Topik : Asma
Tanggal (kasus) : 12 Februari 2018 Presenter : dr. Jeanna Salima
Tanggal presentasi : Pendamping : dr. Hilda Fitri
Tempat presentasi : Aula RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung
Obyektif presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatu Bay Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
s i
Deskripsi :
Tujuan : Mengetahui cara mendiagnosis dan penatalaksanaan Asma
Bahan bahasan : Tinjauan Riset Kasus Audit
Pusaka
Cara membahas : Diskusi Presentasi Email Pos
dan diskusi
1. Sudoyo, Aru W. Et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.V PAPDI :
1
Jakarta
2. PDPI. 2007. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia
3. GINA. 2017. Pocket Guide for Asthma Management and Prevention
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Asma
2. Derajat Serangan Asma
3. Penatalaksanaan medikamentosa dan non-medikamentosa Asma
4. Mengetahui faktor risiko Asma
Subyektif
Os datang dengan keluhan sesak nafas yang semakin memburuk sejak 1 jam
SMRS. Sesak nafas dirasakan disertai bunyi mengi. Sesak dirasakan sangat hebat,
pasien kesulitan berbicara, hanya berbicara dalam kalimat pendek. Pasien
mengatakan mulai merasakan sesak dan merasa nafasnya sejak Sejak +/- 6 jam
smrs, namun semakin memburuk dini hari pukul 05.00, dan langsung dibawa ke
IGD RS Dadi Tjokrodipo.
Pasien memiliki riwayat Asma yang sudah lama tidak kambuh. Dalam setahun
terakhir ini, pasien baru kali ini merasakan serangan asmanya kembali menyerang
setelah serangan terakhir dirasakan pasien sekitar 2 tahun yang lalu. Pasien
mengatakan tidak pernah mengalami serangan asma pada malam hari. Pasien
mengatakan juga mengatakan bahwa selama seminggu ini pasien memang
menderita batuk pilek dan belum berobat, dan mengatakan bahwa dirinya memang
tengah kelelahan setelah membantu acara keluarga.
Riwayat Asma dirasakan sejak usia 8 tahun. Sempat melakukan pengobatan rutin
dan kontrol selama beberapa tahun, namun karena belakangan ini pasien tidak
pernah mengalami keluhan, maka pasien tidak pernah lagi mengontrolkan
keadaan asmanya. Riwayat merokok disangkal.
Obyektif
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : CM, GCS : 15
Status Gizi : Cukup
2
BB ; 48 kg
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi 128x/menit, isi cukup
Respirasi rate : 36x/menit
Suhu : 37,3 ° C
Saturasi : 93%
Paru
Inspeksi : Pada saat statis maupun dinamis, gerakan dada
simetris. Retraksi intercostal (-).
Palpasi : Fremitus raba kanan-kiri simetris
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+) Ronki(-/-) Wheezing (++/++)
3
Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Tympani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba
Trunk
Ekstremitas
Oedem : (-/-)
Akral : Hangat
2. Laboratorium
Darah Lengkap :
Hb : 13,8 gr/dl
Hematokrit : 51,4%
Leukosit : 11.700/uL (0/0/0/53/40/7)
Eritrosit: 5.930.000/uL
Trombosit 255.000
4
dalam mengucapkan kata-kata, serta saturasi O2 93%. Dalam kasus ini seharusnya
pemeriksaan tambahan berupa spirometri untuk memonitor Arus Puncak Ekspirasi
pasien sebelum dan sesudah administrasi terapi. Namun, dikarenakan keterbatasan
alat di IGD, pemeriksaan tambahan ini tidak dilakukan.
Pasien memiliki riwayat Asma yang sudah lama tidak kambuh. Dalam setahun
terakhir ini, pasien baru kali ini merasakan serangan asmanya kembali menyerang
setelah serangan terakhir dirasakan pasien sekitar 2 tahun yang lalu. Pasien
mengatakan tidak pernah mengalami serangan asma pada malam hari. Pasien
mengatakan juga mengatakan bahwa selama seminggu ini pasien memang
menderita batuk pilek dan belum berobat, dan mengatakan bahwa dirinya memang
tengah kelelahan setelah membantu acara keluarga.
Riwayat Asma dirasakan sejak usia 8 tahun. Sempat melakukan pengobatan rutin
dan kontrol selama beberapa tahun, namun karena belakangan ini pasien tidak
pernah mengalami keluhan, maka pasien tidak pernah lagi mengontrolkan
keadaan asmanya. Riwayat merokok disangkal.
Dari Pemeriksaan fisik sebelum dilakukan administrasi nebulisasi ventolin,
ditemukan adanya retraksi suprasternal dan postur tubuh pasien yang
mencondongkan diri ke arah depan dikarenakan kesulitan bernafas. Dari
Auskultasi thorax didapatkan Nafas vesikuler dengan Wheezing yang terdengar
nyaring, terutama pada fase ekspirasi. Diputuskan untuk melakukan nebulisasi
Salbutamol (ventolin) sebanyak 1 respul, dan setelah nebulisasi selesai,
didapatkan respon yang baik. Pasien mulai tenang dan dapat bernafas dengan
lebih mudah, RR 32x/m, saturasi meningkat 95%, dan bunyi wheezing berkurang.
Maka ditegakkanlah diagnosis Asma Bronkial serangan sedang.
Plan
Diagnosis : Obs Dispneu ec Asma serangan sedang.
Pengobatan : Pada pasien ini dilakukan tatalaksana nonmedikamentosa dan
medikamentosa. Adapun tatalaksana medikamentosa yang diberikan pada pasien
ini adalah :
Tanggal 12 Februari 2018 (UGD), jam 05.30
S: Sesak nafas (+)
5
O: Pasien tampak sesak, bicara kata perkata dalam kalimat terbatas. HR 124x/m,
RR 36x/m SpO2 93%, Wheezing ekspiratoar (++/++)
A: Asma Serangan Sedang
P:
No Tatalaksana Medikamentosa
.
1. Nebulisasi Salbutamol 1flc (I)
No Tatalaksana Non-medikamentosa
.
1. Observasi Dyspneu, TTV dan saturasi
2 O2 nasal kanul 3L/menit
No Tatalaksana Medikamentosa
.
1. Nebulisasi Salbutamol+Ipratropium
Bromide (Combivent) 1flc (II)
2. Metil prednisolon tab 4 mg oral
No Tatalaksana Non-medikamentosa
.
1. Observasi Dyspneu, TTV dan saturasi
2 O2 nasal kanul 3L/menit
6
A: Asma Serangan Sedang
P:
No Tatalaksana Non-medikamentosa
.
1. Observasi respon obat dan serangan asma
kembali dalam 1 jam.
2. O2 nasal kanul 3L/m
Asma merupakan interaksi antara faktor penjamu/ sifat atopi, dan faktor
lingkungan. Pada pasien ini faktor penjamunya adalah memiliki ibu pasien
memiliki riwayat asma, dan punya keluhan asma sebelumnya, serta faktor
lingkungannya adalah debu atau pasir pada lapangan pasir saat bermain bola.
Spirometri dilakukan pada saat awal pasien datang dan setelah pasien dilakukan
nebulisasi. Spirometri dilakukan untuk mendiagnosis asma, menilai derajat
serangan, serja melihat obstruksi dan reversibilitas. Obstruksi jalas nafas diketahui
apabila nilai rasio VEP1/KVP <75% atau VEP1<80% nilai prediksi. Revesibilitas,
yaitu perbaikan VEP1>= 15% secara spontan setelah inhalasi bronkodilator.
Reversibilitas juga dapat dilihat dengan menggunakan Peak Flow Meter untuk
menilai Arus Puncak Ekspirasi (APE)
Pada saat serangan asma di rumah sakit. Penilaian awal yang harus dilakukan
adalah menilai derajat serangan nya terlebih dahulu. Pada pasien sesak dirasakan
7
sangat berat. Pasien hanya dapat berbicara dalam kalimat terbatas, duduk
membungkuk, tampak gelisah dan kesulitan bernafas merupakan gejala serangan
sedang. Hal ini juga ditunjang dengan RR 32x/m dan HR 124x/m saturasi
oksigen masih >90%.
8
Setelah dilakukan nebulisasi ke 2, didapatkan keadaan pasien sudah jauh membaik
dan pasien sudah tidak lagi mengeluhkan sesak nafas. Dari pemeriksaan fisik
ulang yang dilakukan setelah 20 menit administrasi O2 setelah nebulisasi ke 2
didapatkan HR 116x/m, isi kuat. RR 28x/m, SpO2 98% Retraksi otot bantu nafas
(-) Wheezing ekspiratoar (-/-). Maka diputuskan untuk melakukan observasi
respons obat dan adanya serangan asma ulang selam 1 jam ke depan. Setelah
dilakukan observasi selama 1 jam, dilakukan pemeriksaan ulang terhadap pasien,
dan ditemukan respons obat yang baik. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan :
HR 92x/m, RR 20x/m, Wheezing ekspiratoar (-/-) saturasi 99% serta keluhan
sesak nafas sudah tidak lagi dirasakan. Oleh karena itu pasien diperbolehkan
melakukan pengobatan secara rawat jalan.
9
Edukasi : Dilakukan kepada pasien dan keluarga untuk membantu pasien
meperbaiki pola hidup seperti berolahraga rutin, menghindari pencetus serangan
asthma seperti asap rokok atau asap kendaraan. Pasien juga diedukasi untuk
kontrol secara rutin di pusat kesehatan dan meminum obat-obatan secara teratur.
Keluarga juga diedukasi untuk melakukan pertolongan emergency apabila
keluhan sewaktu-waktu berulang.
Kontrol : Pasien dapat kontrol ke Poli Puskesmas atau ke spesialis paru setelah
obat habis.
10