Anda di halaman 1dari 28

PORTOFOLIO KASUS PARU

STATUS ASMATIKUS

Presentan

dr. Vitro Darma Yusra

Dokter Pendamping

dr. Frans Otto Hasibuan

dr. Tri Endangwati

Narasumber

dr. Irvan Medison, Sp.P

PROGRAM DOKTER INTERNSIP

RUMKIT TK. III DR. REKSODIWIRYO

PADANG

2017
BORANG STATUS PORTOFOLIO
No. ID dan Nama Peserta dr. Vitro Darma Yusra
No. ID dan Nama Wahana Rumkit Tk. III dr. Reksodiwiryo Padang
Topik Status Asmatikus
Tanggal (kasus) 5 April 2017
Nama Pasien Tn. A No. RM 18.54.79
dr. Frans Otto Hasibuan
Tanggal Presentasi 5 April 2017 Pendamping
dr. Tri Endangwati
Tempat Presentasi Ruang aula Rumkit Tk. III dr. Reksodiwiryo Padang
Objektif Presentasi
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Pasien laki-laki, usia 40 tahun, dibawa keluarga ke IGD dalam keadaan tidak
Deskripsi sadarkan diri sejak setengah jam sebelum masuk rumah sakit.

Tujuan Menegakkan diagnosis dan memahami penatalaksanaan Status Asmatikus


Bahan
Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Bahasan
Cara
Diskusi Presentasi dan Diskusi E-mail Pos
Membahas
Data Pasien Nama : Tn. A No. Registrasi : 18.54.79
Nama RS : Rumkit Tk. III dr. Reksodiwiryo Padang Telp : Terdaftar sejak : 5-4-17
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Os dibawa keluarga ke IGD Rumkit Tk. III dr. Reksodiwiryo Padang dengan penurunan
kesadaran (tidak sadarkan diri) 15 menit sebelum masuk rumah sakit. Sebelum tidak
sadarkan diri Os mengeluh batuk-batuk dan sesak nafas yang dirasakan tiga jam sebelum
masuk rumah sakit, Sesak dirasakan semakin berat meskipun pasien telah menggunakan
inhaler. Sesak yang dirasakan semakin memberat hingga akhirnya pasien dilarikan IGD
Rumkit Tk. III dr. Reksodiwiryo namun ditengah perjalanan pasien tidak sadarkan diri.

2. Riwayat Pengobatan :
Pasien telah menyemprotkan inhaler 2 kali sekitar 3 jam sebelum tidak sadarkan diri.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :
-Pasien belum pernah mengalami sesak nafas hingga tidak sadarkan diri seperti ini
sebelumnya. Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Tidak ada riwayat
alergi sebelumnya.
-Pasien sudah menderita asma bronkial sejak usia 3 tahun.
-Pasien menderita TB paru dan sedang dalam pengobatan.
4. Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga lain yang pernah menderita keluhan yang sama.
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien adalah seorang pedagang pakaian di pasar.
6. Kondisi Lingkungan Sosial:
Pasien merupakan seorang ayah dari 3 orang anak, tinggal bersama istri dan anaknya.
Pendidikan terakhir pasien adalah SMP.
7. Lain-lain : -
Daftar Pustaka :
1. Rogayah R. Penatalaksanaan asma bronkial prabedah. J Respir Indo1995;15:177-81

2. Surjanto E, Hambali S, Subroto H. Pengobatan jalan untuk asma. J Respir Indo


1988;8:30-5.

3. Alpers JH. The Changing approach to the pharmacotherapy of asthma.

4. dr. Latief A, dr. Napitupulu, dkk. 2007. Ilmu Kesehatan Anak Volume 3. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal.1203-28.
5. Status Asthmaticus. Author : Constantine K Saadeh, MD; Chief editor : Zab Mosenifar,
MD. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/2129484-overview. Accessed
on April 23, 2017
6. UniversitasSumateraUtara.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23277/4/Chapt
er%20II.pdf. Accessed on April 23, 2017
7. Asthma UK; Key facts & statistics.
8. Allergy and asthma proceedings : the official journal of regional and state allergy
societies 33Suppl 1: pg S47-50
9. Ariz Pribadi, Darmawan BS. Serangan Asma Berat pada Asma Episodik sering. Sari
Pediatri Vol. 5, No. 4. Maret 2004: 171 - 177

Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Status Asmatikus
2. Tatalaksana Status Asmatikus
3. Komplikasi Status Asmatikus

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


PRIMARY SURVEY
A: patent
B: Nafas: 8x/menit, wheezing +/+ dan Ronchi +/+ saturasi O2 : 63%
- Dilakukan ventilator manual dengan ambubag selama 10 menit dan injeksi
dexametason 1 amp, pasien sadar, nafas spontan 40x/menit dan saturasi O2 90%.
- Dilakukan nebu combiven :
- 1x Wh +/+, Rh +/+, nafas spontan 33x/menit dan saturasi O2 95%
- 2x Wh +/+, Rh +/+, nafas spontan 30x/menit dan saturasi O2 98%
- 3x Wh +/+, Rh +/+, nafas spontan 30x/menit dan saturasi O2 98%
C: Nadi: 130x/menit kuat angkat, TD: 130/70 mmHg
D: GCS: 15

SECONDARY SURVEY
1) Subjektif :
- Os dibawa keluarga ke IGD Rumkit Tk. III dr. Reksodiwiryo Padang dengan penurunan
kesadaran (tidak sadarkan diri) 15 menit sebelum masuk rumah sakit.
- Sebelum tidak sadarkan diri Os mengeluh batuk-batuk dan sesak nafas yang dirasakan tiga jam
sebelum masuk rumah sakit
- Sesak dirasakan semakin berat meskipun pasien telah menggunakan inhaler.
- Sesak nafas setidak berkurang dan akhirnya pasien dilarikan IGD Rumkit Tk. III dr.
Reksodiwiryo namun ditengah perjalanan pasien tidak sadarkan diri.
2) Objektif :
a. Vital sign
- KU : sakit berat
- Kesadaran : CMC
- Tekanan darah : 130/70 mmHg
- Frekuensi nadi : 130 x/menit
- Frekuensi nafas : 30 x/menit
- Suhu : 36.40 C
b. Pemeriksaan sistemik
- Kulit : Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik
- Kepala : Bentuk normal, rambut hitam, tidak mudah rontok
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor
- THT : tidak ada kelainan
- Leher : KGB tidak teraba
- Paru :
Inspeksi : normochest, simetris saat statis dan dinamis, retraksi dinding dada (+)
Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Sonor kiri dan kanan
Auskultasi : wheezing +/+, rhonki +/+
- Jantung :
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung murni, teratur, bising tidak ada.
- Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+ ) normal
- Genitalia : tidak ada kelainan
- Ekstremitas : tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
- Hb : 14,4 gr/dl
- Leukosit : 18.680 /mm3
- Ht : 42,3 %
- Trombosit : 277.000/mm3
- GDR : 179 mg/dl
- Foto polos thorak
- EKG
3) Assesment (penalaran klinis) :
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 40 tahun dibawa keluarga ke IGD Rumkit Tk.
II dr. Reksodiwiryo Padang pada tanggal 5 April 2017 dengan diagnosis kerja : Status Asmatikus,
Community Acquired Pneumonia dan TB paru duplek. Dari anamnesis Os dibawa keluarga dalam
keadaaan tidak sadarkan diri 15 menit sebelum masuk rumah sakit. Sebelum tidak sadarkan diri Os
mengeluh batuk-batuk dan sesak nafas yang dirasakan tiga jam sebelum masuk rumah sakit, Sesak
dirasakan semakin berat meskipun pasien telah menggunakan inhaler. Sesak yang dirasakan semakin
memberat hingga akhirnya pasien dilarikan IGD Rumkit Tk. III dr. Reksodiwiryo namun ditengah
perjalanan pasien tidak sadarkan diri. Os memiliki riwayat peyakit asma sejak umur 3 tahun dan Os
sekarang sedang mendapat terapi obat TB bulan ini.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda tanda vital dengan takipneu dan takikardi. Pada
pemeriksaan paru dapatkan retraksi intercostal, wheezing +/+ dan rhonki +/+.
. Pada foto polos thorak tampak fibroinfiltrat di kedua lapang paru terutama lobus superior dan
tampak infiltrate peribronkial semi opak dan inhomogen. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas dengan obat-obatan dan tindakan yg diperlukan.

4) Plan :

- Diagnosis klinis :

- Status Asmatikus,
- Community Acquired Pneumonia
- TB paru duplek

- Pengobatan :
- Pasien di rawat di HCU
- O2 4 Liter/menit
- Drip Aminofilin 1 amp dalam D5% 8 jam / Kolf
- Cefoperazon 2 x 1gr (i.v)
- Metilprednisolone 2 x 125mg (i.v)
- Nebu combivent 6 x sehari
- Obat TB dilanjutkan

- Edukasi:
Kepada pasien dan keluarga dijelaskan mengenai penyakit ini dan komplikasi yang bisa terjadi
pada penyakit ini
FOLLOW UP
Tanggal 06 April 2017
S: sesak nafas (+) batuk (+) mual dan muntah 2 kali
O: KU: Sdg Kes: CMC TD: 110/70 Nd: 99x Nf: 30x T: 36,7oC Wh +/+, Rh +/+
A: Asma Bronkial + Community Acquired Pneumonia dan TB paru duplek.
P: Terapi
- O2 4 Liter/menit
- Drip Aminofilin 1 amp dalam D5% 8 jam / Kolf
- Cefoperazon 2 x 1gr (i.v)
- Metilprednisolone 2 x 125mg (i.v)
- Nebu combivent 6 x sehari
- Farmavon 3 x 1 amp (i.v)
- Ranitidin 2 x 1 amp (i.v)
- Curcuma 2 x 1 tab
- Obat TB dilanjutkan
- Cek Faal Hepar

Tanggal 07 April 2017


S: sesak nafas (+) batuk (+) mual (+)
O: KU: Sdg Kes: CMC TD: 110/70 Nd: 90x Nf: 30x T: 36,7oC Wh +/+, Rh +/+
Hasil faal hepar : Alkali phosphatase 153u/l, total bilirubin: 1,2mg/dl, direk bilirubin 0,75mg/dl,
indirek bilirubin 0,41mg/dl, SGOT 67,3u/i, SGPT 45,9u/i.
A: Asma Bronkial + Community Acquired Pneumonia dan TB paru duplek.
P: Terapi
- O2 4 Liter/menit
- Drip Aminofilin 1 amp dalam D5% 8 jam / Kolf
- Cefoperazon 2 x 1gr (i.v)
- Metilprednisolone 2 x 125mg (i.v)
- Nebu combivent 6 x sehari
- Ranitidin 2 x 1 amp (i.v)
- Farmavon 3 x 1 amp (i.v)
- Levofloxacin Infus 3 x 1 (i.v)
- Curcuma 2 x 1 tab
- Obat TB dilanjutkan

Tanggal 8 April 2017


S: sesak nafas (+) batuk (+) mual (+)
O: KU: lemah Kes: CMC TD: 130/70 Nd: 120x Nf: 35x T: 36,7oC Wh +/+, Rh +/+
A: Asma Bronkial + Community Acquired Pneumonia dan TB paru duplek.
P: Terapi
- Simple Mask 10 Liter/menit
- Drip Aminofilin 1 amp dalam D5% 8 jam / Kolf
- Cefoperazon 2 x 1gr (i.v)
- Metilprednisolone 2 x 125mg (i.v)
- Nebu combivent 6 x sehari
- Ranitidin 2 x 1 amp (i.v)
- Levofloxacin Infus 3 x 1 (i.v)
- Farmavon 3 x 1 amp (i.v)
- Curcuma 2 x 1 tab
- Obat TB dilanjutkan
- Anjuran AGD dan konsul jantung
- Hasil Konsul Jantung : CHF

Tanggal 9 April 2017


S: sesak nafas (+) batuk (+) mual (+)
O: KU: lemas Kes: CMC TD: 100/70 Nd: 100x Nf: 32x T: 36,7oC Wh +/+, Rh +/+
A: Asma Bronkial + Community Acquired Pneumonia dan TB paru duplek.
P: Terapi
- Simple Mask 10 Liter/menit
- Drip Aminofilin 1 amp dalam D5% 8 jam / Kolf
- Cefoperazon 2 x 1gr (i.v)
- Metilprednisolone 2 x 125mg (i.v)
- Nebu combivent 6 x sehari
- Ranitidin 2 x 1 amp (i.v)
- Levofloxacin Infus 3 x 1 (i.v)
- Farmavon 3 x 1 amp (i.v)
- Lasix 2x1 amp (i.v)
- Curcuma 2 x 1 tab
- Obat TB dilanjutkan

Tanggal 10 April 2017


S: sesak nafas (+) batuk (+) mual (+)
O: KU: lemas Kes: CMC TD: 120/90 Nd: 105x Nf: 30x T: 36,7oC Wh +/+, Rh +/+
A: Asma Bronkial + Community Acquired Pneumonia dan TB paru duplek.
P: Terapi
- Simple Mask 10 Liter/menit
- Drip Aminofilin 1 amp dalam D5% 8 jam / Kolf
- Cefoperazon 2 x 1gr (i.v)
- Metilprednisolone 2 x 125mg (i.v)
- Nebu combivent 6 x sehari
- Levofloxacin Infus 3 x 1 (i.v)
- Ranitidin 2 x 1 amp (i.v)
- Farmavon 3 x 1 amp (i.v)
- Curcuma 2 x 1 tab
- Obat TB dilanjutkan
- Cek ulang hb dan leukosit

Tanggal 11 April 2017


S: sesak masih ada tapi sudah berkurang, batuk (+) mual (+) Wh +/+, Rh -/-
O: KU: lemas Kes: CMC TD: 130/80 Nd: 120x Nf: 28x T: 36,7oC
- Hasil labor : hb 15 gr/dl, Leukosit 17.350 /mm3

A: Asma Bronkial + Community Acquired Pneumonia dan TB paru duplek.


P: Terapi
- Simple Mask 10 Liter/menit
- Drip Aminofilin 1 amp dalam D5% 8 jam / Kolf
- Cefoperazon aff
- Metilprednisolone 2 x 125mg (i.v)
- Nebu combivent 6 x sehari
- Levofloxacin aff
- Cefepime 2 x 1gr (i.v)
- Ranitidin 2 x 1 amp (i.v)
- Farmavon 3 x 1 amp (i.v)
- Curcuma 2 x 1 tab
- Obat TB dilanjutkan

Tanggal 12 April 2017


S: sesak sudah jarang, batuk (+), mual (+)
O: KU: sedang Kes: CMC TD: 130/80 Nd: 120x Nf: 25x T: 36,7oC Wh -/-
A: Asma Bronkial + Community Acquired Pneumonia dan TB paru duplek.
P: Terapi
- Kanal nasal 3 Liter/menit
- Drip Aminofilin 1 amp dalam D5% 8 jam / Kolf
- Metilprednisolone Aff
- Nebu combivent 3 x sehari
- Cefepime 2 x 1gr (i.v)
- Ranitidin 2 x 1 amp (i.v)
- Farmavon Aff
- Curcuma 2 x 1 tab
- Codein 3 x 1 tab
- Obat TB dilanjutkan

Tanggal 13 April 2017


S: sesak sudah jarang, batuk (+), mual (+)
O: KU: sedang Kes: CMC TD: 130/90 Nd: 90x Nf: 20x T: 36,7oC
A: Asma Bronkial + Community Acquired Pneumonia dan TB paru duplek.
P: Terapi
- Kanal nasal 3 Liter/menit
- Drip Aminofilin 1 amp dalam D5% 8 jam / Kolf
- Nebu combivent 3 x sehari
- Cefepime 2 x 1gr (i.v)
- Ranitidin 2 x 1 amp (i.v)
- Codein 3 x 1 tab
- Curcuma 2 x 1 tab
- Obat TB dilanjutkan
- Pindah Ruang Biasa

Tanggal 14 April 2017


S: sesak nafas tidak ada lagi, batuk (+), mual (+)
O: KU: sedang Kes: CMC TD: 140/90 Nd: 80x Nf: 20x T: 36,7oC
A: Asma Bronkial + Community Acquired Pneumonia dan TB paru duplek.
P: Terapi
- sukralfat 3 x 1cth sehari
- retaphyl 2 x 1 tab sehari
- Codein 3 x 1tab
- Lansoprazol 1x1 tab
- Curcuma 2 x 1 tab
- Furosemid 1x1
- Obat TB dilanjutkan
- Pasien boleh pulang
TINJAUAN PUSTAKA

STATUS ASMATIKUS

Definisi

Status asmatikus adalah suatu serangan eksaserbasi akut asma yang tidak responsif
dengan pengobatan asma pada umumnya yaitu dengan pemberian nebulasi B agonis
(bronkodilator) sebanyak 3 kali tetapi tidak memberikan respon yang baik. Serangan pada
status asmatikus dapat terjadi dari yang ringan sampai yang berat tergantung dari tingkat
obstruksi pada bronkus yang disebabkan oleh bronkokonstriksi, sekresi mukus dan inflamasi
pada saluran pernapasan. Semuanya itu dapat menyebabkan gejala berupa sesak napas,
retensi dari karbondioksida, hipoksemia dan kegagalan pernapasan.2

Asma adalah suatu inflamasi kronik pada saluran pernapasan pada paru yang
menyebabkan terjadinya obstruksi pada bronkus secara episodik, bersifat reversible,
umumnya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam dan secara klinis dapat
pulih secara normal.7

Epidemiologi

Di seluruh dunia, insidensi terjadinya asma diperkirakan ada kurang lebih 20 juta
kasus, di mana 15% dari angka tersebut terjadi pada anak-anak. Peningkatan insidens kasus
asma di seluruh dunia adalah akibat dari polusi dan industrialisasi. Dari hipotesis higienis,
perbaikan dalam imunisasi dan kesehatan masyarakat akan berkontribusi dalam peningkatan
insidens kasus asma. Pada bayi, asma pada laki-laki lebih parah dari perempuan. Pada anak-
anak yang lebih tua, keparahan dan insidensi asma kurang lebih sama banyak pada laki-laki
dan perempuan. Tapi pada dewasa, insidens asma lebih banyak pada wanita.2
Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana terdapat 300
juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak maupun
dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada anak-anak (GINA, 2003).
Dalam dua puluh tahun terakhir ini angka kejadian asma cenderung meningkat baik Menurut
data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia, pada
tahun 1986 asma menduduki urutan kelima dari sepuluh penyebab kesakitan (morbiditas)
bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis
kronik, dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortalitas) keempat di Indonesia atau
sebesar 5,6%. Lalu pada SKRT 1995, dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia
sebesar 13 per 1.000 penduduk (PDPI, 2006). dinegara maju maupun negara berkembang.
Prevalensi asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak).
Prevalensi tersebut sangat bervariasi, baik antar negara, bahkan antar daerah disuatu
negara.4Dari hasil penelitian Riskesdas, prevalensi penderita asma di Indonesia adalah sekitar
4%. Menurut Sastrawan, dkk (2008), angka ini konsisten dan prevalensi asma bronkial
sebesar 515%. 7

Etiologi

Menurut Somantri (2008), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan


menjadi 3 tipe, yaitu:

1. Ekstrinsik (alergik)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi alergi oleh karena
faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-
obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan
dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Paparan terhadap alergi akan
mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya dimulai saat kanak-kanak.

2. Intrinsik (idiopatik atau non alergik)

Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang
bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernapasan, emosi dan aktivitas.
Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan
dapat berkembang menjadi bronkitis kronik dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma
jenis ini dapat berkembang menjadi asma gabungan. Bentuk asma ini biasanya dimulai
pada saat dewasa (usia > 35 tahun).

3. Asma gabungan

Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering ditemukan. Asma
ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.

Asma terjadi akibat sejumlah faktor, termasuklah faktor predisposisi genetik, dan faktor
lingkungan. 1,2.9

Alergen inhalasi (biasanya pada pasien dengan riwayat atopi)

Infeksi virus (terutama pada bayi dan anak kecil)

Infeksi saluran pernapasan bagian atas

Polusi udara (debu, asap rokok, sisa industry)

Medikasi (beta-blocker, aspirin, NSAID)

Gastroesophageal reflux disease (dari suatu penelitian refluks dari isi lambung,
teraspirasi atau tidak, bisa menginduksi asma pada anak-anak dan dewasa yang
beresiko)

Suhu dingin

Latihan atau olahraga

Iritan (Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat, SO2,
dan polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.Iritasi
hidung dan batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi)

Patogenesis

Early bronchospastic response

Salah satu yang memegang peranan penting pada patogenesis asma adalah sel mast.
Sel mast dapat terangsang oleh berbagai pencetus misalnya alergen, infeksi, excercise, dsb.
Bila alergen sebagai pencetus masuknya alergen ke dalam tubuh akan direspon oleh
makrofag yang berkerja sebagai Antigen Presenting Cell (APC) yang kemudian akan diproses
didalam sel APC dan selanjutnya alergen tersebut akan dipresentasikan ke sel limfosit T
dengan bantuan molekul-molekul Major Histocompatibility Complex ( MHC class II), maka
limfosit T akan membawa ciri antigen tertentu (spesifik), kemudian teraktivasi,
berdiferensiasi dan berploriferasi. Limfosit T spesifik (Th2) dan produknya akan
mempengaruhi dan mengontrol limfosit B atau sel plasma atau sel pembentuk antibodi
lainnya untuk menghasilkan antibodi reagenik yang disebut Imunoglobulin E (IgE).
Selanjutnya IgE akan beredar dan menempel pada reseptor yang sesuai pada dinding sel mast.
Sel mast yang demikian disebut sel mat yang tersensitisasi. Apabila alergen serupa masuk
kedalam tubuh , alergen itu akan menempel pada sel mast yang tersensitisasi dan kemudian
akan terjadi degradasi dinding dan degranulasi sel mast. terjadinya pelepasan mediator
inflamasi, termasuk histamin, prostaglandin D2, leukotriene C4. Semua bahan ini akan
menyebabkan kontraksi dari otot salur pernafasan, peningkatan permeabilitas kapiler, sekresi
mukus, dan aktivasi refleks neuronal. Fase ini ditandai dengan terjadinya bronkokonstriksi
yang biasanya bisa diobati dengan bronkodilator, seperti agen beta-2-agonis.1,2

Later inflammatory response

Setelah antigen dipresentasikan ke limfosit T, maka limfosit yang mempunyai


berbagai kemampuan antara lain menyebabkan akumulasi dan aktivasi leukosit terutama
eosinofil yang merupakan sel inflamasi khusus pada asma. Limfokin-limfokin tersebut adalah
Interleukin yaitu : IL-3, Il-4, IL-5, IL-9, Il-13, Granulocytemacrophagecolony stimulating
factor (GM-CSF). 11
Terjadi pelepasan mediator inflamasi akibat menempelnya adhesion molecules di
epitelium saluran pernafasan dan endotel kapiler. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, netrofil,
dan basofil akan berhubungan dengan epitelium dan endothelium dan akhirnya akan
bermigrasi ke jaringan salur pernafasan. Eosinofil akan melepaskan eosinophilic cationic
protein (ECP) dan major basic protein (MBP). Kedua ECP dan MBP akan menginduksi
deskuamasi dari epitelium saluran pernafasan yang menyebabkan kerusakan epitel jalan
napas dan akan menyebabkan terpaparnya ujung-ujung saraf. Proses ini akan menginduksi
lebih banyak terjadinya hiperrespons pada asma.1,2

Kay membagi obstruksi bronkus atas 3 fase utama yaitu :1,8

1. Fase cepat (spasmogenik)


Fase cepat identik denganrespon awal yang terlihat pada uji provokasibronkus. Ciri
utamanya adalah pelepasan histamin sebagai mediator utama yangmengakibatkan
spasme otot polos bronkus,reaksi ini terjadi sangat cepat dan berakhirsetelah 1-2 jam.
Reaksi dapat menghilangdengan sendirinya atau kemudian diikuti faselambat
menetap.

2. Fase lambat menetap (late,sustained),


Fase lambat menetap ditandaiakumulasi sel-selneutrofil 4 8 jam setelah rangsangan,
dengan mediator utamanya adalahleukotrin, prostaglandin dan tromboksan yang
menyebabkan kontraksi otot polos bronkus yang lama dan edema
submukosa.Serangan dapat berlangsung 6-8 jam ataulebih. Reaksi lambat dapat
dihambat dengan pemberian kromoglikat, kortikosteroid, dan ketotifen sebelumnya.
3. Fase subakut/kronik.
Asma yang berlanjut yang tidak diobati atau kurang terkontrol berhubungan dengan
inflamasi didalam dan disekitar bronkus. Pada fase subakut, reaksi
inflamasimerupakan ciri utamanya dan terdapat infiltrasieosinofil dan sel
mononuklear. Akhir-akhir ini ditemukan mediator PAF ( Platelet Activating Factor)
yang dihasilkan sel mast, basofil danmakrofag yang dapat menyebabkan hipertrofi
otot polos dan kerusakan mukosa bronkus. PAF juga menyebabkan bronkokonstriksi
yang lebih kuat. Kortikosteroid biasanya memberikan hasil yang baik. Fase lambat
menetap dan fase subakut sangatmempengaruhi terjadinya asma kronis.

Manifestasi klinik

Studi epidemiologi menunjukkan bahwa asma tidak terdiagnosis di seluruh dunia,


disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit
yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa
perlu berobat ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala
berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang berkaitan
dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan
pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiltas kelainan faal paru akan
lebih meningkatkan nilai diagnostik. 10
Riwayat penyakit atau gejala : 9

1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

2. Gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di dada.

3. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari.

4. Diawali oleh factor pencetus yang bersifat individu.

5. Responsif terhadap pemberian bronkodilator.

Serangan batuk dan mengi yang berulang lebih nyata pada malam hari atau bila ada
beban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian cukup banyak asma anak
dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi pada malam hari ketika hendak tidur, disertai
sesak, tetapi tidak jelas mengi dan sering didiagnosis bronkitis kronik. Pada anak yang
demikian, yang sudah dapat dilakukan uji faal paru (provokasi bronkus) sebagian besar akan
terbukti adanya sifat-sifat asma. 5
Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati dengan obat batuk biasa dan
kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator, sangat mungkin merupakan
bentuk asma. 9

Pemeriksaan fisik1,2
Pemeriksaan awal dilakukan untuk menentukan kondisi pasien dan mencari resiko
untuk terjadinya gagal nafas. Episode akut asma bisa bermula dengan simptom yang ringan
seperti dyspnea. Dengan obstruksi saluran pernafasan yang semakin memburuk, respiratory
distress, termasuk retraksi, penggunaan otot abdomen sewaktu ekspirasi, dan tidak bisa
berbicara satu atau dua kata bisa ditemukan. Terjadi gangguan ventilasi dan perfusi
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen dan hipoksia. Tanda vital bisa menunjukkan
takikardia dan hipertensi. Peak flow rate haruslah diperiksa sebagai tanda vital pada anak-
anak yang kooperatif. Jika tidak diberi pengobatan, obstruksi saluran nafas yang lama dan
usaha untuk bernafas yang meningkat bisa menyebabkan bradikardia, hipoventilasi, dan
cardiorespiratory arrest.

Pemeriksaan umum1,2,3,4

o Takikardia dan takipnea, tekanan darah mungkin meningkat. Pasien dengan


eksaserbasi ringan terjadi hipoksia dan penurunan saturasi oksigen. Fase
ekspirasi memanjang dengan wheezing bisa ditemukan.

o Anak dengan status asmatikus bisa dehidrasi karena asupan makanan atau
minuman buruk, muntah, dan usaha untuk bernafas yang meningkat.

o Retraksi interkostal, subkostal, penggunaan otot abdomen bisa dilihat

o Pasien dengan asma sedang sampai berat biasanya tidak bisa berbicara dengan
ayat penuh.

o Tingkat kesadaran bervariasi dari sadar penuh sampai koma. Jika hipoksemia
memburuk, pasien yang letargi menjadi agitasi. Dengan meningkatnya
obstruksi pada unit paru, hipoksemia memburuk lalu hiperkarbia terjadi.
Kedua hipoksemia dan hiperkarbia bisa mengakibatkan kejang dan koma, dan
merupakan tanda akhir dari respiratory compromise.
Pemeriksaan sistem respiratorik2,3,4

o Pada auskultasi selalu ditemukan wheezing bilateral pada ekspirasi. Wheezing,


terjadi akibat udara melalui saluran pernafasan yang menyempit akibat
obstruksi. Terjadi sewaktu ekspirasi, karena turbulensi udara.

o Suara nafas inspirasi bisa normal, berkurang atau tidak ada tergantung
keparahan penyakit. Silent chest (suara mengi yang lemah)bisa ditemukan
pada pasien yang sudah terjadi impending respiratory failure, di mana sudah
terjadi obstruksi yang berat atau terlalu lelah untuk menghasilkan wheezing.

o Pada pasien status asmatikus sedang sampai berat, penggunaan otot abdomen
bisa mengakibatkan sakit abdomen.

Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan gambaran klinis (sumber : PDPI, 2006)
3,4

Derajat Asma Gejala Gejala malam Faal paru

Intermitten o Gejala < 1x/ minggu o 2 kali sebulan o VEP1 80 % nilai


o Tanpa gejala di luar prediksi
(Bulanan) serangan o APE 80 % nilai
o Serangan singkat terbaik
o Variabilitas APE < 20
%

Persisten ringan o Gejala > 1x / minggu, o > 2x sebulan o VEP1 80 % nilai


tetapi < 1x/ hari prediksi
(mingguan) o Serangan dapat o APE 80 % nilai
o Mengganggu aktivitas terbaik
dan tidur o Variabilitas APE 20
-30%

Persisten sedang o Gejala setiap hari o > 1x seminggu o VEP1 60 - 80 % nilai


o Serangan mengganggu prediksi
(harian) aktivitas dan tidur o APE 60 - 80 % nilai
o Membutuhkan terbaik
bronkodilator setiap o Variabilitas APE >30 %
hari

Persisten berat o Gejala terus menerus o Sering o VEP1 60 % nilai


o Sering kambuh prediksi
(kontinyu) o Aktivitas fisik terbatas o APE 60 % nilai
terbaik
o Variabilitas APE >30%
DIAGNOSIS BANDING 2

Benda asing di saluran pernafasan

Sindrom aspiraasi

Bronkiektasis

Cystic fibrosis

Congestive Heart Failure

Cedera inhalasi

Limfadenopati

Infeksi RSV

Trakeomalasia
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemilihan jenis pemeriksaan tergantung dari data riwayat penyakit dan kondisi pasien.2

1. Pulse oximetry memberikan evaluasi saturasi oksigen, yang sangat penting karena
penyebab kematian utama pada status asmatikus adalah hipoksia. Keuntungan
penggunaan pulse oximetry adalah ia mudah didapatkan, tidak invasive, menunjukkan
monitoring yang berterusan, dan merupakan indikator yang baik untuk hipoksemia akibat
gangguan ventilasi/perfusi mismatch.
2. Pengukuran elektrolit serum adalah sangat penting, terutama untuk memonitor kadar
kalium serum. Obatan yang digunakan untuk mengobati status asmatikus bisa
menyebabkan hipokalemia. Nilai pH yang rendah bisa menyebabkan peningkatan
transien dari kalium.
3. Kadar glukosa serum bisa meningkat akibat stress, penggunaan agen beta-agonis, seperti
epinefrin, dan penggunaan kortikosteroid. Namun, akibat penyimpanan yang tidak baik,
hipoglikemia bisa terjadi pada anak-anak yang lebih muda.
4. Pemeriksaan analisa gas darah untuk mengukur kadar oksigen dan karbondioksida
didalam darah yang mengindikasikan terjadinya hipoksia dan hipoksemia. Serta untuk
mengetahui apakah telah terjadi asidosis atau alkalosis dengan mengukur Ph dan HCO3-.
5. Pemeriksaan darah lengkap, urin kengkap dan feces, bisa mengindikasikan ada infeksi
bakteria; tapi dengan penggunaan beta-agonis dan kortikosteroid bisa mengubah
komposisi dari sel darah putih dengan meningkatkan hitung sel darah putih perifer.
6. Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi ,menilai hasil provokasi
bronkus, menilai hasil pengobatan, dan mengikuti perjalanan penyakit. Pemeriksaan faal
paru yang penting pada asma adalah aliran puncak ekspirasi (APE), Volume kapasitas
paksa (FVC), Volume ekspirasi selama 1 detik (VEP1). Memonitor peak flow merupakan
suatu pengukuran objektif terhadap obstruksi saluran pernafasan pada anak yang cukup
berusia dan kooperatif, dan bisa mentolerir pemeriksaan ini tanpa memperparah penyakit
yang dideritainya.1
7. Uji provokasi bronkus dilakukan bila diagnosis masuk diragukan. Tujuannya untuk
menunjukkan adanya hipereaktivitas bronkus. Dapat dilakukan dengan histamine,
metakolin,beban lari, udara dingin, uap air, allergen. Hipereaktivitas bronkus positip
aliran puncak ekspirasi (APE), Volume ekspirasi selama 1 detik (VEP1) menurun > 15%
dari nilai uji provokasi sebelumnya dan setelah diberi bronkodilator nilai normal akan
tercapai lagi. Bila APE dan VEP1 sudah rendah dan setelah diberi bronkodilator naik
>15% berarti hipereaktivitas positip dan uji provokasi tidak perlu dilakukan.1

PEMERIKSAAN RADIOLOGI2

Pemeriksaan foto thoraks diindikasikan pada anak-anak dengan presentasi yang atipikal
atau yang tidak berespon terhadap terapi. Pada anak-anak yang sudah diketahui menderita asma,
pemeriksaan foto thoraks dilakukan jika curiga menderita pneumonia, pneumothoraks,
pseudomediastinum atau atelektasis yang signifikan.

TINDAKAN/PROSEDUR2

Intubasi trakeal dan ventilasi mekanis diindikasikan pada gagal nafas. Ventilasi non-
invasif bisa dicoba terlebih dulu untuk mengurangi paksaan untuk bernafas dan kelelahan, agar
tidak dilakukan intubasi. Pemasangan chest tube mungkin perlu untuk penanganan
pneumothorax, jika terjadi.

PENATALAKSANAAN

Menurut guidelines yang didapatkan dari National Asthma Education and Prevention
Program (NAEPP) of America Expert Panel, penanganan atau perawatan terhadap seseorang
anak dengan asma termasuklah rawat jalan yang intensif dengan medikasi dan intervensi
lingkungan. Rawat inap di rumah sakit merupakan suatu kagagalan dalam penanganan pasien
rawat jalan. Penanganan pasien dengan status asmatikus adalah seperti berikut:2

Oksigen

Oksigenasi digunakan untuk membantu mengkoreksi ventilasi dan perfusi . Bisa


diberikan menggunakan nasal kanul atau face mask. Jika terjadi hipoksemia yang
signifikan, nonbreathing mask bisa digunakan untuk memberikan sebanyak-banyaknya
98% oksigen. Tujuan pemberian oksigen adalah untuk mencapai saturasi oksigen di atas
90%.

Beta-agonis inhalasi
Albuterol atau salbutamol, dan terbutalin merupakan terapi akut untuk asma. Obat-obat
ini menstimulasi cyclic adenosine monophosphate (AMP) untuk memediasi terjadinya
bronkodilatasi. Salur pernafasan mempunyai banyak reseptor beta. Dengan menstimulasi
reseptor ini, otot salur pernafasan berelaksasi, pembersihan mukosiliar meningkat, dan
produksi mukus menurun. Administrasi obat ini melalui nebulisasi inhalasi biasanya
merupakan cara yang paling efektif.

Kortikosteroid

Kortikosteroid seperti metilprednisolon, prednisolon atau prednisone, merupakan terapi


yang penting dalam pengobatan status asmatikus. Ia digunakan untuk mengurangi
inflamasi salur pernafasan yang berat dan edema pada asma. Selain itu kortikosteroid
dikatakan membantu meningkat efek obat beta-agonis. Kortikosteroid bisa diberikan
secara intravena atau oral. Walaupun kebanyakan dokter memberikan kortikosteroid
secara intravena pada kasus status asmatikus , terdapat penelitian yang mengatakan
bahwa pemberian kortikosteroid secara oral adalah sama efektif dengan pemberian
kortikosteroid secara intravena.

Antikolinergik

Agen antikolinergik menghalang terjadinya bronkokonstriksi dengan menghambat cyclic


guanosine monophosphate (GMP). Ia juga mengakibatkan menurunnya produksi mukus
dan meningkatkan pembersihan mukosiliar.

Protap penanganan status asmatikus di RS Dr. Soetomo Setelah diagnosis ditegakkan segera
diikuti dengan langkah langkah sebagai berikut
Menetapkan beratnya penyakit dan beratnya terapi dengan menggunakan predictor index scoring
system
Tanda-tanda fisik Score 0 Score 1
Nadi < 120 mmHg >120 mmHg
Pernapasan <30x/menit >30x/menit
Pulsus paradoxus <18 mmHg >18 mmHg
PEFR >120l/mnt <120l/mnt
Sesak napas Ringan Berat
Retraksi Tidak ada Ada
Wheezing Ringan Berat
Catatan: bila score lebih dari 4 harus masuk rumah sakit
Bila ada silent chest merupakan tanda bahaya

Penanggulangan status asmatikus1

1. Infus RL : D5 = 3: 1 dengan tetesan sesuai kebutuhan rehidrasi.


2. Oksigen 2 4 l/m melalui kanul nasal.
3. Aminofilin bolus 5-6 mg / kgBB i.v pelan selama 20-30 menit dilanjutkan maintenance 20
mg/kgBB/hari diberikan secara drip.
4. Terbutalin 0,25 mg / 6 jam subkutan atau I.V. atau orciprenalin 0,25 mg / 6 jam subcutan atau
I.V. pelan (penelitian terakhir tidak berbeda bermakna)
5. Hidrocortison sodium suksinat 4 mg / kgBB / 4 jam I.V ( 200 mg / 4 jam I.V. ) bisa juga
memakai dexamethason 20 mg / 6 jam I.V. selain itu dapat digunakan 160 mg
methilprednisolon dalam dosis terbagi 4 kali per hari, kortikosteroid diberikan sampai
membaik secara klinis dan laboratoris. Disamping parenteral diberikan juga Prednison
peroral 3 x 10 mg per hari sampai keadaan membaik diberhentikan secara tappering off.
Kortikosteroid yang sudah diberikan diteruskan pemberiannya, bila belum harus diberikan.
Kortikosteroid diberikan intravena, karena sangat diperlukan untuk mempercepat hilangnya
udem dan mengembalikan sensitivitas terhadap bronkodilator.
6. Usaha pengenceran lendir dengan obat mukolitik perlu dipertimbangkan karena biasanya
pada keadaan seperti ini terdapat banyak lendir dan lengket di seluruh cabang-cabang
bronkus.

7. Antibiotik bila jelas ada infeksi. Oksitetrasiklin 2 x 100 mg I. M. atau Amoxillin / Ampicillin
2 x 1 g I.V. atau golongan antibiotik yang sesuai dngan sumber infeksinya.
8. Menilai hasil tindakan dan terapi
Dengan keadaan klinis ( scoring) dan secara laboratoris yaitu pemeriksaan faal paru, analisa
gas darah , elektrolit, leukosit dan eosinofil serta monitoring EKG & foto rontgen
Pemeriksaan analisis gas darah arteri sebaiknya dilakukan pada :

Serangan asma akut berat


Membutuhkan perawatan rumah sakit
Tidak respon dengan pengobatan/memburuk
Ada komplikasi antara lain pneumonia, pneuomothorax dll
Pada keadaan dibawah ini analisis gas darah mutlak dilakukan:

Mengancam jiwa
Tidak respon terhadap pengobatan/memburuk
Gagal napas
Sianosis, kesadaran menurun dan gelisah

Tindak lanjut bila terjadi kegagalan terapi


a. Asidosis respiratorik
Ventilasi diperbaiki
Pemberian Na Bikarbonat

b. Hipoksia berat ( PaO2 < 50 mmHg )

Pemberian O2 4- 6 L/m dengan ventilasi mask


c. Gagal napas akut

alat bantu napas ( ventilator mekanik )


syarat :
apneu
kenaikan PaCO2 > 5 mmHg / jam disertai asidosis . respiratorik akut
Nilai absolut PaCO2 > 50 mmHg disertai asidosis . respiratorik akut
Hipoksia refrakter walau sudah diberi O2

Bedah

Status asmatikus umumnya ditangani dengan terapi medikasi, tapi jika terjadinya
pneumothoraks maka dilakukan thorakostomi atau thorakosentesis.

Diet

Beberapa anak dengan asma biasanya mempunyai beberapa episode asma akibat alergi
terhadap bahan makanan tertentu. Konsultasi dengan ahli nutrisi mungkin akan membantu dalam
menentukan penanganan pasien secara diet.

PENANGANAN LANJUT

Pasien yang dirawat di rumah sakit2


Indikasi dirawat di ICU

o Kesadaran dan sensoris terganggu

o Penggunaan terapi beta-agonis inhalasi

o Pasien kelelahan

o Kemasukan udara atau inspirasi yang menurun mendadak

o Peningkatan PCO2 walaupun dengan pengobatan

o Adanya faktor resiko

o Kondisi pasien tidak membaik walaupun terapi mencukupi

Indikasi untuk intubasi dan ventilasi mekanis

o Apnea atau respiratory arrest

o Kesadaran menurun

o Impending respiratory failure, ditandai dengan peningkatan PCO2 dan


kelelahan/capek, penurunan pergerakan udara, dan penurunan kesadaran

o Hipoksemia signifikan, yang berespon buruk atau tidak berespon kepada terapi
oksigen tambahan

Kateter arteri yang menetap (indwelling arterial catheters): tindakan memasang kateter
arteri bisa digunakan untuk memonitor tekanan darah yang berterusan, dan untuk
mengambil sampel untuk analisa gas darah arteri pada pasien dengan ventilasi mekanis.
Gas darah dimonitor untuk menilai respon pasien terhadap ventilasi mekanis.

Pasien yang dirawat jalan1,2


Follow-up pasien yang dirawat jalan dan perawatan yang berterusan terhadap pasien yang
pernah dirawat di ICU pediatrik karena status asmatikus yang parah adalah sangat
penting untuk mengoptimalkan hasil jangka panjang dan kualitas hidup dan
meminimalkan episode eksaserbasi asma parah.

Antara yang penting dan harus diperhatikan adalan obat-obatan untuk diambil di rumah,
seperti anti-inflamasi. Kortikosteroid sekarang dianggap sebagai salah satu terapi utama
untuk pengobatan maintenance terhadap asma. Ada studi mengatakan bahwa penggunaan
anti-inflamasi yang kurang berhubungan dengan asma yang lebih parah. Ini karena
terjadinya remodeling dari salur pernafasan, dan perubahan dari proses inflamasi pada
tubuh yang persisten.

Untuk eksaserbasi akut disarankan untuk menggunakan bronkodilator.

Perubahan atau kontrol terhadap lingkungan juga perlu pada anak dengan asma yang
berhubungan dengan alergi yang berkaitan dengan lingkungan.

Pindah ruangan2

Anak yang dirawat di ICU karena status asmatikus yang parah bisa dipindah ke ruangan yang
biasa jika pasien telah memenuhi kriteria berikut:

Pasien telah diekstubasi.

Pasien telah tidak bergantung kepada terapi beta-agonis berterusan secara intravena
(seperti terbutalin, aminofilin) dan kondisinya stabil dengan penggunaan terapi beta-
agonis inhalasi/aerosol secara intermiten.

Pasien bisa mentoleransi pengurangan penggunaan albuterol berterusan; dengan


menggunakan nebulisasi albuterol secara intermiten pada frekuensi yang bisa dilakukan
di ruangan biasa.

Status hemodinamiknya telah stabil.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi termasuklah:2,3,4

Cardiac arrest

Gagal nafas atau respiratory arrest

Hipoksemia dengan cedera susunan saraf pusat yang hipoksik dan iskemik

Pneumothoraks atau pneumomediastinum

Toksisitas dari obat-obatan

EDUKASI PASIEN2

Asma merupakan suatu penyakit kronis. Pasien dan keluarganya haruslah diberi edukasi
mengenai asma yang diderita pasien dan perawatan lanjutan atau follow-up. Informasi mengenai
perawatan atau pengobatan maintenance, monitoring dan kontrol terhadap lingkungan pasien
adalah sangat penting, terutama untuk mencegah eksaserbasi dari asma.

PROGNOSIS

Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang jumlahnya kira-kira 10 juta
penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan
terbatas. 9
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik ditemukan
pada 5080% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada masa kanak-
kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 710 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi
dari 2678% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang menderitaringan dan
timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma penyakit yang berat relatif
berat (6 19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 7080% asma anak bila diikuti sampai
dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang. 9

Prognosis pada pasien dengan status asmatikus pada umumnya baik apabila dilakukan
penanganan yang tepat dan cepat. 2

Anda mungkin juga menyukai