STATUS PASIEN
1.2 ANAMNESA
1. Keluhan Utama
Mual dan muntah ± 6 kali sejak ± 4 jam SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk via IGD dengan keluhan Mual dan muntah ± 6 kali
sejak ± 4 jam SMRS. Isi muntahan berupa air dan makanan. Nyeri di
rasakan memberat jika terlambat makan, mudah terasa kenyang saat
makan, perut terasa kembung, dan sering merasa mual. Pasien mengaku
sering terlambat makan dan suka makan-makanan pedas.pasien mengaku
tidak dalam keadaan hamil. Nyeri ulu hati (+), sesak (-), nyeri dada (-),
dada berdebar-debar (-), Nafsu makan menurun, badan terasa lemas,os
mengalami sulit BAB dalam 3 hari Cuma sekali,tapi konsistensi tidak
keras & berwarna coklat, kadang-kadang BAK berwarna coklat teh.
Pasien juga mengeluh selama1 bulan ini mengalami penurunan
nafsu makan, sehingga os sering telat makan. 7 hari SMRS os juga
mengalami demam. Demam dirasakan naik turun, disertai menggigil (+),
setelah menggigil os berkeringat & merasa sudah sembuh. Hal ini
dirasakan berulang-ulang dengan waktu yang tidak tentu.mimisan (-), gusi
berdarah (-),lidah kotor (-).
1
Selama tahun ini pasien mengetahui dirinya menderita kencing manis, dan
selalu kontrol berobat
2
Turgor : < 2 detik (baik)
5. Kepala dan leher
Rambut : Warna hitam keputihan, lurus, tidak mudah dicabut,
alopesia (-)
Kepala : Bentuk simetris, tidak ada trauma maupun memar
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Skera ikterik (-/-), edema
pelpebra (-/-), Pupil Isokhor θ: 3mm
Hidung : Nafas cuping hidung (-), Epistaksis (-), secret (-)
Mulut : Bentuk normal, bibir sianosis (-), Mukosa anemis (-)
Tenggorokan : Faring dan tonsil hiperemis (-), Tonsil T1-T1
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kel.Tyroid (-), JVP
(5 – 2) cmH2O, Kaku kuduk (-), Pulsasi vena jugularis
(-).
6. Thoraks
Paru
Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, thoracoabdominal, sela iga
melebar (-), sela iga menyempit (-)
Palpasi : Vocal Fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : Sonor, batas paru hati ICS VI linea midclavikularis
dekstra,
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V di linea midklavikula
sinistra sekitar 1 jari kearah medial, tidak kuat angkat.
Perkusi :
o Batas atas jantung ICS II linea parasternal sinistra
o Batas jantung kanan linea parasternal dekstra
o Batas jantung kiri ICS V sekitar 1 jari kearah medial
o Pinggang jantung ICS III linea parasternal sinistra
Auskultasi : BJ1-BJ2 reguler, murmur (-), gallop (-)
3
7. Abdomen
Inspeksi : Datar, jaringan parut (-), kaput medusa (-), striae (-)
Palpasi : nyeri tekan (+) di epigastrium, asites (-), defans
muskuler (-), hepatomegali (-), Splenomegali (-),
Ballotemen (-), undulasi (-)
Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-).
Auskultasi : Bising usus normal
8. Genitalia dan anus : Tidak diperiksa secara langsung
9. Ekstremitas
Superior : Akral hangat, edema (-/-), capillary refill time (N),
Clubbing finger (-/-), Palmar eritem (-/-)
Inferior : Akral hangat, Pitting edema pretibial (-/-)
4
% GRA : 90,5% (43,0-76,0 %)
# LYM : 0,9 103/mm3 (1,2-3,2 103/mm3)
# MON : 0,3 103/mm3 (0,3-0,8 103/mm3)
# GRA : 12,6 103/mm3 (1,2-6,8 103/mm3)
DDR (+)
GDS: 227 mg/dl
1.7 TATALAKSANA
Bed rest tidak total
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxon 1x2 gr
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Arthem hari pertama 1x2 amp
5
Hari ke 2-5 1x1 amp
Antasida 3x1c
Paracetamol 3x1 tab
Ondancentron 3x1 tab
Edukasi
1.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
1.9 FOLLOW UP
Tanggal S O A P
9 jan 2013 Sakit kepala, - KU : Sakit sedang Dispepsia + - IVFD RL 20 gtt/I
nyeri ulu hati - Kesadaran: Composmentis Obs. Febris - Inj. Ceftriaxon 1x2 gr
(+), lemas - TD : 120/70 mmHg + DM tipe - Inj. Ranitidin 2x1
- N : 94 x/menit II amp
- RR : 30 x/menit - Paracetamol 3x1 tab
- Suhu : 38.6 °C
Cek DR, UR, ur/kr,
SGOT/SGPT,DDR,
GDS ulang.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DISPEPSIA
2.1.1 Definisi
Dispepsia merupakan sindrom atau kumpulan gejala atau keluhan yang
terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah,
sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh atau begah.1
2.1.2 Epidemiologi
Pada dispepsia fungsional, umur penderita dijadikan pertimbangan, oleh
karena 45 tahun ke atas sering ditemukan kasus keganasan, sedangkan dispepsia
fungsional diatas 20 tahun jarang ditemukan keganasan. Begitu pula wanita lebih
sering dari pada laki-laki . Berdasarkan penelitian pada populasi umum
didapatkan bahwa 15 – 30 % orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam
beberapa hari. Di inggris dan skandinavia dilaporkan angka prevalensinya
berkisar 7 – 41 % tetapi hanya 10 – 20 % yang mencari pertolongan medis.
Insiden dispepsia pertahun diperkirakan antara 1 – 8 % . Dan dispepsia cukup
banyak dijumpai. Di negara barat prevalensi yang dilaporkan antara 23 dan 41 %.
Sekitar 4 % penderita berkunjung ke dokter umumnya mempunyai keluhan
dispepsia. Didaerah asia pasifik, dispepsia juga merupakan keluhan yang banyak
dijumpai, prevalensinya sekitar 10 – 20 %.2
2.1.3 Etiologi
Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna; tukak gaster atau
duodenum, gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori.
Obat – obatan seperti anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa
antibiotic, digitalis, teofilin dan sebagainya.
Penyakit pada hati, pankreas, system bilier, hepatitis, pancreatitis,
kolesistetis kronik. Penyakit sistemik: diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit
jantung koroner.
7
Bersifat fungsional, yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak
terbukti adanya kelainan atau gangguan organic atau structural biokimia, yaitu
dispepsia fungsional atau dispepsia non ulkus.1
2.1.4 Patofisiologi
Berbagai hipotesis mekanisme telah diajukan untuk menerangkan
pathogenesis terjadinya gangguan ini. Proses patofisiologik yang paling banyak
dibicarakan dan potensial berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah;
Hipotesis asam lambung dan inflamasi, hipotesis gangguan motorik, hipotesis
hipersensitivitas visceral, serta hipotesis tentang adanya gangguan psikologik atau
psikiatrik.2
1. Sekresi asam lambung
Kasus dengan dispepsia fungsional,umunya mempunyai tingkat sekresi
asam lambung, baik sekresi basal maupun stimulasi pentagastrin, yang rata-rata
normal. Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam
yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.
2. Helicobacter pylori (Hp)
Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum
sepenuhnya dimengerti dan diterima. Dari berbagai laporan kekerapan Hp pada
dispepsia fungsional sekitar 50% dan tidak berbeda bermakna dengan angka
kekerapan Hp pada kelompok orang sehat. Memang mulai ada kecenderungan
untuk melakukan eradikasi Hp pada dispepsia fungsional dengan Hp positif yang
gagal dengan pengobatan konservatif baku.
3. Dismotilitas Gastrointestinal
Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi
perlambatan pengosongan lambung, adanya hipomotilitas antrum (sampai 50%
kasus), gangguan akomodasi lambung waktu makan, disritmia gaster dan
hipersensitivitas viseral. Salah satu dari keadaan ini dapat ditemukan pada
setengah sampai dua per tiga kasus dispepsia fungsional. Perlambatan
pengosongan lambung terjadi pada 25-80% kasus dispepsia fungsional, tetapi
tidak ada korelasi antara beratnya keluhan dengan derajat perlambatan
pengosongan lambung. Pemeriksaan manometri antro-duodenal memperlihatkan
adanya abnormalitas dalam bentuk post antral hipomotilitas prandial, disamping
8
juga ditemukannya disfungsi motorik usus halus. Perbedaan patofisiologi ini
diduga yang mendasari perbedaan pola keluhan dan akan mempengaruhi pola
pikir pengobatan yang akan diambil. Pada kasus dispepsia fungsional yang
mengalami perlambatan pengosongan lambung berkorelasi dengan keluhan mual,
muntah dan rasa penuh di ulu hati. Sedangkan kasus dengan hipersensitivitas
terhadap distensi lambung biasanya akan mengeluh nyeri, sendawa dan adanya
penurunan berat badan. Rasa cepat kenyang ditemukan pada kasus yang
mengalami gangguan akomodasi lambung waktu makan. Pada keadaan normal,
waktu makanan masuk lambung terjadi relaksasi fundus dan korpus gaster tanpa
meningkatkan tekanan dalam lambung. Dilaporkan bahwa pada penderita
dispepsia fungsional terjadi penurunan kemampuan relaksasi fundus post prandial
pada 40% kasus. Konsep ini yang mendasari adanya pembagian sub grup
dispepsia fungsional menjadi tipe dismotilitas, tipe seperti ulkus dan tipe
campuran.2
4. Ambang rangsang persepsi
Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi,
reseptor mekanik dan nociceptor. Dalam studi tampaknya kasus dispepsia ini
mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap distensi balon di gaster atau
duodenum. Bagaimana mekanismenya, masih belum dipahami. Penelitian dengan
menggunakan balon intragastrik didapatkan hasil bahwa 50% populasi dispepsia
fungsional sudah timbul rasa nyeri atau tidak nyaman di perut pada inflasi balon
dengan volume yang lebih rendah dibandingkan volume yang menimbulkan rasa
nyeri pada populasi kontrol.
5. Disfungsi autonom
Disfungsi persyarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas
gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga
diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung waktu
menerima makanan, sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan
rasa cepat kenyang.2
9
Adanya disritmia mioelektrik lambung pada pemeriksaan elektrogastrografi
berupa tachygastria, bradygastria pada lebih kurang 40% kasus dispepsia
fungsional, tapi hal ini bersifat inkonsisten
7. Hormonal
Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis dispepsia fungsional.
Dilaporkan adanya penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan
gangguan motilin yang menyebabkan gangguan motilitas antroduodenal. Dalam
beberapa percobaan, progesteron, estradiol dan prolaktin mempengaruhi
kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit gastrointestinal.2
8. Diet dan faktor lingkungan
Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus
dispepsia fungsional dibandingkan kasus kontrol.
9. Psikologis
Adanya stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan
mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan
kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stress
sentral. Tetapi korelasi antara faktor psikologik stress kehidupan, fungsi otonom
dan motilitas tetap masih kontroversial. Tidak didapatkan personaliti yang
karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini dibandingkan kelompok
kontrol. Walaupun dilaporkan dalam studi terbatas adanya kecenderungan pada
kasus dispepsia fungsional terdapat masa kecil yang tidak bahagia, adanya sexual
abuse atau adanya gangguan psikiatrik.2
10
Bila kembung, mual, cepat kenyang merupakan keluhan yang paling
sering dikemukakan, dikategorikan sebagai dispepsia fungsional tipe
seperti dismotilitas (dismotility like dyspepsia)
Bila tidak ada keluhan yang bersifat dominan, dikategorikan sebagai
dispepsia non spesifik.
Perlu ditekankan bahwa pengelompokan tersebut hanya untuk
mempermudah diperoleh gambaran klinis pasien yang kita hadapi serta pemilihan
alternatif pengobatan awalnya.2
11
a. CLO (rapid urea test)
b. Patologi anatomi (PA)
c. Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan
d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD
(oesophagus maag duodenum) dengan kontras ganda,
serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test . Pemeriksaan radiologis
dilakukan terhadap saluran makan bagian atas dan sebaiknya dengan
kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di
esofagusnyang menurun terutama di bagian distal, tampak anti-peristaltik
di antrum yang meninggi serta sering menutupnya pilorus, sehingga
sedikit barium yang masuk ke intestin. Pada tukak baik di lambung,
maupun di duodenum akan terlihat gambar yang disebut niche, yaitu suatu
kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang
jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin. Kanker di
lambung secara radiologis, akan tampak massa yang ireguler tidak terlihat
peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah. Pankreatitis
akuta perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat tanda seperti
terpotongnya usus besar (colon cut off sign), atau tampak dilatasi dari
intestin terutama di jejunum yang disebut sentinal loops. Kadang
dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi kerongkongan
atau respon kerongkongan terhadap asam.2
2.1.7 Diagnosis
Dispepsia melalui simtom simtomnya saja tidak dapat membedakan antara
dispepsia fungsional dan dispepsia organik. Diagnosis dispepsia fungsional adalah
diagnosis yang telah ditetapkan, dimana pertama sekali penyebab kelainan
organik atau struktural harus disingkirkan melalui pemeriksaan. Pemeriksaan
yang pertama dan banyak membantu adalah pemeriksaan endoskopi. Oleh karena
dengan pemeriksaan ini dapat terlihat kelainan di oesophagus, lambung dan
duodenum. Diikuti dengan USG (Ultra Sono Graphy) dapat mengungkapkan
kelainan pada saluran bilier, hepar, pankreas, dan penyebab lain yang dapat
12
memberikan perubahan anatomis Pemeriksaan hematologi dan kimia darah akan
dapat mengungkapkan penyebab dispepsia seperti diabetes, penyakit tyroid dan
gangguan saluran bilier. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa
pertanda tumor.1
2.1.8 Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa
a. Pendekatan umum
Luasnya lingkup manajemen pada kasus dispepsia fungsional
menggambarkan bahwa adanya ketidakpastian dalam patogenesisnya. Adanya
respon placebo yang tinggi (sekitar 45%) mempersulit untuk mencari regimen
pengobatan yang kebih pasti. Penjelasan kepada pasien mengenai latar belakang
keluhan yang dialaminya, merupakan langkah awal yang penting. Buat diagnosis
klinik dan evaluasi bahwa tidak ada penyakit serius atau fatal yang
mengancamnya. Coba jelaskan sejauh mungkin tentang patogenesis penyakit yang
dideritanya. Evaluasi latar belakang faktor psikologis. Nasehat untuk menghindari
makanan yang dapat mencetuskan serangan keluhan. Sistem rujukan yang baik
akan berdampak positif bagi perjalanan penyakit pada kasus dispepsia fungsional.3
b. Dietetik
Tidak ada dietetik baku yang menghasilkan penyembuhan keluhan secara
bermakna. Prinsip dasar menghindari makanan pencetus serangan merupakan
pegangan yang lebih bermanfaat. Makanan yang merangsang, seperti pedas, asam,
tinggi lemak, kopi sebaiknya dipakai sebagai pegangan umum secara proporsional
dan jangan sampai menurunkan/mempengaruhi kualitas hidup penderita. Bila
keluhan cepat kenyang, dapat dianjurkan untuk makan porsi kecil tapi sering dan
rendah lemak.2
2. Medikamentosa
a. Antasid
Antasid merupakan obat yang paling umum di konsumsi oleh penderita
dispepsia, tapi dalam penelitian, obat ini tidak lebih unggul dibanding plasebo.
b. Penyekat H2 reseptor
Obat ini juga umum diberikan pada penderita dispepsia. Dari data studi
acak ganda tersamar, didapatkan hasil yang kontroversial. Sebagian gagal
13
menunjukkan manfaatnya pada dispepsia fungsional dan sebagian lagi berhasil.
Berdasarkan penelitian diperkirakan manfaat terapinya 20% di atas plasebo.
Umumnya manfaatnya ditujukan untuk menghilangkan nyeri pada ulu hati.3
c. Penghambat pompa proton
Obat ini tampaknya cukup superior dibandingkan plasebo pada dispepsia
fungsional, walaupun pada banyak studi secara tidak sengaja juga terlibat kasus
penyakit refluks gastroesofageal yang tidak terdeteksi. Respons terbaik terlihat
pada kelompok dispepsia fungsional tipe seperti ulkus.2
d. Sitoproteksi
Obat ini, misalnya misoprostol, sukralfat, tidak banyak studinya untuk
memperoleh kemanfaatan yang dapat dinilai.
e. Prokinetik
Termasuk golongan ini adalah metoklopramid (antagonis reseptor
dopamin D2), domperidon (antagonis reseptor D2 yang tidak melewati sawar
otak) dan cisapride (agonis reseptor 5-HT4). Dalam berbagai penelitian, baik
domperidon dan cisapride mempunyai efektivitas yang baik dibandingkan plasebo
dalam mengurangi nyeri epigastrik, cepat kenyang distensi abdomen dan mual..3
Metoklopramid yang tampaknya cukup bermanfaat pada dispepsia
fungsional, tapi terbatas studinya dan hambatan efek samping ekstrapiramidalnya.
Cisapride tergolong agonis reseptor 5-HT4 dan antagonis 5-HT3, yang
secara penelitian memperlihatkan angka keberhasilan dua kali lipat dibandingkan
plasebo. Beraksi pada pengosongan lambung dan disritmia lambung. Masalah saat
ini adalah setelah diketahui efek sampingnya pada aritmia jantung, terutama
perpanjangan masa Q-T, sehingga pemakaiannya berada dalam pengawasan.
2.1.9 Komplikasi
Pada dispepsia fungsional, tidak terjadi komplikasi dari perdarahan seperti
kurang darah, penurunan berat badan atau muntah-muntah. Penggunaan obat
yang sembarangan akan menimbulkan komplikasi yang tidak kita harapkan.
Seperti gastritis sedamg smpai berat misalnya.3
2.1.10 Prognosis
14
Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan
penunjang yang akurat mempunyai prognosis yang baik.3
2.2 MALARIA
2.2.1 Definisi
Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan oleh
protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam, anemia dan
pembesaran limpa. Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit
infeksi akut maupun kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang
2.2.2 Epidemiologi
Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan dengan
perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-
laki, namun kehamilan dapat maningkatkan resiko malaria. Ada beberapa faktor
15
terhadap enzim ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama pada
wanita.
2.2.3 Etiologi
darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya.7
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria
menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling
berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia
16
Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit
yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah
selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati
dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang
terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus
eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Pada P. vivak dan
tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit
tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam
peredaran darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah,
eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi
sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer.
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah
merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina.7
gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian
17
akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan
Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit
masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan
atau rentang waktu mulai dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang
menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa
mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering
terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada
18
mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme,
falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu
eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk
roset.5
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit
non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang
antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan
1. Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga
dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis intravascular yang berat dapat terjadi
2. Mediator endotoksin-makrofag
mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan
faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam
19
peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan
endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan
eritrosit yang merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya
patologi malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah
terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi
leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset
mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan
20
dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit
infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes.
Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara
2. Keluhan-keluhan prodromal
malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot,
anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di
3. Gejala-gejala umum
secara berurutan:
Periode dingin
membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering
21
seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan.
meningkatnya temperatur5,6,7.
Periode panas
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan
panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40oC atau lebih, penderita membuka
muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase
dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat5,6,7.
Periode berkeringat
merasa capek dan sering tertidur. Bial penderita bangun akan merasa sehat dan
Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih
sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah
3 hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis5.
sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi
sebagai berikut:5
2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung
parasit >10.000/µl.
22
3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau
kreatinin >3mg%.
4. Edema paru.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai
hipertermis.
Dehidrogenase.
2.2.8 Diagnosis
1. Anamnesis
23
Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan dapat
disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.
Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu yang lalu
Kejang-kejang.
Warna air seni seperti the pekat dan dapat sampai kehitaman.
2. Pemeriksaan Fisik
Demam (≥37,5oC)
24
Pembesaran limpa
Pembesaran hati
sebagai berikut:
Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan <50 mmHg
pada anak-anak.
Frekuensi napas >35 kali permenit pada orang dewasa atau >40 kali
permenit pada balita, dan >50 kali permenit pada anak dibawah 1
tahun.
Penurunan kesadaran.
Tanda-tanda dehidrasi.
3. Pemeriksaan Laboratorium
25
Ada/tidaknya parasit malaria.
Kepadatan parasit
- Semi kuantitatif:
- Kuantitatif
c. Tes serologi
malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang
beberapa hari parasitemia. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan
26
Obat anti malaria yang tersedia di Indonesia antara lain klorokuin,
malaria falciparum tanpa komplikasi. Kina merupakan obat anti malaria pilihan
untuk pengobatan radikal malaria falciparum tanpa komplikasi. Selain itu kina
juga digunakan untuk pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi.
Rumah Sakit, obat tersebut dapat digunakan dengan kombinasi obat antimalaria
lain, untuk mengobati penderita resisten multidrugs. Obat antibiotika yang sudah
bekerja cepat dan menghasilkan efek potensiasi antara lain dengan kina7.
27
Apabila pemberian dosis tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita,
penderita dewasa yan dapat diberikan untuk artesunat dan amodiakuin masing-
(dewasa, 2x/hr selama 7 hari), 2 mg/kgBB/hr (8-14 th, 2x/hr selama 7 hari),
28
Tabel 3. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria falciparum
Hari Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-11 bln 1-4 th 5- 9 th 10-14 th ≥ 15 th
*
Kina 3x½ 3x1 3x½ 3x2-3
Doksisiklin - - - 2x1** 2x1***
I Primakuin - ¾ 1½ 2 2-2
*
Kina 3x½ 3x1 3x½ 3x2-3
Doksisiklin - - - 2x1** 2x1***
II-VII
*
: dosis diberikan per kgBB
**
: 2x50 mg doksisiklin
***
: 2x100 mg doksisiklin
penderita obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur, sesuai dengan tabel.
29
III Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
IV-XIV Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
obat, ditemukan keadaan sebagai berikut: klinis sembuh (sejak hari keempat) dan
tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ketujuh. Pengobatan tidak
Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang atau
Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara hari
ke-15 sampai hari ke-28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru).
(selama 14 hari).
Dosis obat juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis berdasarkan
30
Sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis primakuin yang
ditingkatkan. Dosis klorokuin diberikan 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis
total 25 mg/kgBB dan primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5
mg/kgBB/hari. Dosis obat juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis
31
d. Kemoprofilaksis
sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini
ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu
yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain.
Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian atau tugas dalam jangka
maka doksisiklin menjadi pilihan. Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2
mg/kgBB selama tidak lebih dari 4-6 minggu. Kemoprofilaksis untuk P. vivax
dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5 mg/kgBB setiap minggu. Obat tersebut
kembali.5
2.2.10 Prognosis
32
1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis
serta pengobatan6.
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan
pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai
50%.
3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik
2.3.1 Epidemiologi
33
Prevalensi diabetes melitus di dunia mengalami peningkatan yang cukup
besar. Data statistik organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2000
menunjukkan jumlah penderita diabetes di dunia sekitar 171 juta dan
diprediksikan akan mencapai 366 juta jiwa tahun 2030. Di Asia tenggara terdapat
46 juta dan diperkirakan meningkat hingga 119 juta jiwa. Di Indonesia dari 8,4
juta pada tahun 2000 diperkirakan menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. Indonesia
merupakan urutan keenam di dunia sebagai negara dengan jumlah penderita
diabetes terbanyak setelah India, Cina, Uni Soviet, Jepang, Brazil.
34
c. Penyakit eksokrin pankreas:
Pankreatitis
Trauma/pankreatektomi
Neoplasma
Kista fibrosis
Hemokromatosis
Pankreatopati fibro kalkulus
d. Endokrinopati:
Akromegali
Sindrom cushing
Feokromositoma
Hipertiroidisme
e. Karena obat/zat kimia:
Vancor, interferon
Pentamidin, tiazin, dilatin
Asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid
f. Infeksi : rubella kongenital dan CMV
g. Imunologi (jarang) : antibodi anti reseptor insulin
h. Sindroma genetik lain : Sindrom Down, sindrom Kliniferter, sindrom
Turner, sindrom wolfram’s. Ataksia Friedreich’s, Chorea Huntington,
sindrom Laurence-Moon-Biedl, distrofi miotonik, porfiria, sindrom
Prader Willi.
4. Diabetes Melitus Gestasional (Kehamilan)
35
Pola makan yang salah
Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
Proses penuaan
Hipertensi (TD ≥ 140/90 mm Hg)
Dyslipidemia HDL kolesterol < 40 mg/dL atau TG > 150 mg/dL
Stress
2.3.3 Klasifikasi8
2.3.3.1 Diabetes Melitus Tipe I / Juvenile
Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile-onset dan tipe dependen
insulin; namun, kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insidens dia-
betes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam
dua subtipe: (a) autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel
beta; dan (b) idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui
sumbernya.
36
Biochemical Kemungkinan Persisten peptida-C
kehilanganpeptida-C
37
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih
banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang
kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk
ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, sehingga
meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya
(reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan
kekurangan glukosa dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan
demikian keadaan ini sama dengan pada DM tipe 1. Peebedaannya adalah DM
tipe 2 di samping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal
keadaan ini disebut resistensi insulin.
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah sel-β berkurang sampai 50-60% dari
normal. Jumlah sel-α meningkat. Yang menyolok adalah adanya peningkatan
jumlah jaringan amiloid pada sel-β yang disebut amilin.
38
tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya
penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
b. Banyak kencing (poliuria)
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan
banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat
mengganggu penderita, terutama pada waktu malam. Untuk mekanisme lihat
gambar 05 dibawah ini.
39
timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal
yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.
d. Gangguan ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak
secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya
masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi
menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.
e. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan
dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.
2.3.6 Diagnosis8
Diagnosis Diabetes Melitus dapat ditegakkan berdasarkan:
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Penunjang
40
Langkah-Langkah Diagnostik DM dan Gangguan Toleransi Glukosa1
Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah
yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis
DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka
abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah
sewaktu 200 mg/dl pada hari lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral
(TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan 200 mg/dl.
41
Diperiksa glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
1. Gejala klasik DM + Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl
“Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan maktu makan terakhir”
Atau
2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl
3 Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75
gram pada TTGO
2.3.7 Tatalaksana
Pengobatan bertujuan untuk mengurangi gejala-gejala, mengusahakan
keadaan gizi dimana berat badan ideal dan mencegah terjadinya komplikasi.
Secara garis besar pengobatannya dilakukan dengan:
1. Diet10
Prinsip umum : diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes
diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini:
a. Memberikan semua unsur makanan esensial (misal : vitamin dan
mineral)
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c. Memenuhi kebutuhan energi
d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-
cara yang aman dan praktis
e. Menurunkan makan pada penderita DM
Pencernaan makan pada penderita DM
1) Kebutuhan kalori
42
Tujuan yang paling penting adalah pengendalian asupan kalori
total untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang
sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah.
Rencana makan bagi penyandang diabetes juga memfokuskan
presentase kalori yang berasal dari karbohidrat, protein dan lemak
Ada 2 tipe karbohidrat yang utama, yaitu :
a) Karbohidrat kompleks (seperti : roti, sereal, nasi dan pasta)
b) Karbohidrat sederhana (seperti : buah yang manis dan gula)
Jumlah kalori diperhitungkan sebagai berikut :
a) BB ideal = (TB cm – 100) kg – 10 % . pada waktu istirahat,
diperlukan 25 kkal/kg BB ideal
b) Kemudian diperhitungkan pula
Aktivitas, kerja ringan : ditambah 10 – 20 %, kerja sedang
ditambah 30 %, kerja berat ditambah 50 % dan kerja berat
sekali ditambah 20 – 30 %)
Pada berat badan gemuk – 20%, Pada berat badan lebih –
10%, Pada berat badan kurus + 20%.
2) Karbohidrat
Tujuan diet ini adalah meningkatkan konsumsi karbohidrat
kompleks (khususnya yang berserat tinggi) seperti roti, gandum
utuh, nasi beras tumbuk, sereal dan pasta / mie yang berasal dari
gandum yang masih mengandung bekatul.
Karbohidrat sederhana tetap harus dikonsumsi dalam jumlah yang
tidak berlebihan dan lebih baik jika dicampur ke dalam sayuran
atau makanan lain daripada dikonsumsi secara terpisah
3) Lemak
Pembatasan asupan total kolesterol dari makanan hingga < 300
mg / hr untuk membantu mengurangi faktor resiko, seperti
kenaikan kadar kolesterol serum yang berhubungan dengan proses
terjadinya penyakit koroner yang menyebabkan kematian pada
penderita diabetes
43
4) Protein
Makanan sumber protein nabati (misal : kacang-kacangan dan biji-
bijian yang utuh) dapat membantu mengurangi asupan kolesterol
serta lemak jenuh. (Brunner & Suddarth, 2002)
3. Obat-obatan9,10,11
Pada umumnya dalam menggunakan obat hipoglikemik oral, baik
golongan sulfonilurea, metformin maupun inhibitor glukosidase alfa, harus
diperhatikan benar fungsi hati dan ginjal. Tidak dianjurkan untuk
44
memberikan obat-obat tersebut pada pasien dengan gangguan fungsi hati
atau ginjal
Klasifikasi Obat Hiperglikemik Oral:
Golongan Insulin Sensitizing
Golongan insulin sensitizing terdiri dari: Biguanid dan Glitazone
Golongan Sekretagok Insulin
Golongan sekretagok insulin terdiri dari: Sulfonil Urea dan Glinid
Penghambat Alfa glukosidase
a. Golongan biguanid
Tidak sama dengan sulfonilurea, karena tidak merangsang sekresi
insulin.
1) Menurunkan kadar GD menjadi normal dan istimewanya tidak
menyebabkan hipoglikemia
2) Cara kerja belum diketahui secara pasti, tetapi jelas terdapat:
a) Gangguan absorbsi glukosa dalam usus
b) Peningkatan kecepatan ambalan glukosa dalam otot
b. Golongan sulfonilurea
1) Cara kerja :
a) Merangsang sel beta pancreas untuk mengeluarkan insulin, jadi
hanya bekerja bila sel-sel beta utuh
b) Menghalangi pengikatan insulin
c) Mempertinggi kepekaan jaringan terhadap insulin
d) Menekan pengeluaran glukogen
2) Indikasi
a) Bila BB ideal ± 10% dan BB ideal
b) Bila kebutuhan insulin < 40 u/hr
c) Bila tidak ada stress akut, misal: infeksi berat / operasi
d) Dipakai pada diabetes dewasa, baru dan tidak pernah
ketoasidosis sebelumnya
3) Efek samping
a) Mual, muntah, sakit kepala, vertigo dan demam
45
b) Dermatitis, pruritus
c) Lekopeni, trombositopeni, anemia
4) Kontra indikasi
Penyakit hati, ginjal dan thyroid
d. Insulin
1) Indikasi
a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM / NIDDM)
dalam keadaan ketoasidosis
b) Diabetes yang masuk dalam klasifikasi IDDM yaitu juvenile
diabetes
c) Penderita yang kurus
d) Bila dengan obat oral tidak berhasil
e) Kehamilan
f) Bila ada komplikasi mikroangiopati, misal: retinopati /
nefropati
g) ketoasidosis, koma hiperosmolar dan asidosis laktat
h) stres berat (infeksi sistemik, operasi berat)
i) berat badan yang menurun dengan cepat
46
j) kehamilan/DM gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan.
2) Efek samping
a) Lipodistrofi : atrofi jaringan
subkutan pada tempat penyuntikan
b) Hipoglikemia : dosis insulin
berlebih atau kebutuhan insulin yang berkurang
c) Reaksi alergi
d) Resistensi terhadap insulin
3) Jenis Insulin
Jenis Awitan Puncak kerja Lama kerja
kerja (jam) (jam) (jam)
Insulin kerja 0,5 – 1 2–4 5–8
pendek
Insulin kerja 1 – 2 4 – 12 8 – 24
menengah
Insulin kerja 2 6 – 20 18 – 36
panjang
Insulin 0,5 – 1 2 - 4 dan 6 -12 8 – 24
campuran
47
2.3.8 Komplikasi DM
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi komplikasi akut dan kronik.
1. Komplikasi akut :
- ketoasidosis diabetic
- hiperosmolar non ketotik
- hipoglikemia
2. Komplikasi kronik
Makroangiopati:
- Pembuluh darah jantung (penyakit jantung kororner
- Pembuluh darah tepi
- Pembuluh darah otak (stroke)
Mikroangiopati:
- Retinopati diabetic
- Nefropati diabetic
3. Neuropati
4. Rentan infeksi, seperti misalnya tuberkulosis paru, ginggivitis, dan
infeksi saluran kemih
5. Kaki diabetik/Ulkus Diabetik (gabungan 1 sampai dengan 4)
48
BAB III
PEMBAHASAAN
Pada laporan kasus ini, pasien Ny. R (60 tahun) didiagnosa dengan
Dispepsia + Malaria + DM tipe II. Dasar diagnosa pada pasien ini adalah sebagai
berikut :
3.1 Dispepsia
Hal ini didapatkan pada saat keterangan di IGD bahwa Pasien Mual dan
muntah ± 6 kali sejak ± 4 jam SMRS. Isi muntahan berupa air dan
makanan. Nyeri di rasakan memberat jika terlambat makan, mudah terasa
kenyang saat makan, perut terasa kembung, dan sering merasa mual.
Pasien mengaku sering terlambat makan dan suka makan-makanan
pedas.pasien mengaku tidak dalam keadaan hamil. Nyeri ulu hati (+),
Nafsu makan menurun & badan terasa lemas
49
Dari keluhan dan anamnesa yang di dapat disimpulkan pasien ini menderita
dispepsia.
Pada pasien ini, mual dan muntah kemungkinan di sebabkan oleh :
Peningkatan sekresi asam lambung
Peranan infeksi Helicobacter pylori
Diet
Keterlambataan pengosongan lambung
Pada pasien ini di berikan salah satu obat untuk menurunkan sekresi asam
lambung, yaitu Ranitidin, dengan pemberian obat ini di harapkan gejala dispepsia
akan hilang.
3.2 Malaria
Hal ini didapatkan dari hasil anamnesis bahwa 7 hari SMRS os juga
mengalami demam. Demam dirasakan naik turun, disertai menggigil (+),
setelah menggigil os berkeringat & merasa sudah sembuh. Hal ini dirasakan
berulang-ulang dengan waktu yang tidak tentu & dari hasil pemeriksaan DDR
(+). Pada pasien ini diberikan salah satu obat untuk malaria, yaitu Arthem.
3.3 Diabetes Melitus Tipe II dengan Neuropati diabetik
Hal ini didapatkan dari hasil anamnesis bahwa selama ini penderita telah
mengalami kencing manis selama.
Dari hasil pemeriksaan GDS pasien pada tanggal 8 januari 2013,
didapatkan GDS yaitu 227 mg/dl.
Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa selama ini pasien
mengalami diabetes melitus tipe II.
Pada pasien ini di berikan terapi :
Bed rest tidak total
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxon 1x2 gr
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Arthem hari pertama 1x2 amp
Hari ke 2-5 1x1 amp
Antasida 3x1c
50
Paracetamol 3x1 tab
Ondancentron 3x1 tab
Edukasi
DAFTAR PUSTAKA
Dalam Jilid I. Edisi III. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2006. Hal. 352
dalam. Edisi 13. Volume IV. Balai Penerbit EGC. Jakarta 2005. Hal.
1532-1543
51
4. Soegondo S. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus Terkini. Dalam
2009. Hal.19-29
6. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV.
Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
editor. Jilid III. Edisi IV. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2007. Hal 1864-
1867.
Tipe 2. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, editor. Jilid III. Edisi IV. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007. Hal
1860-1863
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, editor.
Jilid III. Edisi IV. Balai Penerbit FKUI; Jakarta: 2007. Hal 1868-1869
52
53