Wira Oktovia
Nama Wahana : RSUD Siak
Topik : Stroke Non Hemoragik
Tanggal (kasus) : 4 November 2016
Nama Pasien : Ny.A No. RM : 174595
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Didin Khoerudin
Tempat Presentasi : RSUD Siak
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
Seorang perempuan berumur 54 tahun datang ke RSUD Siak dengan keluhan tangan kiri
dan kaki kiri tiba- tiba lemah sejak 9 jam SMRS. Kelemahan ini timbul tiba- tiba saat pasien
sedang beristirahat. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala (+) mulut mencong (+) dan bicara
pelo (+). Pingsan (-) kejang (-) muntah (-)
Rpd:
Hipertensi (+)
DM tidak diketahui
Stroke (+)
Dislipidemia (+)
Penyakit jantng (-)
Riw kebiasaan: merokok (+)
Tujuan :
Menegakkan diagnosis dan menetapkan manajemen penanganan pasien stroke non
hemoragik
Bahan bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi E-mail Pos
dan diskusi
Data pasien : Nama : Ny. A No CM : 174595
Nama RS : RSUD Siak Telp :
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/ Gambaran klinis :
tangan kiri dan kaki kiri tiba- tiba lemah sejak 9 jam SMRS
sakit kepala
bicara pelo
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien rujukan puskesmas
3. Riwayat kesehatan/penyakit : -
4. Riwayat keluarga :
Riwayat penyakit serupa (kakek dan ayah pasien), DM (disangkal), hipertensi (disangkal),
penyakit jantung (disangkal).
5. Riwayat pekerjaan :
Pelajar kelas II sekolah dasar (SD)
6. Lain-lain : -
PEMERIKSAAN FISIK :
KU : tampak sesak nafas, gelisah, bicara kata perkata
Kesadaran : composmentis
Vital signs :
R : 32×/menit (reguler) , N : 112×/menit , S : 37,2 °C (per-aksilla)
Berat Badan : 40 kg
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Hidung : nafas cuping hidung +/+
Mulut : bibir tampak sianosis +, faring tidak hiperemis, tonsil T1=T1 tidak hiperemis,
permukaan halus, detritus tidak ada, muara kripte tidak melebar.
Leher : limfonodi tidak teraba
Thoraks :
Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi interkostal (+)
retraksi suprasternal (+), retraksi epigastrium (+)
Palpasi : P/ taktil fremitus kanan = kiri
C/ ictus cordis di SIC V 2 jari medial LMCS
Perkusi : P/ sonor di seluruh lapang paru
C/ batas jantung-paru dalam batas normal
Auskultasi : P/ vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing +/+
C/ S1-2 reguler, murmur -, gallop -
Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani diseluruh lapang abdomen
Palpasi : supel diseluruh lapang abdomen, nyeri tekan (-)
lien dan hepar tidak teraba
Ekstremitas
Edema - - , akral dingin + +
- - + +
Capillary refill 1-2 detik (N)
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Hemoglobin : 11 g/dl (N)
Leukosit : 6270/ul (N)
Hematokrit : 32 % (N)
Eritrosit : 4,4x106/ul (N)
Trombosit : 176.000/ul (N)
GDS : 116 mg/dl (N)
TERAPI:
IGD
- O2 4 liter permenit (nasal kanul)
- Nebulizer combivent
- IVFD RL 15 tetes permenit (makrodrip)
- Observasi keadaan umum, kesadaran dan vital sign
Rawat Inap
- O2 2 liter permenit (nasal kanul)
- IVFD RL 15 tpm (makrodrip)
- Inj. dexamethason 4 x 1 ampul
- Inj. aminofilin 4 cc diencerkan dengan 16 cc D5% iv pelan/ 6 jam
- Ambroxol syrup expectorant 3 x 2 cth
- Observasi keadaan umum, kesadaran dan vital sign
Daftar Pustaka :
1. Depkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: Menkes RI.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Asma: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.
Hasil pembelajaran :
1. Diagnosis asma bronkhial melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik
2. Penentuan terapi kegawatdaruratan asma bronkhial
3. Edukasi mengenai tatalaksana dan pencegahan kambuhnya asma bronkhial
Pasien anak 11 tahun datang diantar keluarga ke IGD dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari
sebelum masuk RS dan memberat pada pagi hari ini. Istirahat tidak memperingan sesak dan pasien
lebih menyukai posisi duduk. Selain itu, pasien mengalami batuk berdahak dan rasa berat di dada
sehingga sulit untuk bernafas. Pasien tidak mengalami demam. Keluhan tersebut mengganggu
aktivitas dan terjadi kambuh-kambuhan terutama jika pasien kurang istirahat, terlalu banyak
aktifitas, dan sering terjadi pada pagi atau malam hari. Dalam 3 bulan terakhir mengalami sesak
nafas hampir sebulan sekali, setiap serangan berlangsung kurang dari seminggu, terdapat periode
bebas serangan, terkadang mengganggu aktifitas dan tidur. Pasien rutin kontrol penyakit asma di
dokter spesialis anak dan mengalami perbaikan dibandingkan sebelumnya. Menurut ibunya, baru
kali ini pasien mengalami serangan seberat ini. Didapatkan riwayat atopik dalam keluarga dengan
penyakit serupa yaitu ayah dan kakek.
OBJEKTIF:
Dari hasil pemeriksaaan fisik didapatkan pasien datang dengan kondisi tampak sesak nafas,
gelisah, hanya mampu bicara kata perkata. Frekuensi nafas meningkat yaitu 32 x/menit (takipneu),
nadi meningkat yaitu 112 x/menit (takitardi), suhu tubuh normal (37,2 ˚C). Selain takipneu dan
takikardi terdapat usaha pernafasan yang meningkat yaitu nafas cuping hidung, retraksi intercostal,
suprasternal, dan epigastrium. Pada pasien mulai muncul tanda-tanda gangguan perfusi jaringan
yaitu bibir sianosis, akral dingin, dan capillary refill 1-2 detik. Pemeriksaan thoraks selain retraksi
dinding dada, didapatkan suara wheezing yang terdengar sangat jelas di kedua lapang paru bahkan
tanpa menggunakan stetoskop.
ASSESSMENT :
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang
menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala
episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak nafas dan rasa berat di dada terutama pada malam
dan/ dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan/ tanpa pengobatan. Asma bersifat
fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat
eksaserbasi gejala ringan-berat bahkan dapat menimbulkan kematian.
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang kompleks. Hal ini
terjadi karena lepasnya mediator sel mast yang banyak ditemukan di permukaan mukosa bronkus,
lumen jalan nafas dan di bawah membran basal. Berbagai faktor pencetus dapat mengaktivasi sal
mast. Selain sel mast, sel lain dapat melepaskan mediator adalah sel makrofag alveolar, eosinofil,
sel epitel jalan nafas, netrofil, platelet, limfosit dan monosit.
Ada 2 faktor yang berperan dalam asma yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Ada
beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi asma:
1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan dengan
pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada dirinya.
2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu menjadi asma.
Apabila seseorang yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu (enhancer) maka
terjadi proses inflamasi pada saluran nafasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau
berat secara klinis berhubungan dengan hipereaktivitas bronkus.
3. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus (trigger) maka akan
terjadi serangan asma (mengi)
Faktor-faktor pemicu antara lain: Alergen dalam ruangan: tungau, debu rumah, binatang berbulu,
jamur, kapang, ragi serta pajanan. Alergen makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan,
kacang, makanan laut, susu sapi, telur). asap rokok; pemacu: Rinovirus, ozon, obat-obatan misalnya
aspirin, NSAID, β bloker dll; sedangkan pencetus: Semua faktor pemicu dan pemacu ditambah
dengan aktivitas fisik, ekpresi emosi berlebih, udara dingin.
Faktor genetik
Sensitisasi Inflamasi Gejala Asma
Faktor lingkungan
Pemicu (inducer) Pemacu (enhancer) Pencetus (trigger)
Asma bronkhial ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis
didapatkan keluhan pasien yaitu sesak nafas yang muncul kambuh-kambuhan, disertai dengan batuk
berdahak dan rasa berat di dada sehingga sulit untuk bernafas. Faktor pencetus keluhan ini antara
lain kurang istirahat, terlalu banyak aktifitas, dan sering terjadi pada pagi atau malam hari. Terdapat
faktor genetik yaitu riwayat asma pada kakek dan ayah pasien.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien datang dengan kondisi tampak sesak nafas, gelisah,
hanya mampu bicara kata perkata. Frekuensi nafas meningkat yaitu 32 x/menit (takipneu), nadi
meningkat yaitu 112 x/menit (takitardi).Terdapat usaha pernafasan yang meningkat yaitu nafas
cuping hidung, retraksi intercostal, suprasternal, dan epigastrium. Pada pasien mulai muncul tanda-
tanda gangguan perfusi jaringan yaitu bibir sianosis, akral dingin, dan capillary refill 1-2 detik.
Pemeriksaan thoraks didapatkan suara wheezing yang terdengar sangat jelas di kedua lapang paru
bahkan tanpa menggunakan stetoskop.
Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian serangan asma berdasarkan gejala
dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi
yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang
dan asma serangan berat. Dalam melakukan penilaian berat-ringannya serangan asma, tidak harus
lengkap untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam menangani
pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada. Penilaian tingkat
serangan yang lebih tinggi harus diberikan jika pasien memberikan respon yang kurang terhadap
terapi awal, atau serangan memburuk dengan cepat, atau pasien berisiko tinggi.
An. A pada saat datang ke IGD dalam keadaan serangan sedang-berat karena sesak terjadi
walaupun pasien dalam kondisi istirahat, memilih posisi duduk, bicara kata perkata, iritabel, bibir
tampak sianosis, wheezing terdengar sangat nyaring tanpa stetoskop, terdapat penggunaan otot bantu
respiratorik, nafas cuping hidung, takipneu, dan takikardi.
PLAN:
Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan mempertahankan
kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari (asma terkontrol). Tujuan :
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma;
2. Mencegah eksaserbasi akut;
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin;
4. Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise;
5. Menghindari efek samping obat;
6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel;
7. Mencegah kematian karena asma.
Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya β2 agonis kerja cepat yang sebaiknya
diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan secara sistemik. Pada
dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral. Pada keadaan tertentu (seperti
ada riwayat serangan berat sebelumnya) kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan
dalam waktu singkat 3- 5 hari.
Pada serangan sedang diberikan β2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa
dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip). Pada anak belum
diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila diperlukan dapat diberikan
oksigen dan pemberian cairan IV.
Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, β2 agonis kerja cepat
ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila β2
agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan dengan adrenalin subkutan.
Klinik / IGD
Nilai derajat serangan(1)
(sesuai tabel)
Tatalaksana awal
nebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit (2)
nebulisasi ketiga + antikolinergik
jika serangan berat, nebulisasi 1x (+antikolinergik)
Serangan berat
Serangan sedang (nebulisasi 3x, respons buruk)
Serangan ringan (nebulisasi 1-3x, respons parsial)
(nebulisasi 1-3x, respons baik, sejak awal berikan O2
berikan oksigen (3) saat / di luar nebulisasi
gejala hilang)
nilai kembali derajat pasang jalur parenteral
observasi 2 jam
serangan, jika sesuai dgn nilai ulang klinisnya, jika
jika efek bertahan, boleh
pulang serangan sedang, observasi sesuai dengan serangan
di Ruang Rawat berat, rawat di Ruang
jika gejala timbul lagi,
Sehari/observasi Rawat Inap
perlakukan sebagai
serangan sedang pasang jalur parenteral foto Rontgen toraks
Boleh pulang Ruang Rawat Sehari/observasi Ruang Rawat Inap
bekali obat -agonis (hirupan / oksigen teruskan oksigen teruskan
oral) berikan steroid oral atasi dehidrasi dan
jika sudah ada obat pengendali, asidosis jika ada
nebulisasi tiap 2 jam
teruskan steroid IV tiap 6-8 jam
bila dalam 12 jam perbaikan
jika infeksi virus sbg. pencetus, nebulisasi tiap 1-2 jam
dapat diberi steroid oral klinis stabil, boleh pulang, aminofilin IV awal,
dalam 24-48 jam kontrol ke tetapi jika klinis tetap belum lanjutkan rumatan
Klinik Rawat Jalan, untuk membaik atau meburuk, alih jika membaik dalam 4-
reevaluasi rawat ke Ruang Rawat Inap 6x nebulisasi, interval
jadi 4-6 jam
jika dalam 24 jam
Catatan: perbaikan klinis stabil,
1. Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung boleh pulang
dengan -agonis + antikolinergik jika dengan steroid dan
2. Bila terdapat tanda ancaman henti nafas segera ke Ruang Rawat Intensif aminofilin parenteral
3. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan tidak membaik, bahkan
0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kali timbul Ancaman henti
4. Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan nafas, alih rawat ke
sejak awal, termasuk saat nebulisasi Ruang Rawat Intensif
Jenis obat Golongan Nama generik Bentuk/kemasan obat
Prokaterol IDT
IDT : Inhalasi dosis terukur = Metered dose inhaler/MDI, dapat digunakan bersama spacer
Solution: Larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebuliser
Oral : Dapat berbentuk sirup, tablet
Injeksi : Dapat untuk penggunaan subkutan, im dan iv
TERAPI di IGD
- Oksigen 4 liter permenit untuk memenuhi suplai oksigen akibat hipoksia yg dapat
ditimbulkan akibat penyempitan saluran nafas.
- Nebulizer combivent sebagai bronkodilator/ pelega saat serangan yang bekerja langsung di
saluran nafas.
- IVFD RL 15 tetes permenit (makrodrip) untuk memenuhi kebutuhan cairan dan sarana untuk
memberikan secara intravena.
- Observasi keadaan umum, kesadaran dan vital sign.
PENDIDIKAN
Edukasi mengenai penyakit bertujuan untuk memotivasi pasien untuk menjalani rawat inap agar
dikonsulkan kepada pihak yang lebih berkompeten (Spesialis Anak) dan diobservasi hingga terjadi
perbaikan. Edukasi yang diberikan mencakup :
1. Kapan pasien berobat atau mencari pertolongan
2. Mengenali gejala serangan asma secara dini
3. Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya
4. Mengenali dan menghindari faktor pencetus
5. Kontrol teratur
KONSULTASI
Konsultasi ditujukan kepada dokter spesialis anak untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut,
hal ini guna menghilangkan dan mengendalikan gejala asma, serta mencegah eksaserbasi akut.
TUGAS PORTOFOLIO
Disusun oleh :
Pendamping :
dr. Didin Khoerudin
2016