Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

ASMA EKSASERBASI DERAJAT RINGAN SEDANG

OLEH :
KELOMPOK 6
1. Adelia Grania Amanda Salekede C014182249
2. Aulia Kusuma Ning Ati C014182248
3. Muh. Afif Fadhlurrohman C014182270
4. Muh Faturrachman Soleman C014182266

RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Ikhsan Budi

DOSEN PEMBIMBING:
dr. Nurjannah Lihawa, Sp.P

DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN RESPIRASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019

HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama :

1. Adelia Grania Amanda Salekede C014182249


2. Aulia Kusuma Ning Ati C014182248
3. Muh. Afif Fadhlurrohman C014182270
4. Muh Faturrachman Soleman C014182266

Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Hasanuddin

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada
Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin

Makassar, 27 Desember 2019


Pembimbing

dr. Nurjannah Lihawa, Sp.P


BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny.Nurjannah
2. Jenis kelamin : Perempuan
3. Tanggal lahir : 14-04-1968
4. No. RM : 083651
5. Pekerjaan : ibu rumah tangga
6. Ruang Perawatan : perawatan 2
7. Tanggal Masuk : 26-12-2019

B. ANAMNESIS TERPIMPIN
a) Keluhan utama :
Sesak napas
b) Riwayat penyakit sekarang :
Seorang pasien datang dengan keluhan sesak napas yang dialami sejak
3 hari yang lalu dan memberat sejak 1 hari yang lalu dengan durasi
kurang dari 10 menit dan frekuensi yang tidak menentu. Sesak napas
dirasakan jika pasien terpapar dengan debu, asap kendaraan dan
makanan seperti udang. Sesak dirasakan memberat ketika beraktivitas
berat dan berkurang ketika istirahat. Sesak napas disertai batuk dan
nyeri dada yang tidak menjalar dialami kurang lebih 4 hari yang lalu,
batuk disertai lendir setelah pasien sesak dan tidak disertai darah
dengan durasi tidak menentu. Riwayat demam tidak ada, mual dan
muntah tidak ada. Nafsu makan dan minum kesan baik. Riwayat buang
air kecil dan air besar dalam batas normal.
c) Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat pasien sesak ada sejak 20 tahun yang lalu dan pernah
diberikan terapi di RS dadi setelah terapi pasien mengatakan gejala
sesak napasnya membaik. Riwayat pasien dengan tuberculosis sejak 10
bulan yang lalu dan mendapatkan pengobatan OAT dan dinyatakan
tuntas. Tidak ada riwayat merokok , riwayat DM disangkal, riwayat
hipertensi disangkal.
d) Riwayat penyakit dalam keluarga
Ada riwayat keluhan yang sama dengan keluarga terutama bapak
pasien yang mempunyai riwayat sesak napas.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Sakit sedang / Gizi baik / Composmentis E4V5M6
BB : 58 kg
TB : 154 cm
IMT : 24.4 kg
Tanda Vital
- Tekanan darah : 110/80 mmHg , reguler, kuat angkat
- Nadi : 110 x/menit
- Pernapasan : 28 x/menit, tipe thoracoabdominal
- Suhu : 36,20C, axilla
- Saturasi : 98% dengan nasal kanul
2. Kepala
 Deformitas : Tidak ada
 Kesimetrisan wajah : Simetris
 Rambut : Kesan normal

Mata

 Exophtalmus : Tidak ada


 Konjungtiva : Pucat (-)
 Kornea : Refleks kornea (+)
 Enopthalmus : (-)
 Sklera : Ikterus (-)

Hidung

 Epistaxis : Tidak ada


 Rhinorrhea : Tidak ada

Telinga

 Pendengaran : Normal
 Otorrhea : Normal

Mulut

 Bibir : Kering (-)


 Lidah : Kotor (-)
 Tonsils : Tidak ada pembesaran
 Pharing : Tidak Hiperemis

Leher

 Lymph nodes : Tidak ada pembesaran


 JVP : R+2 cmH2O posisi supine 30 derajat
 Thyroid : Tidak ada pembesaran
 Trakea : Tidak ada deviasi
 Leher kaku : Tidak ada

Paru

 Inspeksi : pengembangan dada simetris kiri dan


kanan.
 Palpasi : vocal fremitus sama kiri dan kanan, nyeri
tekan -
 Perkusi : Paru kiri kanan : Sonor bilateral
Batas paru hepar : ICS V dextra
 Auskultasi : Bunyi pernapasaan : bronkovesikuler
Bunyi tambahan : Ronkhi -, Wheezing
+/+
Jantung

 Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat


 Palpasi : Iktus cordis dapat diraba, tidak ada thrill
 Perkusi :Batas kanan atas jantung ICS II
parasternalis dextra
Batas kiri atas jantung ICS III
parasternalis sinistra
Batas kanan bawah jantung ICS VI
parasternalis dextra
Batas kiri bawah jantung ICS V
midclavicularis sinistra
 Auskultation : S 1/2 reguler; murmur (-).

Abdomen

 Inspeksi : Datar, mengikuti gerak napas


 Auskultasi : peristaltic (+) kesan normal
 Palpasi : Nyeri tekan pada epigastrium.

Hepar dan Limpa tidak teraba,

massa tumor (-), nyeri tekan (-)

 Perkusi : Tympani (+)

Extremitas

 Ekstremitas hangat
 Tidak ada edema

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan laboratorium (26-12-2019)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


3 3
WBC 13.81 . 10 /uL 4 - 10 x 10 /uL
6 6
RBC 4.57 . 10 /uL 4 - 6 x 10 /uL
DARAH RUTIN
(26/12/2019) HGB 14,6 g/dl 12 - 16 g/dL
MCV 88.8 80-96
MCH 31.9 27-31
MCHC 36.0 32-37
3 3
PLT 338. 10 /uL 150 – 400 x 10 /uL
Neutrofil 88.3% 52-75
Limfosit 9.3 % 20-40
SGOT 15 L 10-40, P 9-25
KIMIA DARAH
SGPT 24 L 10-55, P 7-30
(20/12/2019)
GDS 132 <200 mg/dl

b) Hasil pemeriksaan Anti HIV (26-12-2019)

Jenis pemerikssan Hasil Rujukan

Imun

Anti HIV Non reaktif Non reactive

c) Hasil pemeriksaan BTA (26-12-2019)

Jenis pemerikssan Hasil Rujukan

BTA S (Sewaktu) Negatif Negatif

BTA P (Pagi) Negatif Negatif

BTA S (Sewaktu II) Negatif Negatif

E. Pemeriksaan Radiologi
COR : bentuk, ukuran dan letak baik

Sinus dan diafragma kesan baik

Tulang tulang dalam kedaan intak

Kesan : TB paru aktif

F. INITIAL ASSESSMENT
Asma eksaserbasi ringan sedang

G. TATALAKSANA
Oksigen 3 lpm
Ivfd Ringer Laktat 16 tpm
Nebu combivent / 8 jam / inhalasi
Nebu fulmicort / 12 jam / inhalasi
Ambroxol 2x1
Cetirizine 1x1
Metylprednisolon 2x1
Probion 1x1
Injeksi ceftazidine 1 gr / 8 jam

H. PERJALANAN PENYAKIT

29 desember 2019 30 desember 2019 31 desember 2019


Sesak napas dialami Sesak napas disertai Sesak napas disertai nyeri
sejak beberapa hari nyeri dada, batuk ada dada mulai berkurang, batuk
yang lalu, batuk disertai lendir berwarna mulai berkurang, demam tidak
berlendir (+), demam putih demam tidak ada, ada,
(-), riwayat OAT (+)
I. DAFTAR MASALAH

Diagnosis Subjective Objective Planning Rencana terapi


Asma Seorang AuskultasiBunyi Periksa O2 3 LPM
eksaserbasi pasien tambahan : darah Nebul combivent
ringan datang Wheezing +/+ rutin, Ambroxol 2x1
sedang dengan LED, Cetrizine 1x1
keluhan GDS, Methylprednisolon
sesak napas SGOT, 2x1
yang dialami SGPT Probion 1x1
sejak 3 hari Foto
yang lalu Thorax.
dan
memberat
sejak 1 hari
yang lalu
dengan
durasi
kurang dari
10 menit dan
frekuensi
yang tidak
menentu.
Sesak napas
dirasakan
jika pasien
terpapar
dengan debu,
asap
kendaraan
dan makanan
seperti
udang.

J. FOLLOW UP

Tanggal Subjective Objective Planning Rencana terapi


29-12- Seorang Status Periksa O2 3 LPM
2019 pasien datang Generalis darah rutin, Infus NacL 0.9%
dengan Sakit LED, GDS, Nebul combivent
keluhan sesak sedang/Gizi SGOT, Ambroxol 2x1
napas yang cbaik SGPT Foto Cetrizine 1x1
dialami sejak /Composmentis Thorax. Methylprednisolon
3 hari yang E4V5M6 2x1
lalu dan Tanda-tanda Probion 1x1
memberat vital
sejak 1 hari Tekanan darah
yang lalu :100/80 mmHg
dengan durasi Nadi :112
kurang dari x/menit
10 menit dan Pernapasan
frekuensi :28 x/m
yang tidak Suhu : 36,20C,
menentu. Saturasi: 98%
Sesak napas dengan
dirasakan jika modalitas
pasien Pemerikasaan
terpapar fisis :
dengan debu, Auskultasi
asap Bunyi
kendaraan tambahan :
dan makanan Wheezing +/+
seperti udang.
30-12- Sesak napas Status Observasi O2 3 LPM
2019 disertai nyeri Generalis ttv Infus NacL 0.9%
dada, batuk Sakit Kolaborasi Nebul combivent
ada disertai sedang/Gizi pemberian Ambroxol 2x1
lendir cbaik obat-obatan Cetrizine 1x1
berwarna /Composmentis Pantau efek Methylprednisolon
putih demam E4V5M6 samping 2x1
tidak ada Tanda-tanda pengobatan Probion 1x1
vital
Tekanan darah
:110/80 mmHg
Nadi :120
x/menit
Pernapasan
:28 x/m
Suhu : 37,20C,
Saturasi: 98%
dengan nasal
kanul
Pemerikasaan
fisis :
Auskultasi
Bunyi
tambahan :
Wheezing +/+
Pemeriksaan
penunjang
BTA negative

31-12- Sesak napas Status Observasi O2 3 LPM


2019 disertai nyeri Generalis ttv Infus NacL 0.9%
dada mulai Sakit Kolaborasi Nebul combivent
berkurang, sedang/Gizi pemberian Ambroxol 2x1
batuk mulai cbaik obat-obatan Methylprednisolon
berkurang, /Composmentis Pantau efek 2x1
demam tidak E4V5M6 samping Probion 1x1
ada, Tanda-tanda pengobatan
vital
Tekanan darah
:120/80
mmHg
Nadi :111
x/menit
Pernapasan
:24 x/m
Suhu : 37,20C,
Saturasi: 98%
Pemerikasaan
fisis :
Auskultasi
Bunyi
tambahan :
Wheezing +/+
Pemeriksaan
penunjang
BTA negative
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Asma adalah penyakit inflamasi kronik yang ditandai dengan keterbatasan
aliran udara yang reversibel dan hiperesponsif saluran pernapasan. 1
Asma memiliki 2 fitur utama, yaitu:

1. Riwayat gejala pernapasan seperti mengi, dada tertekan, sesak dan


batuk yang bervariasi sepanjang waktu dan variasi dalam
intensitas1

2. Keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi1

Variasi ini sering dipicu oleh faktor-faktor seperti olahraga, pemaparan


allergen atau iritasi, perubahan cuaca atay infeksi saluran pernapasan
akibat virus. Gejala dan keterbatasan aliran udara dapat sembuh secara
spontan atau sebagai respon terhadap obat, dan kadang-kadang mungkin
absen selama beberapa minggu atau bulan pada suatu waktu. Di sisi lain
pasien dapat mengalami episodic flare-up (eksaserbasi) dari asma yang
mungkin mengancam jiwa dan membawa beban yang signifikan untuk
pasien.
Menurut GINA (2019) asma dapat digolongkan menjadi beberapa ‘asma
fenotip’ yaitu:
 Asma alergi: ini adalah fenotip asma yang paling mudah dikenali
dan sering dimulai oada masa kanak-kanak dan terkait dengan
riwayat masa lalu dan atau keluarga seperti eksim, rhinitis alergi,
atau alergi makanan atau obat. Pemeriksaan sputum pasien
sebelum pengobatan sering menunjukkan peradangan saluran
napas eosinofilik.
 Asma non-alergi: pasien ini tidak berhubungan dengan alergi.
Profil seluler dari sputum pasien ini mungkin bersifat neutrofilik,
eosinofilik, atau hanya mengandung beberapa sel inflamasi.
 Late-onset asma: pasien yang pertama kali menderita asma selama
hidupnya. Pasien ini cenderung non alergi dan seringkali
memerlukan dosis yang lebih tinggi terhadap pengobatan ICS atau
relative sulit terhadap pengobatan kortikosteroid
 Asma dengan Batasan aliran udara persisten: beberapa pasien
dengan asma lama mengalami keterbatasan aliran udara yang
persisten atau tidak dapat dibalik sepenuhnya akibat modifikasi
dinding saluran napas.
 Asma dengan obesitas: beberapa pasien dengan obesitas memiliki
gejala pernapasan yang menonjol dan sedikit peradangan
eosinophilic saluran napas
B. Epidemiologi
Selama tahun 2008, tercatat 57 juta kematian di dunia, dimana 36
juta diantaranya disebabkan oleh penyakit tidak menular. Kematian akibat
Penyakit Tidak Menular (PTM) diproyeksikan meningkat 15% secara
global antara tahun 2010 dan 2020. Peningkatan paling signifikan terjadi
di negara Mediterania Timur dan Asia Tenggara, dan Pasifik Barat.
Penyebab utama kematian akibat PTM ini terdapat 4,2 juta akibat penyakit
pernapasan, termasuk asma dan PPOK.
Asma adalah salah satu PTM utama dan merupakan penyakit kronis
dimana kondisi saluran napas meradang dan juga menyempit. Sekitar 235
juta orang saat ini menderita asma. Menurut WHO terbaru yang dirilis
pada Desember 2016, terdapat 383.000 kematian akibat asma pada 2015.
Penyakit asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
hamper semua negara di dunia. Sebagian besar kematian terkait asma
terjadi di negara berpenghasilan rendah dah menengah ke bawah. Faktor
risiko terkuat sebagai pemicu asma adalah zat dan partikel yang dihirup
dan dapat memicu reaksi alergi atau mengiritasi saluran udara.
Penatalaksanaan asma yang tepat dapat memungkinkan orang menikmati
kualitas hidup yang baik.2
C. Patofisiologi Asma
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor,
antara lain allergen, virus, dan iritan yang dapat meginduksi respon
inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis
dan saraf otonom.
Jalur imunologis didominasi oleh antibody IgE, merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat.
Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah bsar, golongan ini disebut
atopi. Pada asma alergim antibody IgE terutama melekat pada permukaan
sel mast pada interstitial paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus
dan bronkus kecil. Bia seseorang menghirup allergen, terjadi fase
sensitisasi, antibody IgE orang tersebut meningkat. Allergen kemudian
beriatan dengan antibody IgE yang melekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan barbagai macam
mediator. Beberapa mediator yang dikelaurkan adalah histamine,
leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan
menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi
mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos
bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas.3

Gambar 1. Patogenesis Asma


D. Klasifikasi derajat asma
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat
serangan (akut).4
Gambar 2. Asma saat tanpa serangan
Gambar 3. Asma saat serangan

E. Diagnosis1,4
 Anamnesis
1. Gejala kunci :
- Batuk, mengi dan sesak atau frekuensi napas cepat, produksi sputum,
sering waktu malam, respons terhadap bronkodilator
2. Gembaran Gejala :
- Perenial, musiman atau keduanya, terus-menerus, episodik, atau
keduanya, awitan, lama, frekuensi, variasi diurnal terutama nocturnal
dan waktu bangun pagi hari
3. Faktor presipitasi :
- Infeksi virus, allergen lingkungan, dalam rumah (jamur, tungau debu
rumah, kecoa, serpih hewan atau produk sekretorinya) dan outdoor
(serbuk sari/pollen)
- Ciri-ciri rumah (usia, lokasi, system pendingin/pemanas, membakar
kayu, pelembab, karpet, jamur, hewan peliharaan, mebel dibungkus
kain).
- Latihan jasmani, kimiawi/allergen lingkungan kerja
Perubahan lingkungan
- Iritan (asap rokok, bau menyengat, polutan udara, debu, partikulat,
uap, gas)
- Stress
- Obat (aspirin, antiinflamasi, β-blocker termasuk tetes mata)
- Makanan, aditif, pengawet
- Perubahan udara, udara dingin
- Faktor endokrin (haid, hamil, penyakit tiroid)
4. Perkembangan penyakit :
- Usia awitan dan diagbosis
- Riwayat cedera saluran napas
- Progress penyakit
- Penanganan sekarang dan respon, antara lain penanganan eksaserbasi
- Frekuensi menggunakan SABA
- Keperluan oral steroid dan frekuensi penanganannya
5. Riwayat keluarga :
- Riwayat asma, alergi, sinusitis, eksim atau polip nasal pada anggota
keluarga dekat
6. Riwayat sosial :
- Perawatan/daycare, tempat kerja, sekolah
- Faktor sosial yang berpengaruh
- Derajat pendidikan
- Pekerjaan
7. Riwayat eksaserbasi :
- Tanda prodromal dan gejala
- Cepatnya awitan, lama, frekuensi, deraat berat, umlah eksaserbasi dan
beratnya/tahun
- Penanganan biasanya
8. Efek asma terhadap penderita :
- Episode perawatan di luar jadwal (gawat darurat, dirawat di RS)
- Keterbatasan aktivitas terutama latihan jasmani, riwayat bangun
malam
- Efek terhadap perilaku, sekolah, pekerjaan, pola hidup dan efe
ekonomi
9. Persepsi penderita dan keluarga terhadap penyakit :
- Pengetahuan mengenai asma : penderita, orang tua, istri/suami atau
teman dan mengetahui kronisitas asma
- Persepsi penderita mengenai penggunaan obat pengontrol jangka lama
- Kemampuan penderita, orang tua, istri/suami/teman untuk menolong
penderita
- Sumber ekonomi dan sosiokultural.

 Pemeriksaan Fisis

Untuk menegakkan diagnosis asma, harus dilakukan anamnesis secara rinci


dan mendalam. Abnormalitas yang paling sering adalah ditemukannya mengi
(wheezing) saat ekspirasi pada auskultasi. Pada asma yang sangat berat mengi
tidak dapat tidak terdengar (silent chest) dan pasien dalam keadaan sianosis
bahkan sampai menurunnya kesadaran.
Inspeksi pasien biasanya datang dengan keadaan gelisah, sesak (napas cuping
hidung, napas cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal),
sianosis. Pada palpasi dan perkusi biasanya tidak ada kelainan yang nyata namun
pada auskultasi bias didapatkan ekspirasi yang memanjang, wheezing dan suara
lender. Pemeriksaan pada hidung juga dapat menyertai dengan adanya tanda-tanda
rhinitis alergi.1

 Pemeriksan Penunjang
1. Spirometer
Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan
diagnosis juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
a. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio FEV1/FVC <75 %
atau FEV1<80 % nilai prediksi.
b. Reversibilitas bronkodilator, yaitu perbaikan FEV1 >12 % dan >200
cc setelah inhalasi bronkodilator
2. Peak Flow Meter/ PFM
Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat
tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru.
Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan
diagnosis asma diperlukan pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau
PFM). Spirometer lebih diutamakan disbanding PFM oleh karena PFM
tidak begitu sensitive disbanding FEC, untuk diagnosis obstruksi saluran
napas, PFM mengukur terutama saluran napas besar, PFM fibuat utnuk
pemantauan dan buakn alat diagnostic, APE dapat digunakan dalam
diagnosis untuk penderita yag tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1.
3. X-ray dada/thoraks
Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma.
4. Pemeriksaan IgE
Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya
antibody IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis
dan mencari faktor pencetus. Uji allergen yang positif tidak selalu
merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan
dengan cara radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk ulit tidak
dapat dilakukan (pada dermographism).
5. Petanda inflamasi
Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya
tidak berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala
klinis dan spirometri bukan merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian
semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui biopsy
paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit
udara yang dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi
menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil dan transbronkial dapat
menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang atau sulit dilaukkan di luar
riset.
6. Uji hipereaktivitas Bronkus/HRB
Pada penderita yang menunjukkan FEV1>90%, HRB dapat
dibuktikan dengan berbagai tes provokasi. Provokasi bronchial dengan
menggunakan nebulasi droplet ekstrak allergen spesifik dapat
menimbulkan obstruksi saluran napas pada penderita yang sensitive.
Respon sejenis dengan dosis yang lebih besar, terjadi pada subyej alergi
tanpa asma. Di samping itu, ukuran allergen dalam alam yang terpajan
pada subyek alergi biasanya berupa partikel dengan berbagai ukuran dari
2um sampai 20um dan tidak dalam bentuk nebulas. Tes provokasi
sebenanyakurang memberikan informasi klinis disbanding dengan tes
kulit. Tes provokasi nonspesifik untuk mengetahui HRB dapat dilaukan
dengan latihan jasmani, inhalasi udara dingin atau kering, histamine, dan
metakolin.

Gambar 4. Alur Diagnosis Asma


F. Tatalaksana

Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan


mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat kembnali hidup normal
tanpa gangguan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan
asma4:

1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma


2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma

Gambar 5. Manajemen mengendalikan asma dan meminimalkan risiko1

 Step 1: SABA bila diperlukan, tanpa pengontrol


-indikasi: gejala asma jarang, tidak ada gejala malam hari, tidak
ada eksaserbasi dalam 1 tahun, FEV1 normal
-KSI dosis rendah regular bila ada risiko eksaserbasi
 Step 2: KSI dosis rendah reguler + SABA bila diperlukan
 Step 3: KSI dosis rendah/LABA + SABA bila diperlukan
-  1 eksaserbasi dalam 1 tahun terakhir
-BDP dosis rendah/formoterol atau BUD dosis rendah/formoterol
lebih efektif daripada KSI/LABA+ SABA bila diperlukan
 Step 4: KSI dosis rendah/formoterol atau KSI dosis sedang/LABA+ SABA
bila perlu
 Step 5: Rujuk

Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan


terkontrol bila4 :

1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam


2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal (idealnya
tidak diperlukan)
4. Variasi harian APE kurang dari 20%
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
Gambar 6. Tingkatan Asma Terkontrol

G. Terapi non farmakologi1


1. Berhenti merokok:
 Tiap visit, berikan rekomendasi pada pasien untuk berhenti
merokok dan menjauhi ruangan/mobil yang terdapat asap rokok
 Memberi arahan pada orang tua atau orang yang tinggal serumah
untuk tidak merokok di dekat penderita.
 Menyarankan penderita untuk menghindari daerah yang terpapar
banyak asap rokok
2. Aktivitas fisik

Berikan rekomendasi agar pasien melakukan aktivitas fisik yang


teratur dan informasi terkait mengatasi Exercise-Induced
bronchoconstriction seperti

 pemanasan sebelum olahraga,


 penggunaan SABA sebelum berolahraga,
 ICS-formoterol dosis rendah sebelum olahraga.
3. Asma okupasi

Identifikasi jenis pekerjaan dari penderita dan sarankan untuk


menghilangkan allergen okupasi secepat mungkin

4. NSAID termasuk aspirin:

Selalu tanyakan riwayat asma pada pasien sebelum memberikan obat


tersebut

5. Diet

Sarankan pasien untuk lebih sering mengkonsumsi buah-buahan dan


sayur-sayuran.

6. Indoor allergen
7. Penurunan berat badan
Disarankan bagi pasien asma dengan obesitas untuk melakukan
penurunan berat badan dengan senam kurang lebih 2 kali seminggu
8. Latihan pernapasan
Latihan bernapas berguna sebagai penurunan gejala asma serta dapat
meningkatkatkan kualitas hidup walaupun tidak meningkatkan kerja
fungsi paru atau menurunkan risiko eksaserbasi.

H. Indikasi rawat
Indikasi pasien di ruang rawat intensif apabila pasien tersibut mengalami
hal sebagai berikut:
 Tidak ada respon sama sekali terhadap tata laksana awal dan/atau
perburukan asma yang cepat
 Adanya kegelisahan, nyeri kepala, dan tanda lain ancaman henti
napas, atau hilangnya kesadaran
 Tidak ada perbaikan dengan pengobatan.baku di ruang rawat inap
 Ancaman henti napas yang ditandai oleh hipoksemia yang menetap
walaupun sudah diberi oksigen (kadar paO2 <60 mmHg dan/atau
paCO2 >45 mmHg, walaupun begitu gagal napas dapat terjadi pada
kadar paCO2 yang lebih tinggi atau lebih rendah)
DAFTAR PUSTAKA

1. Global Strategy for Asthma Management and Prevention, Global Initiative


for Asthma (Updated 2019).
2. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2019. Kementerian
Kesehatan RI, ISSN 2442-7659
3. The Netter Collection of Medical Illustrations: Respiratory System Second
Edition. 2011
4. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, 2008, Keputusan Menteri Kesehatan
RI Nomor 1023/Menkes/SK/XI/2008

Anda mungkin juga menyukai