Anda di halaman 1dari 17

Portofolio Kasus Medis

Efusi Pleura ec. TB Paru

Oleh:
dr. Faurani Yuzia
Dokter Internsip

PENDAMPING:
dr. Sidrati Amir
dr. Afdilla Hamni

RSUD KOTA SAWAHLUNTO


2018

1
Borang Portofolio Kasus Medis

No. ID dan Nama dr. Faurani Yuzia


Peserta
No.ID dan Nama RSUD Sawahlunto
Wahana
Topik Efusi Pleura ec. TB Paru
Tanggal (kasus) 30 Juni 2018
Nama Pasien Tn. RB No.RM 02.13.76
Tanggal Presentasi Pendamping dr. Sidrati Amir
dr. Afdilla Hamni
Tempat Presentasi Ruang Komite Medik RSUD Sawahlunto

Objektif Presentasi

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka


Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil


Neonatus
Deskripsi Pasien Laki-laki umur 57 tahun, datang ke IGD dengan keluhan sesak
nafas sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit

Tujuan Menegakkan diagnosis dan prinsip penatalaksanaan efusi pleura

Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

Data Pasien Nama : Tn. RB No.Registrasi :


02.13.76
Nama RS : RSUD Sawahlunto Telp : Terdaftar Sejak : 30
Juni 2018

2
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Keluhan utama
Sesak nafas yang semakin memberat sejak 4 jam SMRS

2. Riwayat penyakit sekarang


 ± 2 minggu ini pasien mengeluhkan sesak nafas yang semakin memberat
 Sesak nafas dirasakan pasien terus menerus dan semakin memberat jika dibawa
berbaring sehingga posisi pasien lebih nyaman jika duduk guna mengurangi sesak
 Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh cuaca
 Sesak nafas juga semakin memberat jika beraktifitas dan saat pasien batuk
 Pasien mengeluhkan batuk kering sejak 3 minggu yang lalu
 Batuk berdarah (-)
 Pasien menyangkal pernah menjalani pengobatan selama 6 bulan
 Pasien menyangkal sering berkeringat pada malam hari, demam yang lama dan
nafsu makan yang berkurang
 Pasien mengaku berat badan berkurang 2 bulan terakhir
 Pasien juga merasakan kesemutan di ujung-ujung jari tangan dan kaki kiri sejak 1
hari yang lalu
 Lemah anggota gerak (+)
 Sakit kepala (-) mual (-) muntah (-)
 Nyeri dada (-)
 BAB (+) normal
 BAK (+) normal

3. Riwayat penyakit dahulu


 Riwayat hipertensi (+) tidak terkontrol
 Riwayat Stroke (+) ± 3 tahun yang lalu
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat keganasan (-)

4. Riwayat pengobatan
Pasien berobat ke poli penyakit dalam jika ada keluhan saja

5. Riwayat penyakit keluarga

3
Tidak ada keluarga yang mengami keluhan yang sama dengan pasien

6. Riwayat pekerjaan, sosial, ekonomi dan kebiasaan


Pasien bekerja sebagai pegawai swasta

7. Pemeriksaan fisik

a.Vital sign
- Keadaan umum :Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis cooperatif
- Vital Sign
Tekanan darah : 210/100 mmHg
Nadi : 86 x/menit regular
Pernafasan : 26 x/menit
Suhu : 36 º
- SpO2 : 93%
- BB : 63 kg
b.Pemeriksaan sistemik
 Kulit : Ikterik (-) pucat (-)
 Kepala : Normochepal
 Mata : Sklera ikterik -/- Konjungtiva anemis -/-, pupil isokor,diameter 2
mm/2mm, Refleks cahaya +/+
 THT : Dalam Batas normal
 KGB : Tidak teraba pembesaran KGB pada leher, axilla dan inguinal
 Leher : JVP 5-2 cmH2O

 Thoraks :
Paru : Inspeksi : bentuk dada simetris, gerakan pernafasan
simetris kanan dan kiri
Palpasi : Vocal fremitus melemah pada lapangan paru
kanan
Perkusi : Lapangan paru kanan redup. Lapangan paru
kiri sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler melemah pada lapangan
paru kanan , ronkhi (-/-),wheezing (-/-)
Jantung : Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama teratur,bising tidak ada

4
 Abdomen
Inspeksi : Distensi tidak ada
Palpasi : Supel. Hepar/lien tidak teraba

Perkusi : Tympani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

 Extremitas : Akral hangat, CRT < 2”, edema (-)


Motorik : 444 555
444 555

8. Pemeriksaan penunjang

Tanggal 30-06-2018 (IGD)

Labor: Hb : 9.1 gr/dl

Leukosit : 12.400 /mm3

Trombosit : 304.000 /mm3

Hematokrit : 27%

GDR : 130 mg/dl

Rontgen thorak PA

Jantung tidak membesar, corakan bronkovaskular normal, tidak ada infiltrat dan nodul di
kedua lapangan paru, Sudut costofrenikus kanan tumpul

9. Diagnosis
-Hipertensi Emergency + Hemiparese (S) ec Susp. Stroke Iskemik
-Efusi Pleura (D) ec Susp. TB Paru

5
10. Tatalaksana awal
- O2 nasal 3- 4L/i
- Captopril 25 mg (SL) TD : 180/90 mmHg
- IVFD RL 20 tts/i
- Inj. Piracetam 4x 3 gr (IV)
- Inj. Citicolin 2x1 (IV)
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (IV)
- Asam folat 1x1 tab

11. Follow up
Hari/tanggal Plan (Terapi)
Minggu/ 01- S/ Sesak nafas (+), Batuk (+) - IVFD RL 20 tts/I
07-2018 Lemah anggota gerak kiri (+) - Inj. Piracetam 4x 3 gr (IV)
- Inj. Citicolin 2x1 (IV)
O/ TD : 176/90 mmHg RR: 24 x/i - Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (IV)
Nadi : 96 x/I T : 36,5 - Amlodipin 1x10 mg
- Asam folat 1x1 tab
Mata : sklera ikterik -/-, pupil isokor 2/2mm,
RC+/+
Cor : BJ I II reguler, bising(-)
Pulmo: I= Bentuk dada simetris
P= Vocal Fremitus kanan melemah
P= Redup pada Lapangan paru kanan
A= Suara nafas vesikuler melemah
pada lapangan paru kanan
Abdomen : Supel, NTE (+), BU (+), timpani
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik,
edema(-)
Motorik : 444 555
444 555

A/ -Hemiparese (S) ec Susp. Stroke iskemik


-Efusi Pleura (D) dd Susp. Tb Paru

Senin / 02- S/ Sesak nafas (+), Batuk (+) - IVFD RL 20 tts/I


07-2018 Lemah anggota gerak kiri (-) - Inj. Piracetam 4x 3 gr (IV) (stop)

6
- Inj. Citicolin 2x1 (IV)
O/ TD : 160/82 mmHg RR: 24 x/i - Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (IV)
Nadi : 98 x/i T : 36 - Amlodipin 1x10 mg
- Asam folat 1x1 tab
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik - Cek BTA
-/-, pupil isokor 2/2mm, RC+/+ - Konsul Paru
Cor : BJ I-II reguler, bising(-) (dr. Ardianof, Sp.P)
Pulmo: I= Bentuk dada simetris Rencana Tapping cairan Pleura
P= Vocal Fremitus kanan melemah (D) besok
P= Redup pada Lapangan paru kanan
A= Suara nafas vesikuler melemah
pada lapangan paru kanan
Abdomen : Supel, NTE (+), BU (+), timpani
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik,
edema(-)
Motorik : 555 555
555 555

A/ - Efusi Pleura (D) dd Susp. TB Paru

Selasa/ 03 S/ Sesak nafas (+), Batuk (+) - IVFD RL 20 tts/I


-07-2018 - Inj. Piracetam 4x 3 gr (IV) (stop)
O/ TD : 176/90 mmHg RR: 24 x/i - Inj. Citicolin 2x1 (IV) (stop)
Nadi : 96 x/I T : 36,5 - Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (IV)
- Amlodipin 1x10 mg
Mata : sklera ikterik -/-, pupil isokor 2/2mm, - Asam folat 1x1 tab
RC+/+
Cor : BJ I II reguler, bising(-) dr. Ardianof, Sp.P :
Pulmo: I= Bentuk dada simetris -dilakukan tapping cairan pleura
P= Vocal Fremitus kanan melemah dextra keluar cairan serous ±100
P= Redup pada Lapangan paru kanan cc
A= Suara nafas vesikuler melemah -cairan dikirim untuk analisa
pada lapangan paru kanan cairan pleura
Abdomen : Supel, NTE (+), BU (+), timpani -Ro thorax ulang
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik,

7
edema(-)

A/ - Efusi Pleura (D) ec Susp. Tb Paru

Rabu / 04 S/ Sesak nafas (+), Batuk (+) - IVFD RL 20 tts/I


-07-2018 - Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (IV)
O/ TD : 170/85 mmHg RR: 24 x/i - Amlodipin 1x10 mg
Nadi : 88 x/I T : 36,5 - Candesartan 1x8 mg
- Asam folat 1x1 tab
Mata : sklera ikterik -/-, pupil isokor 2/2mm,
RC+/+
Cor : BJ I II reguler, bising(-)
Pulmo: I= Bentuk dada simetris
P= Vocal Fremitus kanan melemah
P= Redup pada Lapangan paru kanan
A= Suara nafas vesikuler melemah
pada lapangan paru kanan
Abdomen : Supel, NTE (+), BU (+), timpani
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik,
edema(-)

A/ Efusi Pleura (D) ec Susp. TB Paru

Kamis/ 05- S/ Sesak nafas (+), Batuk (+) - IVFD RL 20 tts/I


07-2018 - Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (IV)
O/ TD : 176/90 mmHg RR: 24 x/i - Amlodipin 1x10 mg
Nadi : 96 x/I T : 36,5 - Candesartan 1x8 mg
- Asam folat 1x1 tab
Mata : sklera ikterik -/-, pupil isokor 2/2mm,
RC+/+ Adv. Dr. Ardianof, Sp.P
Cor : BJ I II reguler, bising(-) -Terapi Oksigenasi 3 l/iselama 3
Pulmo: I= Bentuk dada simetris hari
P= Vocal Fremitus kanan melemah -Terapi OAT
P= Redup pada Lapangan paru kanan FDC 1X4 tab
A= Suara nafas vesikuler melemah B6 1X 10 mg
pada lapangan paru kanan Curcuma 2x1 tab

8
Abdomen : Supel, NTE (+), BU (+), timpani
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik,
edema(-)

A/ - Efusi Pleura (D) ec. Susp TB Paru

Hasil Analisa Cairan Pleura:


-Rivalta positif
-Jumlah sel : 600 PMN: 9%
MN: 91%
-Glukosa: 83%
-Protein : 2
LED : 185
Kesan : Infeksi bronkus

Jumat/ 06- S/ Sesak nafas (+), Batuk (+) - IVFD RL 20 tts/I


07-2018 - Amlodipin 1x10 mg
O/ TD : 166/90 mmHg RR: 24 x/i - Candesartan 1x8 mg
Nadi : 96 x/I T : 36,5 - Asam folat 1x1 tab
- FDC 1X4 tab
Mata : sklera ikterik -/-, pupil isokor 2/2mm, - B6 1X 10 mg
RC+/+ - Curcuma 2x1 tab
Cor : BJ I II reguler, bising(-)
Pulmo: I= Bentuk dada simetris
P= Vocal Fremitus kanan melemah
P= Redup pada Lapangan paru kanan
A= Suara nafas vesikuler melemah
pada lapangan paru kanan
Abdomen : Supel, NTE (+), BU (+), timpani
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik,
edema(-)

A/ Efusi Pleura (D) ec. TB Paru

9
Sabtu/ 07- S/ Sesak nafas (-), Batuk (+) -Terapi Lanjut
07-2018 -Acc Rawat jalan
O/ TD : 157/90 mmHg RR: 22 x/i
Nadi : 94 x/I T : 36,5

Mata : sklera ikterik -/-, pupil isokor 2/2mm,


RC+/+
Cor : BJ I II reguler, bising(-)
Pulmo: I= Bentuk dada simetris
P= Vocal Fremitus kanan melemah
P= Redup pada Lapangan paru kanan
A= Suara nafas vesikuler melemah
pada lapangan paru kanan
Abdomen : Supel, NTE (+), BU (+), timpani
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik,
edema(-)

A/ Efusi Pleura (D) ec. TB Paru

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura


Pleura terbentuk dari dua membran serosa, yakni pleura visceral yang melapisi paru serta
pleura parietal yang melapisi dinding toraks bagian dalam. Pada hakikatnya kedua lapis
membran ini saling bersambungan di dekat hilus, yang secara anatomis disebut sebagai
refleksi pleura. Pleura visceral dan parietal saling bersinggungan setiap kali manuver
pernapasan dilakukan, sehingga dibutuhkan suatu kemampuan yang dinamis dari rongga
pleura untuk saling bergeser secara halus dan lancar. Ditinjau dari permukaan yang
bersinggungan dengannya, pleura visceral terbagi menjadi empat bagian, yakni bagian kostal,
diafragama, mediastinal, dan servikal.

10
Terdapat faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya kontak antarmembran maupun yang
mendukung pemisahan antarmembran. Faktor yang mendukung kontak antarmembran
adalah: (1) tekanan atmosfer di luar dinding dada dan (2) tekanan atmosfer di dalam alveolus
(yang terhubung dengan dunia luar melalui saluran napas). Sementara itu faktor yang
mendukung terjadi pemisahan antarmembran adalah: (1) elastisitas dinding toraks serta (2)
elastisitas paru.4 Pleura parietal memiliki persarafan, sehingga iritasi terhadap membran ini
dapat mengakibatkan rasa alih yang timbul di regio dinding torako-abdominal (melalui n.
interkostalis) serta nyeri alih daerah bahu (melalui n. frenikus).

Gambar 1 – Anatomi Pleura Pada Paru Normal (Kanan) dan Paru yang Kolaps (Kiri)
Antara kedua lapis membran serosa pleura terdapat rongga potensial, yang terisi oleh
sedikit cairan yakni cairan pleura. Rongga pleura mengandung cairan kira-kira sebanyak 0,3
ml kg-1 dengan kandungan protein yang juga rendah (sekitar 1 g dl-1). Secara umum, kapiler
di pleura parietal menghasilkan cairan ke dalam rongga pleura sebanyak 0,01 ml kg -1 jam-1.
Drainase cairan pleura juga ke arah pleura parietal melalui saluran limfatik yang mampu
mendrainase cairan sebanyak 0,20 ml kg-1 jam-1. Dengan demikian rongga pleura memiliki
faktor keamanan 20, yang artinya peningkatan produksi cairan hingga 20 kali baru akan
menyebabkan kegagalan aliran balik yang menimbulkan penimbunan cairan pleura di rongga
pleura sehingga muncul efusi pleura.

11
Gambar 2 – Desain Morfofungsional Rongga Pleura
(s.c : kapiler sistemik; p.c : kapiler pulmoner)

Gambar 2 adalah bentuk kompartmen pleuropulmoner yang tersimplifikasi. Terdapat lima


kompartmen, yakni mikrosirkulasi sistemik parietal, ruang interstisial parietal, rongga pleura,
intestisium paru, dan mikrosirkulasi visceral. Membran yang memisahkan adalah kapiler
endotelium, serta mesotel parietal dan visceral. Terdapat saluran limfatik yang selain
menampung kelebihan dari interstisial juga menampung keleibhan dari rongga pleura
(terdapat bukaan dari saluran limfatik pleura parietal ke rongga pleura yang disebut sebagai
stomata limfatik. Kepdatan stomata limfatik tergantung dari regio anatomis pleura parietal itu
sendiri. Sebagai contoh terdapat 100 stomata cm-2 di pleura parietal interkostal, sedangkan
terdapat 8.000 stomata cm-2 di daerah diafragma. Ukuran stomata juga bervariasi dengan
rerata 1 m (variasi antara 1 – 40 m).

Sama seperti proses transudasi cairan pada kapiler, berlaku pula hukum Starling untuk
menggambarkan aliran transudasi (Jv) antara dua kompartmen. Hukum ini secara matematis
dinyatakan sebagai berikut5:

Jv = Kf [(PH1 – PH2) -  (1 - 2)]

12
Kf merupakan koefisien filtrasi (yang tergantung kepada ukuran pori membran pemisah
antara dua kompartmen), PH dan  berturut-turut adalah tekanan hidrostatik dan
koloidosmotik, serta  merupakan koefisien refleksi (=1 menggambarkan radius dari zat
terlarut lebih besar dari pori sehingga zat terlarut tak akan mampu melewati pori, sebaliknya
=0 menggambarkan seluruh zat terlarut lebih kecil ukurannya dari pori yang mengakibatkan
aliran zat terlarut dapat berlangsung secara bebas).

Gambar 3 –Gambar (a) merupakan hipotesis Neggard (1927) yang menggambarkan hipotesis
tentang pembentukan serta drainase cairan pleura. Hipotesis ini terlalu sederhana karena
mengabaikan keberadan interstisial dan limfatik pleura; sedangkan (b) merupakan teori yang
saat ini diterima berdasarkan percobaan terhadap kelinci.

Filtrasi cairan pleura terjadi di plura parietal (bagian mikrokapiler sistemik) ke rongga
interstitium ekstrapleura. Gradien tekanan yang kecil mendorong cairan ini ke rongga
pleura.3 Nilai  antara intersitisium parietal dengan rongga pleura relatif kecil (=0,3),

13
sehingga pergerakan protein terhambat dan akibatnya kandungan protein cairan pleura relatif
rendah (1 g dl-1) dibandingkan dengan interstisium parietal (2,5 g dl-1)5.

Sementara itu drainase cairan pleura sebagian besar tidak melalui pleura visceral
(sebagaimana yang dihipotesiskan oleh Neggard), sehingga pada sebagian besar keadaan
rongga pleura dan interstisium pulmoner merupakan dua rongga yang secara fungsional
terpisah dan tidak saling berhubungan. Pada manusia pleura visceral lebih tebal dibandingkan
pleura parietal, sehingga permeabilitas terhadap air dan zat terlarutnya relatif rendah. Saluran
limfatik pleura parietal dapat menghasilkan tekanan subatmosferik -10 cmH2O.

2.1 Efusi Pleura


Cairan pleura terakumulasi jika pembentukan cairan pleura melampauai absoprsi
(drainase) yang mampu dilakukan oleh limfatik. Selain daripada mekanisme yang telah
dijelaskan di atas, cairan pleura dapat pula dibentuk dari pleura visceral atau rongga
peritoneum (melalui lubang kecil di diafragma). Dengan demikian efusi dapat terjadi apabila
terjadi kelebihan produksi (berasal dari interstisial paru atau pleura visceral, pleura parietal,
dan rongga peritoneal) serta kegagalan absoprsi (akibat obstruksi limfatik).

Pendekatan diagnostik pada efusi pleura melibatkan pengukuran parameter cairan pleura
serta keadaan sistemik. Efusi perlu dibedakan antara transudat (yang umumnya terjadi
akibat faktor sistemik) dan eksudat (akibat faktor lokal). Transudat dan eksudat dapat
dibedakan dengan mengukur LDH dan protein, sehingga dapat disimpulkan bahwa eksudat
dicirikan dengan6:

1. Rasio protein cairan pleura/serum > 0,5


2. Rasio LDH cairan pleura/serum >0,6
3. LDH cairan pleura lebih dari 2/3 batas atas LDH serum
Perlu pula dilakukan pengukuran gradien protein antara serum dengan pleura, yang mana
gradien yang lebih dari 3,1 g/dL menggambarkan jenis transudat. Temuan karakteristik
eksudat membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut, seperti kadar glukos, hitung jenis, studi
mikrobiologis, dan sitologi.

14
Gambar 5 menggambarkan alur diagnosis efusi pleura menggunakan algoritma
pemeriksaan tertentu. Sebagai contoh, cairan dengan kecenderungan transudat memerlukan
kecurigaan ke arah:
1. Gagal jantung kiri (kongestif), sebab terjadi kongesti cairan di paru akibat kegagalan
pompa jantung mengakibatkan peningkatan tekanan vaskular paru. NT-proBNP >1500
pg/mL mengonfirmasi efusi pleura akibat gagal jantung kongestif.
2. Hidrotoraks hepatik, akibat sirosis dan ascites.
3. Emboli paru
4. Sindroma nefrotik
5. Dialisis peritonela
6. Obsgtruksi sindroma kava superior
7. Miksedema

Efusi akibat tuberkulosis sering disebut pleuritis tuberkulosis. Pleuritis tuberkulosis


dikaitkan dengan eksudat yang dominan limfositnya (dapat >90% sel darah putih), serta
marker TB yang sangat meningkat di cairan pleura (yakni adenosin deaminase/ADA> 40
IU/L atau interferon gamma lebih dari 140 pg/mL). Cairan pleura dapat pula dikultur, biopsi
jarum pleura, atau torakoskopi. Efusi yang banyak mengandung sel darah merah
menggambarkan keganasan, trauma, atau emboli paru.

Efusi parapneumonik dikaitkan dengan pneumonia, abses paru, atau bronkiektasis.


Terdapat pula istilah empiema yang menggambarkan efusi purulen yang masif.

15
Gambar 5 – Algoritma Diagnosis Efusi Pleura7

16
Gambaran radiologi yang penting ditemukan pada efusi pleura adalah penumpulan sudut
kostofrenikus pada foto posteroanterior. Jika foto polos toraks tidak dapat menggambarkan
efusi, diperlukan apencitraan radiologi lain seperti ultrasound dan CT. Efusi yang sangat
besar dapat membuat hemitoraks menjadi opak dan menggeser mediastiunum ke sisi
kontralateral. Efusi yang sedemikian masif umumnya disebabkan oleh keganasan,
parapneumonik, empiema, dan tuberkulosis. Namun apabila mediastinum bergeser ke sisi di
mana efusi pleura masif berada, perlu dipikirkan kejadian obstruksi endobronkial ataupun
penekanan akibat tumor.

Gambar 6 – Kiri: Foto PA yang Menggambarkan Penumpullan Sudut Kostrofrenikus Kiri;


Kanan: Foto LLD Pasien yang Sama

17

Anda mungkin juga menyukai