BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.R
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 53 th
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : banjarsari kidul rt 3/rw 1
Tanggal Periksa : 29 januari 2014
No. CM : 53-85-93
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Gatal di leher kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Onset
5 hari yang lalu
b. Lokasi
Leher sebelah kanan yang menyebar hingga dada kana
c. Faktor Memperberat
-
d. Faktor Memperingan
-
e. Kronologi
Pasien mulai merasakan gatal di bagian leher kanan sejak lima hari
yang lalu. Awalnya, satu hari sebelum pasien merasakan gatal,
pasien mengeluh demam selama dua hari kemudian kulit disekitar
leher kanan dan banyak terdapat benjolan-benjolan kecil berisi
cairan dan nanah, terasa gatal dan perih.
6
f. Gejala penyerta
nyeri dikulit sekitar leher bagian kanan
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku belum pernah menderita penyakit ini sebelumnya.
Pasien juga tidak memiliki riwayat alergi obat atau alergi makanan.
Pasien mengaku pernah terkena cacar air waktu remaja
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit seperti pasien.
Riwayat alergi pada keluarga juga tidak ada.
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien seorang ibu rumah tangga yang tinggal bersama suami dan dan
keluarga anaknya yang berjumlah 3 orang.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaram : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Respiration rate : 20 x/menit
Suhu : 36,5
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 63 kg
Kesan gizi : cukup
Status Generalis
Kepala : Simetris, mesochepal, venektasi temporal (-/-)
Mata : OD: Konjungtiva anemis ( -), sklera ikterik ( -)
OS: Konjungtiva anemis ( -), sklera ikterik ( -)
D. RESUME
Pasien datang ke poli kulit kelamin RSMS dengan keluhan gatal di bagian
kanan leher pasien . Pasien mulai merasakan gatal di bagian leher kanan
sejak lima hari yang lalu. Awalnya, satu hari sebelum pasien merasakan
gatal, pasien mengeluh demam selama dua hari kemudian kulit disekitar
leher kanan memerah dan banyak terdapat benjolan-benjolan kecil berisi
cairan, terasa gatal dan perih. Pada pemeriksaan status generalis dalam
batas normal. Pada pemeriksaan status dermatologikus, lokasi di region
cervicalis dextra tampak makula eritematosa dengan beberapa vesikel
berkelompok dengan dermatom unilateral.
F. DIAGNOSIS
1. Diagnosis Klinis
Herpes zoster regio cervicalis dextra
2. Diagnosis Banding
a. Varisela
b. Impetigo vesikobulosa
G. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
a. Sistemik
• Antiviral : Acyclovir 5x800 mg/hari, peroral selama 7 hari
• Analgetik : Asam mefenamat 3x500 mg/ hari, peroral
b. Topikal :
Untuk area kulit diberikan krim natrium fusidat (Fuson®),
dioleskan 2x sehari.
Untuk menghindari infeksi sekunder diberikan bedak salisil
2%.
2. Non medikamentosa
a. Istirahat, tirah baring
b. Diet tinggi kalori tinggi protein
c. Usahakan tidak menggaruk luka, agar vesikel yang masih ada tidak
pecah dan terjadi infeksi sekunder.
H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanasionam : ad bonam
Quo ad fungsionan : ad bonam
Quo ad cosmeticam : dubia ad bonam
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas berupa vesikel-
vesikel yang tersusun berkelompok, unilateral di sepanjang persarafan
sensorik kulit sesuai dengan dermatom (Handoko, 2005).
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang
oftalmikus saraf trigeminus (N.V) yang ditandai adanya erupsi herpetik
unilateral pada kulit (Sanjay et al , 2011).
B. Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) yang
tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm dan termasuk
subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya VVZ
diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam
subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel
epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer,
infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam
neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan
kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai
jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek
serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik
DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang
11
E. Manifestasi Klinis
ejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada
dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya
erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi
13
pada 5% penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum
terjadi erupsi.
Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata
dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya
lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf
sensorik.
Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh
empat jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula
pada hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering
menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3 minggu.Keluhan yang
berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya timbul
keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada
penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah menghilang.
Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom
torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral (5%).
F. Pemeriksaan kulit
Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:
H. Diagnosis
a. Anamnesis
Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa
neuralgia (nyeri) beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan
timbulnya kelainan kulit. Seringkali sebelum timbul kelainan kulit
didahului gejala prodromal seperti demam, pusing dan lemas
b. Pemeriksaan kulit
Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-
vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral, dan
mengenai satu dermatom.
I. Diagnosis Banding
Diagnosis banding herpes zoster oftalmikus antara lain:
a. Luka Bakar
b. Keratitis herpes simpleks
c. Bell’s palsy
d. Episkliritis
e. Erosi kornea persisten pada herpes simpleks
f. Manifestasi occular HIV (Timur, 2009).
J. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk:
1. Non Medikamentosa
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat
menularkan kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan
orang dengan defisiensi imun. Usahakan agar vesikel tidak pecah,
misalnya jangan digaruk dan pakai baju yang longgar. Untuk mencegah
infeksi sekunder jaga kebersihan badan (Saad and Christopher, 2010).
18
2. Medikamentosa
a. Sistemik
1) Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya,
misalnya valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai
inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan
peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama
sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah
5×800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena biasanya
hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita
yang tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat digunakan sebagai
terapi herpes zoster adalah valasiklovir. Valasiklovir diberikan 3×1000
mg/hari selama 7 hari, karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain
itu famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir juga bekerja sebagai
inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3×200 mg/hari
selama 7 hari (Saad and Christopher, 2010; Hodge, 2006).
2) Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan
oleh virus herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam
mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan
sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri
muncul (Saad and Christopher, 2010; Hodge, 2006).
3) Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt.
Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis.
Yang biasa diberikan ialah prednison dengan dosis 3×20 mg/hari,
setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis
prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik
digabung dengan obat antivirus (Saad and Christopher, 2010; Hodge,
2006).
b. Pengobatan topikal
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium
19
K. Komplikasi
1. Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai
beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun,
persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua
umur penderita maka semakin tinggi persentasenya.
2. Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.
Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan,
atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus
dengan jaringan nekrotik.
3. Kelainan pada mata
Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis
paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.
5. Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan
virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang
berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya
lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang
tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.
20
L. Prognosis
Prognosis bonam bila ditatalaksana secara cepat dan adekuat.
21
BAB III
PEMBAHASAN
Anamnesis
• Pasien datang ke poli kulit kelamin RSMS dengan keluhan gatal dan nyeri di
leher kanan sejak lima hari yang lalu.
• Pasien mulai merasakan gatal di bagian leher kanan sejak lima hari yang lalu.
Awalnya, satu hari sebelum pasien merasakan gatal, pasien mengeluh demam
selama dua kemudian kulit disekitar leher kanan memerah dan banyak
terdapat benjolan-benjolan kecil berisi cairan dan nanah, terasa gatal dan
perih.
Sesuai dengan Handoko Pada Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin FKUI bahwa:
• Penderita herpes zoster awalnya mengalami gejala prodormal seperti
demam dan malaise.
Sesuai dengan Handoko Pada Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin FKUI, Ilyas dan
Siregar , Pada atlas berwarna Saripati Penyakit Kulit bahwa:
• Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang
lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah
tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh
salah satu ganglion saraf sensorik.
• Erupsi mulai dengan eritema makulopapular, lalu 12-24 jam kemudian
terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga.
Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta.
Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3 minggu.
• Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Rasa sakit
segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya
sudah menghilang.
22
• Keluhan kulit yang dialami pasien berupa makula eritema dengan pustula
dan erosi berkelompok dengan krusta, menunjukan penyakit yang
dialaminya telah berjalan selama kurang lebih 2 minggu dan masih
mengalami fase aktif dengan masih munculnya lesi berupa pustula yang
berkelompok. Beberapa erosi yang dialami pasien disebabkan karena
kebiasaan pasien yang sering menggaruk daerah lesi.
3. Medikamentosa
c. Sistemik
• Antiviral : Acyclovir 5x800 mg/hari, peroral selama 7 hari
• Analgetik : Asam mefenamat 3x500 mg/ hari, peroral
d. Topikal :
Untuk area kulit diberikan krim natrium fusidat (Fuson®),
dioleskan 2x sehari.
Untuk menghindari infeksi sekunder diberikan bedak salisil
2%.
4. Non medikamentosa
d. Istirahat, tirah baring
e. Diet tinggi kalori tinggi protein
f. Usahakan tidak menggaruk luka, agar vesikel yang masih ada tidak
pecah dan terjadi infeksi sekunder.
1) Obat Antivirus Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya,
misalnya valasiklovir dan famsiklovir.
2) Analgetik asam mefenamat
3) Pengobatan topicalkrim natrium fusidat (Fuson ®) untuk mencegah infeksi
sekunder bakteri pada lesi dan daerah erosif pada kulit. Dan Untuk
23
Prognosis untuk penyakit Herpes zoster beresiko menjadi lebih berat pada pasien
telah berusia > 40 tahun sehingga lebih besar beresiko mengalami Neuralgia pasca
herpetic
24
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
4. Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-
vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral, dan
mengenai satu dermatom.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Handoko. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: edisi IV. Jakarta : Fakultas
kedokteran universitas Indonesia
Hartadi, Sumaryo S. 2006. Infeksi Virus dalam Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta:
Hipokrates; 92-4
Roxas, M. 2009. Herpes zoster and Post Herpetic Nauralgia: Diagnosis and
Therapeutic Consideration Herpes Zoster Information. Diakses dari :
http://www.emedicinehealth.com/articles pada tanggal 28 Juni 2013