Anda di halaman 1dari 17

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/357374289

Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia

Article · July 2021


DOI: 10.21776/ub.VetBioClinJ.2021.003.02.2

CITATIONS READS

0 7

2 authors:

Rifen Prabawan Krida Widi Nugroho


Brawijaya University Faculty of Veterinary Medicine, Universitas Brawijaya, Indonesia
1 PUBLICATION   0 CITATIONS    14 PUBLICATIONS   18 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Investigating the role of PRRS virus on respiratory disease syndrome in Papuan pigs. View project

All content following this page was uploaded by Rifen Prabawan Krida on 05 January 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Vet Bio Clin J. Vol. 3, No. 2, Juli 2021, Hal: 7–22

Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia

Review: Leptospirosis in Dogs in Indonesia

Rifen Prabawan Krida Taruna Wiyata1, Widi Nugroho1*


1
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas
Brawijaya

*Email : widi.nugroho@ub.ac.id

ABSTRAK
Leptospirosis ialah penyakit infeksius yang diakibatkan oleh bakteri motil dari genus Leptospira.
Prevalensi leptospirosis pada anjing di Indonesia berkisar 13,8% – 44% dengan varian Leptospira antara
lain serovar Ichterohaemorrhagiae, Celledoni, Canicola, Pyrogenes, Cynopteri, Rachmati, Bataviae,
Javanica, Grippotyphosa dan Tarrasovi. Leptospira sp. dapat ditularkan melalui kontak langsung atau
melalui tanah dan air yang terkontaminasi Leptospira sp. Hewan pengerat, babi, kuda, hewan ternak,
anjing dan berbagai hewan liar seperti tupai dan rusa dapat berperan sebagai karier Leptospira. Gejala
klinis leptospirosis pada anjing di Indonesia berupa demam, letargi, anoreksia, muntah, ikterus, gangguan
ginjal, dispnea, poliuria, urin berwarna kuning, dehidrasi dan kematian. Gold standard pengujian
leptospirosis pada anjing adalah MAT, namun uji PCR dan ELISA memiliki sensitivitas yang lebih
tinggi. Upaya pencegahan kejadian leptospirosis dilakukan dengan vaksinasi, penggunaan disinfeksi rutin
pada lingkungan kandang dan mencegah anjing kontak langsung dengan hewan reservoir seperti tikus.

Kata Kunci: anjing, Leptospira sp., leptospirosis

ABSTRACT
Leptospirosis is an infectious disease caused by motile bacteria of the genus Leptospira. The prevalence
of leptospirosis in dogs in Indonesia ranges from 13,8% - 44%, with Leptospira variants including the
serovars Ichterohaemorragiae, Celledoni, Canicola, Pyrogenes, Cynopteri, Rachmati, Bataviae,
Javanica, Grippotyphosa and Tarrasovi. Leptospira sp. can be transmitted through direct contact with an
infected animal, soil or water contaminated with Leptospira sp. Rodents, pigs, horses, farm animals, dogs
and various wild animals such as squirrels and deer can serve as carriers of Leptospira sp. Clinical
symptoms of leptospirosis in dogs in Indonesia include fever, lethargy, anorexia, vomiting, jaundice,
kidney disorders, dyspnea, polyuria, yellow urine, dehydration and death. The gold standard for
leptospirosis testing in dogs is the MAT test, but the PCR and ELISA tests have higher sensitivity.
Prevention of leptospirosis in dogs can be done by vaccination, routine disinfection of dog house and
preventing dogs from direct contact with reservoir animals such as rats.

Keywords : dogs, Leptospira sp., leptospirosis

PENDAHULUAN (Goldstein, 2010). Leptospirosis tersebar


pada berbagai negara di dunia khususnya
Leptospirosis ialah penyakit infeksius pada daerah dengan iklim tropis maupun
yang menyerang hewan dan manusia. subtropis yang memiliki curah hujan
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri motil tinggi, seperti Indonesia. Bakteri ini bisa
yang berasal dari genus Leptospira hidup dan berkembang pada ginjal hewan

Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 7
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia

reservoir, selanjutnya akan ikut dibuang di Indonesia‖, ―Canine leptospirosis‖, dan


bersama urin sehingga dapat mencemari ―Leptospirosis in dogs‖. Analisis data
lingkungan. Leptospira sp. akan dikerjakan secara deskriptif.
memasuki inang melalui ingesti air yang
tercemar leptospira, penetrasi melalui LEPTOSPIROSIS
luka terbuka, dan melalui selaput lendir
Leptospirosis ialah penyakit menular
yaitu konjungtiva, mulut, atau genital
dan zoonosis yang tersebar pada berbagai
(Kurilung et al., 2017). Individu yang
negara di dunia. Penyebabnya yaitu
terjangkit leptospirosis dapat
bakteri dari ordo Spirochaetales, famili
menunjukkan gejala ringan sampai berat
Leptospiraceae dan genus Leptospira
bahkan kematian.
(Mishima et al., 2013). Leptospira ialah
Anjing ialah salah satu hewan
bakteri Gram negatif, motil, memanjang,
reservoir Leptospira sp. Anjing dengan
berbentuk melingkar seperti heliks
penyakit leptospirosis ditemukan pertama
(Gambar 1) (Schuller et al., 2015).
kali tahun 1899. Leptospira interrogans
Bakteri ini memiliki ketebalan 0,1µm
serovar Canicola dan
serta panjang 6–20 µm (Johnson and
Icterohaemorrhagiae ialah spesies utama
Johnson, 2018). Leptosipra sp. adalah
yang menginfeksi anjing (Kusmiyati et
bakteri obligat aerob, yang membutuhkan
al., 2005). Leptospirosis merupakan
oksigen untuk bertahan hidup
penyakit yang dapat menimbulkan infeksi
(Ramadhani dan Yunianto, 2012). Bakteri
berat hingga kematian pada anjing dan
ini dapat bertahan hidup selama 3 minggu
berpotensi ditularkan ke manusia. Review
hingga berbulan-bulan tergantung dari
ini bertujuan menampilkan informasi
kondisi lingkungan dan spesies (Bierque
terkini tentang leptospirosis pada anjing,
et al., 2020). Leptospira alstonii
yang dapat menjadi referensi untuk
misalnya, dapat bertahan selama lima
meningkatkan kualitas diagnosa,
bulan di tanah pada kedalaman tiga
pencegahan, pengobatan dan upaya
centimeter pada kelembaban 7,8% (Saito
pengendalian leptospirosis pada anjing di
et al., 2013). Leptospira interrorgan
Indonesia.
dapat bertahan hidup pada tanah di
METODE lingkungan tropis hingga 9 minggu
(Thibeaux et al., 2017). Leptospira sp.
Metode yang digunakan pada dapat diklasifikasikan menjadi Leptospira
penulisan review ini yaitu pengumpulan patogen (L. interrogan) dan Leptospira
data berupa artikel leptospirosis pada saprofitik (L. biflexa) (Mohammed et al.,
anjing di Indonesia pada tahun 1990 – 2011). Kedua klasifikasi ini
2021 dan artikel internasional yang dikembangkan lebih jauh menjadi serovar
membahas mengenai leptospirosis pada spesifik berdasarkan adanya antigen
anjing di berbagai negara di dunia. Artikel homolog (60 serovar turunan L. biflexa
diakses pada database Google Scholar dan 225 serovar turunan L. interrogans).
dengan kata kunci pencarian yaitu: Lebih dari 21 spesies turunan Leptospira
―leptospirosis‖, ―leptospirosis pada anjing telah diidentifikasi dengan lebih dari 200

Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 8
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia

serovar (Mohammed et al., 2011). menyebabkan penyakit pada hewan yang


Klasifikasi leptospira dibagi menjadi tiga terinfeksi secara eksperimental.
berdasarkan kemampuan menyebabkan Leptospira patogen membutuhkan
penyakit yaitu leptospira patogen, suhu berkisar antara 20–35°C untuk
saprofitik, dan intermediate (patogenisitas tumbuh, umumnya dapat ditemukan pada
belum jelas) (Samrot et al., 2021). rodensia dan memiliki flagela dengan
Leptospira saprofitik mampu tumbuh struktur menyerupai bakteri Gram negatif
pada suhu rendah (5–35°C), dapat (Benacer et al., 2013). Beberapa spesies
ditemukan secara alami di tanah dan air, pada kelompok ini antara lain termasuk L.
serta tidak memiliki kemampuan untuk weilii, L. santarosai, L. kirschneri, L.
menyebabkan infeksi (Samrot et al., interrogans, L. borgpetersenii, dan L.
2021). Bakteri ini biasanya berada pada noguchii (dos Santos et al., 2017).
tanah lembab atau permukaan air namun Kelompok ini mampu menyebabkan
jarang ditemukan pada manusia dan leptospirosis pada hewan dan manusia
hewan lain (Benacer et al., 2013). hingga menimbulkan morbiditas dan
Leptospira biflexa merupakan leptospira mortalitas (Samrot et al., 2021).
golongan saprofitik yang pertama kali Leptospira sp. dapat beradaptasi pada
diidentifikasi. Leptospira saprofitik satu hewan mamalia atau lebih, baik
lainnya diantaranya adalah L. wolbachii, sebagai inang definitif atau reservoir.
L. meyeri, L. terpstrae, L. vanthielli, dan Pada inang reservoir akan terjadi infeksi
L. yanagawae (Bulach et al., 2006). persisten dengan gejala klinis ringan dan
Leptospira intermediate merupakan bakteri akan dikeluarkan bersama urin
leptospira yang status patogenesitasnya selama berbulan-bulan hingga bertahun-
belum diketahui secara jelas (Pui et al., tahun. Anjing merupakan hewan yang
2017). Spesies leptospira dari kelompok dapat bertindak sebagai inang reservoir
intermediate antara lain L. inadai, L. untuk Leptospira interrogan serovar
licerasiae, L. broomi, L. Fainei dan L. Canicola (Goldstein, 2010). Kejadian
Wolffii (Chaiwattanarungruengpaisan et leptospirosis pertama kali pada anjing
al., 2018). Salah satu contoh leptospira ditemukan di tahun 1899. Serovarian
intermediate adalah Leptospira licerasiae yang paling umum menyebabkan
serovar Varillal. Leptospira licerasiae Leptospirosis pada anjing adalah
serovar Varillal memiliki sifat yang mirip Leptospira serovar canicola,
dengan leptospira patogen yaitu peka Icterohaemorrhagiae, Grippothyposa,
terhadap 8-azaguanine, memiliki protein Pomona dan Bratislava (Adin dan
yang terkait LipL32 berdasarkan uji Cowgill 2000). Leptospira interrogans
Western dan Southern blot, namun tidak serovar Canicola dan
mengandung Gen terkait LigA Icterohaemorrhagiae ialah spesies utama
berdasarkan uji Southern blot. (Matthias yang menginfeksi anjing (Goldstein,
et al., 2008). Berbeda dengan L. 2010), babi, kuda, sapi, domba serta tikus
interrogans, Leptospira licerasiae serovar (Ellis, 2015). Indonesia memiliki 14
Varillal dapat tumbuh cepat (mirip serovar standar uji leptospirosis pada
dengan L. biflexa) tapi tidak hewan dan manusia, antara lain serovar

Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 9
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia

Ichterohaemorrhagiae, Celledoni, presentase sebesar 28–70% (Kohn et al.,


Pyrogenes, Hardjo, Rachmati, 2010).
Cynopeteri, Ballum, Grippotyphosa, Gejala klinis leptospirosis pada anjing
Pomona, Australis, Tarrasovi, Canicola, berupa demam dapat terjadi pada fase
Javanica, dan Bataviae (Mulyani et al., awal penyakit disertai dengan lemah dan
2017). keengganan bergerak (Kohn et al., 2010).
Tanda klinis yang berhubungan dengan
gangguan ginjal yaitu poliuria (PU) dan
polidipsia (PD) dengan atau tanpa
azotemia dan olirugia/anuria (Major et al.,
2014). Tanda klinis pernapasan dapat
berupa takipnea dan dispnea ringan
hingga berat (Kohn et al., 2010).
Manifestasi pada jantung menunjukkan
takiaritmia ventrikel dan kerusakan
Gambar 1. Leptospira sp. (Ko et al., 2009) miokardia (Mastrorilli et al., 2007).
Pankreatitis dapat terjadi pada anjing
GEJALA KLINIS LEPTOSPIROSIS yang mengalami leptospirosis akut dan
PADA ANJING mengakibatkan munculnya tanda-tanda
kesakitan pada perut, anoreksia dan
Gejala klinis leptospirosis pada anjing
muntah (Schuller et al., 2015).
bervariasi, mulai dari subklinis hingga
Leptospirosis pada anjing juga dapat
menimbulkan kematian, tergantung umur,
menunjukkan gejala optalmologis antara
respon imun inang, dan virulensi mikroba
lain peningkatan lakrimasi, leleran
(Levett et al., 2001). Gejala klinis
mukopurulen, pan-uveitis, konjungtivitis,
leptospirosis yang dilaporkan pada anjing
berkurangnya reflek pupil, ablasi retina
di Indonesia antara lain demam, letargi,
dan perdarahan retina (Townsend et al.,
anoreksia, muntah, ikterus, gangguan
2006). Anjing yang mengalami kondisi
ginjal, dispnea, poliuria, urin berwarna
leptospirosis juga dapat mengalami
kuning, dehidrasi, dan kematian (Mulyani
perdarahan seperti hemoptisis, epistaksis,
et al., 2017; Prasetyo dan Pamungkas
hematemesis, haematochezia, melaena,
,2018; Winaya et al., 2018). Gejala klinis
haematuria dan petechiae (Kohn et al.,
leptospirosis fase akut pada anjing
2010).
didominasi acute kidney injury (AKI) dan
Leptospira sp. juga menginfeksi hati
gangguan hati. Manifestasi utama
sehingga mengakibatkan gangguan pada
leptospirosis pada anjing (n=256)
hati, baik gangguan hati ringan yang
meliputi kerusakan ginjal 99,6%, paru-
ditandai dengan peningkatan enzim-enzim
paru 76,7%, hati 26,0%, dan sindrom
hati dan gangguan hati parah yang
hemoragik 18,2% (Major et al., 2014).
ditandai dengan adanya hepatic
Infeksi leptospira pada anjing dapat
encephalopathy (Schuller et al., 2015).
menyebabkan kematian dengan
Gangguan ini mengakibatkan hati tidak
dapat mengkonjugasi bilirubin, sehingga

Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 11
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia

bilirubin akan dilepaskan kembali menuju atau berjalan di atas genangan air yang
aliran darah. Jumlah bilirubin dalam tercemar Leptospira sp. (Ellis, 2015).
darah yang melebihi batas nilai normal Selain itu Leptospira sp. juga dapat
(hiperbilirubinemia) akan mengakibatkan memasuki inang melalui luka terbuka,
timbulnya gejala ikterus. Oleh karena itu konjungtiva, selaput lendir atau genital
pada beberapa kasus leptospirosis dapat tract (Mohammed et al., 2011).
ditemui gejala ikterus, terutama pada Mekanisme molekuler patogenesis
kasus leptospirosis dengan gangguan hati leptospirosis masih belum jelas. Beberapa
parah (Greene, 2012). faktor virulensi patogenesis Leptospira
antara lain Lipopolisakarida (LPS),
PENULARAN LEPTOSPIRA SP. hemolisin, Outer Membrane Proteins
PADA ANJING (OMPs), serta molekul adhesi
(Evangelista and Coburn, 2011).
Penularan Leptospira sp. dapat terjadi
Leptospira patogen mengekspresikan
melalui dua cara yaitu langsung dan tidak
sejumlah protein seperti LigA, LigB dan
langsung. Penularan yang terjadi secara
LigC yang mengandung domain mirip
langsung dapat melalui kontak langsung
imunoglobulin. Baik LigA dan LigB
dengan urin, venereal, trans plasenta,
mengikat komponen membran
gigitan atau konsumsi makanan atau
ekstraseluler inang, seperti elastin,
minuman yang tercemar Leptospira sp.
tropoelastin, kolagen I dan IV, laminin,
Penularan secara tidak langsung yaitu
dan terutama fibronektin. Selain itu juga
berasal dari tanah dan air lingkungan
terdapat LipL32 dalam spesies leptospira
yang tercemar urin dari hewan terinfeksi
patogen, namun tidak ditemukan pada
Leptospira sp. (Goldstein, 2010).
spesies non-patogen. OMP leptospira
Penularan leptospira juga dapat terjadi
utama ini mengikat kolagen I, IV dan V,
penetrasi melalui luka terbuka, dan
serta laminin dan fibronektin (Evangelista
melalui selaput lendir (konjungtiva,
and Coburn, 2011). Beberapa protein
mulut, atau genital) (Kurilung et al.,
inang dapat mengikat banyak protein
2017). Hewan pengerat, babi, kuda,
leptospira dan setidaknya 20 protein
hewan ternak, anjing dan berbagai hewan
leptospira berikatan dengan laminin.
liar seperti tupai, dan rusa adalah
LipL32 dan LigB merupakan faktor
beberapa hewan yang menjadi karier dari
virulensi dan mempunyai kapasitas
Leptospira sp. (Samrot et al., 2021).
pengikatan terhadap komponen inang
Bakteri ini akan berkoloni pada tubulus
(Adler dan Klaasen, 2015).
proksimal ginjal, berkembang biak
Setelah melekat pada inang, bakteri
dengan cepat dan sebagian akan
memasuki pembuluh darah, merusak
dieksresikan ke lingkungan melalui urin
endotel pembuluh darah dan
(Kurilung et al., 2017).
mengakibatkan sel mengalami
PATOGENESIS PADA ANJING ekstravasasi dan perdarahan. Leptospira
sp. memiliki flagela periplasmik yang
Proses masuknya agen leptospirosis memungkinkan untuk memasuki aliran
dapat terjadi pada saat minum, berenang, darah inang hanya dalam beberapa menit.

Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 11
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia

Tahap awal (fase akut) dari infeksi pada bagian glomerulus yang jarang
leptospira ini disebut juga fase terdapat antibodi, hal tersebut
leptospiraemia, non-ikterik atau dikarenakan antibodi memiliki ukuran
bakteremia (Samrot et al., 2021). Bakteri yang cukup besar sehingga tidak bisa
ikut tersebar melalui aliran darah ke melalui filtrat glomerulus.
seluruh tubuh dan tersebar ke berbagai
organ seperti ginjal, sistem saraf pusat, DIAGNOSIS LEPTOSPIROSIS PADA
mata, hati, limpa serta organ reproduksi. ANJING DI INDONESIA
Setelah jumlah Leptospira sp. dalam
Diagnosis leptospirosis dicapai
darah dan jaringan mencapai tingkat
melalui sinyalmen, anamnesa,
tertentu, endotoksin berupa LPS akan
pemeriksaan fisik serta diagnosa
mengakibatkan kerusakan jaringan dan
penunjang. Diagnosis definitif
gejala klinis akan muncul (Mohammed et
leptospirosis sering menemui beberapa
al., 2011).
kesulitan. Kesulitan pertama yang harus
Masa inkubasi leptospirosis
dihadapi yaitu tanda klinis penyakit ini
tergantung pada dosis infektif, kecepatan
seringkali tidak jelas. Data
pertumbuhan organisme, toksisitas, dan
klinikopatologi seringkali merupakan
kekebalan hospes. Studi eksperimental
kerusakan suatu organ dan biasanya
memperlihatkan bahwa masa inkubasi
nonspesifik (Goldstein, 2010).
Leptospira sp. hingga munculnya gejala
Pemeriksaan laboratorium untuk
klinis seperti demam, lesu dan anoreksia
leptospirosis umumnya menggunakan uji
yaitu sekitar tujuh hari, namun bervariasi
serologi, terutama untuk kasus akut.
tergantung respon imun dari inang serta
Pemeriksaan penunjang yang telah
dosis dan serovar yang menginfeksi
dilaporkan untuk mendiagnosa
((Greenlee et al., 2005). Respon
leptospirosis pada anjing di Indonesia
kekebalan humoral terjadi pada minggu
antara lain uji hematologi dan kimia darah
pertama infeksi, selanjutnya makrofag
(Prasetyo dan Pamungkas, 2018), MAT
dan neutrofil akan melakukan fagositosis.
(Mutawadiah et al., 2015; Mulyani et al.,
Saat Leptospira sp. berikatan dengan sel
2019), serta PCR (Putro et al., 2016).
inang, sitokin (interleukin-6, interleukin-
10 dan TNF-) dan Antimicroba Peptids Pemeriksaan Hematologi dan Kimia
(AMPs) dilepaskan untuk membatasi Darah
kerusakan invasif yang ditimbulkan oleh
bakteri (Cagliero et al., 2018). Meskipun Kelainan hematologi yang umum
telah ditelan oleh sel fagositik, leptospira ditunjukkan pada mayoritas anjing yang
mampu bereplikasi dan bertahan hidup mengalami leptospirosis yaitu
pada fagolisosom. Di lain sisi, sistem leukositosis. Pada fase leptospiraemia,
kekebalan tubuh inang akan secara terus leukopenia terkadang dapat dijumpai.
menerus melepaskan sitokin dalam Diferensial leukosit umumnya
jumlah yang berlebihan (Cagliero et al., menunjukkan neutrofilia, limfopenia dan
2018). Leptospira sp. yang berada pada monositosis. Trombositopenia ringan
ginjal akan sulit dimusnahkan, terutama hingga berat dapat disebabkan oleh

Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 12
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia

aktivasi, adhesi dan agregasi trombosit ke Pemeriksaan Elektrolit


endotelium, fagositosis sel Kupffer,
kerusakan platelet yang dimediasi oleh Kelainan elektrolit pada kasus
imun atau sekuestrasi limpa. Pada sekitar leptospirosis pada anjing umumnya
berupa hipokalemia dan hiperkalemia,
50% dari anjing dengan leptospirosis
hiperfosfatemia dan hipofosfatemia,
dijumpai gejala anemia ringan sampai
sedang yang disebabkan karena hiponatremia dan hipokloremia.
kehilangan darah melalui saluran Perubahan ini biasanya terjadi selaras
dengan derajat kerusakan fungsi ginjal
pernapasan atau pencernaan. Hemolisis
dan gastrointestinal. Hipokalemia dapat
karena efek racun leptospira lebih jarang
terjadi pada anjing dibandingkan pada terjadi karena kerusakan fungsi ginjal atau
sapi (Schuller et al., 2015). Pada kasus gastrointestinal (Goldstein et al., 2006).
Pemeriksaan elektrolit pada kasus
leptospirosis, konsentrasi urea dan
leptospirosis dilakukan untuk mengetahui
kreatinin darah meningkat pada sebagian
besar anjing. Kerusakan liver dapat terjadi status elektrolit pasien, sehingga dapat
pada leptospirosis, ditunjukkan dengan dilakukan pemberian terapi suportif yang
tepat dan untuk meningkatkan peluang
adanya peningkatan aktivitas dari serum
kesembuhan pasien.
ALT, AST, ALP serta hiperbilirubinemia
yang umumnya terjadi bersamaan dengan
Urinalisis
azotaemia (Geisen et al., 2007). Hasil
pemeriksaan hematologi pada anjing Urinalisis menunjukkan isosthenuria
dengan diagnosa dugaan leptospirosis di pada sebagian besar anjing dengan
RSHP UB, Malang, menunjukkan anemia leptospirosis, namun hyposthenuria juga
normositik hipokromik, leukositosis dan dapat terjadi. Glukosuria sekunder,
neutrofilia. Sel eritrosit hipokromik hematuria dan piuria dapat terjadi, akibat
berbentuk anisositosis dan berwarna cedera tubular (Kohn et al., 2010).
pucat. Pemeriksaan kimia darah Proteinuria muncul di sebagian besar
menunjukkan adanya peningkatan total kasus leptospirosis pada anjing.
bilirubin, ALP dan BUN. Sedangkan total Elektroforesis protein urin pada anjing
protein, albumin dan kreatinin penderita leptospirosis, menunjukkan
menunjukkan penurunan (Prasetyo dan berat molekul tinggi yang konsisten
Pamungkas, 2018). Pemeriksaan dengan kerusakan glomerulus dan/atau
hematologi dan kimia darah tidak dapat protein yang memiliki berat molekul
digunakan untuk menentukan diagnosis rendah yang konsisten dengan protein
definitif dari leptospirosis, namun yang berasal dari tubulus ginjal
pemeriksaan ini dapat digunakan untuk (Mastrorilli et al., 2007). Pemeriksaan
mengetahui status perkembangan urin menggunakan mikroskop cahaya
penyakit dan kesehatan pasien sehingga tidak selalu menemukan Leptospira sp
dapat membantu dalam pemberian terapi (Budihal and Perwez, 2014). Fibrin dan
suportif yang tepat untuk meningkatkan protein filamen dalam sampel urin dapat
peluang kesembuhan pasien. disalahartikan sebagai leptospira.

Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 13
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia

Kultur Bakteri Veteriner, Bogor. Pengujian ini dapat


mendiagnosa paparan Leptospira sp. pada
Sampel untuk kultur Leptospira sp. anjing yang tidak menunjukkan gejala
dari anjing yang diduga leptospirosis leptospirosis, namun pengujian ini tidak
dapat berupa urin atau sampel darah yang dapat mengetahui apakah hewan sebagai
dimasukkan pada tabung yang berisi karier atau tidak dikarenakan titer
media cair. Media albumin asam oleat antibodi bisa rendah pada hewan yang
adalah media yang paling umum terinfeksi secara kronis (Arent et al.,
digunakan untuk kultur Leptospira sp. 2013). Prinsip MAT yaitu kemampuan
Media ini terdiri dari amonium klorida, pengenceran serial serum pasien untuk
tiamin, disodium fosfat dan menggumpalkan serovar leptospira hidup
monopotasium fosfat serta berbagai faktor secara in vitro (Levett et al., 2001)(Musso
yang memperkaya media termasuk Tween and La Scola, 2013). Pembacaan hasil
80 dan albumin. Antibiotik seperti MAT dilakukan dengan menggunakan
rifampisin, neomisin, aktidion dapat mikroskop medan gelap. Mikroskop
ditambahkan ke media untuk isolasi medan gelap merupakan mikroskop yang
bakteri secara selektif, pada sampel yang menggunakan lensa kondensor untuk
terkontaminasi (Miraglia et al., 2009). memantulkan cahaya sehingga objek yang
Metode kultur dapat memberikan hasil diamati menjadi lebih terang dan area
yang sangat akurat, namun membutuhkan disekitarnya menjadi lebih gelap. Titik
proses panjang. Hal ini dikarenakan akhir pembacaan MAT adalah 50%
Leptospira sp. membutuhkan waktu yang aglutinasi yang artinya 50% leptospira
sangat lama untuk membelah, yaitu tidak teraglutinasi, yang disebut dengan
sekitar 6–8 jam dan keseluruhan waktu titer antibodi (Mulyani et al., 2017).
yang dibutuhkan untuk kultur dapat Titer MAT diperoleh dengan menguji
memakan waktu hampir 3 bulan untuk berbagai pengenceran serum dengan
tumbuh. Metode ini tidak efektif untuk serovar positif. Sampel dinyatakan positif
diagnosis kasus yang membutuhkan terhadap serovar leptospira apabila
penanganan pasien secara cepat, namun menunjukkan titer lebih atau sama dengan
metode ini dapat digunakan untuk 1:100. Uji ini dianggap sebagai gold
penelitian atau riset. Leptospira sp. adalah standard (Chirathaworn et al., 2014).
organisme yang sangat menular, maka Pengujian serologis menggunakan metode
dari itu perlu ditangani dengan sangat MAT dari sampel darah leptospirosis
hati-hati, karena ada risiko infeksi yang pada anjing dalam fase akut memiliki
didapat di laboratorium dengan teknik ini spesifisitas mencapai 100%, sensitivitas
(Budihal and Perwez, 2014). 50%, dan akurasi 64%. Namun pengujian
serologis sampel darah pasien yang
Microscopic Agglutination Test (MAT)
sembuh memiliki spesifisitas 92%,
Metode MAT merupakan uji yang sensitivitas 100%, dan akurasi 98%.
paling umum digunakan di Indonesia. Pengujian MAT cukup akurat untuk
Pemeriksaan MAT di Indonesia dapat diagnosis leptospirosis pada anjing,
dilakukan di Balai Besar Penelitian namun memiliki sensitivitas rendah untuk

Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 14
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia

diagnosis pada fase infeksi akut (Fraune hasil diagnosis segera setelah materi
et al., 2013). Selain itu, selama fase akut DNA diamplifikasi, dibandingkan dengan
antibodi yang meningkat mungkin tidak PCR konvensional (Villumsen et al.,
spesifik (Jimenez-Coello et al., 2008). Uji 2010). Uji PCR pada pengujian sampel
MAT juga mungkin menunjukkan hasil urin anjing terduga leptospirosis
negatif pada tahap awal penyakit mempunyai sensitivitas 100% dan
dikarenakan belum terbentuk antibodi spesifisitas 88,3% (Harkin et al., 2003).
pada tubuh inang, sehingga pengujian Pengujian leptospirosis menggunakan
harus dilakukan lebih dari satu kali untuk PCR memiliki kelemahan terutama saat
meneguhkan diagnosa (Budihal and menggunakan spesimen urin (Fink et al.,
2015). Hal ini disebabkan karena primer
Perwez 2014). Uji MAT umumnya
dapat mengikat ke situs yang tidak
dilakukan pada semua jenis serovar spesifik, sehingga menunjukkan hasil
Leptospira sp. yang bersirkulasi pada positif palsu. Guna mendapatkan hasil
suatu daerah sehingga membutuhkan yang lebih akurat, penggunaan teknik
biaya yang cukup mahal. molekuler PCR dan serologis ELISA
lebih menjadi pilihan apabila
Polymerase Chain Reaction (PCR) dibandingkan dengan MAT (Gasem et al.,
2020). Pemeriksaan PCR terhadap
Metode PCR bertujuan untuk leptospirosis dapat dilakukan di
mendeteksi adanya DNA Leptospira. Laboratorium Bakteriologi, Balai Besar
Pengujian pada sampel klinis Penelitian dan Pengembangan Vektor dan
Reservoir Penyakit (B2P2VRP), Salatiga,
menggunakan primer yang berasal dari
Jawa Tengah (Putro et al., 2016).
sekuen DNA spesifik Leptospira (Sykes
et al., 2011). Pendeteksian leptospirosis Enzyme-Linked Immunosorbent Assay
dikembangkan dengan menggunakan (ELISA)
beberapa target gen. Beberapa gen
digunakan sebagai target untuk ELISA merupakan salah satu metode
mendeteksi genus bakteri Leptospira uji serologis yang digunakan untuk
misalnya gen 16S rRNA, lipL32, LigA mendiagnosis leptospirosis melalui
dan LigB. Sekuen gen RRS yang deteksi antileptospira IgM. Antileptospira
menyandi 16S rRNA merupakan sekuen IgM dapat dideteksi 4 atau 6 hari setelah
gen paling umum digunakan untuk timbulnya gejala klinis (Lizer et al.,
deteksi leptospirosis (Putro et al., 2016). 2017). Deteksi IgM biasanya
Melalui uji PCR, Leptospira sp. dapat menggunakan antigen spesifik genus
dengan mudah dideteksi dari sampel urin Leptospira. Selain itu metode ELISA juga
atau sampel darah pada tahap awal dapat dilakukan untuk mendeteksi IgG.
penyakit dengan cara yang lebih cepat Antibodi IgG dapat terdeteksi mulai dua
dibandingkan dengan teknik konvensional minggu setelah infeksi dan bertahan
seperti kultur bakteri (Shafighi et al., sampai waktu yang lama (Kusmiyati et
2014). Prosedur real-time PCR (RT-PCR) al., 2005). ELISA mempunyai sensitifitas
telah dikembangkan untuk deteksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
Leptospira sp. dan mampu memberikan MAT (Sumanth et al., 2013). Sensitivitas
ELISA mencapai 98,6% dan

Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 15
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia

spesifisitasnya 95,8% (Jimenez-Coello et dilaporkan. Studi di negara lain


al.,, 2008). Metode pengujian ini lebih menunjukkan bahwa kejadian wabah
efisien karena membutuhkan waktu hanya leptospirosis pada daerah endemik
2–4 jam. Meskipun lebih efisien, namun umumnya berkaitan dengan musim.
tingkat antibodi yang masih rendah atau Hujan dengan intensitas tinggi dapat
belum ada selama fase awal infeksi dapat menghanyutkan Leptospira sp. kedalam
menyebabkan diagnosis negatif palsu air. Leptospirosis di wilayah Asia-Pasifik,
(Rosa et al., 2017). dianggap sebagai penyakit berperantara
air. Lingkungan yang optimum untuk
PREVALENSI LEPTOSPIROSIS Leptospira sp. bertahan hidup dan
PADA ANJING DI INDONESIA melakukan perkembangbiakan yaitu pada
kondisi lembab, temperatur optimum
Prevalensi leptospirosis pada anjing di
berkisar 25C, dan pH netral. Kondisi
Indonesia berkisar antara 13,8%–44%
tersebut umum di negara tropik dan
dengan varian leptospirosis antara lain
terjadi hampir sepanjang tahun. Anjing
serovar Ichterohaemorrhagiae, Celledoni,
yang melakukan kontak langsung dengan
Canicola, Pyrogenes, Cynopteri,
tikus memiliki risiko lebih besar
Rachmati, Bataviae, Javanica,
terjangkit leptospirosis dibanding
Grippotyphosa dan Tarrasovi. Pada kurun
individu yang tidak melakukan kontak
waktu 2002–2004, prevalensi kejadian
langsung dengan tikus (Goldstein, 2010).
leptospirosis pada anjing di Indonesia
Anjing yang sering berada di area kotor,
sebesar 24,6% (Kusmiyati et al., 2005).
hidup di luar rumah, serta memakan
Seroprevalensi leptospirosis pada anjing
daging mentah memiliki risiko yang lebih
di kota Denpasar yaitu sebesar 18,2%
besar untuk terjangkit leptospirosis
(n=55) dengan varian antara lain serovar
dibandingkan anjing rumahan (Meeyam
Canicola, Celledoni, Cynopteri dan
et al., 2006). Tingkat infeksi
Ichterohemorrhagiae (Mutawadiah et al.,
Leptospirosis pada anjing relatif lebih
2015). Seroprevalensi leptospirosis pada
tinggi ditemukan pada anjing jantan jika
anjing di Daerah Istimewa Yogyakarta
dibandingkan dengan anjing betina (Ward
yaitu sebesar 15–44% dengan serovar
et al., 2004). Hal ini disebabkan oleh
antara lain Ichterohaemorrhagiae,
aktivitas seksual anjing jantan yang suka
Celledoni, Canicola, Pyrogenes,
mengendus dan menjilat vulva anjing
Cynopteri, Rachmati, Bataviae, Javanica,
betina, memungkin anjing jantan berisiko
Grippotyphosa dan Tarrasovi (Mulyani et
kontak dengan urin yang mengandung
al., 2017). Leptospirosis pada anjing di
Leptospira (Winaya et al., 2018). Rentang
kota Semarang yaitu sebesar 13,8%
usia anjing yang terjangkit leptospirosis
(n=29) (Putro et al., 2016).
yaitu antara 4–7 tahun (Ward et al., 2004)
FAKTOR RISIKO LEPTOSPIROSIS
PADA ANJING PENCEGAHAN
Studi faktor risiko leptospirosis pada
Pencegahan leptospirosis pada anjing
anjing di Indonesai belum pernah
bisa dilakukan dengan vaksinasi pada usia

Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 16
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia

tiga bulan (Goldstein, 2010). Anjing yang eritromisin, tetrasiklin, streptomisin, dan
hidup di daerah rawan leptospira bisa penisilin (Ellis, 2015). Penisilin,
divaksin rutin tahunan (Sykes et al., ampisilin, amoksisilin dan tetrasiklin
2011). Vaksin terbukti dapat melindungi dengan dosis tinggi diyakini efektif pada
anjing setidaknya selama 12 bulan fase leptospiremia. Pemberian penisilin
(Klaasen et al., 2003). Namun vaksinasi atau turunannya secara intravena umum
terhadap leptospira dinilai masih kurang digunakan pada fase ini. Pemberian
efektif dikarenakan vaksin komersil yang amoksisilin dapat dilakukan selama 14
beredar di Indonesia umumnya hanya hari. Pemberian doksisiklin selama 14
mengandung serovar Canicola dan hari dilakukan setelah penisilin atau
Icterohaemorrhagiae (bivalent), sehingga turunannya (Claus et al., 2008).
memungkinkan serovar lainnya untuk Doksisiklin lebih efektif digunakan pada
menginfeksi. Kandungan vaksin fase leptospiruria agar pembersihan
sebaiknya terdiri atas serovar leptospira bakteri pada tubulus ginjal lebih optimum
yang dominan pada suatu daerah (Sykes et al., 2011). Leptospirosis
(Koizumi et al., 2013). Vaksin merupakan penyakit sistemik yang
quadrivalent telah tersedia di Amerika mampu mengakibatkan kerusakan
dengan penambahan serovar Pomona dan berbagai organ, maka dari itu rencana
Grippotyphosa. terapeutik harus didasarkan pada
Selain melalui vaksinasi, penularan keseluruhan evaluasi klinis dan
Leptospira sp. pada anjing peliharaan klinikopatologi untuk menghindari
dapat dicegah dengan membatasi kontak keputusan terapeutik yang tidak tepat
langsung dengan hewan-hewan reservoir (Schuller et al., 2015).
seperti tikus, sapi, babi, kuda dan domba
(Goldstein, 2010). Anjing juga perlu KESIMPULAN
dihindarkan dari berkontak dengan
sumber penularan potensial seperti Anjing merupakan salah satu hewan
genangan-genangan air serta reservoir leptospira dan sumber penularan
mengeliminasi tikus di sekitar rumah. pada manusia. Prevalensi leptospirosis
Eliminasi Leptospira sp. pada lingkungan pada anjing di Indonesia 13,8%–44%
dapat dilakukan dengan iradiasi UV dan dengan varian leptospirosis antara lain
larutan desinfektan, seperti iodine, serovar Ichterohaemorrhagiae, Celledoni,
hidrogen peroksida, dan larutan amonium Canicola, Pyrogenes, Cynopteri,
kuaterner (Sykes et al., 2011). Rachmati, Bataviae, Javanica,
Grippotyphosa dan Tarrasovi. Diagnosis
PENGOBATAN definitif terhadap leptospirosis pada
anjing di Indonesia umumnya
Pengobatan leptospirosis pada anjing menggunakan MAT yang merupakan
dapat berupa antibiotik dan terapi gold standard pengujian Leptospira,
suportif. Terapi pada anjing penderita namun kombinasi Uji PCR dan ELISA
leptospirosis yaitu antibiotik berspektrum lebih cepat serta memiliki sensitivitas
luas misalnya ampisilin, doksisiklin, yang lebih tinggi. Pencegahan terhadap

Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 17
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia

leptospirosis dapat dilakukan dengan cara Bulach, D. M., Zuerner, R. L., Wilson, P.,
vaksinasi, penggunaan desinfektan secara Seemann, T., McGrath, A., Cullen, P.
rutin dan mencegah anjing kontak A., Davis, J., Johnson, M., Kuczek,
E., Alt, D. P, et al., 2006. Genome
langsung dengan hewan reservoir seperti
reduction in Leptospira borgpetersenii
tikus. Pengobatan leptospirosis pada reflects limited transmission potential.
anjing dapat berupa terapi antimikroba Proceedings of the National Academy
dan terapi suportif. of Sciences. 103(39):14560–14565.
Cagliero, J., Villanueva, S. Y. A. M,
DAFTAR PUSTAKA Matsui, M. 2018. Leptospirosis
pathophysiology: Into the storm of
Adin, C. A. and Cowgill, L. D. 2000. cytokines. Frontiers in Cellular and
Treatment and outcome of dogs with Infection Microbiology. 8(JUN):1–8.
leptospirosis: 38 cases (1990-1098).
Journal of the American Veterinary Chaiwattanarungruengpaisan, S.,
Medical Association. 216(3):371–375. Suwanpakdee, S., Sangkachai, N.,
Chamsai, T., Taruyanon, K.,
Adler, B. and Klaasen, E. 2015. Recent Thongdee, M. 2018. Potentially
advances in canine leptospirosis: pathogenic leptospira species isolated
focus on vaccine development. from a waterfall in Thailand.
VMRR.6:245-260. Japanese Journal of Infectious
Arent, Z. J., Andrews, S., Adamama- Diseases. 71(1):65–67.
Moraitou, K., Gilmore, C., Pardali, Chirathaworn, C., Inwattana, R.,
D., Ellis, W.A. 2013. Emergence of Poovorawan, Y., Suwancharoen, D.
novel Leptospira serovars: A need for 2014. Interpretation of microscopic
adjusting vaccination policies for agglutination test for leptospirosis
dogs? Epidemiology and Infection. diagnosis and seroprevalence. Asian
141(6):1148–1153. Pacific Journal of Tropical
Benacer, D., Who, P. Y., Zain, S. N. M., Biomedicine. 4(Suppl 1):S162–S164.
Amran, F., Thong, K. L. 2013. Claus, A., Van De Maele, I., Pasmans, F.,
Pathogenic and saprophytic Gommeren, K., Daminet, S. 2008.
Leptospira species in water and soils Leptospirosis in dogs: A retrospective
from selected urban sites in peninsular study of seven clinical cases in
Malaysia. Microbes and Belgium. Vlaams Diergeneeskundig
Environments. 28(1):135–140. Tijdschrift. 77(4):259–263.
Bierque, E., Thibeaux, R., Girault, D., Ellis, W.A. 2015. Animal Leptospirosis.
Soupé-Gilbert, M. E., Goarant, C.. Volume ke-387. Heidelberg : Springer
2020. A systematic review of Berlin Heidelberg.
Leptospira in water and soil
environments. PLoS ONE. 15(1):1– Evangelista, K. V. and Coburn, J. 2011.
22. Leptospira as an emerging pathogen:
a review of its biology, pathogenesis
Budihal, S. V. and Perwez, K. 2014. and host immune responses. Future
Leptospirosis diagnosis: Competancy Microbiol. 5(9):1413–1425.
of various laboratory tests. Journal of
Clinical and Diagnostic Research. Fink, J. M., Moore, G. E., Landau, R.,
8(1):199–202. Vemulapalli, R. 2015. Evaluation of
three 5′ exonuclease–based real-time

Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 18
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia

polymerase chain reaction assays for Harkin, K. R., Roshto, Y. M., Sullivan, J
detection of pathogenic Leptospira T., Purvis, T. J., Chengappa, M. M.
species in canine urine. Journal of 2003. Comparison of polymerase
Veterinary Diagnostic Investigation. chain reaction assay, bacteriologic
27(2):159–166. culture, and serologic testing in
assessment of prevalence of urinary
Gasem, M. H., Hadi, U., Alisjahbana, B.,
shedding of leptospires in dogs.
Tjitra, E., Hapsari, M. M. D. E. A. H.,
Journal of the American Veterinary
Lestari, E. S., Aman, A. T., Lokida,
Medical Association. 222(9):1230–
D., Salim, G., Kosasih, H., et al.,
1233.
2020. Leptospirosis in Indonesia:
Diagnostic challenges associated with Jimenez-Coello, M., Vado-Solis, I.,
atypical clinical manifestations and Cárdenas-Marrufo, M. F., Rodríguez-
limited laboratory capacity. BMC Buenfil, J. C., Ortega-Pacheco, A.
Infectious Diseases. 20(1):1–11. 2008. Serological survey of canine
leptospirosis in the tropics of Yucatan
Geisen, V., Stengel, C., Brem, S., Müller,
Mexico using two different tests. Acta
W., Greene, C., Hartmann, K. 2007.
Tropica. 106(1):22–26.
Canine leptospirosis infections -
Clinical signs and outcome with Johnson, D. I. and Johnson, D. I. 2018.
different suspected Leptospira Leptospira spp. Bacterial Pathogens
serogroups (42 cases). Journal of and Their Virulence Factors. 289–
Small Animal Practice. 48(6):324– 294.
328. Klaasen, H. L. B. M., Molkenboer, M. J.
Goldstein, R. E. 2010. Canine C. H., Vrijenhoek, M. P., Kaashoek,
Leptospirosis. Veterinary Clinics of M. J. 2003. Duration of immunity in
North America-Small Animal dogs vaccinated against leptospirosis
Practice. 40(6):1091–1101. with a bivalent inactivated vaccine.
Veterinary Microbiology. 95(1–
Goldstein, R. E., Lin, R. C., Langston, C.
2):121–132.
E., Scrivani, P. V., Erb, H. N., Barr, S.
C. 2006. Influence of infecting Ko, A. I., Goarant, C., Picardeau, M.
serogroup on clinical features of 2009. Leptospira: the dawn of the
leptospirosis in dogs. Journal of molecular genetics era for an
Veterinary Internal Medicine. emerging zoonotic pathogen. Nat Rev
20(3):489–494. Microbiol. 7(10):736–747.
Greene, C. E. 2012. Infectious Diseases of Kohn, B., Steinicke, K., Arndt, G.,
the Dog and Cat. Ed ke-4. St. Louis. Gruber, A. D., Guerra, B., Jansen, A.,
Missouri. USA: Saunders Elsevier Klopfleisch, R., Lotz, F., Luge, E.,
Inc. No, K. 2010. Pulmonary
Abnormalities in Dogs with
Greenlee, J. J., Alt, D. P., Bolin, C. A.,
Leptospirosis. J Vet Intern Med.
Zuerner, R. L., Andreasen, C. B.
24(6):1277–1282.
2005. Experimental canine
leptospirosis caused by Leptospira Koizumi, N., Muto, M. M., Akachi, S.,
interrogans serovars pomona and Okano, S., Yamamoto, S., Horikawa,
bratislava. American Journal of K., Harada, S., Funatsumaru, S.,
Veterinary Research. 66(10):1816– Ohnishi, M. 2013. Molecular and
1822. serological investigation of Leptospira
and leptospirosis in dogs in Japan.

Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 19
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia

Journal of Medical Microbiology. 2007. Clinicopathologic Features and


62(PART4):630–636. Outcome Predictors of Leptospira
Interrogans Australis Serogroup
Fraune, K.C., Schweighauser, A.,
Infection in Dogs: A Retrospective
Francey, T. 2013. Evaluation of the
Study of 20 Cases (2001–2004).
diagnostic value of serologic
Journal of Veterinary Internal
microagglutination testing and a
Medicine. 21(1):3-10
polymerase chain reaction assay for
diagnosis of acute leptospirosis in Matthias, M. A., Ricaldi, J. N., Cespedes,
dogs in a referral center. Journal of M., Diaz, M. M., Galloway, R. L.,
the American Veterinary Medical Saito, M., Steigerwalt, A. G., Patra,
Association. 242(10):1373–1380. K. P., Ore, C. V., Gotuzzo, E., et al.,
2008. Human leptospirosis caused by
Kurilung, A., Chanchaithong, P.,
a new, antigenically unique
Lugsomya, K., Niyomtham, W.,
Leptospira associated with a Rattus
Wuthiekanun, V., Prapasarakul, N.
species reservoir in the Peruvian
2017. Molecular detection and
Amazon. PLoS Neglected Tropical
isolation of pathogenic Leptospira
Diseases. 2(4):1-12.
from asymptomatic humans, domestic
animals and water sources in Nan Meeyam, T., Tablerk, P., Petchanok, B.,
province, a rural area of Thailand. Pichpol, D., Padungtod, P. 2006.
Research in Veterinary Science. Seroprevalence and risk factors
115(March):146–154. associated with leptospirosis in dogs.
Southeast Asian Journal of Tropical
Kusmiyati, Noor, S. M., Supar. 2005.
Medicine and Public Health.
Animal and human Leptospirosis in
37(1):148–153.
Indonesia. Wartazoa. 15(4):213–9.
Miraglia, F., De Moraes, Z. M., Melville,
Levett, P. N., Branch, S. L., Whittington,
P. A., Dias, R. A., Vasconcellos, S. A.
C. U., Edwards, C. N., Paxton, H.
2009. Emjh medium with 5-
2001. Two methods for rapid
fluorouracil and nalidixic acid
serological diagnosis of acute
associated with serial dilution
leptospirosis. Clinical and Diagnostic
technique used to recover leptospira
Laboratory Immunology. 8(2):349–
spp from experimentally
351.
contaminated bovine semen. Brazilian
Lizer, J., Grahlmann, M., Hapke, H., Journal of Microbiology. 40(1):189–
Velineni, S., Lin, D., Kohn, B. 2017. 193.
Evaluation of a rapid IgM detection
Mishima, N., Tabuchi, K., Kuroda, T.,
test for diagnosis of acute
Nakatani, I., Lamaningao, P., Miyake,
leptospirosis in dogs. Veterinary
M, Kanda, S., Koizumi, N.,
Record. 180(21):517-521
Nishiyama, T. 2013. The first case in
Major, A., Schweighauser, A., Francey, Japan of severe human leptospirosis
T. 2014. Increasing incidence of imported from Vietnam. Tropical
canine leptospirosis in Switzerland. Medicine and Health. 41(4):171–176.
International Journal of
Mohammed, H., Nozha, C., Hakim, K.,
Environmental Research and Public
Abdelaziz, F. 2011. LEPTOSPIRA:
Health. 11(7):7242–7260.
Morphology, Classification and
Mastrorilli, C., Dondi, F., Agnoli, C., Pathogenesis. Journal of Bacteriology
Elena, T. M., Vezzali, E., Gentilini, F. & Parasitology. 02(06):6–9.

Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 20
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia

Mulyani, G. T., Hartati, S., Santoso, Y., Kesmas: National Public Health
Kurnia, K., Pramono, A. B., Journal. 7(4):162-168.
Wirapratiwi, D. K. 2017. Kejadian Rosa, M. I., dos Reis, M. F., Simon, C.,
Leptospirosis pada Anjing di Daerah Dondossola, E., Alexandre, M. C.,
Istimewa Yogyakarta. Jurnal Colonetti, T., Meller, F. O. 2017.
Veteriner. 18(3):403-408. ELISA IgM para diagnóstico de
Mulyani, G. T., Hartati, S., Wuryastuty, leptospirose: Revisão sistemática e
H., Tjahajati, I., Yuriadi, Y., meta-análise. Ciencia e Saude
Widiyono, I., Yanuartono, Y., Coletiva. 22(12):4001–4012.
Purnamaningsih, H., Indarjulianto, S., Saito, M., Villanueva, S. Y. A. M.,
Raharjo, S., et al., 2019. Identifikasi Chakraborty, A., Miyahara, S.,
Serovar Penyebab Leptospirosis pada Segawa, T., Asoh, T., Ozuru, R.,
Anjing di Yogyakarta. Jurnal Sain Gloriani, N. G., Yanagihara, Y.,
Veteriner. 37(2):227-231. Yoshida, S. I. 2013. Comparative
Musso, D. and La Scola, B. 2013. analysis of Leptospira strains isolated
Laboratory diagnosis of leptospirosis: from environmental soil and water in
A challenge. Journal of Microbiology, the Philippines and Japan. Applied
Immunology and Infection. and Environmental Microbiology.
46(4):245–252. 79(2):601–609.
Mutawadiah, Puja I. K. P., Dharmawan Samrot, A. V., Sean, T. C, Bhavya, K. S.,
N. S. 2015. Seroprevalensi Sahithya, C. S., Chandrasekaran, S.,
Leptospirosis pada Anjing Kintamani Palanisamy, R., Robinson, E. R.,
di Bali Seroprevalence of Subbiah, S. K., Mok, P. L. 2021.
Leptospirosis in Kintamani Dog in Leptospiral infection, pathogenesis
Bali. Jurnal Ilmu dan Kesehatan and its diagnosis—a review.
Hewan. 3(2):41–44. Pathogens. 10(2):1–30.
Prasetyo, D. and Pamungkas, K. N. I. N. dos Santos, L. F., Guimarães, M. F., de
2018. Suspect leptospirosis pada Souza, G. O., da Silva, I. W. G.,
anjing lokal mix. ARSHI Veterinary Santos, J. R., Azevedo, S. S.,
Letters. 2(4):75-76. Labruna, M. B., Heinemann, MB.,
Horta, M. C. 2017.
Pui, C. F., Bilung, L. M., Apun, K., Su’ut,
Seroepidemiological survey on
L. 2017. Diversity of Leptospira spp.
Leptospira spp. infection in wild and
in Rats and Environment from Urban
domestic mammals in two distinct
Areas of Sarawak, Malaysia. Journal
areas of the semi-arid region of
of Tropical Medicine. 2017:1-8.
northeastern Brazil. Tropical Animal
Putro, D. B. W., Ristiyanto, R., Mulyono, Health and Production. 49(8):1715–
A., Handayani, F. D., Joharina, A. S. 1722.
2016. Deteksi Leptospira Patogenik
Schuller, S., Francey, T., Hartmann, K.,
pada Urin Anjing dengan Polymerase
Hugonnard, M., Kohn, B., Nally, J.
Chain Reaction (PCR) di Kota
E., Sykes, J. 2015. European
Semarang. Vektora : Jurnal Vektor
consensus statement on leptospirosis
dan Reservoir Penyakit. 8(1):7–12.
in dogs and cats. Journal of Small
Ramadhani, T. dan Yunianto, B. 2012. Animal Practice. 56(3):159–179.
Reservoir dan Kasus Leptospirosis di
Wilayah Kejadian Luar Biasa. Shafighi, T., Zahraei, Salehi, T.,
Abdollahpour, G., Asadpour, L.,

Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 21
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia

Akbarein, H., Salehzadeh, A. 2014. Winaya, I. B. O., Berata, I. K., Kardena,


Molecular detection of Leptospira I. M., Adi, A. A. A. M., Rompis, A.
spp. in the urine of cattle in northern L. T. 2018. Gambaran Histopatologi
Iran. Iranian Journal of Veterinary Hati dan Ginjal Anjing Terduga
Research. 15(4):402–405. Leptospirosis di Kota Denpasar.
Jurnal Veteriner. 19(2):298-302.
Sumanth, K. R., Pillai, R. M.,
Mukhopadhyay, H. K., Antony, P. X.,
Thanislass, J., Vivek, S. V. M.,
Vishnupriya S. 2013.
Seroepidemiology of canine
leptospirosis by iELISA and MAT.
Veterinary World. 6(11):926–930.
Sykes, J. E., Hartmann, K., Lunn, K. F.,
Moore, G. E., Stoddard, R. A.,
Goldstein, R. E. 2011. 2010 ACVIM
Small Animal Consensus Statement
on Leptospirosis: Diagnosis,
Epidemiology, Treatment, and
Prevention. Journal of Veterinary
Internal Medicine. 25(1):1–13.
Thibeaux, R., Geroult, S., Benezech, C.,
Chabaud, S., Soupé-Gilbert, M. E.,
Girault, D., Bierque, E., Goarant, C.
2017. Seeking the environmental
source of Leptospirosis reveals
durable bacterial viability in river
soils. PLoS Neglected Tropical
Diseases. 11(2):1–14.
Townsend, W. M., Stiles, J., Krohne, S.
G. 2006. Leptospirosis and panuveitis
in a dog. Veterinary Ophthalmology.
9(3):169–173.
Villumsen, S., Pedersen, R., Krogfelt, K.
A., Jensen, J. S. 2010. Expanding the
diagnostic use of PCR in
leptospirosis: Improved method for
DNA extraction from blood cultures.
PLoS ONE. 5(8):1-7.
Ward, M. P., Guptill, L. F., Prahl, A., Wu,
C. C. 2004. Serovar-specific
prevalence and risk factors for
leptospirosis among dogs: 90 Cases
(1997-2002). Journal of the American
Veterinary Medical Association.
224(12):1958–1963.

Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 22

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai