Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS I

RESPIRATORI ASIDOSIS E.C PPOK EKSASERBASI AKUT

Oleh :

dr.Astari Pindi Riani

Dokter Pendamping:

dr. Luluk Susaeny

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RSUD CIBINONG
PERIODE JANUARI 2019 – MEI 2019
IDENTIFIKASI KASUS

1.1 Identitas Pasien


No. Rekam Medik : 11179292
Nama : TN. AM
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 72 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jl. SPN Padang Besi RT 006 RW 002
Pekerjaan :-
Status Pernikahan : Menikah
Masuk IGD : 23 – 02 - 2019

1.2 Anamnesis
 Keluhan Utama
Sesak napas
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang memberat sejak 1 hari SMRS. Pasien
sebelumnya telah mengaluh sesak sejak 1 minggu terakhir, sesak dirasakan terus
menerus, semakin lama semakin memberat. Sesak terkadang disertai suara mengi.
Sesak tidak dipengaruhi aktifitas. Pasien tidak bisa menjawab pertanyaan. Pasien tidur
dengan dengan poisi duduk.
Keluhan disertai batuk berdahak berwarna putih dan demam naik turun sejak 2
minggu
Keluarga pasien mengatakan pasien asien juga menjadi cenderung tidur sejak 12 jam
SMRS.
Pasien merokok sejak usia 18 tahun dan berhenti merokok sejak 10 tahun yang lalu.
Bengkak tungkai disangkal, perut membesar disangkal.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat pneumonia
Riwayat PPOK
 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit dalam keluarga

1.3. Pemeriksaan Fisik


A. Keadaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : somnolen
Tanda Vital
Tekanan Darah : 140/80
Nadi : 100 x / menit
Pernapasan : 36 x / menit
Suhu : 35,5 ºC
Sp02 : 90%

B. Kepala dan Leher


Bentuk kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor
+/+,
Mulut : Pursed lip breathing -
Leher : Pembesaran KGB (-), Trakea ditengah, JVP 5+0 cmH20

C. Thorax
Inspeksi : Gerakan nafas simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Hipersonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki +/+, wheezing +/+
D. Jantung
Inspeksi : Iktus jantung tidak terlihat
Palpasi : Iktus jantung teraba di linea midclavicula sinistra ICS V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II regular, Bising tidak ada, bunyi jantung tambahan tida
E. Abdomen
Inspeksi : Cembung
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)
F. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
G. Ekstremitas : Akral teraba hangat , capilary refil time <2 detik, edema -/-,
clubbing finger +
H. Status neurologis :
1. Penampilan
Kepala : Normocephal
2. Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk : (-)
Brudzinski I : Kanan = (-) Kiri = (-)
Brudzinski II : Kanan = (-) Kiri = (-)
Brudzinski III : Kanan = (-) Kiri = (-)
Laseque : Tidak terbatas
Kernig : Tidak Terbatas
3. Saraf Otak : Dbn

Kekuatan Otot Tonus Atrofi

Ekstremitas Atas 5/5 Normal -/-

Ekstremitas Bawah 5/5 Normal -/-

4. Motoric :

5. Sensorik : Dbn
6. Reflex :
Fisiologis

Kanan Kiri
Biceps + +
Triceps + +
Radiobrachialis + +
Patella + +
Achiless + +

Patologis

Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaefer - -
1.4. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium: Tanggal 23 Februari 2019
- Darah Rutin
Nama Pemeriksaan Hasil Rujukan

Hb 11,6 13,7-17,5 gr/dl

Hematokrit 32,9 40-48%

Leukosit 12220 5000-10000/ul

Trombosit 32,9 150000-450000/ul

- Gula Darah
Nama Pemeriksaan Hasil Rujukan
Gula Darah Sewaktu 83 70-200 mg/dL

- Kmia darah
Nama Pemeriksaan Hasil Rujukan
Ureum 25 20-40 mg/dL
Kreatinin 0,4 0.5-1.5 mg/dl
SGOT 43 L:<37;P:<31
SGPT 30 L:<42-48; P: 36-42

- Analisis Gas Darah


Nama Pemeriksaan Hasil Rujukan

FiO2 99.0
pH 7.31 7,350- 7,450
PCO2 60 35-48 mmHg

PO2 176 83- 108mmHg

BE 2 2-3 mmol/L

HCO3 30 18-23 mmol/L

SO2 99 95- 98 %
EKG tanggal 23 Februari 2019
 Ritme : Sinus rhytm
 Heart Rate : 97 x/ menit reguler
 Axis: normoaxis
 Gelombang P: 0,08 detik
 PR interval: 0,20 detik
 QRS durasi: 0,08 detik
 ST segment : tidak ada elevasi

Thorax besar AP
Iga dan clavicula normal
Sinus, diafragma kanan kiri baik
Cor : CTR 64%
Aorta elongasi
Pulmo :
 Hilus baik
 Corakan baik
 Insiltrat di perihiler kanan kiri
 Massa/ perselubungan (-)
Kesan :
BP duplex
Cardiomegali aorta elongasi

1.5. RESUME
Anamnesis :
Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang memberat sejak 1 hari SMRS. Pasien
sebelumnya telah mengaluh sesak sejak 1 minggu terakhir, sesak dirasakan terus
menerus, semakin lama semakin memberat. Sesak terkadang disertai suara mengi.
Pasien tidak bisa menjawab pertanyaan. Pasien tidur dengan dengan poisi duduk.
Keluhan disertai batuk berdahak berwarna putih dan demam naik turun sejak 2
minggu
Keluarga pasien mengatakan pasien asien juga menjadi cenderung tidur sejak 12 jam
SMRS
Pasien merokok sejak usia 18 tahun dan berhenti merokok sejak 10 tahun yang lalu.
Pemeriksaan Fisik:
Kesadaran: somnolen
Tekanan Darah : 140/80
Nadi : 100 x / menit
Pernapasan : 36 x / menit
Suhu : 35,5 ºC
Sp02 : 90%
Thorax :
Inspeksi : Gerakan nafas simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Hipersonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki +/+, wheezing +/+
Ekstremitas : clubbing finger +
Pemeriksaan Penunjang:
Nama Pemeriksaan Hasil Rujukan

FiO2 99.0
pH 7.31 7,350- 7,450
PCO2 60 35-48 mmHg

PO2 176 83- 108mmHg

BE 2 2-3 mmol/L

HCO3 30 18-23 mmol/L

SO2 99 95- 98 %

Interpretasi hasil analisis gas darah: respiratori asidosis kompensasi parsial


1.6. DAFTAR MASALAH DAN PENGKAJIAN
Respiratori asidosis ec PPOK eksaserbasi akut
Atas dasar : sesak napas 1 minggu memberat 6 jam SMRS. Sesak terus
menerus, tidak dipengaruhi aktifitas. Pasien tidur dengan
posisi duduk. Pasien lemas, cenderung tidur, sulit diajak
komunikasi. Pasien merokok 1 bungkus sehari selama 44 th.
Pasien memiliki riwayat PPOK dan pneumonia.
Pada pemeriksaan fisik pasien terlihat somnolen, saturasi O2
90%, ditemukan ronkhi dan wheezing pada kedua lapang
paru serta clubbing finger.
Hasil laboratorium menujukkan penurunan pH disertai
peningkatan PCO2 dan HCO3 yang menandakan respiratori
asidosis terkompensasi parsial.
Assessment : Asidosis respiratorik ec PPOK Eksaserbasi Akut
Rencana terapi : O2 NRM 10 Lpm
Bed Rest
Ventolin + pulmicort
DC
Konsul ke spesialis paru
Hasil konsul dr. Masdi Sp.P :
 Rawat ICU
 02 NRM 15 Lpm
 Nacl 0,9 % : D5%  2:1
 Meropenem 3x1gr
 Metilprednisolon 3x ½ ampul
 Bricasma + pulmicort  inhalasi 4x1
 Teosal 3x1
 Recustein 3x1
 Codein 3x10 mg

Rencana Edukasi : Menjelaskan keadaan pasien dan rencana terapi yang sesuai
dengan kondisi pasien untuk selanjutnya

1.7. PROGNOSIS
ad Vitam : dubia ad malam
ad Functionam : dubia ad malam
ad Sanationam : dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PPOK
2.1.1 Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai
oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau
reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak
minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak
disebabkan penyakit lainnya. Emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai
oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda
emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak
reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.
III. FAKTOR RISIKO
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih
penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok - Perokok aktif - Perokok pasif - Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata
batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia
IV. PATOGENESIS DAN PATOLOGI

V. DIAGNOSIS
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat.
Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru Diagnosis PPOK
di tegakkan berdasarkan :
A. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR),
infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisis PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
• Inspeksi :
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan edema
tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
• Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
• Perkusi Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,
hepar terdorong ke bawah
• Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed - lips breathing
Blue bloater Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema
tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan
memantau perjalanan penyakit.
• Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian
dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan <
200 ml 2. Darah rutin Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi Foto toraks PA dan lateral
Untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
• Normal
• Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT),
VR/KRF, VR/KPT meningkat - DLCO menurun pada emfisema - Raw meningkat pada
bronkitis kronik - Sgaw meningkat - Variabiliti Harian APE kurang dari 20 % 2. Uji latih
kardiopulmoner - Sepeda statis (ergocycle) - Jentera (treadmill) - Jalan 6 menit, lebih rendah
dari normal
3. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktiviti bronkus derajat ringan
4. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1
pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat
kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
5. Analisis gas darah Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
6. Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi
- Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak
terdeteksi oleh foto toraks polos
- Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru
7. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh hipertensi Pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan.
8. Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan
9. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk
mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas
berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
10. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda),
defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
VI. DIAGNOSIS BANDING
• Asma
• SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis) Adalah penyakit obstruksi saluran napas
yang ditemukan pada penderita pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal
• Pneumotoraks
• Gagal jantung kronik
• Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed lung.
V. Klasifikasi

VI. Penatalaksaan
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat - obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
1. Edukasi

 Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.

Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah

penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan

keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru.

 Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan

memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.

 Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah


1. Pengetahuan dasar tentang PPOK

2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

3. Cara pencegahan perburukan penyakit

4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)

5. Penyesuaian aktivititas

Bahan edukasi sebagai berikut :

1. Berhenti merokok

Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan

2. Pengunaan obat - obatan

- Macam obat dan jenisnya

- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )

- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau perlu

saja )

- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

3. Penggunaan oksigen

- Kapan oksigen harus digunakan

- Berapa dosisnya

- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen

5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya

Tanda eksaserbasi :

- Batuk atau sesak bertambah

- Sputum bertambah

- Sputum berubah warna

6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi


7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas

2. Obat-obatan

a. Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan

dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,

nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat

diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang (

long acting ).

b. Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,

berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau

prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji

kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat >

20% dan minimal 250 mg.

c. Antibiotik

 Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

 Lini I : amoksisilin, makrolid

 Lini II :

 amoksisilin

 asam klavulanat

 sefalosporin

 kuinolon

 makrolid baru

d. Antioksidan
 Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -

asetilsistein.

 Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai

 pemberian yang rutin

e. Mukolitik

 Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan

eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi

eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian

rutin.

f. Antitusif
3. Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan

kerusakan

sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk

mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun

organ -

organ lainnya.

Manfaat oksigen

- Mengurangi sesak

- Memperbaiki aktiviti

- Mengurangi hipertensi pulmonal

- Mengurangi vasokonstriksi

- Mengurangi hematokrit

- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri


- Meningkatkan kualiti hidup

Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan

gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi

akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU.

Alat bantu pemberian oksigen

- Nasal kanul

- Sungkup venturi

- Sungkup rebreathing

- Sungkup nonrebreathing

Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas

darah pada waktu tersebut.

4. Ventilasi Mekanik

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut,

gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan

napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di

rumah. Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :

- ventilasi mekanik dengan intubasi

- ventilasi mekanik tanpa intubasi

Pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi mekanik di rumah sakit bila

ditemukan keadaan sebagai berikut :

- Gagal napas yang pertama kali

- Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang jelas dan dapat diperbaiki,

misalnya pneumonia

- Aktiviti sebelumnya tidak terbatas Indikasi penggunaan ventilasi mekanik invasif :


- Sesak napas berat dengan penggunaan muskulus respirasi tambahan dan pergerakan

abdominal paradoksal

- Frekuensi napas > 35 permenit

- Hipoksemia yang mengancam jiwa (Pao2 < 40 mmHg)

- Asidosis berat pH < 7,25 dan hiperkapni (Pao2 < 60 mmHg)

- Henti napas

- Samnolen, gangguan kesadaran

- Komplikasi kardiovaskuler (hipotensi, syok, gagal jantung)

- Komplikasi lain (gangguan metabolisme, sepsis, pneumonia, emboli paru, barotrauma,

efusi pleura masif)

- Telah gagal dalam penggunaan NIPPV

Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOK dengan kondisi sebagai

berikut :

- PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal sebelumnya

- Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan

- Aktiviti sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal

VII. Komplikasi

1. Gagal napas

- Gagal napas kronik

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

2. Infeksi berulang

3. Kor pulmonal

Anda mungkin juga menyukai