Anda di halaman 1dari 16

Topik : Faringitis Akut

Tanggal (kasus) : 12 Agustus 2018 Presenter : dr. Nurshela Fariska


Tangal presentasi : 20 Oktober 2018 Pendamping : dr. Yani Amaroh
Tempat presentasi : Puskesmas Cimanggu I
Obyektif presentasi :
□ Keilmuan  □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka
□ Diagnostik  □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak  □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi :
An. X usia 10 tahun datang ke Puskesmas Cimanggu 1 bersama ibunya dengan keluhan
nyeri ketika menelan. Keluhan dirasakan sejak ± 4 hari yang lalu sebelum pasien ke
Puskesmas. Ibu pasien mengatakan ± 1 minggu yang lalu anaknya mengeluh demam
disertai batuk berdahak, selain itu pasien merasakan nyeri kepala, nafsu makan berkurang.
Pilek (-), mual (-), muntah(-), mencret(-), pasien suka minum minuman dingin, merokok(-),
disekitar leher/dagu muncul benjolan 2 hari dan tidak terasa nyeri.

□ Tujuan :
1. Menganalisa etiologi timbulnya manifestasi klinis pada pasien.
2. Menentukan diagnosa yang tepat sehingga mendapatkan penanganan tepat pula.
3. Memberikan edukasi tentang penyakit pada pasien dan keluarga.
Bahan bahasan : □ Tinjauan □ Riset □ Kasus  □ Audit
pustaka 
Cara membahas : □ Diskusi □ Presentasi dan □ E-mail □ Pos
diskusi 

Data pasien Nama : An. X, 10 tahun No. Registrasi: 0466xx


Nama Klinik : - Telp : - Terdaftar sejak : -
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis :
Faringitis Akut
2. Gambaran Klinis :
An. X usia 10 tahun datang ke Puskesmas Cimanggu 1 bersama ibunya dengan keluhan
nyeri ketika menelan. Keluhan dirasakan sejak ± 4 hari yang lalu sebelum pasien ke
Puskesmas. Ibu pasien mengatakan ± 1 minggu yang lalu anaknya mengeluh demam
disertai batuk berdahak, selain itu pasien merasakan nyeri kepala, nafsu makan berkurang.
Pilek (-), mual (-), muntah(-), mencret(-), pasien suka minum minuman dingin, merokok(-),
disekitar leher/dagu muncul benjolan 2 hari dan tidak terasa nyeri.

3. Riwayat Pengobatan :
Pasien hanya mengonsumsi obat penurun panas (paracetamol) saja namun keluhan
tidak berkurang..
4. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
• Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien tidak pernah dirawat
di Rumah Sakit/ Puskesmas sebelumnya
• Riwayat alergi disangkal
5. Riwayat Keluarga :
-
6. Riwayat Pekerjaan :
-
7. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :
-
8. Lain-lain : (-)
Daftar pustaka :
Acerra JR. 2011. Pharyngitis in Emergency Medicine. Available at: http://emedicine.
medscape.com. di akses tanggal 4 November 2014.

Badan Litbangkes Depkes RI. 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007. Diakses dari :
http//www.Riskesdas.litbang.com pada tanggal 4 November 2014

Baltimore, RS. 2010. Re-evaluation of antibiotic treatment of streptococcal pharyngitis. Curr.


Opin. Pediatr. 22 (1): 77–82

Choby BA. 2009. Diagnosis and treatment of streptococcal pharyngitis. Am Fam Physician 79
(5): 383–90.

Frye R, Bailey J, Blevins AE. Clinical inquiries. Which treatments provide the most relief for
pharyngitis pain. J Fam Pract.2011;60(5):293-294.
Marx, John. 2010. Rosen's emergency medicine: concepts and clinical practice (7th ed.).
Philadelphia, Pennsylvania: Mosby/Elsevier.

Merlina, Q.A., 2012. Pola Penggunaan Antibiotika Dalam Penatalaksanaan Faringitis Akut di
RSUD Sleman Yogyakarta Tahun 2009-2011. Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

Rafei, K. dan Richar Lichenstein. 2006. Airway Infectious Disease Emergencies. Pediatric
Clinics of North America. 53 (2): 215–242.

Rusmarjono dan Efiaty AS. 2007. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan Kepala, Leher Edisi VI. Jakarta : FK UI.

Soesanto BA. 2006. Faktor Resiko Faringitis kronik. Thesis, Semarang: Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro.

Weber, R. 2011. Pharyngitis. In: Conn’s Current Therapy 201 1st ed. Philadelphia: Saunders
Elsevier.

1. WHO. 2008. Penyakit Saluran Pernapasan di Benua Dunia online). Diakses pada tanggal 4
November 2014.
Hasil pembelajaran :
1. Pengetahuan tentang diagnosis Faringitis Akut
2. Pengetahuan tentang tatalaksana Faringitis Akut

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio :


1. Subyektif :
Riwayat Penyakit Sekarang :
An. X usia 10 tahun datang ke Puskesmas Cimanggu 1 bersama ibunya dengan keluhan
nyeri ketika menelan. Keluhan dirasakan sejak ± 4 hari yang lalu sebelum pasien ke
Puskesmas. Ibu pasien mengatakan ± 1 minggu yang lalu anaknya mengeluh demam
disertai batuk berdahak, selain itu pasien merasakan nyeri kepala, nafsu makan berkurang.
Pilek (-), mual (-), muntah(-), mencret(-), pasien suka minum minuman dingin, merokok(-
), disekitar leher/dagu muncul benjolan 2 hari dan tidak terasa nyeri.
2. Objektif :
a. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : sedang, CM
 Kesadaran : compos mentis
 Tanda vital:
Frekuensi nadi : 88x/menit
Frekuensi napas : 20x/menit
Suhu : 38,2°C
b. Data Antropometri
BB : 27 kg
TB : 135cm
c. Status gizi menurut growth chart WHO
Berat badan menurut usia: 0 median (normal)
Panjang badan menurut usia: 0 median (normal)
Berat badan menurut panjang badan: 0 (normal)
Lingkar kepala menurut usia: 0 (normal)
Kesan: status gizi baik
Kepala
Bentuk dan ukuran : normocephal.
Rambut dan kulit kepala : rambut berwarna hitam, distribusi rambut normal, kulit kepala
normal
Mata: pupil bulat,isokor, diameter 2mm/2mm, sklera ikterik -/-, conjungtiva anemis -/-
Telinga: sekret -/-, serumen -/-
Hidung: sekret -/-, napas cuping hidung (-)
Bibir: sianosis (-), mukosa lembab
Mulut: faring hiperemis, tonsil T1-T1 hiperemis, petekhie (-), detritus (-), ulserasi(-)
Lidah: lidah kotor (-), deviasi (-)
Faring: faring hiperemis (+)
Leher : Trakea di tengah, KGB submental dan submandibula kiri teraba 1x1 cm, nyeri
tekan (-)
Thorax
Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : fremitus taktil simetris
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi :suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : tidak ada pembesaran jantung
Auskultasi :BJ I-II reguler, murni, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen datar
Palpasi : supel, turgor kulit baik, nyeri tekan (-), pembesaran hati (-), pembesaran limpa
(-), pembesaran ginjal (-)
Perkusi : terdengar timpani di seluruh permukaan abdomen
Auskultasi :bising usus (+) normal
Anus dan rectum
Anus (+), perianal rash (-)
Genitalia
Dalam batas normal
Anggota gerak
Tonus : normotonus
Sendi :
Kekuatan: +5 +5 Edema: - -

+5 +5 - -

Sianosis - -

- -

Capillary Refill Time : <2’


Tulang belakang
Tulang belakang normal dan lurus, tidak terdapat benjolan, gibbus (-)
Kulit
Kulit normal, tidak terdapat lesi di kulit
Rambut
Pertumbuhan rambut merata, rambut berwarna hitam
Kelenjar Getah Bening
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Pemeriksaan Neurologis
Tingkat kesadaran : GCS 15
Delirium: tidak ada
Tidak ada tremor, korea, ataksia
Rangsang meningeal: kaku kudu (-), Kernig (-), Brudzinsky (-), Laseque (-)
Saraf kranialis I-XII kesan dalam batas normal
Refleks fisiologis: biceps +2/+2, triceps +2/+2, patella +2/+2, achilles +2/+2
Refleks patologis: babinsky -/-

Pemeriksaan Penunjang
Nama test Hasil Unit Nilai rujukan
HEMATOLOGI
Darah rutin
Hemoglobin 13,1 g/dL 13,0-16,0
Hematokrit 38,7 % 40-50
Eritrosit 4,94 Juta/uL 3.95-5.5
Leukosit 17,300 /mm3 4000-10.000
Trombosit 245,000 /mm3 150,000-450,000
KIMIA KLINIK
Gula darah
Gula darah sewaktu 90 mg/dL <140
3. ”Assessment” (penalaran klinis):
Berdasarkan gambaran klinis pasien tersebut dimana seorang anak laki-laki berusia An. X
usia 10 tahun datang ke Puskesmas Cimanggu 1 bersama ibunya dengan keluhan nyeri
ketika menelan. Keluhan dirasakan sejak ± 4 hari yang lalu sebelum pasien ke Puskesmas.
Ibu pasien mengatakan ± 1 minggu yang lalu anaknya mengeluh demam disertai batuk
berdahak, selain itu pasien merasakan nyeri kepala, nafsu makan berkurang. Pilek (-),
mual (-), muntah(-), mencret(-), pasien suka minum minuman dingin, merokok(-),
disekitar leher/dagu muncul benjolan 2 hari dan tidak terasa nyeri. BB 27 kg, TB 135 cm,
masuk dalam kategori gizi baik.

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yaitu antara tonsil dan laring. Hal dapat
disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan bahan iritan
(asap, uap dan zat kimia lain) (Rusmarjono dan Efiaty, 2007; Marx, 2010). Faringitis
diklasifikasikan menjadi 2, yaitu akut dan kronik. Faringitis akut merupakan peradangan
mukosa dan submukosa faring yang masih baru, dipengaruhi virulensi agen penyebab dan
kondisi imun seseorang, serta disertai dengan gejala nyeri tenggorok/nyeri menelan.
Faringitis kronik merupakan peradang faring yang sudah berlangsung lama, tidak disertai
nyeri menelan, dan dapat bersifat atrofi atau hipertrofi faring (Rafei, 2006).

Etiologi dan predisposisi


Kasus faringitis sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme, ditularkan melalui
secret hidung dan ludah (droplet infection) dari individu yang terinfeksi. Faktor risiko
penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi
makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan. Beberapa penyebab
faringitis sebagai berikut (Marx, 2010).
1. Infeksi
a. Virus
Virus merupakan agen yang paling sering menyebabkan faringitis, yaitu sekitar
40%-80% kasus.
1) Adenovirus
2) Orthomixoviridae
3) Common cold : influenza, para influenza
4) Virus herpes simpleks
b. Bakteri
Bakteri yang sering menyebabkan faringitis adalah streptococcus beta
hemolitikus grup A (15%-30%). Selain itu, bakteri lain seperti Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, Bordetella pertussis, Bacillus anthracis,
Corynebacterium diphtheriae, Neisseria gonorrhoeae, Chlamydophila
pneumoniae, dan Mycoplasma pneumoniae dapat menyebabkan faringitis
(Baltimore, 2010).
c. Fungi
Beberapa kasus faringitis dapat disebabkan oleh jamur, misalnya Candida
albicans.
2. Non infeksi
Faringitis dapat disebabkan oleh trauma mekanik, kimia misalnya refluks asam
lambung, alergi, dan suhu misalnya udara dingin. Selain itu, makanan yang terlalu
pedas, terlalu asam, dan terlalu panas atau dingin dapat mengiritasi faring (Weber,
2011).
Faringitis biasanya didahului virus, dilanjutkan bakteri, dan dipermudah adanya
iritan seperti asap, uap, dan zat kimia lain. Faktor predisposisi proses radang kronik di
faring adalah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi
uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis
kronik adalah pasien yang bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat
(Rusmarjono dan Efiaty, 2007).

Epidemiologi
Faringitis akut adalah penyebab paling umum infeksi saluran pernapasan akut. Faringitis
terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis kelamin. Di dunia diperkirakan sekitar
400 juta orang menderita faringitis tiap tahunnya dan lebih dari setengahnya mengalami
faringitis berulang atau kambuh. Di Amerika Serikat, prevalensi faringitis mencapai lebih
dari 1,9 juta orang per tahun. Faringitis terjadi lebih sering terjadi pada anak-anak daripada
pada dewasa. Sekitar 15 – 30 % faringitis terjadi pada anak usia sekolah, terutama usia 4 – 7
tahun, dan sekitar 10% diderita oleh usia dewasa. Faringitis ini jarang terjadi pada anak usia
<3 tahun (Acerra, 2011; Frye, 2011). Di Indonesia, faringitis biasanya terjadi saat pancaroba
dan musim hujan. Menurut hasil Riskesdas 2007, prevalensi Nasional ISPA termasuk
faringitis sekitar 25,50% (Badan Litbangkes Depkes RI, 2008)

Patogenesis dan patofisiologi


Faringitis yang disebabkan infeksi bakteri atau virus dapat masuk melalui droplet
atau makanan. Mikroorganisme dapat secara langsung menginvasi mukosa faring dan
menyebabkan respon inflamasi lokal. Mikroorganisme yang menginfiltrasi akan merusak
lapisan epitel sehingga terjadi stimulasi jaringan limfoid superfisial. Stimulasi jaringan
limfoid superfisial akan membantu proses inflamasi salah satunya dengan cara infiltrasi
leukosit polimorfonuklear. Proses inflamasi ini megakibatkan hiperemi, edema, sekresi
mukus yang meningkat, serta terlihat pembengkakan folikel limfoid pada dinding faring
posterior (Acerra, 2011).
Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan
toksi ekstraselular dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat.
Fragmen protein M dari Group A streptococcus memiliki struktur yang sama dengan
sarkolema pada miocard dan dihubungkan dengan demam reumatik dan kerusakan katup
jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan glomerulonefritis akut akibat terbentuknya
kompleks antigen-antibodi (Acerra, 2011).

Penegakan diagnosis
Beberapa tanda gejala, hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
faringitis akut akibat virus dan bakteri adalah sebagai berikut (Rusmarjono dan Efiaty,
2007)
1. Anamnesis
1) Faringitis viral
1) Demam disertai rinorea,
2) mual,
3) nyeri tenggorokan (odinofagia) dan sulit menelan (disfagia)
4) batuk
5) Malaise
2) Faringitis bakterial
1) Nyeri tenggorok, disfagia,
2) Eksudat tonsil/faring
3) Demam (diatas 38oc )
4) Nyeri kepala hebat
5) Muntah
6) Pembesaran kelenjar leher anterior
7) Jarang disertai batuk.
2. Pemeriksaan Fisik
1) Faringitis viral
1) faring dan tonsil hiperemis
2) Virus influenza, Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak menghasilkan
eksudat
3) Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit
berupa maculopapular rash.
4) Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala
konjungtivitis
5) Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi
eksudat pada faring banyak
6) pembesaran kelenjar limfe servikal

Gambar1. Faringitis akibat virus (Marx, 2010)

2) Faringitis bakterial
1) Peningkatan suhu tubuh
2) tonsil membesar
3) faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya.
4) Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring.
5) Kelenjar limfa leher anterior membesar (Anterior Cervical
lymphadenopathy), kenyal dan nyeri pada penekanan.

Gambar 2. Faringitis akibat Streptococcus (Marx, 2010)

Faringitis juga dapat diperkirakan dengan menggunakan Skor Centor dan


Pedoman Pemeriksaan Kultur (Choby, 2009).

Tabel 1. Skor Centor


Kriteria Point
o
Temperatur >38 C 1
Tidak ada batuk 1
Pembesaran kelenjar leher anterior 1
Pembengkakan/eksudat tonsil 1
Usia
3-14 tahun 1
15-44 taun 1
≥45 tahun -1

(Sumber: Choby, 2009)


Tabel 2. Interpretasi Skor Centor, Pedoman Pemeriksaan Kultur, dan Tatalaksana

(Sumber: Choby, 2009)

Skor Risiko infeksi Tatalaksana


streptokokus
≤0 1-2,5% Kultur tidak dilakukan, antibiotik (-)
1 5-10% Kultur tidak dilakukan, antibiotik (-)
2 11-17% Kultur dilakukan, antibiotik jika kultur (+)
3 28-35% Kultur dilakukan, antibiotik jika kultur (+)
≥4 51-53% Kultur dilakukan, antibiotik empiris/sesuai
kultur

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin dapat menunjukkan peningkatan jumlah leukosit.
2. Gold Standar: pemeriksaan kultur apusan tenggorok
3. Rapid antigen detection test untuk mendeteksi antigen Streptokokus grup A
mempunyai spesifisitas tinggi, sensitifitas rendah.
4. Tes antibodi terhadap streptococcus (ASTO)

Tabel 3. Perbedaan pemeriksaan faringitis viral dan bakterial

Parameter Faringitis Viral Faringitis Bakterial


Nanah di tenggorokan - +
Demam ++ +
Jumlah sel darah putih normal atau agak meningkat ringan sampai
meningkat sedang
Kelenjar getah bening normal atau sedikit Pembengkakan ringan
membesar sampai sedang
Tes apus tenggorokan - +
Biakan di laboratorium 6) + bakteri

(Sumber: Choby, 2009)


Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis
Beberapa terapi non farmakologis untuk faringitis adalah (Weber, 2011):
b. Istirahat
c. Minum yang cukup
d. Kumur dengan air hangat atau antiseptik pada faringitis bakterial
e. Mengurangi makanan yang berminyak dan panas untuk menghindari iritasi lebih
lanjut pada faring.
f. Hindari minuman yang terlalu dingin dan bersoda

2. Farmakologis
a. Faringitis viral
1) Obat anti inflamasi
Digunakan untuk menurunkan demam, analgetik dan mengurangi inflamasi
pada faring (Weber, 2011).
a) Acetaminophen (paracetamol) dengan dosis 10 -15 mg/kg BB/per kali
digunakan 3 kali dalam sehari.
b) Prednisone dengan dosis 1–2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis.
Prednison digunakan untuk faringitis viral dengan kelenjar limfe yang
sangat bengkak seperti infectious mononucleosis.
2) Antivirus
Metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi virus herpes simpleks
dengan dosis 60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/ hari pada
orang dewasa dan anak <5 tahun diberikan 50mg/KgBB dibagi dalam 4-6 kali
pemberian/hari (Rusmarjono dan Efiaty, 2007).

b. Faringitis bakterial
Terapi farmakologis untuk faringitis bacterial diantaranya (Rusmarjono dan
Efiaty, 2007):
1) Antibiotik
a) Penisilin V oral 15-30 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis selama 10 hari
atau Penisilin G Banzatin 50.000 U/kgBB IM dosis tunggal faringitis
akibat Streptokokus beta hemolitikus grup A
b) Amoksisilin dengan dosis 50mg/kgBB/hari dibagi 3 kali/hari selama 10
hari pada anak dan pada dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hari
c) Bila alergi penisilin dapat diberikan eritromisin etil suksinat 40
mg/kgBB/hari
2) Kortikosteroid (deksametason) untuk menurunkan proses inflamasi. Dosis
yang digunakan 8-16 mg IM 1 kali pada dewasa dan pada anak 0,08-0,3
mg/kgBB IM 1 kali
3) Analgetik

4. ”Plan” :
Penatalaksanaan awal
- IVFD RL 15 tpm
- Inf. Parasetamol 3 x 270 mg (iv) jika suhu lebih dari 38oC
- Inj. Dexamethasone 2 x 5 mg (k/p)
- Po. Cefadroxil 2 x 500 mg

Majenang, Maret 2018


DOKTER INTERNSIP, DOKTER PENDAMPING,

dr. Nurshela Fariska dr. Yani Amaroh


LAPORAN KASUS

Faringitis Akut

Pendamping:
dr. Yani Amaroh

Disusun oleh:
dr. Nurshela Fariska

Dokter Internsip
Periode 21 November 2017 – 22 November 2018
PUSKESMAS CIMANGGU I

Cilacap
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Portofolio

Topik : Faringitis Akut

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internsip sekaligus
sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia
di Puskesmas Cimanggu I

Telah diperiksa dan disetujui pada Maret 2018

Mengetahui,

Dokter Internsip, Dokter Pendamping

dr. Nurshela Fariska dr. Yani Amaroh

Anda mungkin juga menyukai