kuning, hijau, atau bahkan seperti seperti
warna darah. Sputum purulen dilaporkan pada 50% orang dengan bronkitis akut. Perubahan
warna sputum dikarenakan pelepasan peroksidase oleh leukosit dalam sputum. Karena itulah,
warna sputum tidak dapat menjasi indikator terhadap adanya infeksi bakteri. (12)
Demam bukan merupakan tanda khas dan biasanya ketika disertai dengan batuk akan
lebih mengarah pada influenza ataupun pneumonia. Mual, muntah, dan diare jarang
dikeluhkan. Kasus yang berat mungkin akan menyebabkan malaise dan nyeri dada. Ketika
keluhan berat hingga mengenai trakea, gejala dengan sensasi terbakar pada daerah substernal
akan dirasakan dan nyeri dada berhubungan pada saat batuk serta proses bernafas(18;21).
Sesak nafas dan sianosis tidak teramati pada penyakit bronkitis ini kecuali pasien
memiliki penyakit paru obstruktif kronik ataupun kondisi lainnya yang mengganggu fungsi
paru. Gejala lain dari bronnkitis akut ini meliputi nyeri tenggorokan, hidung berair atau
tersumbat, nyeri kepala, nyeri otot dan kelelahan.(12;18).

Patofisiologi
Selama episode bronkitis akut, jaringan yang melapisi lumen bronkus megalami iritasi
dan membran mukosa menjadi hiperemis dan edema sehingga mengganggu fungsi mukosiliar
bronkus. Akibatnya, saluran nafas menjadi menjadi sempit akibat debris dan proses
inflamasi. Respon akibat produksi mukus yang banyak ini akhirnya ditandai dengan batuk
produktif(12;18).
Dalam kasus pneumonia mycoplasma, iritasi bronkus menyebabkan perlekatan
organisme (Mycoplasma pneumonia) pada mukosa saluran respirasi yang akan membuat
sekresi mukosa semakin kental. Bronkitis akut biasanya berlangsung kurang lebih 10 hari.
Jika inflamasinya terus berlajut ke bawah hingga ujung cabang bronkus, bronkiolus dan
kantung alveolus, maka akan menyebabkan bronkopneumonia(12).
Bronkitis kronik dihubungkan dengan produksi mukus yang berlebihan sehingga
menyebabkan batuk berdahak selama lebih dari 3 bulan atau lebih dalam periode waktu
minimal 2 tahun. Epitel alveoli merupakan target maupun tempat awal inflamasi pada
bronkitis kronik(10).
Infiltrasi netrofil dan distribusi perubahan jaringan fibrotik peribronkial disebabkan
oleh aktivitas dari interleukin 8 (IL-8), colony-stimulating factors, dan kemotaktik serta
sitokin proinflamatori lainnya. Sel epitel saluran nafas akan melepaskan mediator inflamasi
ini sebagai respon terhadap toksin, agen infeksi, dan stimulus inflamasi lainnya serta untuk
mengurangi pelepasan produk regulasi seperti angiotensin-converting enzim ataupun
endopeptidase(10;13).
Bronkitis kronik dapat dikatagorikan sebagai bronkitis kronik sederhana, bronkitis
mukopurulen kronik, ataupun bronkitis kronik yang disertai obstruksi. Produksi sputum
(industri) menandakan adanya bronkitis kronik sederhana. Produksi sputum purulen yang
persisten ataupun berulang tanpa adanya penyakit supuratif lokal seperti bronkiektasis,
menunjukkan adanya bronkitis mukopurulen kronik(10;19).
Bronkitis kronik dengan obstruksi harus dibedakan dengan asma. Perbedaannya
dibedakan berdasarkan riwayat penyakit di mana pasien yang dikatakan mengalami bronkitis
kronik dengan obstruksi memilki riwayat batuk produktif yang lama dan onset mengi
(wheezing) yang munculnya belakangan, sementara pasien yang memiliki asma dengan
obstruksi kronik lebih dulu mengalami mengi (wheezing) dibandingkan batuk produktif(19).
Bronkitis kronik dapat terjadi akibat serangan dari bronkitis akut berulang atau dapat
juga muncul perlahan-lahan karena merokok berat atau inhalasi dari udara yang
terkontaminasi oleh polutan di lingkungan. Jika orang tersebut lebih sering batuk daripada
biasanya, kemungkinan lapisan bronkus yang menghasilkan lendir (mukus) sudah mengalami
penebalan dan penyempitan saluran nafas yang menyebabkan sulit untuk bernafas. Karena
fungsi silia untuk menyaring udara bersih dari zat iritan dan benda asing terganggu, saluran
bronkus akan cenderung mengalami infeksi lebih jauh hingga menyebabkan kerusakan
jaringan(10;15).

Gambar 2.4. Proses Peradangan pada Bronkitis

Etiologi

1. Infeksi Virus, Bakteri, dan Mikroorganisme lain pada Bronkitis Akut


Bronkitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi seperti spesies jamur (Mycoplasma),
Clamydia pneumonia, Streptococcus pneumonia, Moraxella catarrhalis. dan Haemophilus
influenza serta virus seperti influenza, adenovirus, rhinovirus, Respiratory Syncitial Virus
(RSV), virus influenza tipe A dan B, virus parainfluenza, dan Coxsackie virus. Paparan zat
iritan seperti polusi, zat kimia, dan rokok tembakau dapat juga menyebabkan iritasi bronkus
akut(19;20).
Bordetella pertussis harus dipertimbangkan sebagai agen penyebab bronkitis akut
pada anak-anak yang tidak mendapatkan vaksinasi secara lengkap meskipun studi terbaru
melaporkan bahwa bakteri ini juga dapat menjadi agen penyebab pada orang dewasa(19;20).

2. Penyebab Bronkitis Kronik


Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronkhitis, yaitu : rokok,
infeksi dan polusi. Selain   itu terdapat pula hubungannya dengan faktor keturunan dan status
sosial(15;16;18;20).
a. Rokok
Merokok merupakan faktor predisposisi yang meyebabkan bronkitis kronik. Faktor
resiko umum terhadap eksaserbasi akut dari bronkitis kronik adalah meningkatnya usia dan
berkurangnya Volume Ekspirasi Paksa (VEP). Sebanyal 70-80% ekserbasi akut dari bronkitis
kronis diperkirakan akibat infeksi pernafasan.
Merokok diperkirakan menyumbang 85-90% kasus dari bronkitis dan PPOK. Studi
menunjukkan bahwa merokok dapat mengganggu pergerakan silia, menghambat fungsi
makrofag alveolar, dan meyebabkan hipertrofi dan hiperplasia dari glandula pensekresi
mukus. Merokok juga dapat meningkatkan resistensi saluran nafas melalui jalur vagal yang
dimediasi oleh konstriksi otot polos.

b. Infeksi
Eksasebasi bronkhitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang
kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah
Haemophilus influenza dan Streptococcus pneumoniae
c. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah
merokok resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia dapat juga menyebabkan bronkitis adalah
zat-zat pereduksi O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
d. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada
penderita defesiensi alfa -1- antitripsin yang merupakan suatu masalah dimana kelainan ini
diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering
dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
e. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronkhitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah,
mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih buruk.

Penegakan Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis bertujuan untuk mendapatksan gejala sebagai berikut(15;20;21):
a. Batuk berdahak.
Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya pasien
mengalami batuk produktif di pagi hari dan tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan
mengeluarkan dahak berwarna putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukopurulen.
b. Sesak nafas
Bila timbul infeksi, sesak napas semakin lama semakin hebat. Terutama pada musim
dimana udara dingin dan berkabut.
c. Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu).
d. Wheezing (mengi).
Saluran napas menyempit dan selama bertahun-tahun terjadi sesak progresif lambat
disertai mengi yang semakin hebat pada episode infeksi akut
e. Wajah, telapak tangan atau selaput lendir berwarna kemerahan.
Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu hidung meler,
lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri tenggorokan. Pada
bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi demam tinggi
selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu

Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik bisa di dapatkan(19;20;21):
1)    Bila ada keluhan sesak, akan terdengar ronki pada waktu ekspirasi maupun inspirasi
disertai bising mengi.
2)    Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shape chest (diameter anteroposterior dada
meningkat).
3)    Iga lebih horizontal dan sudut subkostal bertambah.
4)    Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak
jantung berkurang.
5)    Pada pembesaran jantung kanan, akan terlihat pulsasi di dada kiri bawah di pinggir
sternum.
6)    Pada kor pulmonal terdapat tanda-tanda payah jantung kanan dengan peninggian tekanan
vena, hepatomegali, refluks hepato jugular dan edema kaki

Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang mendukung diangnosis adalah sebagai berikut:
(19;20;21)

1.  Cultures dan Staining. Mendapatkan kultur sekresi pernapasan untuk virus influenza,


Mycoplasma pneumoniae, dan Bordetella pertussis ketika organisme ini diduga. Metode
kultur dan tes imunofluoresensi telah dikembangkan untuk diagnosis laboratorium
pneumoniae infection dengan mendapatkan usap tenggorokan. Kultur dan gram stainning
dari dahak sering dilakukan, meskipun tes ini biasanya tidak menunjukkan pertumbuhan atau
flora saluran pernapasan normal. Kultur darah dapat membantu jika superinfeksi bakteri
dicurigai.
2.  Kadar Procalcitonin. Kadar  procalcitonin mungkin berguna untuk membedakan infeksi
bakteri dari infeksi nonbakterial. Penelitian telah menunjukkan bahwa tes tersebut dapat
membantu terapi panduan dan mengurangi penggunaan antibiotik
3.  Sitologi sputum. Sitologi sputum dapat membantu jika batuk persisten.
4.  Radiografi Dada. Radiografi dada harus dilakukan bagi pasien yang fisik temuan
pemeriksaan menunjukkan pneumonia. Pasien tua mungkin tidak memiliki tanda-tanda
pneumonia, karena itu, radiografi dada dapat dibenarkan pada pasien, bahkan tanpa tanda-
tanda klinis lain infeksi. Pemeriksaan radiologi Ada hal yang perlu diperhatikan yaitu adanya
tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru
dan corakan paru yang bertambah ataupun tramline shadow yang menunjukkan adanya
penebalan dinding bronkus.
5.  Bronkoskopi. Bronkoskopi mungkin diperlukan untuk menyingkirkan adanya aspirasi
benda asing, tuberkulosis, tumor, dan penyakit kronis lainnya dari pohon trakeobronkial dan
paru-paru.
6.  Tes Influenza. Tes influenza mungkin berguna. Tes serologi tambahan, seperti bahwa
untuk pneumonia atipikal, tidak ditunjukkan.
7.  Spirometri. Spirometri mungkin berguna karena pasien dengan bronkitis akut sering
memiliki bronkospasme signifikan, dengan penurunan besar dalam volume ekspirasi paksa
dalam satu detik (FEV1). Ini biasanya menyelesaikan lebih 4-6 minggu.
8.  Laringoskopi. Laringoskopi dapat mengecualikan epiglotitis.
9.  Temuan histologis. Sel piala hiperplasia, sel-sel inflamasi mukosa dan submukosa, edema,
fibrosis peribronchial, busi lendir intraluminal, dan otot polos peningkatan temuan
karakteristik di saluran udara kecil pada penyakit paru obstruktif kronis.

Gambaran radiologi pada bronkitis


1. Bronkitis akut
Radang akut bronkus berhubungan dengan infeksi saluran nafas bagian atas. Penyakit
ini biasanya tidak hebat dan tidak ditemukan komplikasi. Juga tidak terdapat gambaran
roentgen yang positif pada keadaan ini. Tetapi foto roentgen berguna jika ada komplikasi
pneumonitis pada penderita dengan infeksi akut saluran nafas. Gejala biasanya hebat(21).

2. Bronkitis kronik
Penyakit bronkitis kronik tidak selalu memperlihatkan gambaran khas pada foto
thoraks. Acapkali berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorik sudah dapat ditegakkan
diagnosisnya. Pada foto hanya tampak corakan yang ramai di bagian basal paru. Gambaran
radiogram bronkitis kronik hanya memperlihatkan perubahan yang minimal dan biasanya
tidak spesifik. Kadang-kadang tampak corakan peribronkial yang bertambah di basis paru
oleh penebalan dinding bronkus dan peribronkus. Corakan yang ramai di basal paru ini dapat
merupakan variasi normal foto thoraks. Tidak ada kriteria yang pasti untuk menegakkan
diagnosis bronkitis kronik pada foto thoraks biasa. Penyakit ini disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi, misalnya asma, infeksi, dan lain-lain(22).
Infeksi merupakan penyebab kedua tersering terjadinya bronkitis kronik. Infeksi ini
dapat spesifik maupun tidak spesifik. Penyakit bronkitis kronik dan emfisema ternyata selalu
berhubungan dengan bronkitis asma oleh adanya spasme bronkus(22).
Cor pulmonale kronik umumnya disebabkan oleh penyumbatan emfisema paru yang
kronik dan sering ditemukan pada bronkitis asma kronik(22).
Bronkitis kronik secara radiologik dibagi dalam 3 golongan, yaitu: ringan, sedang, dan
berat. Pada golongan yang ringan ditemukan corakan paru yang ramai di bagian basal paru.
Pada golongan yang sedang, selain corakan paru yang ramai, juga terdapat emfisema dan
kadang-kadang disertai bronkiektasis di pericardial kanan dan kiri, sedangkan golongan yang
berat ditemukan hal-hal tersebut di atas dan disertai cor pulmonale sebagai komplikasi
bronkitis kronik(22).

Beberapa gambaran radiologi bronkitis dapat diperlihatkan sebagai berikut:


1. Thorak
Terdapat sekitar 50% penderita bronchitis kronik memiliki gambaran roentgen thoraks
normal. Jika terdapat abnormalitas pada foto thoraks, biasanya tanda yang ditemukan adalah
akibat adanya emfisema, superimpos infeksi ataupun kemungkinan terjadinya bronkiektasis.
Gambaran radiologi yang mendukung adanya bronchitis kronik adalah dengan
ditemukannya gambaran “dirty chest”. Hal ini ditandai dengan terlihatnya corakan
bronkovaskular yang ramai. Gambaran opasitas yang kecil mungkin akan terlihat pada semua
tempat di seluruh lapangan paru namum penilaian gambaran ini bersifat subjektif. Terdapat
beberapa korelasi antara bronchitis kronik dengan adanya edema perivascular dan
peribronkial, inflamasi kronik dan fibrosis. Jika gambaran ini terlihat jelas, dengan beberapa
bayangan linear dan opasitas nodular yang berat, maka gambarannya akan mirip dengan
fibrosis interstisial, limfangitis karsinoma, maupun bronkiektasis.
Gambaran tramline yang tipis lebih mengarah pada bronkiektasis namun gambaran ini
dapat dialami oleh penderita bronchitis kronik.
- Gambaran Dirty chest. Karena terjadi infeksi berulang yang disertai terbentuknya jaringan
fibrotik pada bronkus dan percabangannya, maka corakan bronkovaskular akan terlihat
ramai dan konturnya irregular. Ini merupakan tanda khas bronkitis kronik yang paling
sering ditemukan pada foto thoraks(23).

Gambar 2.5. Dirty chest yang menunjukkan adanya corakan bronkuvaskular yang
ramai hingga menuju percabangan perifer di paru
- Gambaran berupa tramline shadow berupa garis parallel akibat penebalan dinding bronkus
yang juga menjadi gambaran khas bronkiektasis.

Gambar 2.7. Tramline appearance terlihat sepanjang pinggiran bayangan jantung


- Struktur bronkovaskular yang irreguler

Gambar 2.8. Sisi lapangan paru kiri atas yang diperbesar menunjukkan struktur
bronkovaskuler yang irregular dengan diameter yang bervariasi.

Gambar 2.9. Menunjukkan foto thoraks yang diperbesar dari bagian kiri paru. Garis yang
membujur secara kranio-kaudal adalah batas medial skapula. Anak panah menunjukkan pola
stuktur bronkovaskular dengan pola irregular.
- Corakan bronkovaskular ramai disertai emfisema

Gambar 2.10 Foto thoraks laki-laki yang memilki riwayat merokok lama. Terlihat adanya
corakan bronkovaskular ramai disertai emfisema. Volume paru tampak membesar, sela iga
melebar, dan difragma mendatar.
2. Computed tomography (CT) scan
- Gambaran tremline shadow appearance berupa garis paralel sejajar akibat penebalan
dinding bronkus dan dilatasi bronkus ringan akibat peradangan bronkus.

Gambar 2.11. Terlihat adanya tramline appearance

- Penebalan dinding bronkus akibat bronkitis kronis berdasarkan gambaran Computed


Tomography (CT) scan juga terlihat pada panah merah dan lendir di dalam bronkus pada
panah kuning berikut:

Gambar 2.12. Gambaran CT-Scan Thoraks Bronkitis Kronik


Diagnosis Banding
Berdasarkan kemiripan gambaran radiologi, bronkiektasis dapat menjadi diagnosis
banding dari bronkitis kronik. Gambaran khas bronkiektasis yang berupa tramline shadow
pada foto thoraks juga dapat ditemukan pada bronkitis kronik.

Gambar 2.13. Terlihat gambaran foto CT-Scan dan thoraks bronkiektasis. Gambaran
tramline appearance tampak pada foto thoraks.
Namun, untuk bronchiectasis juga terdapat gambaran tubular shadow yang tipis.
Opasitas ini berhubungan dengan hilus dan lebih jelas gambarannya jika didemonstrasikan
dengan CT Scan. Namun lagi, gambaran ini hanya bersifat mengarahkan dan bukan mejadi
prosedur diagnostik.

[Grab your reader’s attention with a


great quote from the document or
use this space to emphasize a key
point. To place this text box
anywhere on the page, just drag it.]

Sutton, David. 2003. 7th Edition Textbook of Radiology and


Imaging. Volume 1. British: Elsevier Science

https://bronchiectasis.com.au/bronchiectasis/diagnosis-
2/radiology
BAB IV
KESIMPULAN

Bronkitis merupakan suatu penyakit yang sering terjadi dan merupakan lima alasan
teratas seseorang mencari pengobatan medis. Bronkitis terbagi atas bronkitis akut dan
bronkitis kronik. Gambaran radiologi yang khas pada bronkitis akut jarang ditemukan
sementara pada bronkitis kronik hanya memperlihatkan perubahan yang minimal dan
biasanya tidak spesifik. Namun pada beberapa kasus tamapak adanya corakan
bronkovaskular yang ramai sehingga terlihat seperti dirty chest, adanya tramline appearance
yang berasal dari hilus paru. Penegakan diagnosis bronkitis dengan pemeriksaan radiologi
sudah cukup baik di dapatkan dari foto thoraks konvensional dan juga CT- Scan.
DAFTAR PUSTAKA

1. NHLBI. National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI). [Online] 2009. [Cited:
oktober 26, 2013.] http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/brnchi/.

2. Albert. Diagnosis and treatment of acute bronkitis.. 2010, Am Fam Physician, Vol.
11, pp. 1345-1350.

3. Cohen, Jonathan, Powderly, William. Infectious Diseases, 2nd ed. 2. Mosby :


Elsevier, 2004.

4. Kumar, vinay, Abul K. Abbas, Nelson Fausto, Richard N and Mitchell. The Lung
Robbins Basic Pathology. 8. Philadelphia : Saunders Elsevier, 2007.

5. Bowler. National Jewish Health. [Online] 2009. [Cited: Oktober 26, 2013.]
http://www.nationaljewish.org/healthinfo/conditions/copd-chronic-obstructive-
pulmonary-disease/associated-conditions/chronic-bronkitis/.

6. Djojodibroto, Darmanto. Respirologi (respirotory medicine). 1. Jakarta : EGC, 2009.

7. Corwin, Elizabeth J. Buku Saku Patofisiologi Corwin. 3. Jakarta : EGC, 2009.

8. Knutson D, Braun C. Diagnosis and management of acute bronkitis. Am Fam


Physician. May 15 2002;65(10):2039-44. [Medline].

9. Black S. Epidemiology of pertussis. Pediatr Infect Dis J. Apr 1997;16(4 Suppl):S85-


9. [Medline].

10. Sethi S, Murphy TF. Infection in the pathogenesis and course of chronic obstructive
pulmonary disease. N Engl J Med. Nov 27 2008;359(22):2355-65. [Medline].

11. Macfarlane J, Holmes W, Gard P, et al. Prospective study of the incidence, aetiology
and outcome of adult lower respiratory tract illness in the community. Thorax.
Feb 2001;56(2):109-14. [Medline].

12. Wenzel RP, Fowler AA 3rd. Clinical practice. Acute bronkitis. N Engl J Med. Nov 16
2006;355(20):2125-30. [Medline].

13. Smelzter, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Medikal- Bedah. Volume 1. Jakarta: EGC.
14. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
15. Manurung, Santa. 2009. Asuhan Keperawatan gangguan Sistem Pernafasan Akibat
Infeksi. Jakarta Timur : CV. Trans Indo Media.
16. Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan Sistem
Pernapasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika

17. Ikawati, Zulies., 2008, Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernafasan, Pustaka Adipura,
Yogyakarta.

18. Rab, Tabran. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipokrates.


19. Walsh EE. Acute bronchitis. In: Mandell GL, Bennett JE, Dolin R, eds. Principles
and Practice of Infectious Diseases. 7th ed. Philadelphia, Pa: Elsevier Churchill
Livingstone; 2009:chap 61..

20. Speizer FE. Occupational exposures and pulmonary disease. In: Braunwald E, Fauci
AS, Kasper DL (editors). Harrison's principles of internal medicine. 15th edition.
McGraw-Hill Education, New York, NY; 2001.

21. Braman SS. Chronic cough due to acute bronchitis: ACCP evidence-based clinical
practice guidelines. Chest. 2006; 129 (supplement 1): S95-S103.

22. Rasad, Sjahriar & Iwan Ekayuda. 2011. Radiologi Diagnostik. Jakarta: FK-UI

23. Helms, CA & William EB. 2007. Fundamental Diagnostic of Radiology. USA.
Lippincott Wlliams & Wilkins.

24. Sylvia A Price, Lorraine M Wilson. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Edisi 6 volume 1. Jakarta: EGC.

25. Sutton, David. 2003. 7th Edition Textbook of Radiology and Imaging. Volume 1.
British: Elsevier Science.

Anda mungkin juga menyukai