Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Kanker payudara merupakan masalah kesehatan utama yang berkaitan


dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas. WHO melaporkan bahwa
kanker payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering ditemukan
pada perempuan di seluruh dunia, yaitu 16 persen dari seluruh penyakit keganasan
pada perempuan (WHO, 2013).
Di Amerika Serikat, menurut American Cancer Institute, pada tahun 2009
diperkirakan terdapat 192.370 kasus baru kanker payudara invasive, sedangkan
kasus insitu adalah 62.280 orang (American Cancer Institute, 2011). Angka
kematian karena kanker payudara di Amerika Serikat untuk semua umur adalah 24
dalam 100.000 perempuan/tahun. Kesintasan 5 tahun (five year survival) kanker
payudara secara umum di Amerika serikat adalah 89%, namun apabila dihitung
berdasarkan staging maka kesintasan 5 tahun menurun dengan semakin beratnya
penyakit. Kesintasan 5 tahun kanker payudara yang terlokalisir, metastase
regional dan metastase jauh secara berurutan adalah 98%, 83,6% dan 23,4%
(National Cancer Institute, 2010).
Prevalensi kanker payudara lebih tinggi di negara-negara barat, namun
akibat usaha deteksi dini dan tindakan preventif yang gencar menyebabkan
menurunnya angka kematian. Hal ini berbeda dengan di negara-negara sedang
berkembang, yang memiliki prevalensi lebih rendah namun tingkat kematian lebih
tinggi (Jemal et al, 2011). Pada tahun 2004 terdapat 519.000 perempuan
meninggal karena penyakit ini dan 69% kematian karena kanker payudara
terdapat di negara-negara sedang berkembang (WHO, 2013). Angka kematian
akibat kanker payudara paling banyak pada kanker payudara yang sudah lanjut
atau metastase.
Usaha-usaha untuk menekan kematian pada penderita kanker payudara
telah dilakukan, diantaranya tindakan pencegahan dan deteksi dini (Jemal et al,
2011). Namun demikian usaha pencegahan dan pengobatan kanker ini sangat
disokong oleh semakin meningkatnya pemahaman mengenai apa yang dikenal
dengan multistep karsinogenesis. Kemajuan dalam teknologi DNA microarray dan

1
metode lain dalam analisis ekpresi gen berskala besar telah diadaptasi untuk
karakteristik biologik kanker dan pengambilan keputusan dalam pengobatan.
Sebagai contoh, penemuan peranan fisiologis dari reseptor estrogen (RE) pada
kanker payudara oleh pemenang anugrah Nobel Charles Huggins, telah
memuluskan jalan bagi terapi antiestrogen. Hal yang sama juga terjadi dengan
penemuan onkogen reseptor faktor pertumbuhan epidermal manusia (HER2) yang
terbukti sebagai penentu utama sensitivitas terhadap pengobatan anti-HER2
(Conzen, 2008).
Penatalaksanaan kanker payudara bersifat multi disiplin. Di dalamnya
terdapat keterlibatan bedah, radioterapi dan onkologi medik. Salah satu yang
penting dalam pengobatan kanker payudara adalah dalam hal terapi ajuvan yang
bertujuan untuk mencegah kekambuhan. Sebelum tahun 1990-an terdapat
beberapa obat kanker yang menjadi andalan sebagai terapi ajuvan seperti
golongan antraciclin, taxane dan alkilating agent. Namun saat ini, setelah
penemuan onkogen HER2, terapi target baik pada kanker primer maupun
metastasis sudah direkomendasikan (Sugarman, 2007). Berbagai penelitian telah
membuktikan bahwa pemberian terapi anti HER-2 telah memberikan hasil yang
lebih baik, baik sebagai neoajuvan, adjuvant ataupun tanpa pembedahan misalnya
pada kanker payudara yang metastasis (Nielsen et al, 2008).
Metode yang dapat memberikan prognosis dan jenis terapi terhadap kanker
payudara adalah dengan menggunakan Immunohistochemistry yang biasa
disingkat dengan IHC. IHC merupakan suatu teknik yang digunakan untuk
mengidentifikasi molekul tertentu seperti protein dalam suatu jaringan dengan
memanfaatkan prinsip pengikatan antibodi. IHC pada kanker payudara digunakan
untuk mengetahui keberadaan dan status protein HER2/neu pada payudara.
Protein HER2/neu atau disebut juga reseptor HER2 akan dijumpai pada setiap
payudara dan bertanggung jawab untuk mengatur proses pertumbuhan dan
pembelahan sel. Namun pertumbuhan sel HER2/neu yang tidak normal dan
berlebihan (overekspresi) akan mengakibatkan sel tumbuh dan membelah menjadi
jauh lebih cepat. Keadaan inilah yang disebut dengan kanker payudara positif
HER2 yang merupakan kanker payudara agresif (NCI, 2013).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Kanker payudara adalah kanker yang membentuk jaringan pada
payudara, biasanya duktus dan lobules. Kanker payudara adalah keganasan
pada sel-sel yang terdapat pada jaringan payudara, bisa berasal dari
komponen selain kelenjarnya (epitel saluran maupun lobulusnya) maupun
komponen selain kelenjar seperti jaringan lemak, pembuluh darah dan
persarafan jaringan payudara (American Cancer Institute, 2011).

2. Epidemiologi
Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering didiagnosis dan
menjadi penyebab kematian utama pasien kanker pada perempuan di seluruh
dunia. Penyakit ini meliputi 23% (1,38 juta) dari seluruh kasus kanker baru dan
14% (458,400) dari keseluruhan kematian kanker pada tahun 2008. Sekitar
setengah dari kasus kanker payudara dan 60 kematian diperkirakan terjadi di
negara sedang berkembang (Jemal et al, 2011).
Di Amerika Serikat, pada tahun 2009 diperkirakan 2,5 juta perempuan
yang memiliki riwayat kanker payudara. Risiko menderita kanker payudara
meningkat seiring dengan peningkatan umur, insiden tertinggi didapatkan pada
perempuan dengan rentang umur 75-79 tahun sedangkan 97% kematian akibat
kanker payudara adalah pada perempuan usia lebih dari 40 tahun. Salah satu
faktor risiko adalah penundaan kehamilan dan memiliki sedikit anak.
Sementara itu dari data statistik juga didapatkan kecendrungan peningkatan
insiden kanker payudara invasive (American Cancer Institute, 2011).
Perkembangan ilmu biologi molekuler telah memberikan kontribusi
penting dalam terapi kanker payudara. Salah satu penemuan tersebut adalah
diidentifikasi protein HER-2, yaitu suatu protein reseptor yang analog dengan
epidermal growth faktor receptor (EGFR). Berdasarkan data statistik
didapatkan bahwa 25% kanker payudara memiliki ekspresi berlebihan dari
reseptor ini. Sementara itu prevalensi ER dan PR diperkirakan 43%. Ekspresi

3
berlebihan HER-2 berkaitan dengan fenotipe yang lebih agresif dan survival
yang lebih rendah. Penemuan terapi target terhadap reseptor ini telah
memberikan keberhasilan pengobatan yang lebih baik (Colomb et al, 2008).

3. Etiologi
Ada 3 pengaruh penting pada kanker payudara, antara lain :
a) Faktor genetik
Penyebab pasti dari penyakit kanker payudara belum diketahui.
Kanker payudara merupakan penyakit yang sangat heterogen yang
dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan yang menyebabkan
akumulasi genetic dan perubahan epigenetik pada sel kanker payudara.
Meskipun bukti epidemiologis menyokong adanya faktor risiko tertentu
(misalnya: umur, obesitas, intake alcohol, paparan estrogen seumur hidup,
dan densitas mamografi), riwayat keluarga dengan kanker payudara tetap
merupakan faktor risiko yang terkuat untuk penyakit ini. Bentuk-bentuk
familial meliputi 20% dari semua kanker payudara dan tampaknya
memilki patologi yang berbeda tergantung dari gen yang terlibat (Conzen,
2008).
Faktor genetik berpengaruh dalam peningkatan terjadinya kanker
payudara. Pada percobaan tikus dengan galur sensitif kanker, melalui
persilangan genetik didapatkan tikus yang terkena kanker. Ada faktor
turunan pada suatu keluarga yang terkena kanker payudara. Kelainan ini
diketahui dilokus kecil di kromosom 17q21 pada kanker payudara yang
timbul saat usia muda (Sobin, 2002).
Gen-gen yang bertanggung jawab untuk terjadinya kanker payudara
familial telah teridentifikasi, kira-kira setengah dari kanker familial
disebabkan oleh mutasi pada gen-gen penekan tumor/tumor suppressor
genes (TSG), namun hampir seluruhnya memiliki fungsi-fungsi yang
berimplikasi terhadap pemeliharaan ketepatan genom/genome fidelity.
Gen-gen ini meliputi :
(1) BRCA1 dan BRCA2,

4
(2) Gen-gen TSG yang berkaitan dengan sindroma-sindroma familial yang
jarang seperti p53, PTEN, dan ATM
(3) Gen-gen tambahan yang berisiko rendah sampai sedang yaitu CHEK2,
BRIP1, PALB2, NBS1, RAD50, dan gen-gen untuk perbaikan
ketidakcocokan MSH2 dan MLH (Conzen, 2008).
Gen BRCA 1 dan BRCA 2
BRCA 1 dan BRCA 2 secara berurutan terletak di kromosom
17q12-21 dan 13g12-13 dan dianggap sebagai gen-gen penekan tumor
klasik karena satu cacat salinan gen yang didapat sudah cukup sebagai
predisposisi kanker, namun tidak adanya alel wild type sudah mencukupi
tumorigenesis (Couch, 2002). BRCA1 dan BRCA2 mengkode protein
multifungsional besar dengan berbagai tempat pengikatan dari interaksi-
interaksi protein. Faktanya, hal ini masih belum jelas yang mana berbagai
fungsi berperan terhadap peran spesifiknya sebagai gen rentan utama
terhadap kanker payudara dan kanker ovarium. Gen BRCA-1 ini secara
bersama-sama dengan protein lain berkontribusi dalam berbagai proses
seluler meliputi rekombinasi homolog, respon terhadap kerusakan DNA,
kontrol checkpoint siklus sel, ubikuitiniasi, regulasi transkripsi, modifikasi
kromatin, duplikasi sentrosom dan inaktifasi kromosom x (Deng,
Gudmundsdottir dan Mullan, 2006).
Sementara itu gen BRCA2 berfungsi dalam rekombinasi DNA dan
perbaikan homolog, transkripsi, remodeling, duplikasi sentrosom,
sitokinesis. Kedua BRCA ini dikelompokan ke dalam “gen pemelihara”
yang mana melalui berbagai fungsi seperti yang telah diutarakan
menggunakan berbagai jalur untuk memastikan kestabilan genomic.
Konsekuensinya adalah apabila terjadi mutasi pada kedua gen ini, maka
akan terjadi ketidakstabilan genomic yang menyebabkan terjadi mutasi
lebih lanjut dari gen penghambat tumor, onkogen sehingga akan memicu
terjadinya karsinogenesis.(Gudmundsdottir dan Mullan, 2006).
b) Hormon
Kelebihan hormon estrogen endogen atau lebih tepatnya terjadi
ketidak seimbangan hormon terlihat sangat jelas pada kanker payudara.

5
Perempuan pasca menopause dengan tumor ovarium fungsional dapat
terkena kanker payudara karena adanya hormon estrogen berlebihan.
Epitel payudara normal memiliki reseptor estrogen dan progesteron.
Kedua reseptor ditemukan pada sebagian besar kanker payudara. Berbagai
bentuk growth promoters (transforming growth factor-alpha/epitehlial
growth factor, platelet-derived growth factor), fibroblast growth factor dan
growth inhibitor disekresi oleh sel kanker payudara manusia. Banyak
penelitian menyatakan bahwa growth promoters terlibat dalam mekanisme
autokrin dari tumor. Produksi GF tergantung pada hormon estrogen,
sehingga interkasi antara hormon disirkulasi, reseptor hormon pada sel
kanker dan GF autokrin merangsang sel tumor menjadi lebih progresif.
c) Faktor lingkungan dan gaya hidup
Pengaruh lingkungan diduga karena faktor antara lain : alkohol, diet
tinggi lemak dan infeksi virus. Hal tersebut mungkin mempengaruhi
onkogen dan gen supresi tumor dari kanker payudara.

4. HER2 (Human Epidermal Growth Factor Receptor 2)


HER2 adalah protein yang ditemukan dalam setiap sel payudara yang
normal dan berfungsi membantu pertumbuhan sel normal. Gen HER2
ditemukan pada DNA sel dan mengandung informasi untuk pembuatan protein
HER2. Protein HER2 disebut juga reseptor HER2, ditemukan pada permukaan
beberapa sel normal di tubuh. Fungsinya adalah mengirimkan sinyal yang
memerintahkan sel untuk tumbuh dan membelah diri (Roche, 2013).
Pada kanker payudara dengan jenis HER2+, sel kankernya memiliki
jumlah gen HER2 yang sangat banyak pada tiap sel sehingga terlalu banyak
protein HER2 muncul di permukaan sel kanker jenis HER2+. Kondisi ini
disebut overekspresi protein HER2. Terlalu banyaknya jumlah protein HER2
menyebabkan sel kanker tumbuh dan membelah jauh lebih cepat. Oleh sebab
itulah, kanker payudara dengan HER2+ disebut sebagai kanker payudara
agresif. Memeriksa status HER2 pasien merupakan langkah yang penting
untuk mengidentifikasi jenis kanker payudaranya. Kira-kira satu dari lima
pasien penderita kanker payudara memiliki HER2+. Pasien dengan HER2+

6
menunjukkan respon yang kurang baik terhadap pengobatan konvensional
seperti kemoterapi, radioterapi dan terapi hormon, tetapi dapat mengambil
manfaat yang besar dari Herceptin. Herceptin hanya efektif untuk tumor
dengan HER2+ karena obat ini hanya mentargetkan reseptor HER2 pada
permukaan sel kanker tertentu. Karena alasan tersebut, memeriksa status
HER2 merupakan persyaratan yang penting untuk menentukan cocok atau
tidak untuk diterapi dengan Herceptin (Roche, 2013).

5. HER2 Pada Kanker Payudara


Human epidermal growth factor receptor 2 (HER2), juga dikenal
sebagai ErbB2, c-erbB2 atau HER2/neu, merupakan protein dengan berat 185
kilo Dalton dengan domain tirosin kinase di dalam sel dan domain pengikat
ligand pada ekstrasel. Pada manusia kelompok HER ini memiliki 4 jenis yang
berhubungan secara struktur yaitu HER1 (ErbB1, juga dikenal sebagai
EGFR), HER2 (erb-B2), HER3 (erbB3 dan HER4 (erbB4). Meskipun HER2
merupakan satu-satunya reseptor yang ligannya belum dikenali, namun
reseptor ini memiliki kecenderungan untuk berikatan dengan reseptor lain
untuk membentuk heterodimer dengan HER yang lain. HER2 yang telah
mengalami heterodimerisasi merupakan jalur transduksi sinyal yang paling
poten dibandingkan dengan dimer yang dibentuk oleh HER lain (Rubin,
2001).
HER 2 memiliki peranan yang penting pada pertumbuhan sel, survival
dan diferensiasi sel dalam mekanisme yang sangat kompleks. Jalur sinyal
utama yang diperantarai oleh HER2 melibatkan jalur mitogen activated
protein kinase (MAPK) dan phosphatidylinositol 3 kinase (PI3K). Sebagai gen
penentu dalam survival sel, perbanyakan dan ekspresi yang berlebihan gen
HER2 ini akan menyebabkan terjadinya transformasi ganas (Neve, 2001). Hal
ini berhubungan secara langsung dengan buruknya outcome klinik dari
berbagai kanker seperti kanker payudara, ovarium, gaster, prostat dan lain-
lain. Keberhasilan dalam pengembangan obat transtuzumab (HerceptinTM),
yang merupakan antibodi anti-HER2, telah menyebabkan dampak besar dalam
penanganan kanker payudara. Sejak saat itu maka berbagai antibody spesifik

7
dan senyawa inhibitor berukuran kecil telah dilakukan penilaian dalam uji-uji
klinik. Baik reseptor HER 2 maupun jalur sinyal HER2 telah dipelajari secara
mendalam sebagai target pengobatan kanker. Baik bagian hulu (upstream)
maupun hilir (downstream) merupakan target yang menjanjikan untuk
menghambat pertumbuhan tumor. Sebagai tambahan, ekspresi berlebihan
protein membran sel HER2 merupakan suatu marker yang menarik untuk
pemberian obat-obat target pada sel tumor (Tai et al, 2010).
a. Struktur HER2
Seperti halnya semua reseptor HER2, HER2 merupakan suatu
glikoprotein transmembran tipe 1 yang terdiri dari 3 buah regio: Suatu
domain ekstrasel (DE) terminal N, sebuah domain transmembran (TM) alfa
helik tunggal dan domain tirosin kinase intraseluler. Sebagai bagian HER2
yang paling besar, DE dengan terminal N disusun oleh kira-kira 600 residu
asam amino yang dapat dibagi menjadi 4 subdomain yaitu (subdomain I-IV).
Subdomain I dan III dapat membentuk situs pengikatan untuk ligan-ligan
yang potensial. Sementara itu subdomain II dan IV terlibat dalam
homodimerisasi dan heterodimerisasi. Subdomain II yang memiliki sebuah
lengan dimerisasi, diyakini pemeran utama dalam dimerisasi. Pertuzumab,
suatu obat penghambat dimerisasi HER, berikatan dengan lengan dimerisasi
HER2 dan mencegah dimerisasi HER2 dengan kelompok HER yang lain,
sehingga menyebabkan penghambatan sinyal. Sedangkan subdomain IV yang
lebih dekat dengan domain TM merupakan tempat pengikatan obat
transtuzumab (Tai et al, 2010).

8
Gambar 2.1. Struktur Domain Ekstrasel HER2 (Tai et al, 2010)

Domain TM HER2 merupakan suatu alfa helik tunggal yang terdiri atas
23 asam amino. Berbagai penjajaran urutan (asam amino) kelompok HER
menunjukkan bahwa terdapat 2 motif dengan mempertahankan residu asam
amino 5 pada domain intrasel. Motif Sternberg-Gullick ditemukan pada semua
HER. Suatu mutasi titik (Val-664 Glu) motif ini pada onkogen tikus telah
diketahui dapat menyebabkan induksi transformasi onkogenik. Motif G***G
ditemukan pada domain TM pada HER1, HER2 dan HER4, namun tidak ada
HER3. Dua motif dimerisasi ini pada domain TM merupakan kekuatan
pendorong untuk dimerisasi reseptor (Mendrola, 2002; Bazley, 2005).

9
Gambar 2.2. Struktur Domain Transmemberan HER

Domain intraseluler dibentuk oleh sekitar 500 residu asam amino dan
memiliki satu penghubung sitoplasmik jukstak membran (JM) domain tirosin
kinase (TyK) dan satu ujung dengan terminal karboksil. Penghubung JM
merupakan suatu penghubung pendek yang fleksibel yang menggabungkan
domain transmembran dan domain TyK. Domain TyK memiliki beberapa
lengkungan penting yang membentuk tempat pengikatan enzim. Terminal
karboksil ekor memiliki 6 residu tirosin yang siap untuk reaksi
transfosforilasi dan berperan sebagai tempat ikatan bagi molekul sinyal yang
mengandung domain Src homology 2 (SH2) atau pengikat fosfotirosin
(Schulze et al, 2005).
b. Jalur Sinyal HER2
Setelah mengalami dimerisasi HER2 dapat melakukan transduksi sinyal
melalui sekurangnya 3 jalur yang meliputi jalur PI3K, MAPK dan
Fosfolipase C-γ. Pola dimerisasi secara signifikan berpengaruh terhadap jalur
pensinyalan hilir. Kombinasi dimerik yang berbeda diyakini akan
menyebabkan kaskade sinyal intrasel yang berbeda (Rubin, 2001). Sebagai
contoh, induksi aktivitas PI3K lipid kinase dirangsang oleh dimerisasi

10
HER2/3, yang merupakan kombinasi sinyal yang sangat kuat
mentransformasi sel dan sangat mitogenik. Hal ini mungkin disebabkan
HER3 yang mengalami fosforilasi secara langsung berikatan dengan PI3
karena HER3 memiliki sejumlah situs pengikatan yang dapat berinteraksi
dengan subunit pengatur p85 dari PI3K . Berbeda dengan jalur PI3K, semua
HER yang terlibat dalam dimerisasi (HER1/HER2, HER2/HER3 dan
HER2/HER4) dapat mengaktifkan jalur MAPK. PI3K dan MAPK merupakan
jalur sinyal kunci untuk meningkatkan laju proliferasi sel dan mencegah
apoptosis (Bazley, 2005).

Gambar 2.3. Jalur Transduksi Sinyal Yang Diaktivasi Oleh Reseptor HER2

Apabila terjadi ikatan HER2 dengan ligannya selanjutnya akan


terbentuk dimerisasi. Setelah terjadi dimerisasi akan berlanjut dengan
aktifnya enzim tirosin kinase. Proses selanjutnya adalah pengaktifan kaskade
sinyal yaitu melalui jalur PI3K dan jalur MAPK. Aspek penting lain dari jalur
sinyal HER2 adalah dapat menempati inti sel. Reseptor ini dapat pindah ke

11
dalam inti sel dalam bentuk reseptor utuh, terputus atau sekaligus dengan
ligannya. Reseptor yang menempati inti sel mungkin bekerja sebagai faktor
transkripsi untuk gen-gen seperti Cyclin D1, COX2 dan p53. Suatu hal yang
sudah diketahui bahwa HER2 inti dapat mengaktifkan promoter gen COX2
dan meningkatkan ekpresi COX2 pada sel tumor. Seperti halnya HER2
sitoplasma, HER2 nuklear juga berperan sebagai marker prognostic pada
kanker payudara (Tai et al, 2010).

6. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Terdapat beberapa gejala yang menyebabkan pasien datang berobat dirujuk
ke klinik kanker payudara yaitu (Barber et al, 2008):
1) Bengkak pada payudara . Lebih dari 90% pasien yang dirujuk ke klinik
tersebut dan lebih dari 80% pasien yang datang berobat karena adanya
bengkak pada payudara ternyata tidak menderita kanker.
2) Nyeri muskuloskletal dan nyeri payudara yang bersifat siklik.
3) Adanya discharge payudara merupakan suatu gejala yang juga
dilaporkan, namun hal ini harus ditelusuri apakah disebabkan oleh
provokasi atau tidak, kemudian apakah discharge ini disebabkan oleh
obat-obat yang diminum oleh pasien.
4) Retraksi putting susu
5) Perubahan ukuran payudara
6) Perubahan pada kulit, dapat berupa perubahan warna kulit,
b. Pemeriksaan Fisik
Digunakan untuk menelusuri kelainan payudara pada tahap yang
sedini mungkin dan untuk melakukan tindakan lanjutan. Para perempuan
juga dilatih untuk memeriksa payudara sendiri (SADARI). Meskipun
kanker payudara tidak umum pada pria, namun bila ditemukan lesi
unilateral maka harus diperlakukan seperti pada perempuan. Secara nyata
diagnosa kanker payudara dapat dilakukan dengan biopsi dari nodul yang
ditemukan melalui mammogram atau pemeriksaan fisik. Saat in sudah
dikembangkan algoritma untuk meningkatkan diagnosis dan menurunkan
seringnya biopsi yang tidak diperlukan (Fauci et al, 2008).
c. Pemeriksaan Penunjang

12
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis kanker payudara. Tindakan diagnostik untuk pasien dengan
keganasan ditujukan untuk staging dan grading.
1) Pemeriksaan pencitraan
a) Mammografi
Mammografi adalah pemeriksaan radiologi dimana dalam
pelaksanaanya membutuhkan kompresi payudara diantara 2
lempeng dan terasa tidak nyaman. Pada pemeriksaan ini diambil 2
pengambilan foto (obliq dan craniocaudal) untuk masing-masing
payudara (Barber et al, 2008).
b) Ultrasonografi
Pada pemeriksaan ultrasonografi, gelombang suara
berfrekuensi tinggi dilewatkan melalui payudara dan pantulan
gelombang dideteksi untuk kemudian diubah menjadi gambar.
Pemeriksaan ini merupakan metode yang bernilai untuk memeriksa
daerah spesifik pada payudara, meskipun bukan alat yang ideal
untuk skrining keseluruhan payudara. Pemeriksaan ini
direkomendasikan pada pasien dengan adanya masa atau
ketidaknormalan pada mamografi (Barber et al, 2008).
c) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI menggunakan gelombang magnet yang kuat untuk
mempengaruhi pola atom hydrogen dan software pencitraan yang
memungkinkan untuk dihasilkannya gambar. Alat ini mahal dan
alat-alat khusus dibutuhkan untuk pencitraan payudara. Proses
pemeriksaan dapat menyebabkan kebisingan dan claustrophobic
untuk pasien. Pemeriksaan ini tampaknya merupakan suatu teknik
yang sensitive untuk mendeteksi lesi payudara maligna invasif,
namun tidak sensitive untuk penyakit yang noninvasif (Barber et al,
2008).
2) Pemeriksaan patologi
a) Sitologi aspirasi jarum halus (SAJH)

13
Pemeriksaan ini menggunakan jarum berukuran 21-23
gauge dan syringe untuk mendapatkan sel dari suatu daerah yang
diinginkan. Sel disebar diatas kaca. Prosedur ini cepat namun dapat
menyebabkan nyeri dan hasil bisa didapatkan dalam hasil kurang
dari 45 menit. Kelemahan teknik ini adalah tidak dapat
membedakan antara invasive dan keganasan insitu. Untuk itu core
biopsy direkomendasikan sebelum pembedahan aksila, mastektomi
atau kemoterapi neoadjuvan.
b) Core/Vacuum-assisted biopsy
Suatu biopsi jarum inti yang diisi pegas berukuran 14 gauge
dapat dilakukan dengan mudah dalam anestesi local pada pasien
rawat jalan. Beberapa pengambilan sampel dilakuan pada area
yang dicurigai. Biopsi yang dibantu vakum (vacuum assisted
biopsy) yang menggunakan jarum bor yang lebih besar tersedia
sehingga memungkinkan dapat mengambil beberapa sedian biopsi
tanpa memindahkan jarum (Barber et al, 2008).
3) Staging
Staging yang tepat pada pasien kanker merupakan hal yang
sangat penting. Tidak hanya memberikan prognosis yang akurat,
namun pada banyak kasus keputusan terapi didasarkan sepenuhnya
kepada klasifikasi TNM (tumor primer, nodus regional dan
metastasis) (Fauci et al, 2008).

Tabel 2.1 Staging Kanker Payudara Berdasarkan AJCC


(American Joint Committee on Cancer) 2002

14
Stage Grouping
Stage 0 TIS N0 M0
Stage I T1 N0 M0
Stage IIA T0 N1 M0
T1 N1 M0
T2 N0 M0
Stage IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stage IIIA T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1, N2 M0
Stage IIIB T4 Any N M0
Any T N3 M0
Stage IIIC Any T N3 M0
Stage IV Any T Any N M1

4) Grading
National Comprehensive Cancer Network (NCCN) 2011
merekomendasikan grading berdasarkan Notingham Combine
Histologic yaitu (NCCN, 2011):
GX : grade tidak dapat dinilai
G1 : Low combine histologic grade (favorable)
G2 : Intermediete combine histologic grade (moderately
favorable)

G3 : High combine histologic grade (unfavorable)

7. Terapi Anti HER2


a. Perbedaan antara moclonal antibodi dengan tirosin kinase inhibitor
Terapi target terhadap HER2 terdiri atas 2 jenis yaitu (Imai dan
Takaoka, 2006)
1) Antibody monoclonal
Diberikan secara intravena dan beraksi hanya pada reseptor
yang mengekspresikannya pada permukaan sel atau reseptor yang

15
disekresikan. Waktu paruh antibody monoclonal, contohnya
trastuzumab dan bevacizumab adalah sekitar 3-4 minggu.
2) Inhibitor tirosin kinase
Obat-obat yang diberikan secara oral dan molekulnya berukuran
lebih kecil, suatu sintetis yang permeabel terhadap membran yang
dapat menghambat atau berkompetesi dengan pengikatan ATP.
Sehingga menghambat kaskade transduksi sinyal di dalam sel yang
dirangsang oleh satu reseptor atau beberapa reseptor. Waktu paruh
berbagai inhibitor tirosin kinase, contohnya lapatinib dan gefitinib
diperkirakan 24-48 jam.
Perbedaan lain antara antibody monoclonal (AM) dan inhitor
tirosis kinase adalah karena molekul AM yang besar maka ia tidak
dapat melewati sawar otak. Ukuran molekul yang kecil menyebabkan
inhibitor tirosin kinase kurang spesifik. Ketidak spesifikan ini kadang-
kadang memberikan manfaat namun hal ini juga dapat meningkatkan
toksisitas (Imai dan Takaoka, 2006).
b. Antibodi monoclonal inhibitor HER2
1) Transtumab
Trastuzumab (Herceptin, Genentech Inc, San Francisco, CA, USA)
adalah suatu antibody monoclonal human rekombinan terhadap domain
ekstrasel protein HER2. Mekanisme pasti kerja seluler antibody ini telah
banyak dibicarakan. Beberapa efek molekuler dan seluler telah diteliti
pada model eksperimental meliputi penghambatan proteolisis ekstrasel
HER2, gangguan terhadap jalur seluler hilir, penghentian siklus sel,
penghambatan perbaikan DNA, Penekanan terhadap angiogenesis dan
induksi sitotoksisitas yang antibody (Nahta dan Esteva, 2006).
Gen HER2 diekspresikan atau diperbanyak secara berlebihan pada
18-25% dari semua kanker payudara invasive primer (disebut kanker
payudara HER2 positif). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
ekspresi berlebihan berhubungan dengan buruknya disease free survival
(DFS). Ekspresi berlebihan juga berkorelasi dengan berbagai gambaran
prognostic yang buruk seperti ukuran tumor yang besar, grade nuclear

16
yang tinggi, fraksi fase-S yang tinggi, aneupleudi dan penurunan ekspresi
reseptor hormone steroid (Menard et al, 2001).
Trastuzumab pada kanker payudara HER2 positif
Uji klinis fase II menunjukkan bahwa trastuzumab, sebagai agen tunggal,
aktif terhadap MBC positif HER2. Namun demikian respon rate (RR) objektif
monoterapi trastuzumab rendah (15-26%) untuk durasi median 9 bulan dan
clinical benefit (CB) rate, didefinisikan sebagai respon klinik atau penyakit
stabil lebih dari 6 bulan pada 36-48% pasien. Sementara itu RR dan laju CB
trastuzumab mengalami peningkatan bila dikombinasikan dengan kemoterapi.
Pada penelitian fase III yang dilakukan oleh Slamon dkk, melibatkan 469
subyek dengan MBC didapatkan bahwa kombinasi trastuzumab dengan
paclitaxel/doksorubisin dan siklofosfamid lebih unggul baik dalam ORR
(objective response rate), TTP (time to progression) ataupun OS overall
survival. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Marty dan Gasparini dkk
(Nielsen et al, 2009).
Tabel 2.2 Uji Klinis Fase III Dan II Yang Membandingkan Kombinasi
Transtuzumab Dengan Kemoterapi Dibandingkan Dengan
Kemoterapi Saja Pada Kanker Payudara Metastasis (Nielsen et al,
2009)

Tolerabilitas trastuzumab
Efek samping utama pada pemakaian trastuzumab adalah
kardiotoksisitas. Kejadian kardiotoksisitas pada pasien yang mendapatkan
transtuzumab adalah sekitar 3 % dan kejadian ini meningkat menjadi 4,5%
bila sebelumnya pasien mendapatkan antrasiklin. Penjelasan yang pasti
mengenai mekanisme ini belum jelas namun diduga terkait dengan
perkembangan sel jantung dan perlindungan terhadap stress oksidatif (Chen,
2011).

17
2) Pertuzumab
Pertuzumab adalah monoclonal antibody yang bekerja terhadap
HER2, mencegah dimerisasi HER1 dan HER3. Obat ini menempati HER
pada situs yang berbeda dengan transtuzumab. Obat ini dapat ditoleransi
baik dan secara klinis aktif namun sampai saat ini masih dalam uji klinis
fase I (Nielsen et al, 2009).
3) Ertumaxomab
Obat ini adalah obat yang secara teori sangat aktif karena merupakan
obat yang trifungsional dan merupakan antibody bispesifik. Obat ini dapat
berikatan dengan HER2 dan CD3 sehingga membentuk kompleks dari 3 sel
yaitu sel tumor, sel T dan sel dendiritik. Pada uji klinis fase I terbukti bahwa
obat ini dapat merangsang respon imun yang kuat sehingga meningkatkan
aktivitas anti tumor. Obat ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut
(Nielsen et al, 2009).
c. Anti HER-2 di dalam panduan terapi kanker payudara yang diterbitkan
oleh organisasi yang bergerak di bidang onkologi
Pada panduan pengobatan kanker payudara berdasarkan NCCN 2011,
pengobatan kanker payudara didasarkan atas stadium staging dan grading
dan didasarkan kepada status reseptor estrogen dan progesterone serta status
HER2 (NCCN, 2011). Demikian juga American Society of Clinical
Oncology/College of American Pathologis juga telah menganjurkan hal
yang sama untuk setiap kanker payudara (Shah et al, 2010).

18
Gambar 2.4. Penatalaksanaan Kanker Payudara Berdasarkan HER2

Gambar 2.5. Algoritma Penatalaksanaan Kanker Payudara Berdasarkan


Pada Pasien dengan HER2 Positif

19
Prognosis terhadap kanker dan terapi yang akan digunakan dalam
mengatasi kanker payudara sangat penting untuk diketahui oleh penderita kanker
dan dokter. Salah satu metode yang dapat memberikan prognosis dan jenis terapi
terhadap kanker payudara adalah dengan menggunakan Immunohistochemistry
yang biasa disingkat dengan IHC (NCI, 2013). Berdasarkan hasil skore
pemeriksaan IHC HER2 dapat diketahui prognosis kanker serta terapi yang tepat
yang diberikan seperti pemberian targeted therapy dengan menggunakan
Herceptin (trastuzumab) maupun terapi kombinasi lainnya. Skore HER2 dengan
IHC terdiri dari 0/1+ yang menandakan bahwa jaringan tersebut negatif tidak
memiliki protein HER2 yang overekspresi, skore 2+ menandakan adanya
equivocal dimana hasil skore tersebut belum bisa menentukan apakah perlu diberi
targeted therapy atau tidak sehingga diperlukan pemeriksaan lain dengan
menggunakan CISH (Chromogenic In Situ Hybridization) atau FISH
(Flourescence In Situ Hybridization) dan skore 3+ yang menandakan bahwa
jaringan tersebut positif memiliki HER2 yang overekspresi. Adapun skore dan
klasifikasi IHC HER2 (Dobson et al, 2010).
Tabel 2.3. Skore Dan Klasifikasi HER2
Skore IHC Pola Pengecatan IHC Klasifikasi
0 Tidak ada pewarnaan membran Negatif
1+ Pewarnaan membran tidak lengkap Negatif
(<10%) dan lemah
2+ Pewarnaan membran lengkap tapi tidak Equivocal
seragam atau lemah setidaknya sebesar
10% tapi kecil atau sama dengan 30%
3+ Pewarnaan intensitas membran seragam Positif HER2
dengan nilai > 30% sel kanker

BAB III
KESIMPULAN

20
1. Kanker payudara merupakan penyakit keganasan yang tersering pada
perempuan
2. Penyebab pasti kanker payudara masih belum diketahui namun terdapat
pengaruh faktor lingkungan dan faktor genetik pada kanker payudara.
3. HER-2 merupakan suatu penanda kanker yang berhubungan dengan
prognosis yang buruk pada kanker payudara
4. Di bidang Onkologi medik saat ini sudah dikembangkan terapi target
terhadap HER2 yaitu monoclonal antibody dan inhibitor tirosin kinase
yang memberikan respon yang baik terhadap pengobatan

DAFTAR PUSTAKA

21
American Cancer Institute. 2011. Breast Cancer Fact And Figure 2009-2010.
Atlanta, USA : American Cancer Institute
Barber MD, Thomas JSJ, Dixon, JM. 2008. An Atlas Of Investigation And
Management Breast Cancer. Abingdon : Atlas Medical Publishing
Bazley LA and Gullick WJ. 2005. The Epidermal Growth Factor Receptor
Family. Suppl 1, Endocrinol. Relat. Cancer, Vol. 12, pp. S17-27
Chen, T, Xu, T and li, Y. 2011. Risk Of Cardiac Dysfunction With Trastuzumab In
Breast Cancer Patients: A Metaanalysis. Cancer Treatment Reviews ,
Volume 37, pp. 312-21
Colomb WD, Estefa FJ. 2008. HER2-Positive Breast Cancer: Herceptin And
Beyond. European Journal Of Cancer. Diambil dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19022660. Volume 44 (18) pp.
2806-2812
Conzen SD. 2008. The Molecular Biology Of Breast Cancer. [book auth.] DeVita
VT, Lawrence ST and Rosenberg SA. Cancer principle and practice of
oncology. Philadelphia : Lipincot & William
Couch FJ, Weber BL. 2002. Breast Cancer. [book auth.] Editor Kinzler KW. The
Genetic Basis Of Human Breast Cancer. New York : McGraw Hill, p. 581
Deng CX. 2006. BRCA1: Cell Cycle Checkpoint, Genetic Instability, DNA
Damage Response And Cancer Evolution. Nucleic Acids Res, Volume 34,
p 1416
Dobson, L. d., Conway, C., Hanley, A., Johnson, A., Costello, S., O’Grady, A.,
Connolly, Y., Magee, H., O’Shea, D., Jeffers, M.,Kay, E. 2010. Image
Analysis As An Adjust To Manual HER2 Immunohistochemical Review: A
Diagnostic Tool To Standardize Interpretation. Histopathology, 27-38
Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,
Loscalzo J. 2008. Harison's Principle Of Internal Medicine 17ed . San
francisco, Mgraw Hill
Gudmundsdottir K, Ashworth A. 2006. The Roles Of BRCA1 And BRCA2 And
Associated Proteins In The Maintenance Of Genomic Stability 43.
Oncogene. Volume 25, p. 5864

22
Imai K, Takaoka A. 2006. Comparing Antibody And Small-Molecule Therapies
For Cancer. Nat Rev Cancer. Volume 6 (9), pp. 714-27
Jemal A, Bray F, Mellisa M, Ferlay J, Ward E, Forman D. 2011. Global Cancer
Statistic : Ca Cancer. Journal For Clinicians.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21296855. Volume 61 (2) : 69-90
Menard S, Fortis S, Castiglioni F, Agresi R, Balsari A. 2001. HER2 As A
Prognostic Factor In Breast Cancer. Oncology, Volume 61 (2), pp. 67-72
Mendrola JM. 2002. The Single Transmembrane Domains Of Erbb Receptors
Selfassociate. J Biol Chem., Vol. 277, pp. 4704–4712
Mullan PB, Quinn JE, Harkin, DP. 2006. The Role Of BRCA1 In Transcriptional
Regulation And Cell Cycle Control. 43. Oncogene, Volume 25, p. 5854
Nahta, R; Esteva, FJ. 2006. Herceptin: Mechanisms Of Action And Resistance.
Cancer Lett, Volume 232 (2), pp. 123–38
National Cancer Institute. 2010. Surveilance Epidemiology And End Result.
National cancer institute . [Online] National cancer institute [Cited:
November 16, 2013.] http://seer.cancer.gov/statfacts/html/breast.html
NCI. 2013. National Cancer Institute Dictionary of Cancer Terms. Retrieved
November 16, 2013, from http://www.cancer.gov/dictionary?cdrid=653117
NCCN. 2011. NCCN Clinical Practice Guideline In Oncology Breast Cancer.
s.l. : National Comprehensive Cancer Network, Inc
Neve RM, Lane HA, Hynes HE. 2001. The Role Of Overexpressed HER2 In
Breast Cancer. suppl 1, Ann Oncol , Vol. 12, pp. s9-13.
Nielsen M, Anderson and C, Kamby. 2009. HER2-Targeted Therapy In Breast
Cancer. Monoclonal Antibodies And Tyrosine Kinase Inhibitors. Cancer
Treatment Reviews, Volume 35, pp. 121–36
Roche. 2013. Untuk Kanker Payudara HER2+. Jakarta : PT.Roche Indonesia. Hal
1-24
Rubin L, Yarden Y. 2001. The Basic Biology Of HER2. Ann Oncol , Vol. Supp1,
pp. S3-8
Schulze WX, Deng L, Mann M. 2005. Phosphotyrosine Interactome Of The Erbb-
Receptor Kinase Activity. Mol. Syst. Biol., Vol. 1, pp. 2005-8

23
Shah, SS, Ketterling, RP and Goetz, MP. 2010. Impact Of American Society Of
Clinical Oncology/College Of American Pathologists Guideline
Recommendations On HER2 Interpretation In Breast Cancer. Human
Pathology, Volume 41, pp. 103-06
Sobin LH, Wittekin CH. 2002. Classification Of Malignant Tumours TNM.
International Union Againts Cancer UICC : 6 th ed A John Wiley and Sons
Inc : 131-41
Sugarman SM. 2007. Chemotherapy Treatment Paradigms In Metastatic Breast
Cancer. [book auth.] Dang CT and Hudis CA. New Treatment Paradigms
in breast cancer. New York : CMP medika, pp. 1-22
Tai W, Mahato R, Cheng K. 2010. The Role Of HER2 In Cancer Therapy And
Targeted Drug Delivery. Journal of Controlled Release, Vol. 146, pp. 264–
275
Tjindarbumi D. 2004. Penanganan Kanker payudara Masa Kini Dengan
Berbagai Macam Issue Di Indonesia. Dalam : Indonesian Issues On Breast
Cancer 1;28-29 Februari 2004; Hotel Sheraton Di Surabaya. PERABOI
Surabaya
WHO. Breast Cancer: Prevention And Control. World Health Organization.
[Online] WHO, November 2013. [Cited: November 16, 2013.]
http://www.who.int/cancer/detection/breastcancer/en/index.html

24

Anda mungkin juga menyukai