Anda di halaman 1dari 23

CASE REPORT

SEORANG PEREMPUAN 60 TAHUN DENGAN OLD MIOKARD


INFARK DAN HYPERTENSION HEART FAILURE

Disusun Oleh:
Nariswari Putri Widyandhini, S. Ked (J510155052)

Pembimbing:
dr. Setyo Utomo, Sp. JP, FIHA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD DR HARDJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
CASE REPORT I
SEORANG PEREMPUAN 60 TAHUN dengan OLD MIOKARD
INFARK DAN HYPERTENSION HEART FAILURE

Yang diajukan oleh :


Nariswari Putri Widyandhini, S.Ked
J510155052
Telah disetujui dan disahkanoleh bagian Program Pendidikan Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Pada hari Jumat, tanggal 17 April 2015

Pembimbing :
dr. Setyo Utomo, Sp.JP, FIHA (………………….)

Dipresentasikan dihadapan :
dr. Setyo Utomo, Sp.JP, FIHA (………………….)

Disahkan Ka. Program Profesi :


dr. D. Dewi Nilawati (………………….)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD DR HARDJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
BAB I
STATUS PENDERITA

I. ANAMNESA
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. S
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Njalen, Balong
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status Pernikahan : Menikah
Masuk RS : 30 Maret 2015
Pemeriksaan : 30 Maret 2015

B. Keluhan Utama : Sesak nafas dan nyeri dada

C. Riwayat Penyakit Sekarang :


2 hari SMRS, pasien mengeluh sesak nafas. Sesak nafas dirasakan terus-menerus
dan semakin lama semakin memberat. Sesak nafas timbul saat pasien beraktivitas, dan
tidak berkurang dengan istirahat. Sesak nafas pada malam hari (+) tidak disertai bunyi
ngik-ngik. Sesak nafas disertai dengan batuk tidak berdahak dan tidak berdarah. Nyeri
dada dirasakan 2 hari SMRS, di dada sebelah kiri rasanya seperti ditusuk tembus sampai
ke punggung dan perut bagian atas disertai dengan berdebar(ndredek), mual, keringat
dingin dan lemas
.
.
D. Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Riwayat Komorbid lain : Riwayat tekanan darah tinggi (+) Kurang lebih
3 tahun yang lalu, jantung (+) sejak 2 tahun yang lalu DM (-), Liver (-).
b. Riwayat opname : (+) 2 tahun yang lalu mondok
karena keluhan serupa dan dikatakan
bahwa pasien sakit jantung
b. Riwayat alergi : disangkal
c. Riwayat operasi : disangkal
d. Riwayat trauma : disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat Keluarga sakit Serupa : disangkal
2. Riwayat Keluarga : HT (-), DM (-), jantung (-), Liver (-)
3. Riwayat atopi : disangkal
F. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat Merokok : disangkal
b. Riwayat Minum alkohol : disangkal
c. Makan pedas : disangkal
d. Minum kopi : disangkal
e. Minum Teh : kadang-kadang
f. Minum Jamu : disangkal
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
KU : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis ( GCS E4 V5 M6)
Gizi : Kesan cukup
B. Vital Sign
TD : 140/90 mmHg
Nadi : 104x/menit
RR : 28x/menit
S : 36,8o C
C. Status Generalis
1. Kepala : simetris (+), deformitas (-), konjungtiva anemis (+/+),
sclera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor.
2. Leher : simetris (+), deviasi trakea (-), peningkatan JVP (+), pembesaran
limfe (-)
3. Thoraks
Inspeksi Statis : Normo chest, simetris
Dinamis : Pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri

Palpasi Statis : Dada kanan dan kiri simetris.


Dinamis : Pergerakan dada kanan sama dengan dada kiri,
fremitus raba dada kanan sama dengan dada kiri.
Perkusi Kanan : Sonor
Kiri : sonor, mulai redup sesuai pada batas jantung, batas paru
lambung di Spatium Inter Costale (SIC) VI linea
medioclavicularis sinistra.
Auskultasi Kanan : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan ronchi
basah kasar (-), ronchi basah halus (+) , wheezing (-).
Kiri : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan ronchi basah
kasar (-), ronchi basah halus (+) , wheezing (-).

4. Jantung
1) Inspeksi : Ictus cordis tampak
2) Palpasi : Ictus cordis kuat angkat
3) Perkusi
Batas jantung :
Batas jantung kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah : SIC VI 2 cm lateral linea medioklavicularis sinistra
4) Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, intensitas meningkat, reguler, bising (+)

5. Abdomen
Inspeksi Dinding perut lebih rendah di banding dinding thorak, distended (-),
sikatrik (-), stria (-).
Auscultasi Peristaltik (+) normal
Perkusi Timpani, pekak alih (-)
Palpasi Supel, nyeri tekan (-) di regio hipocondriaca sinistra dan epigastrica.
Hepar tidak teraba membesar. Lien tidak teraba membesar.

6. Ekstremitas
Ekstremitas Akral dingin Odem
_ _ _ _
_ _ - -
Pitting udem

Sianotik Clubbing fingger

_ _ _ _
_ _ _ _

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Leukosit 12,2 µL 4.0-10.0
Lymph# 2 µL 0.8-4
Mid# 0.7 µL 0.1-0.9
Gran# 9,5 µL 2-7
Lymph% 16,1 % 20-40
Mid% 5.8 % 3-9
Gran% 78,1 % 50-70
Hb 13,5 g/dl 11-16
Rbc 4,54 µL 3.5-5.5
Hct 36,7 % 37.0-50.0
MCV 80,8 fL 82.0-95.0
MCH 29,7 Pg 27.0-31.0
MCHC 36,6 g/dl 32.0 – 36.0

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


SGOT 50,5 µL 0 – 38
SGPT 14 µL 0 – 40
Urea 29,55 mg/dl 10 – 50
Creat 0,91 mg/dl 0.7 – 1.4
UA 4,9 mg/dl 3.4 – 7.0
Chol 137 mg/dl 140 – 200
TG 110 mg/dl 36 – 165
HDL 53 mg/dl 35-150
LDL 62 mg/dl 0 – 190
Na 139,4 mmol/L 135 – 148
K 3,25 mmol/L 3.5 – 5.3
Cl 106,8 mmol/L 9.8 – 107
Ca 8,64 mg/dl 8.1 – 10.4
Mg 1,8 mg/dl 1.9 – 2.5
Pemeriksaan EKG

Kesan : Sinus takikardi,


HR: 104x/menit
Normoaxis
Q-patologis di V1, V2, V3 : OMI
II. RESUME:
Ny. S (60th) sesak nafas sejak 2 hari SMRS. Sesak nafas dirasakan terus-menerus dan
semakin lama semakin memberat. Sesak nafas timbul saat pasien beraktivitas dan tidak
berkurang dengan istirahat. Sesak nafas pada malam hari (+) tidak disertai bunyi ngik-ngik.
Sesak nafas disertai dengan batuk, batuk tidak berdahak , tidak ada darah. Nyeri dada
dirasakan 2 hari SMRS, di dada sebelah kiri rasanya seperti ditusuk tembus sampai ke
punggung dan perut bagian atas disertai dengan berdebar(ndredek), mual, keringat dingin dan
lemas
KU : Sedang, Compos Mentis. HR: 104x/m, RR: 28x/m, T: 36,8. TD: 140/90 Pmx fisik:
Pada pemeriksaan jantung didapatkan konfigurasi jantung kesan melebar dengan iktus cordis
tampak di SIC VI 2 cm linea medioclavicularis sinistra. Pada pemeriksaan pulmo didapatkan
: ronchi basah halus (+). Pemeriksaan abdomen dalam batas normal . Pada pemeriksaan
elektrocardiografi didapatkan : Sinus takikardi, HR104x/menit, Normoaxis, OMI

III. DIAGNOSIS
Old Myocard Infark dengan Hipertension Heart Failure

IV. TERAPI
- Infus PZ 12 tpm
- O2 3L/menit
- Inj furosemid 3x 20 mg
- Spironolacton 25 mg 1x1
- Captopril 3x 6,25 mg
- ISDN 3x5 mg
- ASA 1x100 mg

V. PLAN
a. Echocardiography
b. Foto thorax pa
abnormalitas Assesment P. Diagnosis P. Terapi P.
Monitoring

-Sesak nafas Congestive Anamnesis -Infus PZ 12 -Klinis


-Keringat dingin Heart Failure - klinis tpm -Vital sign
-Ndredek Hipertensi stage -Pemeriksaan -O2 3L/menit -Produksi
-Batuk I fisik -Inj furosemid urin 24 jam
-Peningkatan JVP -EKG 3x 20 mg
-Ronkhi basah halus -Pemeriksaan -Spironolacton
-TD: 140/90 pertanda 25 mg 1x1
(riwayat HT sejak 3 tahun biokimia -Captopril 3x
yang lalu) 6,25 mg

-Nyeri dada seperti Infark Miokard EKG -ISDN 3x5 mg -klinis


tertusuk menembus sampai lama / Old - ASA 1x100 -vital sign
kebelakang dan juga perut miokard infark mg -EKG
bagian kiri atas
-infark miokard
lamaterdapat gambaran
Q patologis pada V1,V2
dan V3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Miokard Infark

A. Definisi

Infark miokard akut adalah kematian otot jantung akibat suplai oksigen yang
tidak mencukupi (tidak adekuat) dalam waktu yang cukup lama. Pada umumnya
terjadi oklusi trombosis pada arteri koroner yang mengalami plak ateromatoes.
Trombosis merupakan faktor utama terjadinya iskemia akut baik pada angina pektoris
tak stabil maupun IMA. IMA merupakan keadaan berat yang terjadi akibat oklusi
mendadak pembuluh koroner atau pun cabangnya yang mengalami skerosis. Oklusi
tersebut biasanya disebabkan oleh adanya perubahan pada plak ateroma yang
menyebabkan tertutupnya arteri koronaria secara mendadak.
Menurut WHO diagnosis IMA ditegakkan dengan adanya dua dari tiga
kriteria yaitu gejala klinis dan nyeri dada yang menjurus ke miokar infark, perubahan
EKG dan parameter biokimiawi.
Infark miokard yang mengenai endokardium sampai epikardium disebut
infark transmural. Namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial dan bila
berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. bila arteri left
anterior descending yang oklusi, infark mengenai dinding anterior ventrikel kiri dan
bisa mengenai septum. Bila arteri left circumflex yang oklusi, infark mengenai
dinding lateral atau posterior dari ventrikel kiri. Bila arteri koroner kanan yang oklusi,
infark terutama mengenai dinding inferior dari ventrikel kiri, tetapi bisa juga septum
dan ventrikel kanan. oklusi arteri koronaria bisa juga tidak sampai menimbulkan
infark bila daerah yang diperdarahi oleh arteri yang oklusi mendapat pasokan oleh
pembuluh artei kolateral lainya.
Jaringan parut yang dihasilkan dari otot mati pada IM akan mengubah pola
aktivitas listrik jantung sehingga dapat terlihat dalam pemeriksaan EKG.
B. Faktor Resiko
Faktor resiko yang dapat diubah
a. Mayor merokok, hipertensi, obesitas, hiperlipidemia, hiperkolesterolimia dan
pola makan (tinggi lemak dan tingi kalori).
b. Minor  stress, kepribadian tipe A (emosional, agresif, dan ambivalen) dan
inaktifitas fisik.
Faktor resiko yang tidak dapat diubah
a. Hereditas/keturunan
b. Usia lebih dari 40 tahun
c. Ras, insiden lebih tinggi orang berkulit hitam. pria lebih sering daripada wanita
C. Patofisiologi
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang
kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai
dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama kelamaan plak ini
terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen
mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi.
Perjalanan proses aterosklerosis (initiation, progression dan complication pada
plak aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan juga
sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty streaks) pada
permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat
berkembang menjadi bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah) sehingga
terjadinya penyempitan dan/atau penyumbatan pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah,
robek atau terjadi perdarahan
subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan
suatu pembuluh koroner. Pada saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti
angina atau infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak
stabil atau progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses
aterosklerosis yang bersifat tidak stabil /progresif.
Erosi, fisur, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding arteri
koronaria) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan tissue factor) ke
dalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta pembentukan fibrin,
membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus yang terbentuk dapat menyebabkan
oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi koroner berat yang terjadi akibat erosi atau
ruptur pada plak aterosklerosis yang relatif kecil akan menyebabkan angina pektoris tidak
stabil dan tidak sampai menimbulkan kematian jaringan. Trombus biasanya transien/labil
dan menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 10–20 menit.
Bila oklusi menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi oleh kolateral atau
lisis trombus yang cepat (spontan atau oleh tindakan trombolisis) maka akan timbul
NSTEMI (tidak merusak seluruh lapisan miokard). Trombus yang terjadi lebih persisten
dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Bila oklusi menetap dan tidak dikompesasi oleh
kolateral maka keseluruhan lapisan miokard mengalami nekrosis (Q-wave infarction),
atau dikenal juga dengan STEMI. Trombus yang terbentuk bersifat fixed dan persisten
yang menyebabkan perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari
1 jam dan
menyebabkan nekrosis miokard transmural.
D. Diagnosis
1. Anamnesis
a) Angina Pektoris tidak stabil
Keluhan pasien pada umumnya berupa angina untuk pertama kali atau
keluhan angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina
biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat,
atau timbul karena aktivitas, mual sampai muntah, kadang-kadang disertai
keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas
b) IMA dengan elevasi ST
Keluhan utama IMA adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah
sternum, tetapi bisa menjalar ke dada kiri atau kanan, ke rahang, ke bahu kiri
dan pada satu atau kedua lengan. Biasanya digambarkan sebagai rasa tertekan,
terhimpit, diremas-remas, rasa berat atau panas, kadang-kadang penderita
melukiskanya hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Walaupun sifatnya
ringan sekali, tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam
dan jarang ada hubunganya dengan aktivitas serta tidak hilang dengan istirahat
atau pemberian nitrat. Pada beberapa penderita sakit tertutupi oleh gejala lain,
misalnya sesak nafas atau sinkop.
c) IMA tanpa elevasi ST
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium
dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti di ikat, perasaan terbakar, nyeri
tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering
ditemukan. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka
yang yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat memiliki prognosis
lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat.
Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah
diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaporesis,
sinkop, atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi
dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien yang lebih besar pada
pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.
2. Pemeriksaan fisik
Pada fase awal serangan jantung, pasien amat stres dan dapat berkeringat
dingin. Keadaan umum penderita membaik bila rasa sakit sudah dikendalikan dan
sering sekali dalam beberapa jam penderita terkihat baik. Volume dan laju denyut
nadi bisa normal, tapi pada kasus berat nadi kecil dan cepat. Aritmia dan bradikardi
juga sering dijumpai. Tekanan darah biasanya menurun selama beberapa jam atau
hari dan pelan-pelan kembali ke keadaan normal dalam dua sampai tiga minggu,
tetapi juga dapat menurun sampai terjadi hipotensi berat atau renjatan kardiogenik.
Kadang-kadang bisa juga terjadi hipertensi transien karena sakit dada yang hebat.
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis biasanya normal atau
sedikit meningkat sekali pada infark ventrikel kanan. Pulsasi apeks sulit diraba dan
bunyi jantung pertama dan kedua lemah. Bunyi jantung ke empat dapat terdengar
pada kebanyakan kasus, sedangkan bunyi jantung ke tiga dapat ditemui bila terjadi
gagal jantung. Sering terdapat bising pansistolik di apeks yang di sebabkan oleh
regurgitasi melalui katup mitral, akibat disfungsi muskulus papilaris atau sekunder
karena dilatasi ventrikel kiri. Bising sistolik yang kasar yang disebabkan oleh ruptur
septum interventrikuler terdengar di llinea sternalis kiri dan bila apeks disebbabkan
oleh ruptur muskulus papilaris
Kebanyakan gejala fisik yang abnormal di atas akan menghilang dalam waktu
beberapa hari setelah serangan infark akut kecuali pada penderita yang kerusakanya
luas. Demam jarang melebihi 38oc, biasanya terjadi dalam 24 jam pertama dan
menghilang dalam waktu beberapa hari.
3. Elektrokardiografi

a) Angina pektoris tak stabil


Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan adanya
iskhemia akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemia atau
NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti depresi
segmen ST kurang dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm,
tidak spesifik untuk iskemia dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada
angina tidak stabil 4% mempunyai EKG normal dan pada NSTEMI 1-6 %
EKG juga normal.
b) IMA dengan elevasi ST
Gambaran yang khas yaitu timbulnya gelombang Q yang kasar, elevasi
segmen ST dan inervasi gelombang T. Walaupun mekanisme pasti dari
perubahan EKG ini belum diketahui, diduga perubahan gelombang Q
disebabkan oleh jaringan yang mati, kelainan segmen ST karena injuri otot
dan kelainan-kelainan gelombang T karena iskemia
Sadapan dimana gambaran infark terlihat tergantung pada lokasi infark
anteroseptal menimbulkan perubahan pada sadapan V1-V3. Infark
anterolateral menimbulkan perubahan pada sadapan V4-V6, Sadapan I dan
aVL, infark inferior bila ada perubahan di sadapan II,III dan aVF. Infark
posterior tidak menimbulkan gelombang Q pada 12 sadapan standart.
Walaupun demikian, hilangnya aktivitas listrik dan bagian posterior ventrikel
kiri menyebabkan gambaran gelombang R yang tinggi di V1 dan juga terdapat
gelombang Q di sadapan V7-V9. Infark ventrikel kanan yang hampir selalu
bersamaan dengan infark menimbulkan elevasi segmen ST yang transien di
V4 kanan
c) IMA tanpa ST elevasi
Gambaran EKG secara spesifik berupa deviasi dengan segmen ST merupakan
hal penting yang menetukan resiko pada pasien.
4. Laboratorium
a) Serum kreatin fosfokinase
Kreatin fosfokinase (CK) yang terdapat di jantung, otot skelet dan otak,
meningkat dalam 6 jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 18 sampai
24 jam, kembali normal setelah 72 jam.
b) Serum glutamic oxalo-acetic transaminase (SGOT)
Meningkat dalam waktu 12 jam dan mencapai puncaknya dalam 24 sampai 36
jam, kemballi normal pada hari ke 3 atau 5.
c) Lactat Dehidrogenase (LDH)
Meningkat relatif lambat setelah infark, mencapai puncaknya dalam 24-48
jam kemudan dan bisa tetap abnormal 1 sampai 3 minggu.
E. Manifestasi Klinis
 Nyeri dengan awitan yang (biasanya) mendadak. Nyeri dapat menyebar ke bagian
atas tubuh mana saja, tetapi sebagian besar menyebar ke lengan kiri, leher, atau
rahang. Nitrat dan istirahat dapat menghilangkan iskemia di luar zona nekrotik
dengan menurunkan beban kerja jantung.
 Terjadi mual dan muntah yang mungkin berkaitan dengan nyeri hebat.
 Perasaan lemas yang berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot rangka.
 Kulit yang dingin, pucat akibat vasokonstriksi simpatis.
 Pengeluaran urin berkurang karena penurunan aliran darah ginjal serta peningkatan
aldosteron dan ADH.
 Takikardia akibat peningkatan stimulasi simpatis jantung.
 Keadaan mental berupa perasaan sangat cemas disertasi perasaan mendekati kematian
sering terjadi, mungkin berhubungan dengan pelepasan hormone stress dan ADH
(vasopresin).
F. Komplikasi
a. Gagal ginjal kongestif
Merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Infark
miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan pengurangan
kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan mengubah daya
kembang ruang jantung tersebut. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri
untukmengosongkan diri, maka besar curah sekuncup berkurang sehingga volume
sisa ventrikel meningkat. Akibatnya tekanan jantung sebelah kiri meningkat.
Kenaikkan tekanan ini disalurkan ke belakang ke vena pulmonalis. Bila tekanan
hidrostatik dalam kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskuler maka terjadi
proses transudasi ke dalam ruang interstitial. Bila tekanan ini masih meningkat lagi,
terjadi udema paru-paru akibat perembesan cairan ke dalam alveolis sampai terjadi
gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan
akibat meningkatnya tekanan vaskuler paru-paru sehingga membebani ventrikel
kanan.
b. Syok kardiogenik
Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami infark
yang masif, biasanya mengenai lebif dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan
hemodinamik progresif hebat yang irreversibel, yaitu :
· Penurunan perfusi perifer
· Penurunan perfusi koroner
· Peningkatan kongesti paru-paru
c. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau rupture nekrosis otot papilaris akan mengganggu
fungsi katub mitralis, memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium selama
sistolik. Inkompentensi katub mengakibatkan aliran retrograd dari ventrikel kiri ke
dalam atrium kiri dengan dua akibat pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan
kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis. Volume aliran regugitasi tergantung
dari derajat gangguan pada otot papilari bersangkutan.
d. Depek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikularis dapat menyebabkan ruptura dinding
septum sehingga terjadi depek septum ventrikel. Karena septum mendapatkan aliran
darah ganda yaitu dari arteri yang berjalan turun pada permukaan anterior dan
posterior sulkus interventrikularis, maka rupture septum menunjukkan adanya
penyakit arteri koronaria yang cukup berat yang mengenai lebih dari satu arteri.
Rupture membentuk saluran keluar kedua dari ventrikel kiri. Pada tiap kontraksi
ventrikel maka aliran terpecah dua yaitu melalui aorta dan melalui defek septum
ventrikel. Karena tekanan jantung kiri lebih besar dari jantung kanan, maka darah
akan mengalami pirau melalui defek dari kiri ke kanan, dari daerah yang lebih besar
tekanannya menuju daerah yang lebih kecil tekanannya. Darah yang dapat
dipindahakan ke kanan jantung cukup besar jumlahnya sehingga jumlah darah yang
dikeluarkan aorta menjadi berkurang. Akibatnya curah jantung sangat berkurang
disertai peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti.
e. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada awal
perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukkan
parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah sehingga terjadi perdarahan masif ke dalam
kantong perikardium yang relatif tidak alastis tak dapat berkembang. Kantong
perikardium yang terisi oleh darah menekan jantung ini akan menimbulkan tanponade
jantung. Tanponade jantung ini akan mengurangi alir balik vena dan curah jantung.
f. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar
yang merupakan predisposisi pembentukkan trombus. Pecahan trombus mural
intrakardia dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik. Daerah kedua yang
mempunyai potensi membentuk trombus adalah sistem vena sistenik. Embolisasi
vena akan menyebabkan embolisme pada paru-paru.
g. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dengan perikardium menjadi besar sehingga merangsang permukaan
perikardium dan menimbulkan reaksi peradangan, kadang-kadang terjadi efusi
perikardial atau penimbunan cairan antara kedua lapisan.
h. Sindrom Dressler
Sindrom pasca infark miokardium ini merupakan respon peradangan jinak
yang disertai nyeri pada pleuroperikardial. Diperkirakan sindrom ini merupakan suatu
reaksi hipersensitivitas terhadap miokardium yang mengalami nekrosis.
i. Aritmia
Aritmia timbul aibat perubahan elektrofisiologis sel-sel miokardium.
Perubahan elektrofiiologis ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi
yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel.
G. Penatalaksanaan
a) Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi
oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat
diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
b) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4
mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen
miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen
miokard dengan cara dilatasi pembuluh coroner yang terkena infark atau
pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG
intravena. NTG intavena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan
edema paru.
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik
<90mmHG atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan
(infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat
juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5
inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek
hipotensi nitrat
c) Mengurangi/ menghilangkan nyeri dada
Mengurangi/ menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri
dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan
meningkatkan beban jantung.
d) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan
dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total
20 mg. efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah
konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi
pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek
hemodinamik ini dapat diatasi dengan evaluasi tungkai dan pada kondisi
tertentu diperlukan penambahan 8 cairanIV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga
dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok
jantung derajat tinggi, terutama pasiendengan infark posterior. Efek ini
biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg IV
e) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai
STEMI dan efektif pada spectrum sindrom coroner akut. Inhibisi cepat
siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2
dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang
emergensi. Seanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
f) Penyekat beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat
beta IV,selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung >60menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR<0,24 detik
dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah
dosis IV terakhirdi lanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap
6 jam selama 48 jam,dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
g) Terapi reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi coroner,
meminimalkan derajat disfungsi dan diltasi ventrikel dan mengurangi
kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau taki
aritmia ventricular yang maligna. Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI
adalah door-to needle atau (medical contact –to-needle) time untuk memulai
terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30menit atau door-to-balloon (atau
medical contact-to-balloon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit
Daftar pustaka
Alwi, Idrus. 2006. Tatalaksana Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST dalam Buku Ajar
Ilmu penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
European Society of Cardiology. 2008. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure 2008. European Heart Journal 29, 2388-2442
Brown. T. Carol. 2003. Penyakit Aterosklerotik Koroner dalam Patofisiologi Konsep Kinis
Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC
Irmalia. 1996. Infark Miokard dalam Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: fakultasKedokteran
Universitas Indonesia.
Mansjoer. Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran .Jakarta: Media Aesculapius Fakutas
kedokteran Universitas Indonesia.
Setiawati, Arini dan Suyatna. Obat Anti Angina dalam Farmakologi dan Terapi Edisi4.
Jakarta: Bagian farmakologi Fakultas kedokteran Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai