Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS APRIL 2022

“APPENDICITIS AKUT”

Disusun Oleh :
dr. Annisa Sarining Puspa

Pendamping :
Dr. Trieko Stefanus Larope

DISUSUN SEBAGAI TUGAS


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
RUMAH SAKIT TORABELO
2023

1
PENDAHULUAN

Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendiks vermicularis.


Appendiks merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang
berada di perut kanan bawah. Organ ini mensekresikan IgA namun seringkali
menimbulkan masalah bagi kesehatan. Appendisitis akut merupakan keadaan
darurat abdomen paling umum yang membutuhkan perawatan bedah dan
menunjukkan resiko seumur hidup sebesar 7%. Insiden keseluruhannya adalah
sekitar 11 kasus per 10.000 individu per tahun, dan dapat terjadi pada usia
berapapun antara 15 dan 30 tahun usia ada peningkatan 23 kasus per 10.000
penduduk/tahun, dan kemudian mengalami penurunan.1,2

Appendisitis akut merupakan salah satu penyebab nyeri abdomen akut


yang paling sering ditemukan. Hipotesis penyebab paling umum adalah adanya
obstruksi lumen yang berlanjut menjadi kerusakan dinding appendiks dan
pembentukan abses. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus appendisitis,
namun sumbatan lumen appendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai
pencetus disamping hyperplasia jaringan limfoid, tumor appendiks, dan cacing
askaris dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab yang lain yang diduga dapat
menimbulkan appendisitis adalah erosi mukosa appendix karena parasite seperti
E.histolytica.1

Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan konsumsi


makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon. Semua ini akan mempermudah timbulnya appendisitis akut. Semua kasus
apendisitis memerlukan tindakan pengangkatan apendiks yang terinflamasi, baik
dengan laparatomi maupun dengan apendektomi.1,2

2
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. IR
Umur : 41 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Nyeri perut kanan bawah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri perut kanan bawah
yang dirasakan sejak 5 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri yang
dirasakan seperti tertusuk. Awalnya pasien merasakan nyeri ulu hati
kemudian menjalar kebagian perut kanan bawah, nyeri seperti tertusuk-tusuk
yang dirasakan secara terus menerus dan disertai demam. Pasien pernah
memeriksakan dirinya ke RS dengan diagnosis Kolik Abdomen. Kemudian 1
hari setelah itu pasien dikonsul kebedah umum dikarenakan pada saat
dilakukan pemeriksaan USG didapatkan kesan Appendisitis Akut. Pada saat
dilakukan pemeriksaan rasa nyeri perut kanan bawah (+) sudah berkurang,
mual (+), muntah (+), Pusing (-), sakit kepala (-), BAK (+) lancar dan BAB
(+) lancar.

Riwayat Penyakit Terdahulu :


Pasien sebelumnya belum pernah mengalami hal yang sama.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat penyakit hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asma (-) dan riwayat
keganasan pada anggota keluarga (-)

3
C. Pemeriksaan fisik :
Status generalisata
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS : E4M6V5
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 76 kali/menit
Pernafasan : 18 kali/menit
Suhu aksilla : 37,6 oC
VAS : 5-6
Kepala : Bentuk: Normochepal
Mata : Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sclera : Ikterik (-/-)
Pupil : Isokor (+/+), ukuran ( 2,5 mm/2,5 mm)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid : (-)
Thorax
Inspeksi : Simetris bilateral
Palpasi : Vocal fremitus kanan (=) kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), whezzing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak (+)
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavivula sinistra (+)
Perkusi : Batas jantung normal (+)
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular (+), gallop (-), murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Kesan datar (+) normal, distensi (-), jejas (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal

4
Perkusi : Tymphani (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+) epigastrium dan Mc Burney (+)
Rovsing sign (+) Blumberg sign (-)

Ekstremitas
- Superior : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)
- Inferior : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)

Pemeriksaan tambahan :
Psoas sign (-), Obturator sign (-)

Alvarado Score :
- Migration of pain :1
- Anorexia :0
- Nausea :1
- Tenderness :0
- Rebound pain :1
- Elevated temperature : 2
- Leucocytosis :-
- Shift to the left :-
- Total :5

Status lokalis
Regio : Abdomen (Inguinal dextra)
Inspeksi : Tampak datar, kesan normal (+). Distensi (-). Sikatriks (-). Jejas
(-).
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : Thympani (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada region epigastrium dan regio Mc Burney (+),
defans muscular (-). Rovsing sign (+). Blumberg sign (-)

Rectal toucher : Pasien menolak untuk dilakukan pemeriksaan

5
Resume :

Pasien masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri abdomen diregio


kuadran kanan bawah yang dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk Rumah
Sakit. Nyeri yang dirasakan seperti tertusuk dan secara terus menerus.
Awalnya pasien merasakan nyeri pada epigastrium kemudian menjalar
kebagian perut kanan bawah dan disertai Febris (+). Pasien pernah
memeriksakan dirinha ke RS dan setelah itu pasien langsung dirawat dengan
diagnosis Kolik Abdomen. Kemudian 1 hari setelah itu pasien dikonsul
kebedah umum dikarenakan pada saat dilakukan pemeriksaan USG
didapatkan kesan Appendisitis Akut. Pada saat dilakukan pemeriksaan rasa
nyeri pada abdomen regio kuadran kanan bawah (+) sudah berkurang,
nausea(+), vomitus (+), Pusing (-), sakit kepala (-), BAK (+) lancar dan BAB
(+) lancar.
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan : Keadaan
umum sakit sedang dengan kesadaran compos mentis E4 M6 V5, tanda vital
didapatkan tekanan darah : 100/60 mmHg, nadi : 76x/menit, pernapasan :
18x/menit. Suhu axilla : 37,6°C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri
tekan pada epigastrium dan regio Mc Burney. Status lokalis: pada regio
inguinal dextra didapatkan, inspeksi: tampak abdomen datar kesan normal,
distensi abdomen (-), sikatriks (-), jejas (-). Auskultasi: peristaltic (+) kesan
normal. Palpasi: Nyeri tekan pada regio epigastrium dan regio Mc Burney.
Rovsing sign (+). Alvarado score total 5 dengan interpretasi kemungkinan
appendicitis.

D. DIAGNOSIS KERJA
Appendisitis akut

E. DIAGNOSIS DIFFERENSIAL
 Pelvic Inflamatory Disease

6
 Kehamilan Ectopik Terganggu (KET)
 Torsio Kista

F. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
- IVFD RL 20 tpm
- Ceftriaxone 2x 1gr/iv
- Inj. Ondancentron 4mg /8jam/iv
- Inj. Ranitidin 150mg/12j/iv

2. Non medikamentosa
Periksa DL dan USG
Operatif: Appendectomi

G. PROGNOSIS
- Qua ad vitam: bonam
- Qua ad fungsionam: bonam
- Qua ad sanationam: bonam

7
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


pasien di diagnosis Appendisitis akut. Berdasarkan teori, appendisitis merupakan
salah satu penyakit akut abdomen dimana terjadi inflamasi pada appendiks
vermiformis. Appendisitis akut adalah peradangan appendiks yang disebabkan
oleh bakteri akibat tersumbatnya lumen karena fekalit, hiperplasia jaringan
limfoid dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis.
Obstruksi lumen mengakibatkan terjadinya sumbatan pada bagian proksimal dan
sekresi normal mukosa appendiks segera menyebabkan distensi. Pada pasien ini
didapatkan beberapa hasil pemeriksaan yang mengarahkan pada appendisitis
akut.1,2,3,4.
Pada anamnesis didapatkan gejala berupa nyeri pada epigastrium.
Berdasarkan teori nyeri disebabkan oleh adanya obstruksi pada lumen appendiks
yang akan menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat akan menyebabkan appendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran
limfe dan memudahkan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan appendiks edema
sehingga merangsang serabut saraf aferen viseral yang masuk ke sumsum tulang
belakang di T8-T10. Pada saat inilah terjadi appendisitis akut fokal yang ditandai
oleh nyeri epigastrium.2,3,4
Pasien juga mengeluhkan nyeri perut kanan bawah yang bersifat kontinu.
Berdasarkan teori nyeri tersebut merupakan nyeri visceral yang berubah menjadi
nyeri somatis. Nyeri ini disebabkan oleh sekresi mukus yang terus berlanjut,
tekanan akan terus meningkat. Kemudian hal tersebut akan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Eksudat
inflamasi yang berasal dari dinding apendiks berhubungan dengan peritoneum
parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal
pada apendiks, khususnya di titik Mc Burney. Keadaan ini disebut dengan
appendisitis supuratif akut.1.2
Gejala lain pada pasien ini didapatkan adanya mual yang disertai muntah.

8
Berdasarkan teori gejala gastrointestinal yang terjadi akibat adanya distensi yang
semakin bertambah sehingga pusat muntah akan diaktifkan dari saluran
pencernaan melalui aferen nervus vagus dan menyebabkan mual dan muntah
dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul
mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain. 1.2
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu axilla : 37,6°C, hal tersebut
sejalan dengan teori yang mengatakan bahwa pengukuran suhu tubuh merupakan
salah satu pemeriksaan yang dilakukan pada kasus-kasus dengan kecurigaan
appendisitis. Kenaikan suhu tubuh melebihi suhu normal terjadi sebagai tanda
adanya infeksi seperti pada appendisitis.5 Pada appendisitis akut demam biasanya
ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,50C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah
terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 10C.1
Namun pada kasus ini pasien menolak untuk dilakukan pemeriksaan suhu rectal
sehinggal sulit untuk menilai perbedaan antara suhu axilla dan suhu rektal.
Pemeriksaan tambahan didapatkan nyeri tekan pada Mc Burney (+) dan
rovsing sign (+). Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik pada palpasi dilakukan
penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang
disebut tanda Rovsing. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah
infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk. Colok dubur pada anak tidak dianjurkan.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih
ditujukan untuk mengetahui letak appendiks. Uji psoas dilakukan dengan
rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif
sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang
menempel di otot psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji
obturator digunakan untuk memeriksa apakah apendiks yang meradang
bersentuhan dengan otot obturator internus yang merupakan dinding panggul
kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan
menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika. 1 Pada pasien ini, pada uji psoas dan
uji obturator didapatkan hasil negatif, dan pemeriksaan rectal toucher tidak
dilakukan karena pasien menolak untuk dilakukan pemeriksaan.
Berdasarkan teori jumlah leukosit umumnya meningkat pada appendisitis

9
akut yakni sekitar 10.000-18.000 sel/mm3. Jumlah leukosit yang kurang dari
18.000 sel/mm3 umumnya terjadi pada apendisitis simpel dan leukosit yang lebih
dari18.000 sel/mm3 menunjukkan adanya perforasi.6
Berbagai sistem penilaian telah dikembangkan untuk membantu diagnosis
apendisitis akut, dan sistem penilaian Alvarado adalah salah satunya. Berdasarkan
Konsensus umum penelitian, Alvarado skor adalah metode non-invasif, metode
diagnostik aman, sederhana, dan dapat digunakan kembali secara berulang dengan
tepat untuk membantu dalam menegakkan diagnosis appendisitis. Alvarado skor
memiliki enam variabel klinis dan dua laboratorium kuantifikasi dengan total poin
sepuluh, skor mencakup unsur-unsur dari riwayat pasien, pemeriksaan fisik dan
dari tes laboratorium.9
Sebuah mnemonic populer digunakan untuk mengingat Alvarado yang
dimodifikasi, yaitu MANTRELS. Dimana poin-poin tersebut mencakup 1.
Migration of pain: 2. Anorexia, 3. Nausea/ Vomitus, 4. Tenderness, 5. Rebound
pain, 6. Elevated temperature, 7.Leucocytosis, 8.Shift to the left. Leukositosis
adalah dua faktor yang paling penting ditetapkan masing-masing dua poin dan
enam faktor lainnya masing-masing satu poin, sehingga mencapai total skor 10
poin. Skor 1-4 menunjukkan sangat tidak mungkin untuk appendisitis, 5-7
kemungkinan appendisitis dan 8-10 sangat mungkin appendisitis. Pada pasien
didapatkan Alvarado skor 5 dikarenakan belum dilakukan pemeriksaan DL .9
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis pada pasien didapatkan
mantrels skor Migration of pain : 1, Anorexia : 0, Nausea : 1, Tenderness : 0,
Rebound pain : 1, Elevated temperature : 2 Leucocytosis : 0 Shift to the left: 0,
total: 5 dengan interpretasi kemungkinan appendisitis. Sehingga berdasarkan teori
di atas pasien didiagnosis Appendisitis.
Pada keadaan tertentu beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding.1 Seperti pada kasus pasien berjenis kelamin perempuan
sehingga perlu untuk disingkirkan kemungkinan-kemungkinan penyakit lain yang
dapat menimbulkan gejala nyeri perut kanan bawah. Menurut teori terdapat
beberapa penyakit yang dapat memberikan gejala nyeri perut kanan bawah
seperti: Infeksi Radang Panggul (Pelvic nflamatory Disease), Kehamilan Ektopik,

10
dan Torsio Kista. 1
Diagosis banding pertama pada kasus adalah Infeksi radang panggul
(Pelvic Inflamatory Disease), Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan
appendisitis akut. Dimana biasanya suhu lebih tinggi daripada appendisitis dan
nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya
disertai keputihan dan infeksi urin vagina , akan timbul nyeri hebat di panggul jika
uterus digoyangkan. Pada perempuan yang belum menikah dapat dilakukan colok
dubur jika perlu untuk diagnosis banding (PID).1 Pada pasien nyeri terlokalisir
pada regio abdomen kanan bawah dan pada anamnesis pasien tidak mempunyai
riwayat keputihan, tetapi pasien menolak dilakukan rectal toucher sehingga sulit
untuk menilai ada nyeri goyang portio atau tidak.
Diagnosis banding yang ke- 2 adalah Kehamilan ektopik. Pada kehamilan
ektopik hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak
menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar kandungan dengan
perdarahan, maka akan timbul nyeri yang mendadak dan difus pada daerah pelvis
dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vagina, didapatkan
nyeri, penonjolan rongga douglas dan pada kuldosintesis didapatkan darah. 1 Pada
kasus, berdasarkan anmnesis diketahui bahwa pasien memiliki riwayat menstruasi
teratur tiap bulan, dan nyeri yang dialami terlokalisir disatu titik pada region
kanan bawah, serta dilakukan pemeriksaan urin β-Hcg dengan hasil negatif. Hal
tersebut bertujuan untuk memasitkan tidak ada kehamilan. Sehingga diagnosis
banding KET dapat disingkirkan.
Diagnosis banding ke 3 adalah Tosio kista. Pada torsio kista terdapat nyeri
mendadak dengan intensitas tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis saat
pemeriksaan palpasi abdomen, pada pemeriksaan vaginal toucher atau rectal
toucher. Serta tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat
menentukan diagnosis.1 Pada kasus, nyeri abdomen timbul secara mendadak,
terdapat peningkatan suhu 37,6 ̊C (demam), pada palpasi abdomen tidak
didapatkan massa pada regio abdomen kanan bawah, sedangkan rectal toucher
tidak dilakukan karena pasien menolak untuk dilakukan pemeriksaan.
Meskipun pemeriksaan klinis dilakukan dengan cermat dan teliti,

11
diagnosis klinis appendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20%.
Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan dengan
laki-laki. Hal tersebut didasari mengingat perempuan, terutama pada perempuan
yang masih muda, sering timbul gejala-gejala yang menyerupai appendisitis akut,
seperti yang telah dijelaskan diatas. Ultrasonografi abdomen perlu dilakukan bila
diagnosis diragukan terutama pada pasien wanita untuk menyingkirkan penyebab
ginekologi.1,9 Pada pasien dilakukan ultrasonografi dengan hasil didapatkan Kesan
: Appendisitis akut. Sehingga ketiga diagnosis banding yang diajukan diatas dapat
disingkirkan, dan memperkuat diagnosis Appendisitis berdasarkan kriteria
Alvarado skor.
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan
satu-satunya pilihan yang terbaik adalah Appendectomy. Penundaan tindak bedah
sambil memberikan antibotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.1 Pada
kasus, pasien dilakukan operasi Appendectomy.
Komplikasi yang paling membahayakan dari Appendisitis akut adalah
perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada Appendiks yang
telah mengalami pendindingan sehingga menjadi massa yang terdiri atas
kumpulan appendiks, caecum, omentum, usus halus atau adneksa sehingga
terbentuk massa periapendikuler. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan
berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Massa apendiks terbentuk sebagai
upaya pertahanan tubuh untuk membatasi proses radang, seperti pada apendisitis
gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau
lekuk usus halus sehingga terbentuk massa periapendikuler. Pada massa
periapendikuler yang pembentukan dindingnya belum sempurna, dapat terjadi
penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum. Perforasi apendiks akan
mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan adanya demam tinggi,
nyeri semakin hebat yang meliputi seluruh abdomen, perut menjadi kembung dan
tegang. Nyeri tekan dan defans muskuler terjadi diseluruh perut. 1 Pada pasien
tidak ditemukan tanda-tanda komplikasi baik itu massa periappendicular ataupun
tanda-tanda perforasi. Dimana pada palpasi abdomen tidak ditemukan massa pada
regio kanan bawah yang mengindikasikan adanya massa periappendicular.

12
Kemudian terdapat peningkatan suhu yang tidak lebih dari 38,5 ̊C, nyeri
terlokalisir pada epigastrium dan regio kanan bawah, tidak ditemukan adanya
defans muscular.
Pada Apendisitis tanpa komplikasi. Setelah diagnosis apendisitis akut
dibuat, pasien tidak boleh diberi intake oral. Pemberian cairan berupa Ringer
laktat harus dimulai. Penggunaan antibiotik pasca operasi dianjurkan untuk
mengurangi resiko infeksi luka. Appendectomy harus dilakukan tanpa penundaan.
Pada Apendisitis dengan komplikasi pemberian antibiotik intravena harus dimulai
segera dan dilanjutkan sampai pasien berhenti demam dan leukositosis
terkoreksi.10 Pada pasien diberikan terapi IVFD RL/Dextrose 24tpm, Injeksi
antibiotic yaitu Ceftriaxone 1gr/24jam/IV, Metronidazole 0,5 gr/12 jam/IV,
diberikannobat anti inflamasi non steroid (OAINS) Inj. Santagesic1gr/8jam/IV
dan diberikan juga Injeksi obat proton pump inhibitor yang menghambat produksi
asam lambung Omeprazole 40mg/12jam/IV
Pada pasien tidak didapatkan komplikasi ataupun penyulit sehingga
prognosis pada pasien adalah bonam.

KESIMPULAN

13
Berdasarkan pembahasan mengenai kasus ini, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut.
1. Apendisitis akut adalah salah satu penyebab nyeri abdomen akut yang paling
sering ditemukan. Hipotesis penyebab paling umum adalah adanya obstruksi
lumen yang berlanjut kerusakan dinding apendiks.
2. Diagnosis apendisitis ditegakkan berdarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, dan ultrasonography (USG). Ultrasonografi
abdomen perlu dilakukan bila diagnosis diragukan terutama pada pasien
wanita untuk menyingkirkan penyebab ginekologi.
3. Gejala klinis meliputi nyeri epigastrium yang lama kelamaan menjalar
keperut kanan bawah tepatnya di titik Mc Burney, dapat pula nyeri di seluruh
perut pada fase tertentu. Dapat dijumpai mual, muntah, anoreksia, dan
demam. Manuver Rovsing’s sign, Blumberg sign, dan Psoas sign dapat
dilakukan dalam membantu penegakan diagnosis.
4. Penegakan diagnosis Appendisitis dapat ditegakkan menggunakan Alvarado
skor. Dimana total Skor 1-4 menunjukkan sangat tidak mungkin untuk
appendisitis, 5-7 kemungkinan appendisitis dan 8-10 sangat mungkin
appendisitis.
5. Komplikasi appendisitis akut dapat berupa massa periappendikuler,
appendisitis supurativ a, appendisitis gangrenosa, sampai perforasi yang dapat
berakibat peritonitis.

DAFTAR PUSTAKA

14
1. R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah : Apendiks
Vermivormis.Jakarta: EGC.page 755-764.
2. Warsiningsih. Appendisitis Akut. Diakses dari https://med.unhas.ac.id, pada 3
Februari 2020.
3. Frederick Thurston Drake, Anee Bangu, et all. 2015. Acute Appendicitis :
Modern Understanding Of Phatogenesis, Diagnosis And Management.
Emergency Surgery 1. Vol 386 september 26,
2015.https://www.researchgate.net. 03 Februari 2020.
4. Petroainu Andi and Vinicius Thiago. 2016. Review article Pathophysiology of
Acute Appensicitis. Department of Surgery, School of Medicine of the Federal
University of Minas Gerais, Brazil. Diakses dari
https://www.jscimedcentral.com, pada 03 Januari 2020.
5. Raikwar, Dhakad Varsha, et all. 2017. A Comparitive Study of Alvarado Score
and Ripasa Score in the Diagnosis of Acute Appendicitis. Department of
Surgery, MGM Medical College And M.Y. Hospital. Diakses dari
https://pdfs.semanticscholar.org, pada 03 Februari 2020
6. Yusmaidi. 2016. Hubungan Peningkatan Laju Edap Darah (LED) Dengan
Jumlah Leukosit pada Pasien Appendisitis Infiltrate di RSUD Dr.H. Abdul
Moelek Bandar Lampung Tahun 2010-2014. Diakses dari
http://www.ejurnal.malahayati.ac.id, pada 03 Februari 2020
7. Mos Calin, Ile Teodor, et all. 2009. Ultrasonographic Diagnosis of Acute
Appendicitis. Faculty of Medicine and Pharmacy Oradea University and
County Hospital, Beius, Romania. Diakses dari http://www.medultrason.ro,
pada 03 Februari 2020
8. Windy C.S, 2016 Perbandingan Antara Suhu Tubuh, Kadar Leukosit, dan
Platelet Distribution Width pada Appendisitis Akut dan Appendisitis Perforasi
di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu tahun 2014.
9. Jade S Raja, M Muddebihal Uday, N Naveen. 2016. Modified Alvarado Score
and its Aplication in the Diagnosis of Acute Appendicitis. EJCMR. Vol 3.
Diakses dari

15
https://www.researchgate.net/publication pada tanggal 03 Februari 2020
10. Lobo N Dileep. Davis M John. 2018. BMJ Best Practice topic is based on the
web version that was last updated. BMJ Publishing Group Ltd 2020. Diakses
dari https://Bestpractice.bmj.com pada tanggal 03 Februari 2020

16

Anda mungkin juga menyukai