Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

HYDROPS FETALIS

Oleh :

Pembimbing :
dr. Arief Prijatna, Sp.OG.

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UMS
RSUD DR. HARJONO S PONOROGO
2018
REFERAT
HYDROPS FETALIS

Oleh :

Telah diajukan dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta pada hari .......................tanggal
.................................

Pembimbing:
dr. Arief Prijatna, Sp.OG. (..........................................)

Dipresentasikan dihadapan
dr. Arief Prijatna, Sp.OG. (..........................................)

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UMS
RSUD DR. HARJONO S PONOROGO
2018

2
BAB I
PENDAHULUAN

Hidrops fetalis adalah bahasa latin dari suatu edema janin. Istilah ini
diperkenalkan pertama kali oleh Ballantyne tahun 1892, meskipun sesungguhnya
kondisi ini telah diketahui sejak dua abad yang lalu. Gambaran klinis dari penyakit
ini adalah abnormalitas akumulasi cairan dalam rongga tubuh (pleural, percardial dan
peritoneal) dan jaringan lunak tubuh dengan ketebalan dinding lebih dari 5 mm.
Hidrop fetalis sering berhubungan dengan hidramnion dan penebalan plasenta (>6
mm) pada 30–75% kasus. Sejumlah kasus ditemukan pula hepatosplenomegali.
Masalah dasar pada hidrop fetalis adalah gangguan keseimbangan cairan homeostasis
dimana terjadi banyak amumulasi cairan dibandingkan dengan yang di absorbsi.
Pada beberapa pasien, juga dapat berhubungan dengan polihidramnion dan
edema plasenta. Hidrops biasanya pertama kali dideteksi dari pemeriksaan USG
selama trimester pertama atau kedua kehamilan. Kumpulani cairan dapat mudah
terdeteksi, namun akumulasi cairan yang sedikit dan ringan dan kadang sulit dikenali
dalam deteksi USG rutin.
Ada dua jenis hidrops fetalis: imun dan non-imun. Hidrops fetalis imun
merupakan komplikasi inkompatibilitas Rh yang parah. Inkompatibilitas Rh ini
menyebabkan kerusakan besar sel-sel darah merah, yang mengarah ke beberapa
masalah, termasuk pembengkakan tubuh total. Pembengkakan parah dapat
mengganggu kerja organ-organ tubuh. Hidrops fetalis non-imun terjadi ketika kondisi
penyakit mengganggu kemampuan tubuh untuk mengatur cairan. Ada tiga penyebab
utama untuk jenis ini: masalah jantung atau paru-paru, anemia berat (thalasemia), dan
cacat genetik.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Hidrops fetalis adalah kondisi serius di mana jumlah cairan abnormal atau
berlebih dalam dua atau lebih bagian tubuh janin atau bayi baru lahir. Misalnya
toraks, abdomen, atau kulit, dan biasanya disertai dengan hidromnion dan
penebalan plasenta. Hidops fetalis adalah bahasa latin dari suatu edema janin.
Istilah ini diperkenalkan pertama kali oleh Ballantyne tahun 1892, meskipun
sesungguhnya kondisi ini telah diketahui sejak dua abad yang lalu.

B. FISIOLOGI CAIRAN AMNION


Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki
peran tersendiri pada setiap usia kehamilan. Cairan amnion merupakan komponen
penting bagi pertumbuhan dan perkembangan janin selama kehamilan. Telah
diketahui bahwa cairan amnion berfungsi sebagai kantong pelindung di sekitar
janin yang memberikan ruang bagi janin untuk bergerak, tumbuh meratakan
tekanan uterus pada partus, dan mencegah trauma mekanik dan trauma termal.
Volume cairan amnion pada setiap minggu usia kehamilan bervariasi, secara
umum volume bertambah 10 ml per minggu pada minggu ke 8 usia kehamilan
dan meningkat menjadi 60 ml per minggu pada usia kehamilan 21 minggu, yang
kemudian akan menurun secara bertahap sampai volume yang tetap setelah usia
kehamilan 33 minggu. Normal volume cairan amnion bertambah dari 50 ml pada
saat usia kehamilan 12 minggu sampai 400 ml pada pertengahan gestasi dan 1000
– 1500 ml pada saat aterm. Terdapat 3 cara yang sering dipakai untuk mengetahui
jumlah cairan amnion, dengan tehnik single pocket , dengan memakai Indeks
Cairan Amnion (ICA), dan secara subjektif pemeriksa.
Sumber utama cairan amnion adalah urin janin. Urin janin lebih banyak
terdiri dari urea, kreatinin dan asam urat dibandingkan plasma., juga terdiri dari

4
deskuamasi sel-sel janin, vernix, lanuga dan bermacam sekresi. Ginjal janin mulai
memproduksi urin sebelum akhir trimester pertama, dan terus berproduksi sampai
kehamilan aterm. Cairan paru janin memiliki peran yang penting dalam
pembentukan cairan amnion. Pada penelitian dengan menggunakan domba,
didapatkan bahwa paru-paru janin memproduksi cairan sampai sekitar 400
ml/hari, dimana 50% dari produksi tersebut ditelan kembali dan 50% lagi
dikeluarkan melalui mulut. Untuk mencapai keseimbangan dalam regulasi cairan
amnion, janin menelan cairan amnion, dan juga mengabsorbsinya. Sembilan
puluh delapan persen cairan amnion adalah air dan sisanya adalah elektrolit,
protein, peptide, karbohidrat, lipid, dan hormon. Faktor pertumbuhan epidermis
(epidermal growth factor, EGF) dan faktor pertumbuhan mirip EGF, misalnya
transforming growth factor-α, terdapat di cairan amnion.
Hidramnion dijumpai pada sekitar 1 persen dari semua kehamilan. Sebagian
besar penelitian klinis mendefinisikan hidramnion sebagai cairan amnion yang
lebih besar dari 25 cm. Hidramnion terjadi oleh karena berbagai sebab. Dari
faktor janin sendiri misalnya karena anomali kongenital, obstruksi
gastrointestinal, hidrops non imun, aneuploidi.
Gejala klinis utama pada hidramnion adalah pembesaran uterus disertai
kesulitan dalam meraba bagian-bagian kecil janin dan mendengar denyut jantung
janin. Pada kasus berat, dinding uterus sangat tegang. Membedakan antara
hidramnion, asites, atau kista ovarium yang besar biasanya mudah dilakukan
dengan evaluasi ultrasonografi. Cairan amnion dalam jumlah besar hampir selalu
mudah diketahui sebagai ruang bebas-echo yang sangat besar di antara janin dan
dinding uterus atau plasenta. Kadang mungkin ditemui kelainan janin misalnya
anensefalus atau defek tabung syaraf lain, atau anomali saluran cerna.
Indometasin mengganggu produksi cairan paru atau meningkatkan
penyerapannya, mengurangi produksi urin janin, dan meningkatkan perpindahan
cairan melalui selaput janin. Dosis yang digunakan oleh sebagian besar peneliti
berkisar dari 1,5–3 mg/kg/hari.

5
Cairan amnion sering digunakan untuk keperluan diagnosis, misalnya untuk
mengetahui kematangan paru janin, mendeteksi gawat nafas pada janin dan
mendiagnosis ketuban pecah sebelum waktunya.

C. EPIDEMIOLOGI
Insiden tepat hidrops fetalis sulit untuk dijelaskan, karena banyak kasus
tidak terdeteksi sebelum kematian janin intrauterin dan beberapa kasus mungkin
berakhir secara spontan di dalam Rahim. Perkiraan secara umum hidrops fetalis di
Amerika Serikat adalah sekitar 1 dalam 600 banding 1 dalam 4000 kehamilan.
Insiden hidrops kekebalan tubuh menurun secara signifikan dengan penggunaan
macam imunisasi pasif menggunakan imunoglobulin Rh untuk Rh-negatif ibu
pada usia kehamilan 28 minggu (setelah dicurigai perdarahan fetomaternal) dan
postpartum (setelah bayi Rh-positif).
Hidrops fetalis jauh lebih umum di Asia Tenggara. Di Thailand, frekuensi
hidrops, dari homozigot alfa-thal assemia atau hidrops Bart sendiri, adalah 1
dalam 500 banding 1 dalam 1500 kehamilan. Perkiraan angka kematian sangat
bervariasi, dari hampir nol sampai hampir 100%. Kasus yang paling seri laporan
kematian 60-90%, meskipun beberapa perbaikan yang terkenal dalam laporan
yang lebih baru. Banyak penyebab variasi ini diakui, tidak sedikit yang meliputi
kecanggihan metode diagnostik yang digunakan dan kompleksitas dan biaya
pengobatan. Namun, faktor tunggal yang paling penting adalah penyebab hidrops.
Bagian penting dari kasus-kasus ini disertai dengan cacat bawaan ganda dan
kompleks asal genetik dan kromosom, yang dengan sendirinya bersifat fatal pada
usia dini. Banyak penyebab lain yang disertai dengan massa atau akumulasi
cairan, yang menekan paru-paru janin berkembang dan menghalangi
perkembangan normal. Jadi, ada tidaknya dan pencegahan potensi paru hipoplasia
adalah sangat penting.
Pengaruh variasi genetik dalam struktur alpha-rantai hemoglobin dalam
populasi Asia dan Mediterania di samping sifat yang lebih serius dari penyakit

6
hemolitik pada janin Afrika Amerika dipengaruhi oleh ibu ABO-faktor
isoimunisasi. Pengaruh jenis kelamin pada hidrops fetalis sebagian besar
berkaitan dengan penyebab kondisi tertentu.Bagian penting dari hidrops
berhubungan dengan kelainan kromosom. Resiko pria yang lebih besar adalah
peningkatan hampir 13 kali lipat pada hidrops janin laki-laki dengan penyakit
hemolitik Rh D.

D. PATOFISIOLOGI
Pada saat ibu hamil eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk
kedalam sirkulasi darah ibu, yang dinamakan Feto maternal microtransfusion.
Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka
ibu akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun antibodi tipe IgG
tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah
janin, sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi
tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis. Hemolisis terjadi dalam
kandungan dan akibatnya adalah pembentukan eritrosit oleh tubuh secara
berlebihan, sehingga akan didapatkan eritrosit berinti banyak, yaitu eritroblas.
Lebih dari 400 antigen terdapat pada permukaan eritrosit, tetapi secara klinis
hanya sedikit yang penting sebagai penyebab penyakit hemolitik. Kurangnya
antigen eritrosit dalam tubuh berpotensi menghasilkan antibodi jika terpapar
dengan antigen tersebut. Antibodi tersebut berbahaya terhadap diri sendiri pada
saat transfusi atau berbahaya bagi janin.
Hemolisis yang berat biasanya terjadi oleh adanya sensitisasi maternal
sebelumnya, misalnya karena abortus, ruptur kehamilan di luar kandungan,
amniosentesis, transfusi darah Rhesus positif, atau pada kehamilan kedua dan
berikutnya.

E. FAKTOR RISIKO
Faktor maternal:

7
 Golongan daran Rh negatif (d, d)
 Antibodi golongan darah isoimmune
 Risiko penggunaan narkoba
 Penyakit kolagen-vaskular
 Penyakit tiroid atau diabetes
 Organ transplantasi (hati, ginjal)
 Trauma tumpul abdomen
 Koagulopati
 Penggunaan indometasin, natrium diklofenak, atau obat-obatan yang
berpotensi teratogenik selama kehamilan
 Usia muda (<16 tahun) atau lebih tua (> 35 tahun)
 Faktor risiko untuk penyakit menular seksual
 Hemoglobinopati (terutama dengan etnis Asia atau Mediterania)
 Paparan perkerjaan (okupasional)
 Binatang peliharaan
 Epidemi penyakit virus yang terjadi di lingkungan sekitar
Riwayat keluarga:
 Ikterus pada anggota keluarga lain atau pada anak sebelumnya
 Riwayat keluarga kembar (khusus, monozigot)
 Riwayat keluarga kelainan genetik, kelainan kromosom, atau penyakit
metabolik
 Kongenital malformasi pada anak sebelumnya
 Kematian janin sebelumnya
 Hidramnion pada kehamilan sebelumnya
 RIwayat hidrops fetalis
 Transfusi fetomaternal
 Penyakit jantung bawaan pada anak sebelumnya

8
Apabila terdapat salah satu temuan berikut dari fisik ibu atau janin harus segera
evaluasi diagnostik lebih lanjut:
 Twinning
 Hidramnion
 Exanthem atau bukti lain dari penyakit kambuhan virus
 Lesi herpes atau chancre
 Penurunan gerakan janin

F. ETIOLOGI
Isoimmun:
 Rh (paling sering D, juga C, c, E, e)
 ABO
 Kidd (Jka, Jkb)
 Duffy

G. KLASIFIKASI
Ada dua jenis hidrops fetalis:
1. Immune hidrops fetalis
a. Merupakan komplikasi dari inkompatibilitas Rh. Kompatibilitas Rh
menyebabkan kerusakan besar sel darah merah, yang mengarah ke beberapa
masalah, termasuk pembengkakan tubuh total. Pembengkakan parah dapat
mengganggu bagaimana organ-organ tubuh bekerja.
b. Berasal dari penyakit hemolitik alloimuni (Rhesus Isoimmunization)
c. Dikenal pula sebagai eritroblastosis fetalis atau penyakit hemolitik.
d. Patogenesis: HF imune terjadi ketika sel darah merah janin
mengekspresikan protein yang tidak terdapat didalam eritrosit ibu. terjadi
sensitisasi sitem imunologi ibu. menimbulkan antibodi IgG untuk melawan
protein asing tersebut. IgG melintasi plasenta dan menghancurkan eritrosit

9
janin, mengakobatkan anemia dan gagal jantung pada janin HF imune biasa
disertai dengan hematokrit janin < 15% (normal = 50%)
e. Isoimunisasi Rh: Antigen D (Rh) hanya ada pada eritrosit primata. Mutasi
gen D menyebabkan tidak adanya ekspresi antigen D pada eritrosit. Individu
semacam ini dianggap sebagai Rh negatif Jika janin berasal dari ibu yang
Rh negatif maka tidak terjadi sensitisasi Rh.
f. Meskipun demikian 60% ibu Rh negatif akan memiliki janin dengan Rh
positif Paparan darah Rh positif pada ibu Rh negatif akan memicu respon
antibodi Faktor resiko sensitisasi Rh :
1. Tranfusi darah yang tidak kompatibel
2. Kehamilan ektopik
3. Abortus
4. Amniosentesis
5. Kehamilan normal
2. Non Immune hidrops fetalis
a. Nonimmune hidrops fetalis terjadi ketika kondisi penyakit atau medis
mengganggu kemampuan tubuh untuk mengelola cairan.
b. Dapat disebabkan oleh
1. Gagal miokardium primer
2. Gagal jantung “high out-put”
3. Penurunan tekanan onkotik plasma
4. Peningkatan permeabilitas kapiler
5. Obstruksi aliran vena atau aliran limfatik.
c. Etiologi utama NIHF adalah kelainan jantung bawaan
d. Etiologi kedua NIHF berikutnya adalah kelainan kromosom (sindroma
Turner).
e. Mortalitas sangat tinggi.
f. HF sering ditegakkan melalui USG rutin. Kecurigaan adanya HF ditegakkan
bila ada riwayat dalam keluarga dan adanya hidramnion .

10
g. Jumlah bayi yang mengembangkan kekebalan hidrops fetalis telah menurun
secara drastis sejak diperkenalkannya vaksin RhoGAM, yang digunakan
untuk mengobati ibu hamil beresiko untuk inkompatibilitas Rh.

H. GEJALA
Gejala tergantung pada keparahan kondisi. Bentuk ringan dapat menyebabkan:
a. Pembengkakan hati
b. Perubahan warna kulit (pucat)
c. Bentuk yang lebih parah dapat menyebabkan
1) Gangguan pernapasan
2) Memar atau memar keunguan seperti bintik-bintik pada kulit
3) Gagal jantung
4) Anemia berat
5) Ikterus berat
6) Pembengkakan tubuh
Beberapa penyebab hidrop fetalis non imun:
1. Penyebab janin
a. Kelainan Jantung : defek septum atrial atau ventricular, hypoplasia jantung
kiri, unsufisiensi katup pulmonal, dilatasi jantung, tetralogy fallot,
penutupan dini foramen ovale, dll
b. Kelainan torak : hernia diagframatika, malformasi adenomatosa kistik,
hypoplasia pulmonal, hemartoma pulmonal, dll
c. Kelainan gastrointestinal : atresia jejuni, volvulus usus halus, malrotasi,
peritonitis meconium, dll.
d. Kelainan urologi : stenosis atau atresia uretra, obstruksi leher kandung
kemih posterior, perforasi kandung kemih, prune belly, neurogenic bladder,
ureterokel.
e. Sindrom : dwarfisme tannatoforik, artrogriposis multipleks kongenital,
osteogenesis imperfect, hipofosfatasia, akondroplasia, higroma kistik, dll.

11
f. Defek kondusi : takikardi supraventrikuler, blok jantung
g. Lain lain : higroma kistik, limfedema kongenital, sindrom polisplenia,
neuroblastoma, talasemia, kista ovarium terpuntir, trauma janin, anemia,
sialidosis, dll
h. Aneuploidi : trisomy 21
i. Vascular : thrombosis vena besar, sindrom kasabach-merritt
j. Infeksi : cytomegalovirus, toksoplasmosis, sifilis, hepatitis, rubella,
parvovirus, penyakit chagas, dll
k. Kehamilan multifetal : twin-twin transfusion, twin-reverse arterial perfusion
2. Penyebab plasenta : korioangioma, perdarahan fetomaternal, pirau A-V,
trauma plasenta
3. Penyebab maternal
Penyebab asites yang terjadi antara lain :
1. efusi cairan ke dalam rongga peritoneal:
a. Obstruksi saluran kemih yang menyebabkan hipoplasia paru sekunder
terhadap oligohidramnion
b. penyakit hati
c. perforasi usus
d. penyak it pankreas
e. Penyakit jantung kongenital
f. Gangguan metabolik (dengan kekurangan enzim)

I. DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan Laboratorium
 Coombs test
 Diagnosis isoimunisasi berdasarkan deteksi antibodi pada serum ibu.
Metode paling sering digunakan untuk menapis antibodi ibu adalah tes
Coombs tak langsung. (penapisan antibodi atau antiglobulin secara tak
langsung). Tes ini bergantung kepada pada kemampuan anti IgG

12
(Coombs) serum untuk mengaglutinasi eritrosit yang dilapisi dengan
IgG.
 Untuk melakukan tes, serum darah pasien dicampur dengan eritrosit
yang diketahui mengandung mengandung antigen eritrosit tertentu,
diinkubasi, lalu eritrosit dicuci. Suatu substansi lalu ditambahkan
untuk menurunkan potensi listrik dari membran eritrosit, yang penting
untuk membantu terjadinya aglutinasi eritrosit. Serum Coombs
ditambahkan, dan jika imunoglobulin ibu ada dalam eritrosit, maka
aglutinasi akan terjadi. Jika test positf, diperlukan evaluasi lebih lanjut
untuk menentukan antigen spesifik.

Gambar 1. Coombs Test

13
 PCR
 Perkiraan kualitatif dan kuantitatif dari proporsi sel darah merah
mengandung hemoglobin janin dalam sirkulasi ibu memiliki nilai
tertentu.
 Teknik Betke-Kleihauer tergantung pada kerentanan yang berbeda dari
sel yang mengandung hemoglobin janin dari orang-orang dengan
hemoglobin dewasa ketika mengalami asam-kromatografi.
 Sebuah metode baru menggunakan flow cytometry juga berguna
sebagai pemeriksaan.
 Hasil yang keluar, baik menggunakan metode Betke-Kleihauer dan
flow cytometry harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena sensitivitas
dan spesifisitas dari tes diagnostik ini kurang akurat, telah dibuktikan
dalam beberapa studi.
 Skrining Sifilis menggunakan VDRL
 Infeksi CMV, herpes simpleks (TORCH), dan spesifik enzim-linked
immunosorbent assay (ELISA) lebih sensitive untuk studiinfeksi agen
individu.
 Hemoglobin elektroforesis untuk alfa-thalassemia heterozigositas telah
berguna dalam etnis populasi beresiko.
 Tes skrining serum maternal (multipel-marker, triple-screen, triple-
marker), biasanya digunakan jika anomali janin diduga, memiliki nilai
pasti dengan hidrops fetalis.
 Dalam satu studi, tes skrining positif (salah satu dari 3 digunakan)
dengan sensitivitas hanya 60% dalam 19 kasus sindrom Turner
dibedakan beberapa janin dengan hygroma kistik dan/atau hidrops
dari mereka yang tidak. Masing-masing komponen dari tes ini
diperiksa secara terpisah dalam beberapa studi lain.
 Peningkatan kadar AFP telah dilaporkan dalam hidrops
berhubungan dengan perdarahan fetomaternal, hemangioma tali

14
pusat, polikistik ginjal, CMV, dan parvovirus, namun, tingkat AFP
serupa pada bayi dengan sindrom Turner dengan atau tanpa
hidrops. Nilai diagnostik yang tepat dari skrining AFP tidak pasti
karena studi definitif tidak tersedia.
 Rendahnya tingkat estriol unconjugated (uE3) telah ditemukan
pada bayi hidropik dengan Sindrom Smith-Lemli-Opitz, tetapi tes
tidak dapat menunjukkan nilai yang membedakan antara bayi
dengan atau tanpa hidrops, dan nilai normal telah diamati pada
kematian beberapa bayi hidropik.
 Nilai Human chorionic gonadotropin telah dilaporkan secara
signifikan meningkat pada hidrops dengan teratoma
sacrococcygeal, koriokarsinoma, Parvovirus, sindrom Turner, dan
sindrom Down, namun, nilai ini juga telah normal dalam beberapa
kematian janin hidropik terkait dengan Parvovirus.
 Dalam sebuah studi tunggal, level inhibin-A meningkat nyata pada
12 janin dengan sindrom Turner dengan hidrops dan berkurang
secara signifikan pada mereka tanpa hidrops janin.
 Nilai alkali fosfatase serum maternal IgG plasenta meningkat
dengan hidrops fetalis.
 Studi sampel direk invasif AF janin (cairan ketuban) atau jaringan
plasenta atau cairan telah menunjukkan nilai diagnosis definitif,
pemantauan efektivitas pengobatan, dan prognosis yang akurat di
sejumlah kondisi yang berhubungan dengan hidrops.
 Karyotyping selalu diindikasikan jika ada faktor herediter atau hasil
USG mengungkapkan kelainan kromosom atau factor herediter.
 Untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat mengenai status
janin, janin sampel langsung diambil dengan kordosentesis (atau
sampling periumbilikalis).
 Sampel janin oleh kordosentesis diikuti dengan bradikardia signifikan.

15
 Elevasi AF alkali fosfatase telah diamati dalam hubungan dengan
hidrops janin akibat sindrom Turner, walaupun mungkin penemuan
yang spesifik, studi lebih lanjut diperlukan.

2. Pemeriksaan Radiologi
a. Ultrasonography
b. 4D Ultrasound
c. Doppler Ultrasound
d. Biophysical Profile

Pemeriksaan USG mungkin dapat menegakkan diagnosis.


- Tinggi jumlah cairan ketuban
- Plasenta besar
- Cairan yang mengarah ke pembengkakan di daerah perut bayi yang belum
lahir dan organ, termasuk hati, limpa, jantung, atau daerah paru-paru.

Gambar 2. Gambaran USG Hidrops Fetalis

16
Gambaran USG
1. Edema anasarka
2. Penumpukan cairan dalam rongga tubuh seperti pleura – perikardium dan
rongga peritoneal (asites dan hidrokel
3. Hidramnion
4. Plasenta yang tebal

J. PENATALAKSANAAN
Pengobatan tergantung pada penyebabnya. Selama kehamilan, pengobatan dapat
mencakup:
1. Obat untuk menyebabkan persalinan lebih awal dan melahirkan bayi
2. Sesar jika kondisi semakin memburuk
3. Memberikan darah ke bayi saat masih dalam (janin intrauterin transfusi darah)
rahim.
Pengobatan untuk bayi yang baru lahir dapat mencakup:
 Langsung transfusi sel darah merah dan transfusi tukar untuk membersihkan
tubuh bayi dari zat yang menghancurkan sel darah merah.
 Menggunakan jarum untuk mengeluarkan cairan ekstra dari sekitar paru-paru
dan daerah perut.
 Obat-obatan untuk mengendalikan gagal jantung dan membantu ginjal me↓
cairan ekstra.
 Metode untuk membantu bayi bernapas, seperti mesin pernapasan. Janin yang
sangat prematur biasanya ditangani dengan penatalaksanaan menunggu.
Walaupun biasanya menetap atau memburuk seiring dengan waktu, hidrops
kadang-kadanng sembuh spontan (Mueller-Heubach dan Mazer, 1983).

K. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada ibu:

17
 Edema
 Hipertensi
 Proteinuria saat pengobatan konservatif hidrops fetalis yang disebut Mirror
syndrome (pseudotoxemia atau Ballantyne syndrome)

L. PENCEGAHAN
Tindakan terpenting untuk menurunkan insidens kelainan hemolitik akibat
isoimunisasi Rhesus, adalah imunisasi pasif pada ibu. Setiap dosis preparat
imunoglobulin yang digunakan memberikan tidak kurang dari 300 mikrogram
antibodi D. 100 mikrogram anti Rhesus (D) akan melindungi ibu dari 4 ml darah
janin. Suntikan anti Rhesus (D) yang diberikan pada saat persalinan bukan
sebagai vaksin dan tak membuat wanita kebal terhadap penyakit Rhesus. Suntikan
ini untuk membentuk antibodi bebas, sehingga ibu akan bersih dari antibodi pada
kehamilan berikutnya.
Preparat globulin yang diberikan kepada ibu dengan Rhesus negatif yang
mengalami sensitisasi dalam waktu 72 jam sesudah melahirkan, ternyata sangat
protektif. Ibu dengan kemungkinan abortus, kehamilan ektopik, mola hidatidosa,
atau perdarahan pervaginam harus ditangani karena akan mengalami isoimunisasi
tanpa preparat imunoglobulin. Ibu rhesus negatif yang memperoleh darah ataupun
fraksi darah berupa trombosit atau plasmaferesis berisiko untuk mengalami
sensitisasi.

M. PROGNOSIS
Prognosis buruk pada kasus hidrops nonimun yang disebabkan oleh
kelainan jantung (23%), aneuploidi (16%), kelainan toraks (13%), sindrom
genetik (11%), anemia & infeksi (9%), transfusi antarkembar (6%), dan kausa
idiopatik (22%).Angka kematian sebelum 24 minggu (95%), janin yang bertahan
hidup dan tidak mengalami defek jantung kongenital atau euploid (20%).

18
BAB III
KESIMPULAN

Hidrops fetalis adalah kondisi janin serius dengan menifestasi akumulasi


abnormal cairan dalam dua atau lebih kompartemen janin, termasuk ascites, efusi
pleura, efusi perikardial, dan edema kulit.
Insiden tepat hidrops fetalis sulit untuk dijelaskan, karena banyak kasus tidak
terdeteksi sebelum kematian janin intrauterin dan beberapa kasus mungkin berakhir
secara spontan di dalam rahim.
Hidrops fetalis tetap menjadi kondisi yang kompleks dengan mortalitas dan
morbiditas yang tinggi. Prognosis sebagian tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tetapi dengan perawatan postnatal agresif, tingkat kelangsungan hidup
meningkat pada kasus tertentu.
Ada dua jenis hidrops fetalis: imun dan non-imun. Hidrops fetalis imun
merupakan komplikasi inkompatibilitas Rh yang parah. Inkompatibilitas Rh ini
menyebabkan kerusakan besar sel-sel darah merah, yang mengarah ke beberapa
masalah, termasuk pembengkakan tubuh total. Pembengkakan parah dapat
mengganggu kerja organ-organ tubuh. Hidrops fetalis non-imun terjadi ketika kondisi
penyakit mengganggu kemampuan tubuh untuk mengatur cairan. Ada tiga penyebab
utama untuk jenis ini: masalah jantung atau paru-paru, anemia berat (thalasemia), dan
cacat genetik.
Diagnosis dan pengelolaan hidrops fetalis menjadi tantangan tersendiri bagi
perinatologis dan neonatologis. Tingkat kematian yang tinggi, dan pilihan pengobatan
yang terbatas. Faktor yang paling penting untuk memastikan pengobatan yang tepat
dari janin dengan hidrops adalah diagnosis yang tepat dan rinci. Sampai patofisiologi
yang mendasari, dipahami dan luasnya kelainan memimpin pengembangan hidrops
benar-benar didefinisikan, segala upaya pengobatan adalah sia-sia dan berpotensi
membahayakan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Cuningham FG et al. 2001. Disease of Injuries of The Fetus and The New Born 21th
ed. New York Mc Graw Hill. 981-95.
F. Gary Cunningham, et.al. 2010. Obstetri William Ed. 23. Jakarta: EGC.
Keeling, Jean W. Khong T Yee. 2007. Fetal and Neonatal Pathology. Springer.
Morgan, Mark. Siddighi, Sam. 2004.Obstetrics and Gynecology Volume 1. Lippincot

Williams and Willkins. 


Prawirohardjo S,Wiknjosastro H. 2011. Masalah Janin dan Bayi Baru Lahir. Dalam:
Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
R. James. Scoot, Md. S. Ronald et al. 2003. Danforth’s Obstetric and Gynecology 9th
Edition.Lippincott Williams & Wilkins.

20

Anda mungkin juga menyukai