Anda di halaman 1dari 16

0

LAPORAN PORTOFOLIO

CHRONIC KIDNEY DISEASE STAGE V
DENGAN OEDEM PULMO AKUT










Disusun oleh:
dr. DIAN AJENG ATIKANINGRUM








INTERNSIP DOKTER INDONESIA
RSUD DJOJONEGORO KABUPATEN TEMANGGUNG
1

PERIODE JUNI 2014 - MEI 2015
2

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Borang Portofolio

Topik :
Chronic Kidney Disease stage V dengan Oedem Pulmo Akut

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internship sekaligus
sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internship dokter Indonesia di
RSUD Djojonegoro Kabupaten Temanggung


Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal September 2014



Dokter Internship,


dr. Dian Ajeng Atikaningrum


Mengetahui,
Dokter Pendamping


dr. Retnaning

3

BORANG PORTOFOLIO
No. ID dan Nama Peserta : dr. Dian Ajeng Atikaningrum
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Djojonegoro Kab. Temanggung
Topik : Chronic Kidney Disease stage V dengan oedem pulmo akut
Tanggal (kasus) : 18 September 2014
Nama pasien : Ny. Y No. RM : 17 63 33
Tanggal presentasi : 30 September 2014 Nama pendamping : dr. Retnaning
Tempat presentasi : RSUD Djojonegoro Kab. Temanggung
Objektif presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi:
Pasien datang ke RS dengan keluhan sesak napas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Sesak dirasakan semakin memberat setiap harinya. Sesak dirasakan memberat dengan aktivitas
sampai pasien tidak bisa beristirahat dengan baik. Pasien juga mengeluhkan bagian tubuh
wajah, tangan, dan kaki bengkak. Bengkak dirasakan sudah lama sekitar 1 bulan yang lalu dan
makin memberat akhir-akhir ini. 1 minggu SMRS, pasien sudah pernah berobat dan mondok
di RSK, dianjurkan untuk cuci darah tetapi pasien menolak. Pasien mempunyai riwayat minum
jamu-jamuan sejak masih muda. Nafsu makan menurun, mual (+), muntah (+), nyeri perut (-).
BAB (+) 2 kali sehari, BAB encer (-), BAB lendir darah (-). BAK sedikit terakhir warna
kuning biasa.

Tujuan:
Menganalisis etiologi timbulnya manifestasi keluhan penderita.
Memberikan terapi pasien CKD stage V..
Memberikan edukasi tentang sakit yang diderita pasien
Bahan bahasan:

Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas
:

Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos





4


Data pasien: Nama: Ny. Y Nomor Registrasi:17 63 33
Nama klinik: Telp: - Terdaftar sejak: 18 September 2014
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / gambaran klinis :
Pasien datang ke RS dengan keluhan sesak napas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Sesak dirasakan semakin memberat setiap harinya. Sesak dirasakan memberat dengan aktivitas
sampai pasien tidak bisa beristirahat dengan baik. Pasien juga mengeluhkan bagian tubuh wajah,
tangan, dan kaki bengkak. Bengkak dirasakan sudah lama sekitar 1 bulan yang lalu dan makin
memberat akhir-akhir ini. 1 minggu SMRS, pasien sudah pernah berobat dan mondok di RSK,
dianjurkan untuk cuci darah tetapi pasien menolak. Pasien mempunyai riwayat minum jamu-
jamuan sejak masih muda. Nafsu makan menurun, mual (+), muntah (+), nyeri perut (-). BAB (+)
2 kali sehari, BAB encer (-), BAB lendir darah (-). BAK sedikit terakhir warna kuning biasa.
2. Riwayat pengobatan : pasien sudah pernah periksa dan sempat mondok di RSK, dianjurkan untuk
cuci darah tetapi pasien menolak

3. Riwayat kesehatan/ penyakit : Riwayat hipertensi (+)
4. Riwayat keluarga : Riwayat penyakit sama (-), Riwayat Hipertensi (-), Riwayat DM (-)
5. Riwayat gizi : cukup, BB 55 kg
6. Lain- lain :
1) Tanda vital : Nadi: 100 x/ menit, RR : 44 x/menit, t : 37,3
0
C
2) Pemeriksaan fisik :
-kepala : mesocephale
-mata : anemis (+) ikterik(-)
-telinga : bentuk normal, secret(-)
-mulut : bibir kering (-) sianosis (-)
-tenggorok: nyeri telan (-) , pembesaran tonsil (-)
-leher : vena jugular melebar (-) deviasi trachea (-) pembesaran kelenjar limfe (-)

Pemeriksaan Fisik Thorax
PARU:
-INSPEKSI :
Bentuk : statis N, diameter AP < Latero lateral, Sela iga melebar (-)
dinamis pergerakan hemithorax kanan-kiri seimbang
-PALPASI : ICS melebar (-), nyeri tekan (-)
gerak nafas simetri
stem fremitus : kanan = kiri
-PERKUSI: sonor, batas paru-hati ICS IV linea mid clavicularis dx,
-AUSKULTASI :
suara dasar : Kanan : vesikuler melemah
Kiri : vesikuler melemah
suara tambahan : ronkhi basah kasar (+/+) wheezing (-/-)
5

JANTUNG
INSPEKSI : iktus kordis tampak, thrill (-)
PALPASI : iktus kordis teraba di ICS V, 2 cm medial linea mid clavikula sinistra
kuat angkat (+), pulsus parasternal (-),
pulsus epigastrium (-), sternal lift (-)
PERKUSI : redup
Batas atas jantung : ICS II lin sternal sin
Pinggang jantung : ICS III lin parasternal sin
Kanan jantung : ICS V lin sternalis dx.
Kiri bawah : ICS V 2 cm linea mid clavikula sinistra,
AUSKULTASI : suara dasar SI-SII , reguler .
HR :100 x/mnt,reguler
Suara tambahan : bising (-) SIII (-), irama gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Datar, tidak tampak gambaran usus
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+) di regio epigrastium
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal

EKSTREMITAS:
Superior+Inferior
- hiperpigmentasi -/- -/-
- oedem +/+ +/+
- akral dingin -/- -/-
- sikatrik -/- -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 18 September 2014

Pemeriksaan 18/09/14 Satuan Rujukan
Hemoglobin 7,8 g/dL 12,0-16,0
Hematokrit 26 % 35-45
AL 7,4 Ribu/ul 5,0-13,0
AT 219 Ribu/ul 150-450
AE 2,72 Juta/ul 4,50-5,30
MCV 93,8 /um 80,0-97,0
MCH 29,7 Pg 25,0-33,0
MCHC 30,6 g/dL 31,0-37,0
6

Eosinofil 2,2 % 0-4
Basofil 0,3 % 0-2
Netrofil 71,5 % 50,0-70,0
Limfosit 19,6 % 20,0-60,0
Monosit 6,4 % 2,0-15,0
Gol darah ABO AB
Ureum 167,0 mg/dl 10,0-50,0
Creatinin 7,53 Mg/dl 0,50-0,90
HbsAg Non
reaktif



Daftar Pustaka :
1. Said M. 2008. Pneumonia. Unit Kerja Koordinasi Respirologi . Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama 5.10: 350-365..
2. Antonius H dkk. 2010. Pneumonia. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia
2010 hal 250-255
3. Retno A dkk. 2006. Pneumonia. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita
Selekta Ilmu Kesehatan Anak VI. Divisi Respirologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr.
Soetomo Surabaya. http://old.pediatrik.com/pkb/061022023132-f6vo140.pdf
4. Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid2, Media Aesculapius, Jakarta
5. Hassan & Alatas, dkk, 2002, Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak, cetakan kesepuluh, Bagian
Ilmu Kesehatan anak universitas Indonesia, Jakarta
Hasil Pembelajaran :

1. DEFINISI
Pneumonia adalah inflamasi akut yang mengenai parenkim paru meliputi alveolus dan
jaringan interstisial. Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan
sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi). Pneumonia seringkali dipercaya
diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara klinis
pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan pneumonia viral. Demikian pula
pemeriksaan radiologis dan laboratoris tidak menunjukkan perbedaan nyata.
1,2


2. EPIDEMIOLOGI
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara terutama di
negara berkembang termasuk Indonesia. Insidens pneumonia pada anak <5 tahun di negara maju
adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun.
Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di negara
berkembang
2
. Menurut survei kesehatan nasional tahun 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8%
kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratorik termasuk pneumonia.
1

Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering didapatkan tetapi juga
7

lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak. Insidens puncak pada umur 1-5 tahun
dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas diakibatkan oleh bakteremia oleh
karena Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, tetapi di negara berkembang juga
berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses perawatan.
3

Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi RSV didapatkan sebanyak 40%. Di negara
dengan 4 musim, banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi, di negara tropis
pada musim hujan.
3


3. KRITERIA DIAGNOSIS PNEUMONIA
Klasifikasi ISPA dalam program P2 ISPA juga dibedakan untuk golongan umur kurang
dari 2 bulan dan golongan umur balita 2 bulan 5 tahun :
2

a. Golongan umur kurang dari 2 bulan ada 2 klasifikasi yaitu:
1) Pneumonia Berat.
Anak dengan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam atau nafas cepat (60x per
menit atau lebih). Tarikan dinding dada kedalam terjadi bila paru-paru menjadi kaku
dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk menarik nafas. Anak dengan tarikan dinding
dada ke dalam, mempunyai resiko meninggal yang lebih besar dibanding dengan anak
yang hanya menderita pernafasan cepat.
Penderita pneumonia berat juga mungkin disertai tanda-tanda lain seperti :
a). Napas cuping hidung, hidung kembang kempis waktu bernafas.
b). Suara rintihan
c). Sianosis (Kulit kebiru-biruan karena kekurangan oksigen).
d). Wheezing yang baru pertama dialami.
2) Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan adanya tarikan kuat ke dalam dinding dada bagian bawah atau nafas
cepat yaitu < 60 kali per menit (batuk,pilek biasa). Tanda bahaya untuk golongan umur
kurang dari 2 bulan ini adalah : kurang bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,
wheezing, gizi buruk, demam/dingin.
b. Golongan umur 2 bulan 5 tahun ada 3 klasifikasi, yaitu :
1) Pneumonia Berat, bila disertai nafas sesak dengan adanya tarikan dada bagian bawah ke
dalam waktu anak menarik nafas, dengan catatan anak harus dalam keadaan tenang, tidak
menangis dan meronta.
2) Pneumonia, bila hanya disertai nafas cepat dengan batasan :
a) Untuk usia 2 bulan kurang 12 bulan = 50 kali per menit.
b) Untuk usia 1 tahun 5 tahun = 40 kali per menit atau lebih.
c) Bukan Pneumonia, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah kedalam
atau nafas cepat (batuk pilek biasa).
Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan 5 tahun adalah : tidak dapat minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, wheezing dan gizi buruk.

4. PATOLOGI DAN PATOGENESIS PNEUMONIA
Sebagian besar pneumonia timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran langsung
8

kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari
viremia/bakterimia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal saluran
respiratorik bawah mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Paru terlindung dari
infeksi melalui beberapa mekanisme termasuk barier anatomi dan barier mekanik, juga sistem
pertahanan tubuh lokal maupun sistemik. Barier anatomi dan mekanik diantaranya adalah filtrasi
partikel di hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing melalui
refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh lapisan mukosilier. Sistem pertahanan tubuh
yang terlihat baik sekresi lokal imunoglobulin A maupun respon inflamasi oleh sel-sel leukosit,
komplemen, sitokin, imunoglobulin, alveolar makrofag dan cell mediated immunity.
3

Pneumonia terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas mengalami gangguan sehingga
kuman patogen dapat mencapai saluran napas bagian bawah. Inokulasi patogen penyebab pada
saluran nafas menimbulkan respon inflamasi akut pada penjamu yang berbeda sesuai dengan
patogen penyebabnya.
3

Virus akan menginvasi saluran nafas kecil dan alveoli, umumnya bersifat patchy dan
mengenai banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa kerusakan silia epitel
dengan akumulasi debris ke dalam lumen. Respon inflamasi awal adalah infiltrasi sel-sel
mononuklear ke dalam submukosa dan perivaskular. Sejumlah kecil sel-sel PMN akan
didapatkan dalam saluran nafas kecil. Bila proses ini meluas, dengan adanya sejumlah debris dari
mukus serta sel-sel inflamasi yang meningkat dalam saluran nafas kecil maka akan menyebabkan
obstruksi baik parsial maupun total. Respon inflamasi ini akan diperberat dengan adanya edema
submukosa yang mungkin bisa meluas ke dinding alveoli. Proses infeksi yang berat akan
mengakibatkan terjadinya pengelupasan epitel dan akan terbentuk eksudat hemoragik.
Pneumonia viral pada anak merupakan predisposisi terjadinya pneumonia bakterial oleh karena
rusaknya barier mukosa.
3

Pneumonia bakterial terjadi oleh karena inhalasi atau aspirasi patogen, kadang-kadang
terjadi melalui penyebaran hematogen. Terjadi tidaknya proses pneumonia tergantung dari
interaksi antara bakteri dengan ketahanan sistem imunitas penjamu. Saat terjadi kontak antara
bakteri dengan dinding alveoli maka akan ditangkap oleh lapisan cairan epitelial yang
mengandung opsonin dan tergantung pada respon imunologis penjamu akan terbentuk antibodi
imunoglobulin G spesifik. Dari proses ini akan terjadi fagositosis oleh makrofag alveolar,
sebagian kecil kuman akan dilisis melalui perantaraan komplemen. Ketika mekanisme ini tidak
dapat merusak bakteri dalam alveolar, leukosit PMN dengan aktivitas fagositosisnya akan
direkrut dengan perantaraaan sitokin sehingga akan terjadi respon inflamasi. Hal ini akan
mengakibatkan terjadinya kongesti vaskular dan edema yang luas. Hal ini merupakan
karakteristik pneumonia oleh karena pneumococcus. Area edematus ini akan membesar secara
sentrifugal dan akan membentuk area sentral yang terdiri dari eritrosit, eksudat purulen (fibrin,
sel-sel leukosit PMN) dan bakteri. Fase ini secara histopatologi dinamakan fase hepatisasi
merah.
3

Tahap selanjutnya adalah hepatisasi kelabu yang ditandai dengan fagositosis aktif oleh
leukosit PMN. Pelepasan komponen dinding bakteri dan pneumolisin melalui degradasi
enzimatik dan meningkatkan respon inflamasi dan efek sitotoksik terhadap semua sel-sel paru.
Proses ini akan mengakibatkan kaburnya struktur seluler paru.
3

9

Resolusi konsolidasi pneumonia terjadi ketika antibodi antikapsular timbul dan leukosit
PMN meneruskan aktivitas fagositosisnya, sel-sel monosit akan membersihkan debris. Sepanjang
struktur retikular paru masih intak (tidak terjadi keterlibatan interstisial), parenkim paru akan
kembali sempurna dan perbaikan epitel alveolar terjadi setelah terapi berhasil. Pembentukan
jaringan parut pada paru minimal.
3


5. FAKTOR RESIKO PNEUMONIA
a. Berat Badan Lahir Rendah
Berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang
berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. Anak-anak dengan riwayat berat badan
lahir rendah akan mengalami lebih berat infeksi pada saluran pernapasan. Hal ini dikarenakan
pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit
infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya.
3,4

b. Status gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk variabel-variabel tertentu. Status
gizi juga merupakan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan
penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam
seluruh tubuh. Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat
kesejahteraan masyarakat. Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang.
3,4

c. ASI Ekslusif
ASI (air susu ibu) adalah makanan terbaik bagi bayi karena mengandung zat gizi paling sesuai
untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi, karena itu untuk mencapai pertumbuhan dan
perkembangan bayi yang optimal Menyusui secara eksklusif terbukti memberikan resiko
yang lebih kecil terhadap berbagai penyakit infeksi dan penyakit menular lainnya di kemudian
hari.
3,4

d. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang buruk, seperti banyak anggota keluarga di sekitar yang menjadi perokok
aktif makin memperberat risiko terjadinya pneumonia. Aspirasi asap rokok sedikit banyak
mempengaruhi struktur mukosilier di dalam saluran pernapasan, sehingga fungsi barrier pada
saluran nafas menjadi terganggu.

6. MANIFESTASI KLINIS
Sebagian bsar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga sedang,
sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagin kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan
mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS. Gambaran klinis pneumonia
pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai
berikut :
Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan,
keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah dau diare, kadang kadang ditemukan gejala
infeksi ekstrapulmoner.
Gejala gangguan respiratorik yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, nafas cuping
10

hidung / air hunger, merintih, sianosis.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara nafas
melemah, dan ronkhi. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil gejala dan tanda pneumonia lebih
beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemui
kelainan.
2


7. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis pneumonia dapat dimulai dengan anamnesis, pemeriksaan fisis yang baik, dan
dilanjutkan pemeriksaan penunjang sehingga dapat menentukan secara tepat tatalaksana
selanjutnya. Kesulitan terbesar dalam diagnosis pneumonia adalah membedakan kuman penyebab
apakah bakteri, virus atau kuman yang lain. Pada pneumonia bakterial lebih sering mengenai bayi
dan balita dibanding anak yang lebih besar. Pneumonia bakterial biasanya timbul mendadak,
pasien tampak toksik, demam tingi disertai menggigil, dan sesak memburuk dengan cepat.
Pneumonia viral biasanya timbul perlahan, pasien tidak tampak sakit berat, demam tidak tinggi,
gejala batuk dan sesak bertambah secara bertahap. Infeksi virus biasanya melibatkan banyak organ
bermukosa (mata, mulut, tenggorok, usus). Semakin banyak organ terlibat, makin besar
kemungkinan virus sebagai penyebab.
Beberapa jenis pemeriksaan penunjang
1
:
a. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Pada pneumonia virus dan pneumonia micoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam
batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri didapatkan
leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm
3
. Dominasi neutrofil pada hitung jenis atau
adanya pergeseran ke kiri menunjukkan bakteri sebagai penyebab. Leukopenia (<5000/mm
3
)
menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat (>30.000/mm
3
) hampir selalu
menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan dalam keadaan bakteremia dan risiko
terjadi komplikasi lebih tinggi. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah
yang meningkat. Pada infeksi Chlamidya pneumoniae kadang-kadang ditemukan eosinofilia.
Secara umum hasil pemeriksaan darah lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara
infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.
b. Pemeriksaan rontgen thorax
Pemeriksaan foto rontgen thorax perlu dibuat untuk menunjang diagnosis, disamping
untuk melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat. Foto posisi anteroposterior (AP)
dan lateral diperlukan untuk menentukan luasnya lokasi anatomik dalam paru dan kemungkinan
adanya komplikasi seperti pneumothorax, pneumomediastinum, pneuomatokel, abses paru, dan
efusi pleura. Foto rontgen rhorax pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen thorax pada
pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis.
Secara umum gambaran foto thorax terdiri dari :
Infiltrat interstisial ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronhial
cuffing, dan hiperaerasi.
Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat
mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai lesi tunggal
11

yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan
menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.
Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru berupa bercak-
bercak infiltrat yang dapat meluas, hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan
corakan peribronkhial.

8. KOMPLIKASI
Bila tidak ditangani secara tepat, pneumonia dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
3

a. Efusi pleura
b. Empiema
c. Pneumotoraks
d. Piopneumotoraks
e. Pneumatosel
f. Abses paru
g. Sepsis
h. Gagal nafas
i. Ileus paralitik fungsional

9. PENATALAKSANAAN
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama
berdasarkan berat ringannya penyakit misalnya toksik, distres pernapasan, tidak mau
makan/minum, atau adanya penyakit dasar yang lain, komplikasi dan terutama
mempertimbangkan usia anak. Naonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia
harus dirawat inap.
1,2

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang
sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi
oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk
nyeri dan demam dapat diberikan antipiretik/analgetik. Penggunaan antibiotik yang tepat
merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada
anak dengan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri
3

a. Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral,
misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan dapat diberikan antibiotik
tunggal oral dengan efektivitas yang mencapai 90%. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah
25 mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP 20 mg/kgBB
sulfametoksazol.
b. Pneumonia Rawat Inap
Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan beta-laktam atau
kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta-laktam atau kloramfenikol
dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan
petunjuk etiologi yang ditemukan. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien
dengan pneumonia tanpa komplikasi.
12

Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera mungkin
karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis. Antibiotik yang
digunakan adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi beta laktam/klavulanat dan
aminoglikosida atau sefalosporin generasi ketiga (misalnya ceftriaxone, cefuroxime, atau
cefotaxim). Bila keadaan sudah stabil dapat dilanjutkan dengan pemberian antibiotik oral
selama 10 hari.
Pada balita dan anak yang lebih besar antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik beta
laktam dengan atau tanpa klavulanat. Pada kasus yang lebih besar diberikan beta-laktam/
klavulanat dikombinasikan dengan makrolid intravena atau sefalosporin generasi ketiga. Bila
pasien sudah tidak demam dan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan
berobat jalan.
Rekomendasi antibiotik dari UKK Respirologi IDAI untuk community acquired pneumonia :
Neonatus-2 bulan : ampicilin + gentamicin
> 2 bulan :
- Lini pertama : Ampicillin, bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat ditambah
kloramfenikol.
- Lini kedua : Ceftriaxone
Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral harus dihindari.
Makanan dapat diberikan lewat Nasogastric Tube (NGT) atau intravena. Tetapi harus diingat
bahwa pemasangan NGT dapat menekan pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan ukuran
lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil.
Perlu dilakukan balans cairan ketat agar anak tidak mengalami overhidrasi karena pada pneumonia
berat terjadi peningkatan sekresi hormon antidiuretika










SOAP
13


1. SUBJEKTIF
Pasien datang ke RS diantar orang tua dengan keluhan sesak sejak 1 hari sebelum masuk
RS. Sebelum sesak pasien mengeluhkan batuk dan pilek yang sudah dirasakan sejak 3
hari yang lalu. Batuk grok grok dengan dahak yang sulit keluar dan disertai keluarnya
lendir dari kedua hidung. Lendir berbentuk kental berwarna putih. Pasien juga
mengeluhkan demam sejak 3 hari SMRS bersamaan dengan batuk dan pilek. Demam
terus menerus, sudah diberi penurun panas dan dikompres namun demam tidak kunjung
turun. Oleh keluarganya, pasien sempat dibawa berobat ke mantri tetapi keluhan tidak
membaik. Nafsu makan menurun, muntah (-), nyeri perut (-). BAB (+) 2 kali sehari, BAB
encer (-), BAB lendir darah (-), BAK terakhir 4 jam SMRS cukup banyak warna kuning
biasa

2. OBJEKTIF : hasil diagnosis pada kasus ini ditemukan berdasarkan :
Gejala klinis :
1. Sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk RS
2. Batuk sejak 3 hari sebelum masuk RS
3. Demam sejak 3 hari sebelum masuk RS
4. Pilek sejak 3 hari sebelum masuk RS dengan lendir kental berwarna putih
Tanda vital :
1. Nadi : 108 x/ menit
2. Pernapasan : 36 x/menit
3. Suhu : 38,5
0
C
Pemeriksaan fisik :
1. Suhu febris 38,5
2. Suara thorax ronkhi (+/+) krepitasi (+/+)
Pemeriksaan laboratorium :
1. Hb : 10,3 ()
2. Hct : 31 % ()
3. Netrofil : 83,2 % ()
Riwayat pengobatan :pasien sempat dibawa berobat ke mantri tetapi keluhan tidak
membaik. Belum memeriksakan ke dokter atau puskesmas terdekat.

3. ASSESMENT :
Pneumonia

4. PLAN :
Diagnosis : Pneumonia
Pengobatan :
- Inf. KAEN 3A 10 tpm
- Inj. Ampicillin 4x250 mg iv
- Inj Metil Prednisolon 2x5 mg iv
14

- Nebulizer Ventolin 1 respule + NaCl 2 cc / 8 jam
- Paracetamol syr 3 x cth 1
- Fisioterapi dada

Pendidikan kepada orang tua saat anak sakit :
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Berikan kompres air hangat untuk meredakan demam atau sedia obat penurun
panas dann berikan saat anak demam.
3. Bila anak batuk dan mengeluarkan dahak, miringkan tubuh anak sehingga dahak
dapat keluar sehingga tidak teraspirasi masuk ke paru-paru.
4. Observasi tanda bahaya pada anak seperti sesak yang bertambah, gerakan cuping
hidung saat sesak, anak letargi atau bertambah lemas sampai penurunan
kesadaran.

Konsultasi
Dijelaskan perlunya konsultasi dengan dokter spesialis anak. Guna dilakukan
pengelolaan secara menyeluruh.

Rujukan
-


Kontrol
Kegiatan Periode Hasil yang diharapkan
1. Rujuk Sp. Anak




Guna dilakukan
penatalaksanaan secara
menyeluruh pada pasien
tersebut
Terkontrolnya gejala dan
meminimalkan keluhan

2. Nasehat Setiap kali kunjungan Kepatuhan minum obat,
intake makanan untuk
pasien. Bila ada anggota
keluarga yang menderita
batuk disarankan memakai
masker untuk
menghindarkan penularan
pada anak


Follow Up
15

Tgl 19 Juli 2014 Tgl 20 Juli 2014 Tgl 21 Juli 2014
S Demam (+), batuk (+),
sesak (+), pilek (+)
Demam , batuk (+), sesak
, pilek (-)
Demam (-), batuk , sesak
, pilek (-)
O KU : sedang, compos
mentis, ronkhi (+/+),
krepitasi (+/+)
KU sedang, compos
mentis, ronkhi (+/+),
krepitasi (+/+)
KU sedang, compos
mentis, ronkhi (/),
krepitasi (/)
A Pneumonia Pneumonia Pneumonia
P - Inf. KAEN 3A 10 tpm
- Inj. Ampicillin 4x250
mg iv
- Inj Metil Prednisolon
2x5 mg iv
- Nebulizer Ventolin 1
respule + NaCl 2 cc /
8 jam
- Paracetamol syr 3 x
cth 1
- Fisioterapi dada

- Inf. KAEN 3A 10 tpm
- Inj. Ampicillin 4x250
mg iv
- Inj Metil Prednisolon
2x5 mg iv
- Nebulizer Ventolin 1
respule + NaCl 2 cc / 8
jam
- Paracetamol syr 3 x cth
1
- Fisioterapi dada

- Iinf. KAEN 3A 10 tpm
- Inj. Ampicillin 4x250
mg iv
- Inj Metil Prednisolon
2x5 mg iv
- Nebulizer Ventolin 1
respule + NaCl 2 cc / 8
jam
- Paracetamol syr 3 x
cth 1 (k/p)
- Fisioterapi dada

Tgl 22 Juli 2014 Tgl 23 Juli 2014
S Demam (-), batuk (+),
sesak (-), pilek (-)
Demam (-), batuk (+),
sesak (-), pilek (-)
O KU : sedang, compos
mentis, ronkhi (-/-),
krepitasi (-/-)
KU sedang, compos
mentis, ronkhi (-/-),
krepitasi (-/-)
A Pneumonia Pneumonia
P - Iinf. KAEN 3A 10
tpm
- Inj. Ampicillin 4x250
mg iv
- Inj Metil Prednisolon
2x5 mg iv
- Fisioterapi dada

- Inf. KAEN 3A 10 tpm
- Inj. Ampicillin 4x250
mg iv
- Inj Metil Prednisolon
2x5 mg iv
- Fisioterapi dada
- Boleh pulang, kontrol
3 hari lagi di Poli Anak

Anda mungkin juga menyukai