Pembimbing:
dr. Hanafi, Sp.P
dr. Asti Arieyani, MARS
Penyusun:
dr. Zenna al kautsar ch
PESERTA INTERNSHIP
RS. PELABUHAN TG. PRIOK DKI JAKARTA
PERIODE 15 NOVEMBER 2022 – 14 MEI 2023
ILUSTRASI KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. R
A. Keluhan Utama
Sesak nafas
B. Keluhan Tambahan
Seorang pasien laki - laki berusia 52 tahun datang ke IGD RS Pelabuhan Jakarta diantar
keluarga nya dengan keluhan sesak nafas sejak 5 hari SMRS. Sesak nafas tidak dipengaruhi
oleh cuaca maupun aktivitas, Pasien mengatakan sesak nafas dirasakan semakin memberat
setiap hari nya terutama pada pagi ini. selain itu juga pasien mengalami keluhan batuk tidak
berdahak serta rasa nyeri pada bagian perut tanpa di ikuti rasa mual maupun muntah. Os
mengatakan tidak memiliki keluhan lain.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat konsumsi obat rutin setelah tuntas pengobatan
TB paru.
G. Riwayat operasi
STATUS GENERALIS
Tanda Vital :
d. Suhu : 36.8oC
e. Saturai O2 : 68%
PEMERIKSAAN FISIK UMUM (09 januari 2023)
Mata : Kelopak kedua mata tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil bulat isokor, RCL +/+, RCTL +/+, air mata (+/+)
Hidung : Terdapat sekret, deviasi septum(-) deformitas -/-, pernafasan cuping hidung (-)
Thoraks : Bentuk dan gerakan dada tampak simetris, tidak ada retraksi interkostal
Jantung :
Paru :
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi : Supel (+)
Ekstremitas :
Atas : Akral hangat, edema (-/-), turgor kulit baik, CRT <2s
Bawah : Akral hangat, edema (-/-), turgor kulit baik, CRT <2s
Expertise dr. Adji, Sp.Rad: kemungkinan pleuropneumothoraks kanan dan TB paru lama.
V. RESUME
Seorang pasien laki - laki berusia 52 tahun datang ke IGD RS Pelabuhan Jakarta diantar
keluarga nya dengan keluhan sesak nafas sejak 5 hari SMRS. Pasien mengatakan sesak nafas
dirasakan semakin memberat setiap hari nya terutama pada pagi ini tanpa dipengaruhi cuaca
maupun aktivitas. Keluhan lain juga dialami pasien seperti batuk tidak berdahak serta rasa
nyeri pada bagian perut. Os mengatakan bahwa ia memiliki riwayat TB paru. pada
pemeriksaan tanda tanda vital didapatkan pasien tampak sakit berat, compos mentis, TD
197/173, nadi 125x/menit, pernafasan 38x/menit, suhu 36.8 oC. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya pergerakan dinding dada sebelah kiri tertinggal, hipersonor pada perkusi
lapang paru kiri, dan pada auskultasi didapatkan suara nafas vesikuler paru kiri menurun
disertai adanya wheezing. Pada pemeriksaan lab di dapatkan adanya peningkatan leukosit, dan
pada pemeriksaan radiologi di dapatkan kesan pleuropneumothoraks kiri disertai TB paru
lama.
VII. TATALAKSANA
Terapi IGD
- IVFD Asering + aminofilin 1 amp / 12 jam
- Neurosanbe 1 amp
- Captopril 25mg SL
- NRM O2 15 lpm
- Nebulasi NS 2CC
Konsul dr. Hanafi, Sp.P
- Oksigenasi
- Lakukan pemasangan chest tube, konsul Sp.B
- Rujuk koja karna tidak memiliki alat yang memadai.
Konsul dr. Sueb, Sp.B
- Rujuk koja, tidak ada alat WSD
Konsul dr. Hendra, Sp.PD
- Nicardipin 0,5mg/jam
- Meropenem 3x1 gr
- NGT 6x200cc
- Amlodipin 1x10mg
- Lisinopril 1x10mg
- Bisoprolol 1 x 2.5mg
- Cek AGD, Elektrolit dan konsul syaraf
VIII. PROGNOSIS
3. Tension Pneumothoraks
Tension pneumothoraks merupakan salah satu kegawatdaruratan medis, karena terjadi
akumulasi dari udara di rongga pleura ketika bernapas. Karena udara masuk ke dalam rongga
pleura namun tidak bisa keluar meninggalkan paru, maka terjadi peningkatan tekanan
intratorakal setiap kali bernapas dan menghasilkan pergeseran yang masif dari mediastium ke
arah paru yang sehat dan menekan ke pembuluh darah.4
5. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum adalah adanya gas di jaringan mediastinum yang terjadi secara
spontan atau trauma. Tekanan intra-alveolar yang berlebihan menyebabkan pecahnya alveoli
yang berbatasan dengan mediastinum. Udara keluar ke jaringan ikat sekitarnya dan masuk ke
dalam mediastinum. Trauma esofagus atau peningkatan tekanan jalan napas juga mungkin
menjadi penyebab pneumomediastinum.4
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang, suara vokal
melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif.
Pemeriksaan penunjang untuk memperkuat diagnosis pneumothoraks, dapat dilakukan
foto rontgen thoraks atau pun CT-scan thoraks.
1. Foto rontgen thoraks dapat ditemukan hal berikut :
a. Bagian pneumothoraks tampak lusen, rata, dan paru yang kolaps akan tampak
garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak
membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio-opaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukan kolaps paru yang luas sekali.
Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan nya sesak napas yang
dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea bisa saja tampak terdorong ke sisi paru yang sehat, spatium
intercostalis melebar, diafragma mendatar dan terlihat tertekan ke bawah. Apabila
ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar
telah terjadi tension pneumothoraks dengan tekanan intrapleura yang tinggi.
2. CT-scan thoraks dapat memperlihatkan gambaran yang lebih spesifik untuk membedakan
antara emfisema bullosa dengan pneumothoraks, batas antara udara dengan cairan intra
dan ekstrapulmoner, dan CT-scan dapat membantu membedakan pneumothoraks spontan
primer atau sekunder.
3. Pada kejadian pneumothoraks perlu dipertimbang kemudian beberapa hal berikut :
a. Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai
dari basis sampai apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah
mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
b. Emfisema subkutan, diketahui bila ada rongga hitam di bawah kulit. Hal ini
biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadi nya
terjebak di mediastinum dapat bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu ke
daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus
oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat
mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan
belakang.
c. Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan
cairan sebagai garis datar di atas diafragma.
4. Analisa gas darah, dapat memberikan gambaran hipoksemia walaupun pada beberapa
pasien sering tidak diperlukan pemeriksaan ini. Pada pasien dengan gagal napas yang
berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
Pemeriksaan fisik pada tuberkulosis paru akan dijumpai, tergantung dari organ yang
terlibat. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit, umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior, terutama
daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada
pemeriksaan dapat ditemukan suara napas bronkial, amforik, suara nafas melemah, ronki basah,
tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.6
Pada kasus pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas melemah
sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.6
Pada pemeriksaan bakteriologi, bertujuan untuk menemukan kuman tuberkulosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal,
bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar, urin, feses, dan jaringan biopsy. Cara
pengumpulan bahan pemeriksaan :6
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS) :
o Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
o Pagi (keesokan harinya)
o Sewaktu / spot (pada saat mengantarkan dahak pagi)
Atau 3 hari berturut – turut.
Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negative : BTA positif
1 kali positif, 2 kali negative : ulang BTA 3 kali, kemudian
Bila 1 kali positif, 2 kali negative : BTA positif
Bila 3 kali negative : BTA negatif
Panduan obat standar untuk pasien dengan kasus baru diasumsikan peka terhadap OAT,
kecuali :
1. Pasien tinggal di daerah dengan prevalensi tinggi resistensi isoniazid ATAU
2. Terdapat riwayat kontak dengan pasien TB resistan obat. Pasien kasus baru seperti ini
cenderung memiliki pola resistensi obat yang sama dengan kasus sumber. Pada kasus ini
sebaiknya dilakukan uji kepekaan obat sejak awal pengobatan dan sementara menunggu
hasil uji kepakaan obat maka panduan obat yang berdasarkan uji kepekaan obat kasus
sumber sebaiknya dimulai.
Tabel 4. Panduan Obat Standar Pasien TB Kasus Baru (dengan asumsi atau diketahui peka OAT)
Berdasarkan hasil penelitian meta analisis WHO merekomendasikan panduan standar untuk
TB paru kasus baru adalah 2RHZE / 4RH
Rekomendasi A
Jika tidak tersedia panduan dosis harian, dapat dipakai panduan 2RHZE/4R3H3 dengan
syarat harus disertai pengawasaan yang lebih ketat secara langsung untuk setiap dosis obat
Rekomendasi B
Pada akhir fase intensif, bila hasil apusan dahak tetap positif maka fase sisipantidak lagi
direkomendasikan namun dievaluasi untuk TB-RO (uji kepekaan), sementara pengobatan
diteruskan sebagai fase lanjutan
Rekomendasi A
Pasien TB paru sebaiknya mendapat panduan obat : 2RHZE / 4RH, selama 6 bulan. Untuk
TB ekstra paru biasanya diperlukan durasi pengobatan yang lebih dari 6 bulan.
Semua pemberian layanan harus memastikan pemantauan pengobatan dan dukungan untuk
semua pasien TB agar dapat menjalankan pengobatan hingga selesai.
2 bulan 4 bulan
30 - 37 2 2 2 2 2
38 - 54 3 3 3 3 3
55 - 70 4 4 4 4 4
> 71 5 5 5 5 5
Penentuan dosis obat terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang
telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis efektif atau masih termasuk dalam batas dosis
terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila
mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasilitas
yang mampu menanganinya.
Panduan pengobatan anti tuberkulosis di bagi menjadi :
● TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto thoraks : lesi luas
○ 2RHZE / 4RH atau 2RHZE / 6RHE atau 2 RHZE / 4R3H3
● TB paru kasus kambuh, sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1
RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji
resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
● TB paru kasus gagal pengobatan, sebelum ada hasil uji resistensi, seharusnya diberikan
obat lini 2 (contoh panduan : 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin
dilanjutkan 15 - 18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak
memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai
dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat
RHE selama 5 bulan.
○ Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang
optimal.
○ Sebaiknya kasus gagal pengobatan di rujuk ke dokter spesialis paru.
● TB paru kasus putus berobat
○ Berobat ≥ 4 bulan
■ BTA saat ini negatif, klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan
maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan
analisa lebih lanjut untuk memastikan diagosis TB dengan
mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti
TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yang lebih
kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
■ BTA saat ini positif, pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
○ Berobat < 4 bulan
■ Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan lebih lama
■ Bila BTA negatif, gambaran foto thoraks positif TB aktif pengobatan
diteruskan. Jika memungkinkan sebaiknya dilakukan uji resistensi
terhadap OAT.
● TB paru kasus kronik
○ Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan
RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasilnya. (Minimal
terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif, ditambah obat lini 2 seperti kuinolon,
betalaktam, makrolid,dll) pengobatan minimal 18 bulan.
○ Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.
○ Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan.
○ Kasus TB paru kronik perlu di rujuk ke dokter spesialis paru
1. Guyton, Arthur,C.Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC;
2012. P 598.
2. Hisyam B, Budiono E. Pneumothoraks Spontan. Dalam : Setiadi S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata MK, Setiyohadi B, Syam AF. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta : Interna
Publishing. 2014. h. 1063 – 1068.
3. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang, Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati,
Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakulta Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. P.
1063.
4. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May 27;
cited 2011 January 10. Available from http://emedicine.medscape.com/article/827551
5. Freixnet JR, Caminero JA. Marchena, J, Rodriguet PM, Casimiro JM, Hussein M.
Spontaneous Pneumothorax and Tuberculosis : long term follow up. Eur Respir. 2011;
126 – 131.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006
7. Burhan E. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Tuberkulosis. Jakarta :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020