Anda di halaman 1dari 26

PORTOFOLIO LAPORAN KASUS IGD

PNEUMONIA
COVID-19

Dokter Pembimbing :
dr. Nur Kartika Sari

Disusunoleh :
dr. Meliyana Dewi

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAYEN
KABUPATEN PATI
2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

PNEUMONIA

Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas dokter internship

Periode November 2021 – Februari 2022

Penyusun :

dr. Meliyana Dewi

Hari/Tanggal :

Tempat : RSUD Kayen, Pati

Telah Disetujui Oleh :

Pembimbing

dr. Nur Kartika Sari

NIP : 199304042009032013
Portofolio Kasus
No. ID dan Nama Peserta : dr. Meliyana Dewi
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Kayen, Kabupaten Pati
Topik : Pneumonia
Tanggal (kasus) : 01 Januari 2022
Nama pasien : Ny. M No. RM : 55401
Tanggal presentasi : Nama Pendamping : dr. Nur Kartika Sari
Tempat presentasi : RSUD Kayen, Kabupaten Pati
Objektif presentasi :
√ Keilmuan   □ Keterampilan□ Penyegara □ Tinjauan  Pustaka
√ Diagnostik       □ Manajemen  □ Masalah  □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja √Dewasa □ Lansia □Bumil
□ Deskripsi:
Pasien perempuan usia 28 th datang dengan keluhan sesak nafas jika sedang aktivitas sejak
1 minggu yang lalu dan demam
□ Tujuan:
 Menganalisis etiologi timbulnya manifestasi keluhan penderita.
 Menentukan diagnosis yang tepat sehingga mendapatkan penanganan yang tepat pula.
Bahan bahasan: □ Tinjauan Pustaka □ Riset √ Kasus □ Audit
Cara membahas : □ Diskusi √Presentasi dan diskusi □ E‐mail □ Pos
Data pasien: Nama: Ny. M Nomor Registrasi: 55401
Nama klinik: Telp: - Terdaftar sejak:  01 Januari 2022
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / gambaran klinis :
± 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan sesak nafas. keluhan
sesak nafas terasa jika pasien melakukan aktivitas dirumah sehari-hari, sesak tidak
dipengaruhi batuk, posisi tubuh maupun cuaca, hal ini baru dirasakan pasien sejak 1 bulan
terakhir.
± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh demam. demam tidak
disertai menggigil dan berkeringat di malam hari. Demam turun dengan obat penurun panas.
Pasien menyangkal pernah melakukan perjalanan ke luar provinsi, makan sembarangan, dan
tidak ada riwayat penurunan berat badan.
Pasien mengatakan badanya terasa lemas, dan nyeri tenggorokan. Pusing, muntah
dan nyeri ulu hati disangkal. Nafsu makan tidak ada keluhan. Buang air kecil dan buang air
besar tidak ada keluhan.

2. Riwayat pengobatan :
Pasien belum pernah berobat ke dokter, dan baru pertama berobat ke RSUD Kayen
3. Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat keluhan serupa disangkal
- Riwayat darah tinggi disangkal
- Riwayat rawat inap disangkal
- Riwayat konsumsi obat rutin disangkal
- Riwayat alergi disangkal
- Riwayat penyakit kronis disangkal
4. Riwayat Keluarga :
1. Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan serupa
2. Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit kronis
5. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal dengan istri dan satu anaknya. Pasien adalah seorang ibu rumah
tangga. Biaya pengobatan menggunakan BPJS.
Kesan : sosial ekonomi menengah
6. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum :
Compos mentis, GCS E4V5M6, tampak sesak
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 130x/menit,reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi nafas : 24x/menit, reguler
Suhu : 36,6°C per axilla
Rambut : warna hitam dan tidak mudah dicabut.
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
diameter 2mm/2mm, reflek cahaya (+/+)
Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)
Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
Mulut : bibir sianosis (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-), pucat (-)
Tenggorok : Tonsil : T1-1, hiperemis (-)
Leher : JVP R+2 cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran limfonodi servikal (-),
Toraks : retraksi (-), venektasi (-)
Pulmo
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-).
Palpasi : fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : sonor / sonor
Auskultasi : suara dasar : (vesikuler/vesikuler)
suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi basah halus(+/+)
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordisteraba di 2cm lateral linea mideoclavicularis sinistra, kuat
angkat (-), thrill (-)
Perkusi :

Batas jantung kanan atas : ICS II linea sternalis dexstra


Batas jantung kanan bawah : ICS IV linea parasternalis dexstra
Batas jantung kiri atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah : ICS V 2 cm lmedial linea medioclavicularis
→ konfigurasi jantung kesan normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, warna sama dengan sekitar
Auskultasi: : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, Pekak sisi (-), Pekak alih (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), Hepar dan lien tidak ada pembesaran

Ekstremitas : superior inferior


Oedem -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Tonus normotonus

7. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah (30 Desember 2020)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi rutin
Hemoglobin 11.1 g/dl 14 – 18
Hematokrit 31.7 % 40 – 48
Leukosit 11.700 ribu/µl 4 – 10
Trombosit 334 ribu/C 150 – 400
Lain-lain
Rapid Test Non reactive Non reactive
GDS 97 Mg/dl 70-160
Pemeriksaan Thorax
Pemeriksaan X Foto Thorax PA
Cor : CTR < 50% Bentuk dan letak jantung normal
Pulmo : Corakan vaskuler meningkat
Tampak bercak pada kedua lapang paru
Diafragma baik
Sinus kostofrenicus kanan kiri lancip
Kesan : Cor tak membesar
Pulmo : Bronkopneumonia

Pemeriksaan EKG
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Pneumonia
2. Diagnosis Covid 19
Tata Laksana awal Pneumonia

SOAP
1. SUBJEKTIF :
± 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan sesak nafas.
keluhan sesak nafas terasa jika pasien melakukan aktivitas dirumah sehari-hari, sesak
tidak dipengaruhi batuk, posisi tubuh maupun cuaca, hal ini baru dirasakan pasien sejak 1
bulan terakhir. ± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh demam. demam
tidak disertai menggigil dan berkeringat di malam hari. Demam turun dengan obat
penurun panas. Pasien menyangkal pernah melakukan perjalanan ke luar provinsi, makan
sembarangan, dan tidak ada riwayat penurunan berat badan. Selain itu, tidak ada keluhan
batuk darah, pilek maupun suara parau. belum pernah mengkonsumsi obat 6 bulan.
Pasien mengatakan badanya terasa lemas, dan nyeri tenggorokan. Pusing, muntah
dan nyeri ulu hati disangkal. Nafsu makan tidak ada keluhan. Buang air kecil dan buang
air besar tidak ada keluhan.
Berdasarkan data di atas, harus diwaspadai adanya infeksi pada paru-paru pasien.
2. OBJEKTIF : hasil diagnosis pada kasus ini ditemukan berdasarkan :
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita tampak sesak,
kesadaran komposmentis. Pada pemeriksaan thorax, pada pulmo didapatkan suara ronkhi
basah halus pada auskultasi dan pada pemeriksaan jantung tidak didapatkan kesan jantung
membesar. Pada pemeriksaan rontgen didapatkan kesan cor tampak normal dan
bronkopneumonia. Seluruh pemeriksaan tersebut mendukung diagnosis Pneumonia.
3. “ Assesment’’ :

Pneumonia
Sesak (+),batuk(-), demam(+), ronkhi basah halus (+/+)
Covid 19
Swab Test Antigen Negatif

4. “ Plan” :
Assessment : Pneumonia
IP Dx : S:-
O:-
IP Tx : - Infus RL 20 tpm
- Inj. Levofloksasin 750 mg/24 jam
- O2 3 LPM
- Paracetamol 3x500 mg
- N asetilsistein 3x200 mg
- Nebul lasalcom : N asetilsistein/8 jam
IP Mx : Evaluasi keadaan umum, tanda vital, dan balans cairan.
IP Ex : Memberitahu keluarga mengenai kondisi pasien

Assessment : Pneumonia
IP Dx : S:-
O:-
IP Tx : - Infus RL 20 tpm
- Inj. Levofloksasin 750 mg/24 jam
- O2 3 LPM
- Paracetamol 3x500 mg
- N asetilsistein 3x200 mg
- Nebul lasalcom : N asetilsistein/8 jam
IP Mx : Evaluasi keadaan umum, tanda vital, dan balans cairan.
IP Ex : Memberitahu keluarga mengenai kondisi pasien
FOLLOW UP
Tanggal Monitoring Keterangan
02/02/2022 S : Sesak saat tidur, sering terbangun IVFD RL 20 TPM
09.00 ketika tidur Inj. Levofloksasin 750 mg/24 jam
ICU O : KU sadar O2 3 LPM
TD : 99/63 mmHg Paracetamol 3 x 500mg
HR : 103x/menit N asetilsistein 3 x 200 mg
RR : 22x/menit Nebu lasalcom : N asetilsistein/8
T : 36,5°C (axiller) jam
Thorax : Inj. Gentamisin 80 mg/12 jam
Pulmo
Inspeksi :simetris
Palpasi: fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi :sonor / sonor
Auskultasi:suara dasar vesikular,
wheezing (-/-), ronkhi basah halus(+/+)
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordisteraba, kuat angkat
(-), thrill (-)
Perkusi :kesanjantung membesar
Auskultasi: Bunyi jantung I-II
normal,reguler,
bising (-), gallop
(-)

A : Pneumonia

03/02/2022 S : Sesak (+) IVFD RL 20 TPM


10.00 O : KU sedang Inj. Levifloksasin 750 mg/24 jam
ICU TD : 120/80 mmHg O2 3 LPM
HR : 84x/menit Paracetamol 3 x 500mg
RR : 22x/menit N asetilsistein 3x200 mg
T : 36,1°C (axiller) Nebu lasalcom : N asetilsistein
Thorax : 3x200 mg
Pulmo Inj. Gentamisin 80 mg/12 jam
Inspeksi :simetris
Palpasi: fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi :sonor / sonor
Auskultasi:suara dasar vesikular,
wheezing (-/-), ronkhi basah halus(+/+)
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordisteraba, kuat angkat
(-), thrill (-)
Perkusi :kesanjantung membesar
Auskultasi: Bunyi jantung I-II
normal,reguler,
bising (-), gallop
(-)

A : Pneumonia

04/02/2022 S : Sesak IVFD RL 20 TPM


11.00 O : KU sedang Inj. Levifloksasin 750 mg/24 jam
ICU TD : 110/70 mmHg O2 3 LPM
HR : 84x/menit Paracetamol 3 x 500mg
RR : 24x/menit N asetilsistein 3x200 mg
T : 37,1°C (axiller) Nebu lasalcom : N asetilsistein
Thorax : 3x200 mg
Pulmo Inj. Gentamisin 80 mg/12 jam
Inspeksi :simetris
Palpasi: fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi :sonor / sonor
Auskultasi:suara dasar vesikular,
wheezing (-/-), ronkhi basah halus(+/+)
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordisteraba, kuat angkat
(-), thrill (-)
Perkusi :kesanjantung membesar
Auskultasi: Bunyi jantung I-II
normal,reguler,
bising (-), gallop
(-)
A : Pneumonia

PROGNOSIS
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam
 Ad fungsionam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

PNEUMONIA
A. DEFINISI
Pneumonia merupakan infeksi atau keradangan saluran napas bagian bawah yang
melibatkan saluran napas dan parenkim disertai konsolidasi ruang alveolar yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, dan jamur yang ditandai
oleh demam, batuk, sesak (peningkatan frekuensi pernapasan), retraksi dinding dada,
napas cuping hidung dan terkadang dapat terjadi sianosis. WHO sendiri mendefinisikan
pneumonia berdasarkan adanya gejala klnis berupa batuk, susah nafas dan takipnea.
Pneumonia dibagi menjadi 2 berdasarkan atas lokasi didapatnya pneumonia tersebut yaitu
Community Acquired Pneumonia (CAP)dan Hospitalized Acquired Pneumonia (HAP).
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia loburalis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga alveolus
disekitarnya berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) seperti
terlihat pada gambar, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Pada
bronkopneumonia terdapat produksi eksudat mukopurulen yang mengakibatkan sumbatan
beberapa saluran napas kecil dan juga mengakibatkan konsolidasi yang ”patchy” dari
lobulus-lobulus disekitarnya.

2.1 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan, baik oleh bakteri, virus, atau jamur. Pada negara
berkembang pneumonia lebih sering disebabkan oleh bakteri dibandingkan virus.
Sedangkan pada negara maju, virus menjadi penyebab tersering. Banyak faktor yang bisa
meningkatkan resiko pneumonia seperti penurunan imunitas karena penyakit tertentu atau
obat serta lama diopname di rumah sakit.

2.2 Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia berdasarkan anatomis meliputi:
 Pneumonia lobaris
 Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
 Pneumonia interstitialis (bronkiolitis)
Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologis:
 Pneumonia komunitas atau community-acquired pneumonia (CAP)
CAP adalah infeksi pneumonia yang didapat karena terjadinya penularan yang
dimana patogen penyebabnya biasanya masuk melalui inhalasi atau aspirasi ke
segmen paru atau lobus paru-paru
 Pneumonia nosokomial atau hospital-acquired pneumonia (HAP)
HAP adalah pneumonia yang muncul setelah penderita dirawat lebih dari 48
jam di rumah sakit tanpa adanya pemberian intubasi endotrakeal
 Pneumonia pada penderita dengan keadaan immunocompromised
Pneumonia pada penderita dengan keadaan imun yang terganggu akan
memperlihatkan gejala klinis yang berat dengan riwayat infeksi bakteri berat 3
kali atau lebih dalam 12 bulan terakhir.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan etiologi
 Pneumonia bakteri tipikal:
o Streptococcus pneumonia, bakteri gram positif, anaerob fakultatif
o Staphylococcus aureus, bakteri gram positif, anaerob fakultatif
o Enterococcus sp.
o Pseudomonas aeruginosa, bakteri gram negatif, anaerob yang
memiliki bau yang sangat khas
o Klebsiella pneumonia, bakteri gram negatif, anaerob fakultatif
o Haemophilus influenza, bakteri gram negatif anaerob
 Pneumonia bakteri atipikal:
o Mycoplasma sp.
o Chlamedia sp.
o Legionella sp.
 Pneumonia virus, seperti:
o Cytomegalovirus
o Virus Herpes Simplex
o Virus Varcella-Zoster
 Pneumonia jamur
o Candida sp.
o Aspergillus sp.
o Cryptococcus neoformans

Berdasarkan derajat beratnya klinis menurut WHO, pneumonia dikelompokkan


menjadi :
a. Bukan pneumonia
b. Pneumonia tidak berat
Nafas cepat :
- Usia < 2 bulan : ≥60 x/menit
- Usia 2 – 12 bulan : ≥50 x/menit
- Usia 1 – 5 tahun : ≥40 x/menit
- Usia 5 – 8 tahun : ≥30 x/menit
c. Pneumonia berat
- Batuk/sesak nafas disertai salah satu di bawah ini :
o Retraksi dinding dada
o Nafas cuping hidung
o Grunting (merintih)
- Auskultasi : ronki (+), suara nafas menurun, suara nafas bronkial
d. Pneumonia sangat berat
- Batuk/sesak nafas disertai salah satu di bawah ini :
o Sianosis sentral
o Tidak bisa minum
o Muntah
o Kejang, letargi, kesadaran menurun
o Anggukan kepala (head nodding)
- Auskultasi : ronki, suara nafas menurun, suara nafas bronkial

2.3 Patogenesis
Pneumonia dapat terjadi akibat pengaruh dari 3 faktor antara lain: host,
mikroorganisme yang menyerang (agent), dan interaksi lingkungan (environment).
Berbagai macam cara penularan pneumonia antara lain: melalui droplet dapat disebabkan
olehStreptococcus pneumonia, sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator disebabkan
oleh Enterobacter sp dan P. aeruginosa.Pada kondisi sehat atau imunitas host baik maka
tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme (agent) di paru karena adanya mekanisme
pertahanan paru yang berfungsi dengan baik. Penyakit muncul ketika terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh (host), mikroorganisme (agent) dan
lingkungan (environment).Ketika mekanisme pertahanan paru tidak menjalankan fungsi
dengan baik maka agent dapat menuju alveoli melalui saluran pernafasansehingga
mengakibatkan inflamasi pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/ Kongestif)
Stadium ini disebut juga hiperemia, mengacu pada respon peradangan
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut antara lain histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskular paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma
ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus dilalui oleh oksigen dan karbondioksida, yang
akan mengakibatkan gangguan proses pertukaran gas sehingga terjadi
penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Stadium ini disebut juga dengan hepatisasi merah. Hal ini terjadi sewaktu
alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh
host sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat
oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan terasa seperti hepar. Pada stadium ini
udara di dalam alveoli sangat minimal hingga tidak ada sehingga penderita akan
terlihat sesak. Stadium ini berlangsung singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III (3 – 8 hari)
Stadium selanjutnya disebut juga hepatisasi kelabu. Hal ini dikarenakan sel-
sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini
endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit mulai direabsorbsi, lobus
masih tetap padat karena adanya fibrin dan leukosit, warna merah berubah
menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

d. Stadium IV (7 – 12 hari)
Pada stadium ini terjadi penurunan respon imun dan peradangan sehingga
dinamakan sebagai stadium resolusi. Sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke struktur semula.

2.4 Manifestasi Klinis


Gejala pneumonia sering kali berupa batuk berdahak, sputum kehijauan atau kuning,
demam tinggi yang disertai dengan menggigil. Selain itu, terdapat nafas yang pendek dan
terdapat nyeri dada atau nyeri tajam. Nyeri biasanya dirasakan ketika menghirup nafas
dalam atau saat batuk. Pada penderita pneumonia, batuk dapat disertai dengan dahak
berdarah, sakit kepala, atau mengeluarkan banyak keringat dan kulit lembab. Gejala lain
berupa hilang nafsu makan, kelelahan, kulit menjadi pucat, mual, muntah, nyeri sendi
atau otot.

2.5 Diagnosis
Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak antara lain batuk, demam tinggi
terus menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang
(pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang
sakit. Selain itu, dapat pula timbul gejala penurunan nafsu makan.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan demam tinggi (≥38,50C),
takipnea, retraksi (subkostal, interkostal, suprasternal), napas cuping hidung,
sianosis, deviasi trakea, tanda-tanda terdapatnya konsolidasi seperti: ekspansi
dada yang berkurang; peningkatan vokal fremitus, suara redup yang terlokalisir
pada perkusi; suara napas yang melemah, bronkial atau bronkovesikuler, rhonki,
wheezing dapat terdengar pada auskultasi.
c. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah lengkap pada pneumonia umumnya didapatkan
dengan leukositosis dengan neutrofil yang mendominasi pada hitung jenis.
Leukosit >30.000 dengan dominasi neutrofil mengarah ke bakteri Pneumonia
streptococcus. Trombositosis >500.000 khas pada pneumonia bakterial. Infeksi
yang disebabkan oleh virus biasnya menyebabkan trombositopenia. Kultur darah
merupakan cara yang spesifik namun hanya positif pada 10-15% kasus.
- Pemeriksaan radiologis
Foto thoraks merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan
diagnosis. Foto thoraks AP/lateral bertujuan untuk menentukan lokasi anatomi
dalam paru. Gambaran patchy infiltrate dan terdapat gambaran air bronchogram
merupakan gambaran pada foto thoraks penderita pneumonia.
- Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi dapat dilakukan melalui usapan spesimen
tenggorokan, sekresi nasofaring,sputum, aspirasi trakea, pungsi pleura, darah,
aspirasi paru dan bilasan bronkus. Pemeriksaan ini sulit dilakukan dari segi
teknis maupun biaya.

2.6 Diagnosis Banding


1. Asma Bronkiale
Dalam mendiagnosis asma dapat dilakukan melalui anamnesis keluarga serta
riwayat asma pada keluarga, serangan asma terjadi berulang atau episodik,
ekspirasi memanjang, ronki lebih terbatas, pulmonary inflation lebih ringan, pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan eosinophilia, bereaksi terhadap
bronchodilator serta epinephrine.
2. Bronkitis Akut
Lokasi berada di bronkus, gejala obstruksi dan gangguan pertukaran tidak
nyata atau ringan, terdapat ronki basah dan kasar

2.7 Penatalaksanaan
1. Oksigen
Terapi oksigen diberikan apabila terdapat tanda-tanda hipoksemia; gelisah,
sianosis dan lain-lain. Pada usia<2 tahun biasanya diberikan 2 liter/menit
sedangkan pada usia > 2 tahun dapat diberikan oksigen hingga 4 liter/ menit.
2. Cairan dan makanan bergizi
a. Cairan : komposisi paling sederhana adalah Dextrose 5%, komposisi lain
tergantung kebutuhan, jumlah 60-70% kebutuhan total, beberapa sumber
menyatakan dapat diberikan sesuai kebutuhan maintenance.
b. Makanan : bila tidak dapat peroral, dapat dipertimbangkan pemberian
intravena seperti asam amino, emulsi lemak dll.
3. Simtomatis
- Antipiretika diberikan bila terdapat hiperpireksia. Hindari asetosal karena
dapat memperberat asidosis.
- Mukolitik/ ekspektorans.
- Antifusif umumnya tidak diberikan.
- Antikonvulsan; dapat dipertimbangkan bila kejang bukan karena hipoksemia;
dapat dicoba kloralhidrat 50mg/kg/hari ( dibagi 3 dosis ) atau diazepam 05-
0.73/kg/kali, im/IV
4. Antiviral / antibiotika
Antiviral diberikan untuk pneumonia viral yang berat/ cenderung menjadi
berat (disertai kelainan jantung atau penyakit dasar yang lain).
Tabel 2. Virus dan Anti Virus
Virus Anti virus Virus Anti virus
Resp. sinsitial Ribavirin Influenza- A Amantdin
Varisela Ansiklovir Sitomegalovirus Ganiklovir

Bila berdasarkan panduan WHO dengan memakai klasifikasi terbaru, penanganan


antibiotika yang dipakai pada pneumonia adalah:
 2 bulan hingga 12 bulan (4kg - <10kg) : Amoxicillin 250 mg 1 tablet dua
kali sehari selama lima hari
 12 bulan hingga 3 tahun (10kg - <14kg) : Amoxicillin 250 mg 2 tablet dua
kali sehari selama lima hari
 3 tahun hingga 5 tahun (14kg - 19kg) : Amoxicillin 250 mg 3 tablet dua
kali sehari selama lima hari
Pemberian sefalosporin dapat pula diberikan sebagai lini kedua dengan dosis 125
mg @ 12 jam sebagai pilihan kedua pada pneumonia yang diduga disebabkan
oleh Streptococcus pneumonia.
5. Kortikosteroid
Kadang-kadang diberikan pada kasus yang berat (konsolidasi masif),
atelektasis, infiltrasi milier (dengan sesak dan sianosis).

1. Pneumonia Rawat Jalan


Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama
secara oral, misalnya amoksisilin 25 mg/kgBB atau kotrimoksazol 4 mg/kgBB TMP
dan 20 mg/kgBB sulfametoksazol dua kali sehari selama 3 hari. Makrolid, baik
eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai terapi alternatif beta –
laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya aktivitas
ganda terhadap S. pneumoniae dan bakteri atipik.
Setalah itu, anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk
membawa kembali anaknya setelah 2 hari atau lebih kalau keadaan anak memburuk
atau tidak dapat minum atau menyusui. Bila pernapasannya membaik ( melambat ),
demam berkurang, nafsu makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai selesai 3
hari. Jika frekuensi pernapasan, demam, dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti
ke antibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi. Jika ada tanda
pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai pedoman pneumonia
berat.

2. Pneumonia Rawat Inap


Terapi Antibiotik
Pemilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan golongan beta – laktam
atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta – laktam dan
kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik seperti gentamisin, amikasin, atau
sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Antibiotik diteruskan
selama 7 – 10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi. Pada neonatus
dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera mungkin. Oleh
karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis, antibiotik
yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi
betalaktam/klavulanat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga.
WHO menganjurkan pemberian ampisilin/amoksisilin 25 – 50 mg/kgBB/kali
IV atau IM setiap 6 jam yang dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila
anak memberi respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi
dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral 15 mg/kgBB/kali
tiga kali sehari untuk 5 hari berikutnya.

Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan
adalah antibiotik beta – laktam dengan/tanpa klavulanat; pada kasus yang lebih berat
diberikan beta – laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena,
atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah
stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan selama 10 hari.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan yang
berat maka ditambahkan kloramfenikol 25 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 8 jam.
Bila pasien datang dengan keadaan klinis yang berat segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampisilin – kloramfenikol atau ampisilin – gentamisin. Sebagai
alternatif, beri seftriakson 80 – 100 mg/kgBB IV atau IM sekali sehari. Bila tidak
membaik dalan 48 jam, maka bila mungkin foto toraks.
Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin 7,5
mg/kgBB IM sekali sehari dan klokasilin 50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam atau
klindamisin 15 mg/kgBB/hari hingga 3 kali pemberian. Bila keadaan anak membaik,
lanjutkan kloksasilin atau diklokasilin secara oral 4 kali sehari sampai secara
keseluruhan mencapai 3 minggu atau klindamisin oral selama 2 minggu.

Terapi Penunjang
Bila anak disetai demam yang tampaknya menyebabkan distres, beri
antipiretik seperti parasetamol. Bila ditemukaan adanya wheezing, beri bronkodilator
kerja cepat. Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan
oleh anak, hilangkan dengan alat penghisap secara perlahan. Pastikan anak
mendapatkan kebutuhan cairan runatan yang sesuai, tetapi hati – hati terhadap
kelebihan cairan/overhidrasi. Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral. Jika anak tidak
dapat minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan rumatan dalam jumlah
sedikit tapi sering. Jika asupan cairan oral mencukupi, jangan menggunakan pipa
nasogastrik untuk meningkatkan asupan, karena akan meningkatkan risiko pneumonia
aspirasi. Jika oksigen diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik, pasang
keduanya pada lubang hidung yang sama.

2.8 Komplikasi
1. Gagal nafas dan sirkulasi
Penderita pneumonia sering kesulitan bernafas sehingga tidak mungkin bagi
mereka untuk tetap cukup bernafas tanpa bantuan agar tetap hidup. Bantuan
pernapasan non-invasif yang dapat membantu seperti mesin untuk jalan nafas
dengan bilevel tekanan positif,dalam kasus lain pemasangan endotracheal tube
kalau perlu dan ventilator dapat digunakan untuk membantu pernafasan.
Pneumonia dapat menyebabkan gagal nafas dengan pencetus Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan respon inflamasi
dalam paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental, kekentalan ini
menyatu dengan keras menyebabkan kesulitan penyaringan udara untuk cairan
alveoli.
2. Syok sepsis dan septik
Kondisi ini merupakan komplikasi potensial dari pneumonia. Sepsis terjadi
karena mikroorganisme masuk ke aliran darah sistemik dan adanya respon sistem
imun melalui sekresi sitokin. Sepsis seringkali terjadi pada pneumonia karena
bakteri, dimanaStreptoccocuspneumonia merupakan salah satu penyebabnya.
Individu dengan sepsis atau syok septik membutuhkan unit perawatan intensif di
rumah sakit.
3. Efusi pleura,empyema dan abses.
Infeksi mikroorganisme pada paru-paru akan menyebabkan bertambahnya
cairan dalam ruang yang mengelilingi paru (rongga pleura). Jika mikroorganisme
itu sendiri ada di rongga pleura, kumpulan cairan ini disebut empyema. Bila
cairan pleura ada pada orang dengan pneumonia,cairan ini sering diambil dengan
jarum (toracocentesis) dan diperiksa,tergantung dari hasil pemeriksaan ini. Perlu
pengaliran lengkap dari cairan ini,sering memerlukan selang pada dada. Pada
kasus empyema berat perlu tindakan pembedahan. Sedangkan abses pada paru
biasanya dapat dilihat dengan foto thorax dengan sinar x atau CT scan.

2.9 Prognosis
Dengan terapi adekuat, mortalitas kurang dari 1%. Tergantung pada umur anak,
beratnya penyakit dan penyulit yang menyertai seperti:
- Apnea yang berkepanjangan
- Asidosis respiratorik berat yang tidak terkompensasi
- Dehidrasi berat yang tidak segera ditanggulangi
- Disertai dengan kelainan lain seperti penyakit jantung kongenital, cystic fibrosis
pancreas dan immunodefisiensi

2.10 Pencegahan
1. Perbaikan sosial ekonomi: perumahan, sanitasi, nutrisi, higienitas.
2. Imunisasi: terhadap infeksi lain, kadang menurunkan pula pneumonia.
3. Bila ada faktor predisposisi: pengobatan dini dan adekuat, bila mungkin
menjauhkan infeksi.
4. Vaksin khusus: pneumococcus dengan vaksin 23-valent pneumococcal,
Haemophillus Influenza dengan Vaksin konjugat H. Influenza memiliki jadwal
yang rutin diberikan pada anak-anak, atau dengan rifampin prophylaxis untuk
yang beresiko tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Kemenkes RI. 2012.


2. Pneumonia. October 2011.
http://www.thoracic.org/education/breathing-in-america/resources/chapter-15-
pneumonia.pdf.
3. Pneumonia among Children in Developing Countries. CDC. 13 October 2005. CDC.
http://www.cdc.gov/ncidod/dbmd/diseaseinfo/pneumchilddevcount_t htm.
4. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Karen J. Moredante, Hal B. Jenson.
Pneumonia. Dalam: Nelson Essentials of pediatrics. Edisi 5. Philadelphia: Elsevier Inc;
2006. h. 503-509
5. Pneumonia. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak 3. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1985.
6. Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) (revised). Geneva, World Health
Organization/The United Nation Children’s Fund (UNICEF), 2014.
7. WHO. Recommendations for management of common childhood conditions: Evidence
for technical update of pocket book recommendations. Geneva, WHO,2012.
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/management_childhood_condi
tions/en/index.html
8. Wojsyk I, Banaszak, Breborowicz A. Pneumonia in Children. 2013 : 137-138.
9. Fransiska SK. Pneumonia. Fakultas Kedokteran Wijaya Kusuma Surabaya. 2006 : 1-12.
10. Enggrajati Moses Silitonga. Bronkopneumonia. 2013. Hal :1-18
11. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson. Nelson Textbook of Pediatrics, 18 th ed.
Philadelphia: WB Saunders Company. 2008; 181:1130-1134.
12. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s principles of internal medicine 17th edition.
New York: McGrawHill:2008.
13. Norman M. Kaplan. Kaplan's Clinical Hypertension 9th edition. Philadelphia, USA:
Lippincott Williams & Wilkins:2006.
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal ……………………..…………... telah dipresentasikan oleh :


Nama Peserta :
Dengan Judul/Topik :
Nama Pendamping :
Nama Wahana :

NO. Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Pendamping,

dr. Nur Kartika Sari

Anda mungkin juga menyukai