I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Mayrina
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : RT 05 Tanjung Pinang
Pekerjaan : IRT
MRS : 01 Mei 2012
DAFTAR MASALAH
1
• Kronologis
Sejak ± 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, pagi saat
bangun tidur pasien merasa pusing dan kepala terasa berdenyut-
denyut yang sifatnya hilang timbul. Keadaan semakin bertambah
berat pada saat menjelang tidur malam, kepala terasa pusing
berputar-putar terutama pada saat berdiri dan duduk dengan
perubahan posisi kepala menoleh kanan disertai lemas dan terasa
mual. Pasien merasa nyaman saat mata dipejamkan dan tidur
terlentang, muntah (-), telinga berdenging (-), penurunan kesadaran
(-)
± 2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien dibawa oleh
keluarga ke PKM Tanjung Pinang guna mendapatkan pengobatan,
namun menurut penuturan pasien obat yang diberikan tidak
mengurangi keluhan yang dirasakan.
± 1 hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan yang dirasakan
pasien semakin menghebat, keluhan telah mengganggu aktivitas
yang membuat pasien memerlukan bantuan oranglain untuk
aktivitas apa pun, riwayat trauma (-), riwayat pemakaian obat-
obatan jangka panjang disangkal.
2
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat DM dalam keluarga (ayah pasien)
Penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal
III. OBYEKTIF
1. Status Presens
• Kesadaran : Compos mentis GCS: 14 (E3, M5, V6),
• Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
• Tekanan Darah : 150/100 mmHg
• Nadi : 83 x/menit
• Suhu : 36,9 ºC
• RR : 20 x/menit
• Kepala : Mata: pupil isokor dan Ө ka=ki ± 2 mm,
konjungtiva anemis (-/-), Reflek cahaya (+/+)
ki=ka.
• Leher : JVP : 5-2 mmH2O, pembesaran KGB (-)
• Dada :
- Jantung
o Inspeksi : Simetris
o Palpasi : Batas jantung normal
o Perkusi : Batas jantung normal
o Auskultasi : BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
3
- Paru
o Inspeksi : Simetris
o Palpasi : Fremitus kanan dan kiri normal
o Perkusi : Sonor
o Auskultasi : Vesikuler
- Abdomen
o Inspeksi : Datar
o Auskultasi : Bising usus (+), Nyeri tekan (-)
o Palpasi : soepel
o Perkusi : Timpani
3. Status Neurologis
a. Kepala
Bentuk : Mesochepal
Simetris : (+)
Pulsasi : Tidak diperiksa
4
b. Leher
Sikap : Normal
Pergerakan : (+)
Kaku kuduk : (-)
c. Nervus kranialis : Gangguan n.vestibularis/vestibuler error
d. Anggota gerak atas
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan N N
Kekuatan 5 5
Tonus N N
Trofi Eutrofi Eutrofi
Reflek Fisiologis (+) (+)
Reflek Patologis (-) (-)
Sensibilitas : N N
e. Anggota gerak bawah
Motorik
Kanan Kiri
Pergerakan N N
Kekuatan 5 5
Tonus N N
Trofi Eutrofi Eutrofi
Reflek Fisiologis (+) (+)
Reflek Patologis (-) (-)
Sensibilitas : N N
f. Gerakan-gerakan abnormal
Tremor : (-)
Athetosis : (-)
Miokloni : (-)
5
Khorea : (-)
g. Alat Vegetatif
Miksi : dbn
Defekasi : dbn
h. Koordinasi, gait, dan keseimbangan
• Cara berjalan : Tidak dapat dinilai
• Romberg tes : Tidak dapat dinilai
• Disdiadokokinesis : Tidak dapat dinilai
• Dismerti : Tidak dapat dinilai
• Ataxia : Tidak dapat dinilai
i. Pemeriksaan lain :
j.
IV. RINGKASAN
S :
Pasien berjenis kelamin perempuan, usia 44 tahun sejak ± 3 hari
yang lalu sebelum masuk rumah sakit, pagi saat bangun tidur
6
merasa pusing dan kepala terasa berdenyut-denyut yang sifatnya
hilang timbul. Keadaan semakin bertambah berat pada saat
menjelang tidur malam, kepala terasa pusing berputar-putar
terutama pada saat berdiri dan duduk dengan perubahan posisi
kepala menoleh kanan disertai lemas dan terasa mual. Pasien
merasa nyaman saat mata dipejamkan dan tidur terlentang, Pasien
muntah (-), telinga berdenging (-), penurunan kesadaran (-) riwayat
hipertensi dan diabetes melitus (+) sejak ± 3 tahun yang lalu,
teratur meminum obat darah tinggi dan diabetes melitus.
O :
GCS : 15 (E4M6V5)
TD : 150/100 mmHg
Nadi : 83 x/menit
Suhu : 36,9 ºC
RR : 20 x/menit
Neurologis : kekuatan motorik 5 5 , akral hangat, edema
(-)
5 5
A:
DK : Vertigo posisional benigna + Hipertensi Grade I
DT : Lesi N.Vestibularis
DE : Debris pada kupula kanalis semisirkularis
P:
Dx : Kimia darah
CT-Scan kepala (bila ada indikasi)
7
Tx :
IVFD RL 30 tetes / menit
Inj. Ranitidine 3x1 amp
Betahistine Dihidroklorida tab 3x1 tab
Alprazolam 1x1 mg
Captropil 2x12,5 mg
V. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad fungsional : Bonam
Quo ad Sanam : Malam
VI. PERKEMBANGAN
Assesment
Tgl Subjectif (S) Objektif (O) Plan (P)
(A)
02/5 Pasien mengeluh KU: sakit sedang Vertigo Tx : dilanjutkan
8
/12 pusing berputar, Kesadaran : posisional
mual (+), muntah composmentis benigna +
(-), telinga GCS: 15 Hipertensi
berdenging (-), TD : 140/90 grade I
penurunan N : 83/mnt
kesadaran (-) T : 36,7˚C
RR : 18x/mnt
KM : 5 5
5 5,
akral hangat.
03/5 Pasien mengeluh KU: sakit sedang Vertigo Tx : dilanjutkan +
/12 pusing berputar Kesadaran : posisional - Inj ceftriaxone
berkurang, mual komposmentis benigna + 2x1gr
(-), muntah (-), GCS : 15 Hipertensi - Inj Ketorolac drip
telinga TD : 130/100 grade I 30 mg/1ml
berdenging (-), N : 72 x/mnt
penurunan T : 36,8 ˚C
kesadaran (-) RR : 22x/mnt
KM : 5 5
5 5,
Akral hangat
04/5 Pasien mengeluh KU: sakit sedang Vertigo Tx : dilanjutkan
/12 masih pusing, dan Kesadaran : posisional
pandangan gelap komposmentis benigna +
jika merubah GCS : 15 Hipertensi
posisi kepala, TD : 130/90 grade I
mual (-), muntah N : 68x/mnt
(-), telinga T : 36,5 ˚C
berdenging (-), RR : 22x/mnt
9
penurunan KM : 5 5
kesadaran (-) 5 5,
akral hangat.
10
07/5 Pasien mengeluh KU: sakit sedang Vertigo Tx : dilanjutkan
/12 masih pusing, dan Kesadaran : posisional
pandangan gelap komposmentis benigna +
jika merubah GCS : 15 Hipertensi
posisi kepala, TD : 110/80 grade
mual (+), muntah N : 68x/mnt
(-), telinga T : 36,4 ˚C
berdenging (-), RR : 19x/mnt
penurunan KM : 5 5
kesadaran (-) 5 5,
akral hangat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Vertigo berasal dari bahasa vertere yang artinya memutar, merujuk pada
sensasi berputar atau bergerak sehingga mengganggu rasa keseimbangan
11
seseorang atau lingkungan sekitarnya, umumnya disebabkan oleh gangguan pada
sistim keseimbangan.1
Penderita merasa benda-benda disekitarnya begerak-gerak memutar atau
bergerak naik turun karena gangguan pada sistim keseimbangan. Vertigo bisa
disebabkan oleh faktor fisiologis, misalnya berputar yang berlebihan. Terjadinya
vertigo ini bukan oleh suatu kelainan, tetapi justru oleh tidak adanya gaya
gravitasi.1
Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing saja, melainkan
kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari; gejala somatik (nistagmus,
unstable), otonomik (pucat, peluh, dingin, mual, dan muntah).1
Gejala objektif dari vertigo adalah nistagmus, nistagmus merupakan gerak
involunter yang bersifat ritmik dari bola mata. Jadi, jika pasien datang dengan
keluhan vertigo kita harus mencari adanya nistagmus dengan memeriksa gerakan
bola mata atau bila perlu dilakukan tes khusus untuk menimbulkan nistagmus.1
2.2 ETIOLOGI
Penyebabnya antara lain akibat kecelakaan, stress, gangguan pada telinga
bagian dalam, obat-obatan, terlalu sedikit atau banyak aliran darah ke otak, dll.
Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ
keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf
yang berhubungan dengan area tertentu diotak.
Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga,di dalam saraf yang
menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri.
Keseimbangan dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi tentang
posisi tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata.1,2
Penyebab umum dari vertigo:3
1. Keadaan lingkungan; mabuk darat, mabuk laut
2. Obat-obatan; alkohol, gentamisin
12
3. Kelainan telinga; endapan kalsium pada salah satu kanalis semi sirkularis di
dalam telinga dalam yang menyebabkan benign paroxysmal potitional vertigo,
infeksi telinga dalam karena bakteri, labirinitis, penyakit maniere, peradangan
saraf vestibuler, herpes zoster.
4. Kelainan neurologis; tumor otak, tumor yang menekan saraf vestibularis,
sklerosis multiple, dan patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada
labitin, persyarafannya atau keduanya.
5. Kelaianan sirkularis; Gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya
aliran darah ke salah satu bagian otak (transien ischemic attack) pada arteri
vertebral dan arteri basiler.
Selain ketiga kanalis ini terdapat pula organ otolit utrikulus dan sakulus.1,4
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan
cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk.
Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membrane sel berubah, sehingga ion
kalsium akan masuk ke dalam sel yang akan menyebabkan terjadinya proses
13
depolarisasi dan akan meransang pelepasan neuro transmter eksitator yang
selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat
keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong kea rah berlawanan, maka
terjadilah hiperpolarisasi.1,4
Organ vestibuler berfungsi sebagai tranduser yang mengubah energi mekanik
akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semi sirkularis
menjadi energi biolistrik sehingga dapat memberikan informasi mengenai
perubahan posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan sudut. Dengan
demikian dapat member informasi mengenai semua anggota gerak tubuh yang
berlangsung. Sistem vestibuler berhubungan dengan system tubuh yang lain,
sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada system tubuh yang
bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah.
Pada jantung berupa takikardi dan reaksi pada kulit adalah berkeringat dingin.1,4
Dalam mekanisme untuk menstabilkan mata, setiap kali kepala berputar-putar
secara tiba-tiba, sinyal yang berasal dari kanalis semi sirkularis akan
menyebabkan mata berputar dengan arah yang berlawanan dengan putaran
kepala. Keadaaan ini akibat adanya reflek yang dijalarkan vestibular dan
vasikulus longitudinalis medial yang mengatur otot-otot bola mata menuju nuclei
ocular.
Informasi propioseptor di leher dan tubuh langsung menuju ke nuclei
vestibular dan nuclei reticular pada batang otak dan secara tidak langsung ke
serebelum. Sebagian informasi ini diperlukan untuk menjaga keseimbangan
dijalarkan oleh reseptor-reseptor sendi leher.1
Dimana bila kepala bila dicondongkan ke salah satu sisi akibat tekukan pada
leher, maka impuls yang berasal dari proprioreseptor leher dapat mencegah
apparatus vestibuler untuk mencetuskan rasa ketidakseimbangan pada seseorang
dengan menjalarkan sinyal-sinyal yang berlawanan dengan sinyal dari apparatus
vestibular.
14
2.4 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya vertigo dapat dibagi menjadi dua, antara lain;
1. Teori Canalolithiasis
Teori ini dikemukan oleh Epley pada tahun 1980, dimana partikel otolit
bergerak bebas di dalam kanalis semi sirkularis ketika kepala dalam posisi
tegak, endapan partikel ini berada pada posisi yang sesuai dengan gaya
gravitasi yang paling bawah.
Sebaliknya, bila kepala direbahkan kebelakang partikel ini akan berotasi
ke atas sampai ± 900 di sepanjang lengkung kanalis semi sirkularis, hal ini
akan menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan
menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini menimbulkan
nistagmus dan pusing.
Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kembali keposisi semula
terjadi pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak
kearah berlawanan. Model gerakan partikel ini seolah-olah seperti kerikil
yang berada dalam ban, ketika ban bergulir kerikil akan terangkat sebentar
lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu
organ saraf dan menimbulkan pusing.
Pada teori ini, menerangkan delay “latency” nistagmus transien karena
partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi maneuver
kepala, otolit menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam
menimbulkann vertigo serta nistagmus. Hal inilah yang dapat
menerangkan konsep kelelahan (fatigability) dari gejala pusing.
2. Teori Cupolithiasis
Horald Schulknecht mengemukakan partikel-partikel basofilik yang
berisi kalsium karbonat dari fragmen otokonia (otolit) yang terlepas
dari macula utrikulus yang sudah berdegenerasi, menempel pada
permukaan kupula dan menerangkan bahwa kanalis semi sirkularis
15
posterior menjadi sensitive akan gravitasi akibat partikel yang melekat
pada kupula
Kanalis semi sirkularis posterior berubah posisi dari inferior ke
superior, kupula bergerak utrikulofugal dengan demikian nistagmus
dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolit tersebut
membutuhkan waktu, hal ini menyebabkan adanya masa laten sebelum
timbulnya pusing dan nistagmus.
Pada saat miring, partikel tadi mencegah keposisi netral, ini
digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita
dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (Tes Dix-Hallpike).
2.5 KLASIFIKASI
Benigna paroxysmal positional vertigo (BPPV) merupakan jenis vertigo
vestibular perifer paling sering ditemui, kira-kira 107 kasus per 100.000
penduduk, dan lebih banyak terjadi pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun).
Jarang ditemukan pada orang berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki
riwayat cedera kepala.1
Dari namanya vertigo ini diakibatkan oleh perubahan posisi kepala seperti
saat berguling di tempat tidur, membungkuk, menengadah ke atas. Pasien dengan
kelainan ini tidak mengalami vertigo bila duduk atau berdiri diam tetapi serangan
timbul bila terjadi perubahan posisi misalnya sedang tidur terlentang kemudian
miring ke sisi yang terganggu atau gerakan kepala atau badan.1
Umumnya gerakan kedepan dan kebelakang yang memicu vertigo. Vertigo
biasanya berlangsung hanya beberapa detik. Kadang-kadang pasien
memberitahukan posisi apa yang mencetuskan serangan. Perubahan posisi apa
yang mencetuskan serangan. Perubahan posisi kepala memperhebat vertigo pada
neuritis vestibularis dan beberapa vertigo perifer dan sentral, tetapi pada vertigo
posisional benigna gejala hanya timbul setelah serangan gerakan kepala tertentu.1
16
Diagnostik banding vertigo berdasarkan letak lesi sentral dan lesi perifer
yaitu;
A. Lesi vestibular perifer (vertigo posisi paroksismal jinak
1. Vertigo dan nistagmus yang telah dibangkitkan cepat berhenti
2. Hanya timbul bila kepala berputar kea rah tertentu saja
3. Bangkitnya sejenak setelah kepala menoleh kesamping tertentu
4. Pada tes nistagmus posisi terdapat kelelahan dan vertigo terasa berat
5. Nistagmus kalori paresis
17
dan efektif. Manuver ini bertujuan mengembalikan debris dari kanalis semi
sirkularis posterior ke vestibular labirin. Akan tetapi pada keadaan tertentu dapat
merupakan suatu kontraindikasi seperti stenosis carotid berat, unstable angina,
dan gangguan leher seperti spondilosis servikal dengan mielopati atau reumatoid
arthritis berat.1
Setelah melakukan maneuver Epley, pasien disarankan untuk tegak lurus
selama 24 jam untuk mencegah kemungkinan debris kembali ke kanal semi
sirkularis posterior. Bila pasien tidak ada perbaikan dengan maneuver Epley dan
medikamentosa, pembedahan dipertimbangkan.1
2.6 DIAGNOSIS
1. Anamnesa
Pertama kita harus menanyakan bentuk vertigonya; melayang, goyang,
berputar tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga
keadaan yang memprovokasi timbulnya serangan seperti perubahan posisi kepala
dan tubuh, keletihan, ketegangan. Profil waktu; apakah timbulnya akut atau
perlahan-lahan, hilang timbul, paroksismal, kronik progresif atau membaik.1
Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya menyertai atau
ditemukan pada lesi alat vestibular atau n. vestibularis. Penggunaan obat-obatan
seperti streptomisin, kanamisin, salsilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui
ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti anemi, penyakit
jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru juga perlu ditanyakan termasuk
trauma akustik.1
Gejala yag dirasakan antara lain;1,3
1. Tempat berpijak terasa berputar
2. Benda disekitar bergerak atau berputar
3. Mual
4. Muntah
5. Sulit berdiri atau berjalan
18
6. Sensasi kepala teras ringan
7. Tidak dapat memfokuskan pandangan
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeiksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik yang juga
harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi, bipotensi, gagal
jantung kongestif, anemi, hipoglikemi. Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-
tama harus ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian
penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan terapi simtomatik
yang sesuai.1
1 .Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada: l,3,4,5
Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua
mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30
detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya
(misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu).
Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan
bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka
badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan
penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
b. Tandem Gait
Penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung
jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler perjalanannya
akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung
jatuh.
c. Uji Unterberger.
19
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat
dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada
kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi
dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar
ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi
turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase
lambat ke arah lesi.
e. Uji Babinsky-Weill
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan
dan lima langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada gangguan
vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.
20
Pasien disuruh tetap membuka matanya agar pemeriksa dapat melihat
sekiranya muncul nistagmus. Perhatikan kapan nistagmus muncul, berapa
lama berlangsung serta jenis nistagmus. Kemudian kepada pasien ditanyakan
apa yang dirasakannya. Apakah ada vertigo dan apakah vertigo yang
dialaminya pada tes mi serupa dengan vertigo yang pernah dialaminya.
Perifer (benign positional vertigo) jika vertigo dan nistagmus timbul setelah
periode laten 2-10 detjk, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan
berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue).
Sentral jika tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih
dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
b. Tes Kalori
Kepala penderita diangkat kebelakang (mengadah) sebanyak 60 derajat
tujuannya agar bejana lateral di labirin berada dalam posisi vertikal, dengan
demikian dapat dipengaruhi secara maksimal oleh aliran konveksi yang
diakibatkan oleh aliran endolimf.
Tabung suntik berukuran 20cc dengan jarum ukuran nomor 15 yang ujungnya
dilindungi karet diisi dengan air bersuhu 30°c, kira-ldra 7 derajat dibawah
suhu badan). Air disemprotkan ke liang telinga dengan kecepatan 1 cc
perdetik. Dengan demikian gendangan telinga tersiram air selama kira-kira 20
detik. Kemudian, bola mata penderita segera diamati terhadap adanya
nistagmus.
Arah gerak nistagmus ialah ke sisi yang berlawanan dengan sisi telinga yang
dialiri karena air disuntikkan lebih dingin dari suhu badan. Arah gerak
nistagmus dicatat, demikian juga frekuensinya (biasanya 3-5 kali per detik)
dan lamanya nistagmus berlangsung dicatat. Lamanya nistagmus berlangsung
berbeda pada tiap penderita, namun biasanya berlangsung antara l/2-2 menit
Seteiah beristirahat selama 5 menit, telinga ke dua dites. Hal yang penting
diperhatikan ialah membandingkan lamanya nistagmus pada kedua sisi, yang
21
padakeadaan normal hampir serupa, Pada sekitar 5% orang normal, stimulasi
minimal tidak akan mencetuskan nistagmus, pada penderita demikian, 5 ml air
es diinjeksikan ke telinga, secara lambat sehingga lamanya injeksi
berlangsung 20 detik.
Pada keadaan, normal hal ini akan mencetuskan nistagmus yang berlangsung
2-2% menit. Bila masih tidak timbul nistagmus, kemudian dapat disuntikkan
20 ml air es selama 30 detik. Bila stimulasi ini juga tidak menimbulkan
nistagmus, maka dapat dianggap labirin tidak berfungsi.
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis ialah jika abnormalitas
ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin,
sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada
arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Canal paresis
menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan directional
preponderance menunjukkan lesi sentral.
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk
merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut
dapat dianalisis secara kuantitatif
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain
sesuai indikasi, seperti;
1. Foto Rontgen tengkorak, leher.
2. Neurofisiologi: Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi (EMG),
Brainstem Auditory Evoked Pontential (BAEP).
3. Pencitraan: CT Scan, Arteriografi, Magnetic Resonance Imaging (MRI).
22
2.7 PENATALAKSANAAN
Langkah-langkah untuk meringankan atau mencegah gejala vertigo:l
1 Tarik napas dalam-dalam dan pejamkan mata
2 Tidur dengan posisi kepala yang agak tinggi
3 Buka mata pelan-pelan, miringkan badan atau kepala kekiri dan kekanan
4 Bangun secara perlahan dan duduk dulu sebelum beranjak dari tempat
tidur
5 Hindari posisi membungkuk bila mengangkat barang
6 Gerakkan kepala secara hati-hati
Tujuan pengobatan vertigo, selain kausal (jika ditemukan penyebabnya), ialah
untuk memperbaiki ketidakseimbangan vestibuler melalui modulasi transmisi
saraf, umumnya digunakan obat yang bersifat antikolinergik.
Pengobatan vertigo disesuaikan dengan jenis vertigo. Jenis-jenis
pengobatannya adalah;
a) Medikamentosa berapa obat-obat anti vertigo, obat-obat anti muntah.
Contohnya: meklizin, dimenhidrinat, perfenazin dan skopolamin.
b) Tindakan, misalnya vertigo debris dilakukan tindakan dengan menggunakan
vibrator yang memberikan getaran tertentu di daerah kepala sehingga kotoran
yang melekat pada sistem keseimbangan menjadi lepas atau hancur. Tindakan
yang lain adalah fisioterapi pada daerah leher atau operasi pada tulang leher
yang mengalami penekanan.
Selain itu dapat dicoba metode Brandt-Daroff sebagai upaya desensitisasi
reseptor semisirkularis. Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan tungkai
tergantung, lalu tutup kedua mata dan berbaring dengan cepat ke salah satu sisi
tubuh, tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali. Setelah 30 detik
baringkan tubuh dengan cara yang sama ke sisi lain, tahan selama 30 detik,
kemudian duduk tegak kembali. Latihan ini dilakukan berulang (lima kali
berturut-turut) pada pagi dan petang hari sampai tidak timbul vertigo lagi.
23
Latihan lain yang dapat dicoba ialah latihan visual-vestibular; berupa gerakan
mata melirik ke atas, bawah, kiri dan kanan me ngikuti gerak obyek yang makin
lama makin cepat; kemudian diikuti dengan gerakan fleksiekstensi kepala
berulang dengan mata tertutup, yang makin lama makin cepat.
DAFTARPUSTAKA
24
3. Lumbantobing. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 1998
4. George.D. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf.
Departemen Ilnu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2009
5. Elfiaty Dkk. Buku Ajar Ihnu Kesehatan THT Kepala Leher. Edisi ke 6. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007
25