Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRESENTASI KASUS MEDIK

PIOPNEUMOTORAKS



Disusun Oleh:
dr. Joan Sherlone Hutabarat



Pendamping:
dr. Jaka Krisna






PROGRAM INTERNSHIP
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BEKASI
JAWA BARAT
2014
BAB I
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 55 tahun
Alamat : Kp. Bulak Mangga Tengah RT 02/04 Desa Suka Asih
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 24 Oktober 2013

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak nafas
ANAMNESIS KHUSUS :
Pasien mengeluh sesak nafas sejak 3 minggu SMRS, dirasakan hilang timbul.
Pasien merasakan sesaknya berkurang jika berbaring ke sisi kiri dan duduk. Riwayat batuk
lama lebih dari 1 bulan, batuk berdahak bercampur busa, berwarna putih. Keluhan keringat
malam, panas badan tidak terlalu tinggi, dan penurunan berat badan diakui pasien dalam
sebulan terakhir, dirasakan pakaiannya semakin longgar.
Keluhan batuk berdarah disangkal. Riwayat nyeri dada disangkal. Riwayat keluarga
atau kerabat dekat dengan batuk lama disangkal. Riwayat pengobatan TB sebelumnya
disangkal.
Riwayat bengkak pada tungkai, sesak saat aktivitas, terbangun karena sesak, tidur
dengan tumpuan bantal tinggi disangkal. Riwayat pucat, badan terasa lemas disangkal.
Riwayat panas badan tinggi, dahak yang kental, dan nyeri saat menarik nafas disangkal.
Riwayat bengkak pada mata, BAK sedikit disangkal. Riwayat bengkak pada perut disangkal.
Riwayat darah tinggi dan kencing manis sebelumnya tidak ada. Riwayat merokok tidak ada.

PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 104 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 36,8 C

Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-)
Hidung : PCH (+), hiperemis (-) sekret (+)
Mulut : To = T1-T1, faring hiperemis (-)
Leher : KGB tidak teraba membesar
Toraks : Bentuk dan gerak simetris
Cor : Bunyi jantung S1-S2 murni regular
Pulmo : VBS kanan > kiri, rhonki -/-, wheezing -/-
VF kanan > kiri
Abdomen : Datar lembut, BU (+) normal
Hepar/Lien tidak teraba membesar
NT (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2


ROENTGEN THORAX PA (24 Oktober 2013)


LABORATORIUM (29 Oktober 2013)
Hb : 12,0 g/dl
Leukosit : 8.700/mm
LED : 82 mm/jam
Basofil : 0 %
Eosinofil : 2 %
Batang : 1 %
Segmen : 79 %
Limfosit : 13 %
Monosit : 5 %
Eritrosit : 3,6 jl/mm
3
Hematokrit : 32,8 %
Trombosit : 381 ribu/mm
3
Protein total : 5,4 g/100 ml
Albumin : 2,5 g/dl
Globulin : 2,9 g/dl
SGOT : 19 U/l
SGPT : 15 U/l
Gula darah sewaktu : 70 mg/dl
Ureum : 14 mg/dl
Kreatinin : 0,5 mg/dl

DIAGNOSIS KERJA
Hidropneumotoraks Sinistra ec. Susp. TB Paru

PENATALAKSANAAN
- IVFd RL 12 tpm
- Advice dr. Widi, SpP
IVFd RL 20 tpm
Ceftizoxime 2 x 1 gr
OAT 4 FDC 1 x 3 tab
Rencana WSD besok

Follow Up Ruangan

Tanggal / Waktu
Perjalanan
Penyakit
Instruksi
25 Oktober 2013 TD: 110/70 mmHg
N: 90 x/menit
R: 26 x/m
S: 36 C
S: Sesak (+) batuk
(-) riw. OAT (-)
O: P: Vesikular + /

wh -/-
A:
Hidropneumotoraks
sin ec. TB DD/
NTB
Advice dr. Anti, SpP
- Terapi lanjut
- WSD:
- Foto post WSD
- Terapi:
Ceftizoxime 2x1
Metronidazole 3 x 500 mg
Gentisin 1 x 160 mg IV
Asam mefenamat 3 x 500 mg (prn)
Ranitidin 2x1
Antasida 3 x 1 C
- WSD
Pus (+) seroxantokrom
Undulasi (+) Buble (-)
- A: Piopneumotoraks sin ec. TB DD/ NTB
- Cairan pleura 500 cc/shift
28 Oktober 2013

TD:130/80 mmHg
N: 85 x/menit
R: 24 x/m
S: 36,7 C
Visite dr. Widi, SpP
- Infus Albumin 20% 2 x 100 cc
- OAT lanjut

29 Oktober 2013 TD: 120/80 mmHg
N: 83 x/m
RR: 22 x/m
S: 36 C

S: Sesak
Visite dr. Dewi, SpP
- WSD: undulasi (+), buble (-), produksi (+) 100
cc, warna putih
- Terapi lanjut
- Periksa darah lengkap besok
O: Pulmo:
Vesikular +/, rh -
/- wh -/-
A:
Piopneumotoraks
sin ec. TB DD/
NTB
30 Oktober 2013 TD: 100/70 mmHg
N: 100 x/m
RR: 24 x/m
S: 36 C

O: Pulmo:
Vesikular +/, rh -
/- wh -/-
A:
Piopneumotoraks
sin ec. TB DD/
NTB
Visite dr. Anti, SpP
- WSD: undulasi (+), CP 50 cc, buble (-)
- Terapi lanjut
2 November 2013 TD: 100/80 mmHg
N: 94 x/m
RR: 22 x/m
S: 36 C

WSD:
CP 150 cc,
undulasi (+),
buble (-)
Visite dr. Anti, SpP
- Ceftizoxime tidak terbeli
- Ganti Ceftriaxone 1 x 2 gr IV, skin test, drip
dalam NaCl 0,9% 100 cc
O: Pulmo:
Vesikular +/, rh -
/- wh -/-
A:
Piopneumotoraks
sin
6 November 2013 TD: 100/80 mmHg
N: 94 x/m
RR: 22 x/m
S: 36 C

WSD:
CP 100 cc,
undulasi (+),
buble (-)
Kel: Lemas, tidak
mau makan
Lengan kiri
tremor
O: Pulmo:
Vesikular +/, rh -
/- wh -/-
A:
Piopneumotoraks
sin ec. TB DD/
NTB

ADA: 181
Visite dr. Anti, SpP
- Terapi lanjut
- 4 FDC 1 x III
- B6 1 x 1


PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
BTA: 1+/?/?
TD: 110/80 mmHg
N: 84 x/m
RR: 22 x/m
S: 36 C

WSD:
Undulasi (+),
buble (-), prod
300 cc, keruh
O: Pulmo:
Vesikular +/, rh -
/- wh -/-
A:
Piopneumotoraks
TB DD/ NTB
TB Paru BTA (+)
Visite dr. Dewi, SpP
- Periksa SGOT/SGPT, Elektrolit, Albumin
- Terapi lanjut
- Konsul neuro
13 November 2013 WSD: Undulasi (+)
A:
Piopneumotoraks
TB DD/ NTB
TB Paru BTA (+)
Visite dr. Dewi
- Aff WSD APS
- Pasien pulang paksa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di
dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Cairan ini bisa juga
disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini di namakan dengan piopneumotoraks.
Piopneumotoraks diakibatkan oleh infeksi, yang mana infeksinya ini berasal dari
mikroorganisme yang membentuk gas atau dari robekan septik jaringan paru atau esofagus
ke arah rongga pleura. Kebanyakan adalah dari robekan abses subpleura dan sering
membuat fistula bronkopleura. Jenis kuman yang sering terdapat adalah Stafilokokus
aureus, Klebsiela, mikobakterium tuberkulosis dan lain-lain.
Etiologi piopneumotoraks biasanya berasal dari paru seperti pneumonia, abses paru,
adanya fistula bronkopleura, bronkiektasis, tuberkulosis paru, aktinomikosis paru, dan dari
luar paru seperti trauma toraks, pembedahan toraks, torakosentesis pada efusi pleura, abses
sub phrenik dan abses hati amuba. Patofisologi dari empiema itu sendiri yaitu akibat
invasi kuman piogenik ke pleura. Hal ini menyebabkan timbuk keradangan akut yang
diikuti dengan pembentukan eksudat seros. Dengan bertambahnya sel-sel PMN, baik yang
hidup ataupun yang mati dan peningkatan kadar protein didalam cairan pleura, maka
cairan pleura menjadi keruh dan kental. Endapan fibrin akan membentuk kantung- kantung
yang akhirnya akan melokalisasi nanah tersebut.
Pencatatan tentang insiden dan prevalensi hidropneumothorak belum ada dilkakukan,
namun insiden dan prevalensi pneumotoraks berkisar antara 2,4 - 17,8 per 100.000 penduduk
per tahun. Menurut Barrie dkk, seks ratio laki-laki dibandingkan dengan perempuan 5:1. Ada
pula peneliti yang mendapatkan 8:1.

DEFINISI
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di dalam
rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Cairan ini bisa juga
disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini di namakan dengan piopneumotoraks.
Sedangkan pneumotoraks itu sendiri ialah suatu keadaan, di mana hanya terdapat udara di
dalam rongga pleura yang juga mengakibatkan kolaps jaringan paru.
Pneumotoraks adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga pleura.
Dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa
mengembang terhadap rongga thoraks.
Masuknya udara ke dalam rongga pleura dibedakan atas:
1. Pneumotoraks spontan: Timbul sobekan subpleura dari bulla sehingga udara dalam
rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau katup. Keadaan ini dapat terjadi
berulang kali dan sering menjadi keadaan yang kronis. Penyebab lain ialah suatu
trauma tertutup terhadap dinding dan fistula bronkopleural akibat neoplasma atau
inflamasi.
2. Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau
pneumotoraks disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau
pengecilan kavitas proses spesifik yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan
pneumotoraks sengaja lainnya ialah diagnostik untuk membedakan massa apakah
berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebab-penyebab lain ialah akibat tindakan
biopsi paru dan pengeluaran cairan rongga pleura.
3. Masuknya udara melalui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma pada trakea
atau esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau benda
asing tajam yang tertelan. Keganasan dalam mediastinum dapat pula mengakibatkan
udara dalam rongga pleura melalui fistula antara saluran nafas proksimal dengan
rongga pleura.
4. Udara berasal dari subdiafragma dengan robekan lambung akibat suatu trauma atau
abses subdiafragma dengan kuman pembentuk gas.

Pneumotoraks dapat juga dibagi atas:
1. Pneumotoraks Terbuka: Gangguan pada dinding dada berupa hubungan langsung
antara ruang pleura dan lingkungan atau terbentuk saluran terbuka yang dapat
menyebabkan udara dapat keluar masuk dengan bebas ke rongga pleura selama proses
respirasi.
2. Pneumotoraks Tertutup: Misal terdapat robekan pada pleura viseralis dan paru atau
jalan nafas atau esofagus, sehingga masuk vakum pleura karena tekanan vakum pleura
negatif.
3. Pneumotoraks Valvular: Jika udara dapat masuk ke dalam paru pada proses inspirasi
tetapi tidak dapat keluar paru ketika proses ekspirasi. Akibat hal ini dapat terjadi
peningkatan tekanan intrapleural. Karena tekanan intrapleural meningkat maka dapat
terjadi tension pneumotoraks.

Gejala Klinis
Adanya keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis pneumotoraks amat tergantung pada
besarnya lesi pneumotoraks dan ada tidaknya komplikasi penyakit paru. Beberapa pasien
menunjukkan keadaan asimtomatik dan kelainan hanya dapat ditemukan pada pemeriksaan
foto dada rutin. Pada beberapa kasus, pneumotoraks terluput dari pengamatan.
Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba-tiba dan bersifat unilateral serta
diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan pada 80-90% kasus. Gejala-gejala ini lebih mudah
ditemukan bila penderita melakukan aktivitas berat. Tetapi pada sebagian kasus, gejala-gejala
masih gampang ditemukan pada aktivitas biasa atau waktu istirahat.
Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit ini bisa menghebat atau menetap bila terjadi
perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis. Suatu waktu perlengketan ini bisa
sobek pada tekanan kuat dari pneumotoraks, sehingga terjadi perdarahan intrapleura (hemato-
pneumotoraks).
Kadang-kadang gejala klinis dapat ditemukan walaupun kelainan pneumotoraksnya
sedikit, misalnya perkusi yang hipersonar, fremitus yang melemah sampai menghilang, suara
nafas yang melemah sampai menghilang pada sisi yang sakit.
Pada lesi yang lebih besar atau pada tension pneumotoraks, trakea dan mediastinum
dapat terdorong ke sisi kontralateral. Diafragma tertekan ke bawah, gerakan pernafasan
tertinggal pada sisi yang sakit. Fungsi respirasi menurun, terjadi hipoksemia arterial dan
curah jantung menurun.
Kebanyakan pneumotoraks terjadi pada sisi kanan (53%), sedangkan sisi kiri (45%)
dan bilateral hanya 2%. Hampir 25% dari pneumotoraks spontan berkembang menjadi
hidropneumotoraks.
Disamping keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis tersebut di atas, diagnosis lebih
meyakinkan lagi dengan pemeriksaan sinar tembus dada.

Pemeriksaan penunjang
Foto rontgen thoraks dapat membantu untuk menegakkan diagnosis. Bayangan udara
dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru
(avascular pattern) dengan batas paru berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura
visceral.
Pada foto dapat terlihat bayangan udara dari pneumotoraks yang berbentuk cembung,
yang memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis. Bila pneumotoraksnya tidak
begitu besar, foto dengan pernafasan dalam (inspirasi penuh) pun tidak akan menunjukkan
kelainan yang jelas. Dalam hal ini dianjurkan membuat foto dada dengan inspirasi dan
ekspirasi penuh. Selama ekspirasi maksimal udara dalam rongga pleura lebih didorong ke
apeks, sehingga rongga intrapleura di apeks jadi lebih besar. Selain itu terdapat perbedaan
densitas antara jaringan paru dan udara intrapleura sehingga memudahkan dalam melihat
pneumotoraks, yakni kenaikan densitas jaringan paru selama ekspirasi tapi tidak menaikkan
densitas pneumotoraks..
Pemeriksaan cairan pleura yang harus dilakukan adalah :
1. Warna cairan
Cairan pleura normal berwarna jernih agak kekuningan. Warna agak kemerahan
menunjukkan adanya trauma, infark paru, keganasan, atau kebocoran aneurisma
aorta. Warna kuning kehijauan dan agak purulen menunjukkan adanya empiema.
Warna merah coklat menunjukkan adanya abses karena amuba. Warna keruh atau
seperti susu menunjukkan adanya suatu cylothorax.
2. Biokimia
Cairan pleura abnormal dibedakan atas transudat dan eksudat. Penting untuk
membedakan apakah cairan pleura yang diperoleh termasuk transudat atau eksudat.

Transudat Eksudat
Kadar protein <3 >3
Rasio prot. efusi dg prot. serum <0,5 >0,5
LDH (lU) <200 >200
Rasio prot. efusi dg prot. serum <0,6 >0,6
Berat jenis <1,016 >1,016
Rivalta negatif positif

Di samping pemeriksaan di atas perlu diperiksa juga :
Kadar pH dan glukosa, biasanya menurun pada infeksi, artritis rheumatoid dan
neoplasma.
Kadar amilase, biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastase adenokarsinoma
3. Sitologi
a. Sel netrofil menunjukkan adanya infeksi akut
b. Sel limfosit menunjukkan adanya infeksi kronis seperti pleuritis tuberkulosa
dan limfoma maligna
c. Sel mesotel, bila jumlahnya meningkat menunjukkan adanya infark paru
d. Sel mesotel maligna menunjukkan adanya mesotelioma
e. Sel-sel besar berinti, pada artritis rheumatoid
f. Sel LE pada SLE
4. Bakteriologi
Efusi yang purulen dapat mengandung kuman aerob maupun anaerob. Jenis yang
sering ditemukan adalah Pneumokokus, E.coli, Klebsiella, Pseudomonas dan
Enterobacter.
Pemeriksaan histologis dengan biopsi pleura dapat menunjukkan 50-70% diagnosis
kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor pleura. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks,
hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.

Komplikasi Pneumothoraks
1. Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventiel : komplikasi ini terjadi karena
tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat,
mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium
kanan. Pada foto sinar tembus dada terlihat mediastinum terdorong kearah
kontralateral dan diafragma tertekan kebawah sehingga menimbulkan rasa sakit.
Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus
segera ditangani kalau tidak akan berakibat fatal.
2. Pio-pneumothoraks : terdapatnya pneumothoraks disertai empiema secara bersamaan
pada satu sisi paru.
3. Hidro-pneumothoraks/hemo-pneumothoraks: pada kurang lebih 25% penderita
pneumothoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya
bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah). Hidrothorak dapat timbul
dengan cepat setelah terjadinya pneumothoraks pada kasus-kasus trauma/perdarahan
intrapleura atau perfosari esofagus (cairan lambung masuk kedalam rongga pleura).
4. Pneumomediastinum dan emfisema subkutan : Pneumomediastinum dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan foto dada. Insidennya adalah 15 dari seluruh pneumothoraks.
Kelainan ini dimulai robeknya alveoli kedalam jaringan interstitium paru dan
kemungkinan diikuti oleh pergerakan udara yang progresif ke arah mediastinum
(menimbulkan pneumomediastinum) dan kearah lapisan fasia otot-otot leher
(menimbulkan emfisema subkutan).
5. Pneumothoraks simultan bilateral: Pneumothoraks yang terjadi pada kedua paru
secara serentak ini terdapat pada 2% dari seluruh pneumothoraks. Keadaan ini timbul
sebagai lanjutan pneumomediastinum yang secara sekunder berasal dari emfisem
jaringan enterstitiel paru. Sebab lain bisa juga dari emfisem mediastinum yang berasal
dari perforasi esofagus.
6. Pneumothoraks kronik: Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila fistula
bronko-pleura tetap membuka. Insidensi pneumothoraks kronik dengan fistula
bronkopleura ini adalah 5 % dari seluruh pneumothoraks. Faktor penyebab antara lain
adanya perlengketan pleura yang menyebabkan robekan paru tetap terbuka, adanya
fistula bronkopelura yang melalui bulla atau kista, adanya fistula bronko-pleura yang
melalui lesi penyakit seperti nodul reumatoid atau tuberkuloma.

Penatalaksanaan
Setelah diagnosis pneumotoraks dapat ditegakkan, langkah selanjutnya yang
terpenting adalah melakukan observasi yang cermat. Oleh karena itu penderita sebaiknya
dirawa di rumah sakit, mengingat sifat fistula pneumotoraks dapat berubah sewaktu-waktu
yaitu dari pneumotoraks terbuka menjadi tertutup ataupun ventil. Sehingga tidak jarang
penderita yang tampaknya tidak apa-apa tiba-tiba menjadi gawat karena terjadi
pneumotoraks ventil atau perdarahan yang hebat. Kalau kita mempunyai alat pneumotoraks,
dengan mudah kita dapat menentukan jenis pneumotoraks apakah terbuka, tertutup, atau
ventil.
Apabila penderita datang dengan sesak nafas, apalagi kalau sesak nafas makin
lama makin bertambah kita harus segera mengambil tindakan. Tindakan yang lazim
dikerjakan ialah pemasangan WSD (Water Seal Drainage). Apabila penderita sesak
sekali sebelum WSD dapat dipasang, kita harus segera menusukkan jarum ke dalam
rongga pleura. Tindakan sederhana ini akan dapat menolong dan menyelamatkan jiwa
penderita. Bila alat-alat WSD tidak ada, dapat kita gunakan infus set, dimana jarumnya
ditusukkan ke dalam rongga pleura ditempat yang paling sonor waktu diperkusi. Sedangkan
ujung selang infus yang lainnya dimasukkan ke dalam botol yang berisi air.
Pneumotoraks tertutup yang tidak terlalu luas (Kurang dari 20% paru yang kolaps)
dapat dirawat secara konservatif, tetapi pada umumnya untuk mempercepat
pengembangan paru lebih baik dipasang WSD.
Pneumotoraks terbuka dapat dirawat secara konservatif dengan mengusahakan penutupan
fistula dengan cara memasukkan darah atau glukosa hipertonis kedalam rongga pleura
sebagai pleurodesi. Ada juga para ahli yang mengobati pneumotoraks terbuka dengan
memasang WSD disertai penghisap terus menerus.

BAB III
PEMBAHASAN

Pasien didiagnosis karena memenuhi kriteria sebagai berikut:
Anamnesa:
- Pasien mengeluh sesak nafas sejak 3 minggu SMRS, hilang timbul.
- Pasien merasakan sesaknya berkurang jika berbaring ke sisi kiri dan duduk.
- Riwayat batuk lama lebih dari 1 bulan, keringat malam, panas badan tidak terlalu
tinggi, dan penurunan berat badan diakui pasien. Batuk berdahak bercampur busa,
berwarna putih.
- Riwayat bengkak pada tungkai, terbangun karena sesak, tidur dengan tumpuan
bantal tinggi disangkal. Riwayat pucat, badan terasa lemas disangkal. Riwayat
panas badan tinggi, dahak yang kental, dan nyeri saat menarik nafas disangkal.
Riwayat bengkak pada mata, BAK sedikit disangkal. Riwayat bengkak pada perut
disangkal.
Pemeriksaan Fisik:
- Bentuk dan gerak simetris
- Pulmo : VBS kanan > kiri, rhonki -/-, wheezing -/-, VF kanan > kiri
Pemeriksaan Penunjang:
- Laboratorium: Segmen , Hipoalbumin, Sputum BTA +/+/+
- Rontgen Thoraks AP: Gambaran bayangan opak memiliki batas cukup tegas
dengan permukaan atas berbentuk datar yang menunjukkan adanya cairan dan
udara dalam rongga pleura.
- Analisa Cairan Pleura: Kesan Eksudat, ditemukan sel mesotel reaktif

Penatalaksanaan yang sesuai untuk pasien adalah sebagai berikut:
- IVFd RL 20 tpm
- Ceftizoxime 2 x 1 gr
- OAT 4 FDC 1 x 3 tab
- Pemasangan WSD


Prognosis pada pasien tersebut adalah:
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Karena penyakit yang diderita tidak mengancam jiwa apabila ditangani dengan tepat
dan pasien patuh berobat.
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Karena dengan penanganan yang tepat dan kepatuhan yang baik fungsi paru dapat
kembali dengan baik pula.

DAFTAR PUSTAKA

1. Light, Richard W. Disorders of the pleura, mediatinum and diaphragm, in Harrisonss
Principle of Internal Medicine, 16
th
edition, New York, Mc Graw Hill, 2005.
2. Noer HMS, Waspadji S, Rachman M, et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid 1. Edisi 3. Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
1996.
3. Yunus F, Rasmin M, Hudoyo A, Mulawarman A, Swidarmoko B, editor. Pulmonologi
Klinik. Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta,
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992.
4. Tierney Jr. LM, McPhee SJ, Papadakis MA, editor. 2006 Current Medical Diagnosis
& Treatment, 45
th
Edition, New York, Mc Graw Hill, 2006.
5. Wilson LM. Penyakit pernapasan restriktif dalam Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Buku 2. Edisi 4. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995.
6. Walker-Renard PB, Vaughan LM, Sahn SA: Chemical pleurodesis for malignant
pleural effusions. Annals of Internal Medicine 120(1): 56-64, 1994.
7. Fenton KN, Richardson JD: Diagnosis and management of malignant pleural
effusions. American Journal of Surgery 170(1): 69-74, 1995.

Anda mungkin juga menyukai