Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

HIPERTENSI EMERGENCY

Oleh :
Desta Fransisca, S.Ked
FAB 118 023

Pembimbing :
dr. Sutopo Marsudi Widodo, Sp.KFR
dr. Tagor Sibarani
dr. Fajar Patompo

Disusun Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Dalam Mengikuti


Program Pendidikan Profesi Bagian Rehabilitasi Medik dan
Emergency Medicine
Fakultas Kedokteran UPR/RSUD dr.Doris Sylvanus
Palangkaraya
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik di atas sama dengan


140 mm Hg dan / atau darah diastolik tekanan sama dengan atau di atas 90 mm.
Menurut AHA, persentase hipertensi lebih tinggi laki-laki daripada wanita pada
usia 45. Pada usia 45-54 dan 55-64, persentase laki-laki dan perempuan sama
besar. Orang- orang dengan hipertensi, 69 % diantaranya mengalami serangan
jantung, 77 % mengalami stroke, dan 74 % mengalami gagal jantung kongestif
dari total penduduk 30% diantaranya menderita hipertensi dan hampir 1%-2%
akan berlanjut menjadi hipertensi krisis disertai kerusakan organ target. Sebagian
besar pasien dengan stroke perdarahan mengalami krisis hipertensi. Menurut
Rikesdas 2013, terjadi peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara,
didiagnosis tenaga kesehatan dan minum obat hipertensi dari 7,6 persen tahun
2007 menjadi 9,5 persen, total prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5
persen sedangkan di Kalimantan Tengah prevalensi (berdasarkan wawancara)
10,6%, (berdasarkan pengukuran) 26,7%.1,2 Hipertensi masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang serius di seluruh dunia, termasuk di
Kalimantan Tengah, yang mana prevalensi hipertensi semakin meningkat
(berdasarkan wawancara) dari 7,6% tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013. 2
Sedikit penderita yang mendapatkan terapi adekuat, masih banyak penderita yang
tidak terdeteksi, serta morbiditas dan mortalitas yang tinggi akibat komplikasi
hipertensi.

Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan akut tekanan darah sistolik


> 180/120 mmHg.1 JNC 7 membagi krisis hipertensi berdasarkan ada atau
tidaknya bukti kerusakan organ sasaran yang progresif (hipertensi emergensi dan
hipertensi urgensi). Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari
hipertensi dimana terjadi kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol
yang berakibat pada kerusakan organ target yang progresif. Berbagai sistem organ
yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi ini adalah sistem saraf yang

2
dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark serebral, perdarahan
subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat
mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut,
diseksi aorta dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati,
eklamsia dan anemia hemolitik mikroangiopatik. Kondisi hipertensi emergensi,
tekanan darah harus diturunkan secara agresif dalam hitungan waktu menit sampai
jam 2-3

BAB II
LAPORAN KASUS

Survey Primer ( Ny. N/45 Tahun)


I. Vital Sign :
- Nadi : 98 kali/menit, irregular
- Tekanan Darah : 240/120 mmHg
- Pernafasan : 22 x/menit
- Suhu : 36,4 °C
II. Airways : Bebas, tidak terdapat sumbatan.
III. Breathing : Spontan, 22 x/menit, pola torakoabdominal, pergerakan
dada simetris
kanan-kiri, tidak tampak ketertinggalan gerak.

3
IV. Circulation : Denyut nadi 98 x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup
CRT <2’’
V. Disability : GCS 15 (Eye 4, Verbal 5, Motorik 6), pupil isokor  3mm-
3mm.
VI. Exposure : Tampak gelisah.

Evaluasi Masalah
Berdasarkan survey primer sistem triase, kasus ini merupakan kasus yang
termasuk dalam priority sign karena pasien datang dalam keadaan gelisah karena
nyeri kepala. Pasien diberi label kuning.
Tatalaksana Awal
Tatalaksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan diruangan non-bedah
dengan posisi aman, nyaman untuk pasien, pemberian oksigen nasal canul 3
liter/menit, dilakukan pemasangan akses infus intravena menggunakan cairan
NaCl 20 tetes/menit.

Survey Sekunder
I. Identitas
Nama : Ny. N
RM : 31.82.87
Usia : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Palangka Raya
Tanggal Masuk RS : 26/07/19
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 26 Juli 2019 di
ruang IGD RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya.
a. Keluhan Utama : Sakit kepala
Keluhan Tambahan : lemas, pandangan kabur
b. Riwayat Penyakit Sekarang
OS datang ke IGD RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya pada
tanggal 26 Juli 2019 Os. Datang dengan keluhan sakit kepala terus
menerus 6 jam SMRS. Badan terasa lemas namun tidak ditemukan

4
adanya kelemahan anggota gerak, wajah (-). Pasien juga mengeluh
pandangan mata. Kabur pandangan mata kabur sudah terjadi 1,5 tahun,
semakin lama keluhan semakin parah, pandangan berkabut seperti awan
disangkal, os masih bisa melihat wajah. Namun saat ini pandangan
menjadi berkunang-kunang bersamaan dengan badan yang terasa
melayang. Mual dan muntah disangkal. Napas terasa sesak (-), dada
terasa nyeri (+), seperti ditusuk-tusuk, dirasakan hilang timbul, dada
berdebar (-), keringat dingin (-), nyeri ulu hati (-).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
riwayat hipertensi (+) 4 tahun minum obat (-), DM (-). Gagal ginjal (-),
Riwayat batu saluran kemih (-), Penyakit jantung (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal. Riwayat hipertensi
pada keluarga dan riwayat diabetes mellitus disangkal.

III. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 26 Juli 2019 dan didapatkan hasil
sebagai berikut :
A. Keadaan Umum
a. Kesan sakit : Tampak Sakit Sedang
b. Kesadaran : Compos mentis ( E4M6V5)
B. Tanda Vital
a. Frek. Nadi : 90x/menit, iregular, kuat angkat, isi cukup
b. Tekanan Darah : 240/120 mmHg
c. Frek. Nafas : 20 x/menit
d. Suhu : 36,5 °C (aksila)
C. Kepala : Normocephal
D. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), oedema
palpebra (-/-)
E. Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret (-), nafas cuping
hidung (-).
F.Mulut : Mukosa mulut pucat (-), caries dentis (-)
G. Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar, JVP tidak
meningkat
H. Thorax
a. Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

5
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi: SI-SII tunggal reguler, Murmur (-), Gallop (-).
b. Pulmo :
Inspeksi : Normochest, Simetris +/+, Massa (-), Retraksi
(-/-),
Palpasi : Fremitus Vocal (+/+), Massa (-), Krepitasi (-)
Perkusi : Sonor (+/+) dikedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki Basah (-/-), Wheezing (-/-)
I. Abdomen
Inspeksi : Cembung, distensi (-), Massa (-), Jejas (-),
Auskultasi : Bising Usus (+) 12 ×/menit
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar
J. Ekstermitas : Akral hangat, CRT <2 detik
Pitting Oedem (-/-)
Status Neurologis
Ekstremitas superior Ekstremitas inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Kekuatan 5555 5555 5555 5555
Tonus Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus
Trofi Eutrofi eutrofi eutrofi
Sensibilitas + + + +
Nyeri - - - -
Refleks Fisiologis + 2 +2 +2 +2
Refleks Patologis - - - +
Tremor - - - -
IV. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah :
Parameter Hasil Nilai rujukan Interpretasi
Hemoglobin 14,6g/dl 11-16 g/dl Normal
Leukosit 9.470/uL 4000-10.000/uL Normal
Trombosit 384.000/uL 150000- Normal
450000/uL
Hematokrit 46,7 % 37-54% Normal
Gula darah 125 mg/dL <200 mg/dL Normal
sewaktu
Creatinine 0,80 mg/dL 0,17-1,50 mg/dL Normal

6
- Irama sinus 100x/m regular
- aksis normal
Foto thorax :
­ Posisi Posterior-Anterior.
­ Trakea berada ditengah
­ Inspirasi cukup: >5.
­ Sudut costofrenicus: lancip dan
diafragma normal
­ CTR: 70% à Kardiomegali
­ Paru dalam batas normal.

MASALAH
1. Cephalgia
2. Kardiomegali
3. Angina
V. Diagnosis Kerja
Hipertensi Emergency
VI. Penatalaksanaan
­ Amlodipine 10mg 0-0-1
­ Candesartan 80mg 1-0-0
­ Rawat ICVCU agar monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan dengan
pemantauan yang tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan darah masih
belum jelas, tetapi penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) 10% selama
1 jam awal dan 15% pada 2-3 jam berikutnya.
VII. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia

7
Ad fungsionam : dubia

BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus HT emergensi ditegakkan dengan ditemukannya tensi 240/120
mmHg disertai pasien mengeluh sakit kepala, badan terasa lemas dan pandangan
mata menjadi lebih kabur, nyeri dada serta bicara cadel.

8
Krisis hipertensi merupakan keadaan klinis dimana tekanan darah
meningkat secara progresif melebihi tekanan diastolik 120 mmHg dengan atau
tanpa ancaman kerusakan organ target. Dikelompokan dalam urgensi dan
emergensi atas dasar adanya kerusakan organ target pada hipertensi urgensi belum
terdapat kerusakan organ target. Sebagian besar keadaan ini dapat dicegah,
umumnya disebabkan oleh karena pengobatan hipertensi yang tidak adekuat.

Definisi hipertensi
Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan akut tekanan darah sistolik >
180/120 mmHg. Krisis hipertensi dibagi menjadi hipertensi emergency dan
hipertensi urgency. Hipertensi emergency didefinisikan sebagai situasi yang
membutuhkan pengurangan segera tekanan darah (BP) dengan agen parenteral
karena dapat menyebabkan kerusakan organ target akut . Hipertensi urgency
(mendesak) peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi emergency namun
tanpa disertai kerusakan organ target. Pada keadaan ini tekanan darah harus segera
diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi oral. 8
Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan hipertensi krisis antara lain:

Hipertensi refrakter disebabkan respon pengobatan yang tidak adekuat
dan tekanan darah >200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan
yang efektif (triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.

Hipertensi akselerasi adalah peningkatan tekanan darah diastolik > 120
mmHg disertai dengan kelainan funduskopi. Bila tidak diobati dapat
berlanjut ke fase maligna

Hipertensi maligna biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi
esensial ataupun sekunder dan jarang pada penderita yang sebelumnya
mempunyai tekanan darah normal.

Hipertensi ensefalopati adalah kenaikan tekanan darah dengan tiba-tiba
disertai dengan keluhan sakit kepala yang hebat, penurunan kesadaran dan
keadaan ini dapat menjadi reversibel bila tekanan darah tersebut
diturunkan. 8

9
Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi Hipertensi 8

Kategori Sistolik Diastolik


tekanan darah

Normal < 120 Dan < 80

Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89

Hipertensi 140 – 159 Atau 90 – 99


Stage 1

Hipertensi > 160 Atau 100/ >100


Stage 2

Krisis > 180 Atau > 120


hipertensi

Pada pasien didapatkan tekanan darah 240/120 sehingga berdasarkan


klasifikasi hipertensi pasien termasuk kedalam krisis hipertensi

II. Etiologi 8
Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vaskular, berupa
disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Faktor penyebab hipertensi
emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami.
Tabel II.4.1 Tabel etiologi hipertensi emergency8

10
A. Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik
(hipertensi esensial). Beberapa faktor diduga berperan dalam defek
primer pada hipertensi esensial, dan mencakup, baik pengaruh
genetik maupun lingkungan.

B. Penyakit ginjal
- Penyakit parekim ginjal
1. Pielonefritis kronik
2. Glomerulonefritis
- Vaskular / kelainan pada glomelurus
- Sistematik lupus eritomatosus
- Sistematik sklerosis
- Vaskulitis ginjal ( mikroskopik poliariteritis nodusa,
wegener granulomatosis)
3. Nefritis tubulointersisial
- Penyakit vaskular pada ginjal
1. Stenosis arteri ginjal
- Fibromaskular displasia
- Penyakit Arterosklerosis renovaskular
2. Mikrosopik poliarteritis nodusa

C. Obat – obatan

- Abrupi withdrawal of a centrally acting a2 adrenergic agonist


(clonidine methyldopa)
- Phencyclidme cocame or other sympathommetic drug
mioxicanon interaction with monoomine inhibitors
(tanycypromine, pheneshine and selegiline

D.Kehamilan

E. Eklamsi berat

F. Endokrin

G. Pheochromocytomo

Pada pasien etiologi hipertensi brdasarkan anamnesis tidak diketahui

11
kemungkinan penyebab hipertensi diakibatkan hipertensi idiopatik, dimana s
embilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi
esensial). Beberapa faktor diduga berperan dalam defek primer pada hipertensi
esensial, dan mencakup, baik pengaruh genetik maupun lingkungan. Beberapa
faktor genetic dan lingkungan adalah sebagai berikut :

Gambar. II.6.1 Faktor resiko hipertensi11

12
Hipertensi esensisal adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama
karena interaksi antara faktor-faktor resiko tertentu. Faktor –faktor tersebut
mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah.

1. Faktor resiko, seperti diet, asupan garam, stres, ras, obesitas ,merokok,
genetik
2. Sistem saraf simpatis
 Tonus simpatis
 Variasi diurnal
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokontriksi.
4. Pengaruh sistem otokrin berperan pada sistem renin angiotensin.
Asupan garam berlebih serta jumlah nefron yang berkurang menyebabkan
retensi natrium sehingga volume cairan meningkat kenaikan volume cairan ini
mempengaruhi preload (Derajat regangan otot sebelum mulai berkontraksi)
jumlah darah yang masuk ke ventrikel, otot semakin meregang sehingga
kontraktilitas bertambah. Peningkatan kontraktilitas jantung menyebabkan
pengeluaran norepinefrin (berfungsi sebagai agen vasokontriksi). Peningkatan
sinyal simpatis ke jantung dan pembuluh darah. (respon otonomi yang terjadi
adalah peningkatan laju denyut jantung, peningkatan kontraksi dan stroke volume
output (curah isi sekuncup), peningkatan vasokonstriksi arteriol dan vena
selanjutnya, terjadi venokonstriksi menyebabkan stroke output meningkat
Stres dan perubahan genetis menyebabkan aktivitas berlebih saraf
simpatis, terjadi peningkatan sinyal simpatis ke jantung dan pembuluh darah.
Respon otonom yang terjadi adalah peningkatan laju denyut jantung, peningkatan
kontraksi dan stroke volume (curah isi sekuncup), peningkatan vasokonstriksi
arteriol dan vena. Selain itu diproduksinya Angiotensin-converting-enzyme
(ACE) mengkatalisis perubahan angiotensin I menjadi II (terutama terjadi di paru)
menyebabkan vasokonstriksi arteriol sehingga resistensi perifer meningkat dan
tekanan arteri meningkat. Faktor lainnya seperti obesitas dan kelainan endotel
akan menyebabkan tahanan perifer juga bertambah.5,11

13
.

Gambar II.7 Patofisiologi hipertensi emergency10

14
Faktor-faktor penyebab anatara lain obat-obatan, hipertensi essensisal,
kehamilan, kerusakan ginjal akan menyebabkan peningkatan tekanan darah secara
cepat disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang
mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol
sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan
fungsi autoregulasi.

II.8 Diagnosis

Tanda dan gejala8

Tabel II.8.1 Hipertensi Emergency (Darurat)

Hipertensi Berat dengan tekanan darah > 180/120 mmHg disertai dengan satu
atau lebih kondisi akut berikut :

1. Perdarahan intra kranial atau perdarahan subaraknoid


2. Hipertensi ensefalopati
3. Diseksi aorta akut
4. Oedema paru akut
5. Eklamsi
6. Feokhromositoma
7. Funduskopi KW I atau IV
8. Insufisiensi ginjal akut
9. Infark miokard akut
10. Sindrom kelebihan katekolamin yang lain : sindrome withdrawal obat
antihipertensi

Tabel II.8.2 Hipertensi Urgensi9

Hipertensi berat dengan tekanan darah > 180 / 120 mmHg, tetapi dengan
minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada
tabel 3.

15
1. Fundoskopi KW I atau KW II
2. Hipertensi post operasi
3. Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif

Hipertensi
emergency

Hipertnsi
urgency

Gambar II.8.3 Diagnosis hipertensi emergency8

Berdasarkan kriteria diagnosa hipertensi emergency, berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan pasien
mengeluh nyeri kepala, nyeri dada, kadar kreatinin meningkat, pandangan kabur
yang seharusnya dilakukan pemeriksaan pennjang berupa funduskopi, s pasien
didiagnosa mengalami hipertensi emergency.

16
Tatalaksana 8

Pengobatan hipertensi emergency bertujuan menurunkan <25% MAP pada


jam pertama, dan menurunkan pelan-pelan, setelah itu. Obat yang digunakan
awalnya intravena dan selanjutnya secara oral. Hal ini diakarenakan batas
terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira 25% di bawah resting MAP. Oleh
karena itu dalam pengobatan hipertensi krisis, penurunan MAP sebanyak 20%-
25% dalam beberapa menit atau jam,tergantung dari apakah emergensi atau
urgensi. Penurunan tekanan darah pada penderita diseksi aorta akut ataupun
edema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15-30 menit dan
bisa lebih cepat lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainya. Penderita
hipertensi ensefalopati, penurunan tekanan darah 25% dalam 2-3 jam. Untuk
pasien dengan infark serebri akut ataupun perdarahan intrakranial, penurunan
tekanan darah dilakukan lebih lambat (6-12 jam) dan harus dijaga agar tekanan
darah tidak lebih rendah dari 170-180/100 mmHg.

Pengobatan hipertensi emergency

Agent Mechanism Dose Onset Duratio Adverse Effects /


of Action n of Precautions
Action

Sodium Nurric odde 0.25 – Immediat 2 – 3 Nausea, vomiong,


nitro compound, 1.0 e min thiocyanate and
direct µg/kg/mi after cyaride intoxiaction
Prusside arterial and n IV infusion increased
(hypertensiv venous Infusion
intracranial pressure
encepalhopa vasodilator Methemogloomemta
ty) Delivry sets must be
lighter resistant.

17
Fenoldopam Dopamine 0.1 – 0.3 < 5 min 30 min Head, flushing,
- mesylate – I receptor µg/kg/mi tachycardia local
agonist n IV pheblist

Infusion Mid tolerence after


prodorged infusion
may reduce serum
potassium

ECG changes :
nonspecitic T-wave
changes/ventricular
extra ststoles.

Nitrogylceri Nitric oxide 5 – 100 2 – 5 min 5 – 10 Headache,


n compound ; µg/kg/mi min tachycardia, flushing
direct n IV methemoglobinemia
( pulmonary arterial and requeires spesial
edema , venodibilat Infusion delivery system due
cardiac or (mainy to drug binding to
iskemia ) venous) tubing.

Enalaprilat ACE 0.625 - . Within 12 – 24 Acute renal failure


inhibitor 5 mg 30 Min hr in patients with
every 6 bilateral renal artery
hr IV scenosis prolonged
half – life.

Hydralazine Direct 5 – 20 10 min 1 – 4 hr Tachycardia,


yasodilatio mg IV IV IV flushing, headache
(Eklampsia) n of bolus or sodium and water
arterioles 10-40 20-30 retentaon increased
with little mg IM : min intracranial pressure
effeet on repeat IM aggravation of
venls every 4-6 angina.
hr

18
Nicardipine Calcium 5 – 15 1 – 5 min 15 – 30 Tachycardia,
chamel mg/hr IV min, headache, flushing
bloker infusion but may local phlebits
exceed agragarian of angna.
4 hr
after
pronolo
g
infusion

Esmold β– 500 1 – 2 mm Hyphotonsion,


Adrenergic µg/kg/mi nausea
blocker n infus 10 – 30
IV or 50 min Asthma. First –
100 degree
µg/kg/mi atrioventrikuler
n by block heatc failure
infusion.
May
repeat
bolus
after 5
min or
increace
infusion
rate to
300
µg/kg/mi
n

Labetalol -β – 20 – 80 5 – 10 3 – 6 hr Broncoconstriction


Adrenergic mgIV min heart block vomting,
blocker bolus scap tinging heart
every 10 failure exacerbation
min ; 0.5
– 2.0 Tachycarda,
mg/min flushing,
IV
infusion

Phentolamin -β – 5 – 15 1 – 2 min 10 – 30 Tachycarda,

19
o Adrenergic mg IV min flushing, headache.
blocker bolus

Pada kasus pasien mendapatkan amlodipin 10 mg dan saat di IGD. Terapi


anti HT oral kurang tepat bila diberikan pada pasein HT emergensi, kecuali
diberikan pada pasein HT urgensi. Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien
adalah nikardipin.

Nikardipin 0,5 mg/kgBB/mnt sampai MAP 25 % / 112,5 dalam 1 jam pertama


Rumus pengenceran :

10

= 0,2 mg = 200mcg 1cc= 200mcg BB = 60 kg

15

kecepatan SP : 0,5 x60 x60 =9cc/jam

200

- Penurunan tekanan darah diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, tekanan
darah sistolik tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun Mean Arterial
Pressure tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam pertama, kecuali pada
krisis hipertensi tertentu (misal : disecting aortic aneurysm). Penurunan
tekanan darah tidak lebih dari 25% dari Mean Arterial Pressure ataupun
tekanan darah yang didapat.
- Penurunan tekanan darah secara akut ke tekanan darah normal / subnormal
pada awal pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusi ke ke
otak, jantung dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari
permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma
aorta.
- Tekanan darah secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu
atau dua minggu.

20
:

BAB IV
KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien Perempuan Ny. N 45 Tahun datang dengan keluhan


nyeri kepala, nyeri dada dan pandangan mata mengabur, dari hasil pemeriksaan
fisik didapatkan tekanan darah 240/120 mmHg. Keluhan disertai tekanan darah
demikian menunjukkan bahwa pasien mengalami hipertensi emergensi. Terapi
hipertensi emergensi yang diberikan berupa pemberian amlodipin dan telmisartan.

21
Kurang tepat bila HT emergensi diberikan terapi antihipertensi oral, harusnya
pasien mendapatkan terapi antihipertensi intravena.

DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, A.S., Braunwald, E., Kasper, D.L., Hauser, S.L., Longo, D.L.,
Jameson, J.L., Loscalzo, J., 2008. Harrison’s: Principles of Internal
Medicine. 17th ed. New York: McGraw-Hill Companies
2. Houston, M., 2009. Handbook of Hypertension. Tennessee: Wiley
Blackwell. pp. 61, 62.
3. Ismail., Soegondo, S., Uyainah, A., Trisnohadi, H., Atmakusuma, D.,
Alwi, I., Karyadi, H., Subadri, H., Tadjoedin, H., Syafiq, M.,
Wardhani, A, 2006, Panduan Pelayanan Medik. Penerbit Ilmu

22
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: halaman
67-71
4. Kaplan NM. Clinical Hypertension. Baltimore: William & Wilkins
2002: 339-354
5. Katzung, B.G., 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 6. Editor
Agoes, H.A., Jakarta: EGC. pp. 159, 160.
6. Lange, McPhee, S.J., Papadakis, M.A., 2009. Current Medical
Diagnosis & Treatment: fourty-eighth edition. New York: The
McGraw-Hill Companies. pp.376.

23

Anda mungkin juga menyukai