net/publication/357374289
CITATIONS READS
0 7
2 authors:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Investigating the role of PRRS virus on respiratory disease syndrome in Papuan pigs. View project
All content following this page was uploaded by Rifen Prabawan Krida on 05 January 2022.
*Email : widi.nugroho@ub.ac.id
ABSTRAK
Leptospirosis ialah penyakit infeksius yang diakibatkan oleh bakteri motil dari genus Leptospira.
Prevalensi leptospirosis pada anjing di Indonesia berkisar 13,8% – 44% dengan varian Leptospira antara
lain serovar Ichterohaemorrhagiae, Celledoni, Canicola, Pyrogenes, Cynopteri, Rachmati, Bataviae,
Javanica, Grippotyphosa dan Tarrasovi. Leptospira sp. dapat ditularkan melalui kontak langsung atau
melalui tanah dan air yang terkontaminasi Leptospira sp. Hewan pengerat, babi, kuda, hewan ternak,
anjing dan berbagai hewan liar seperti tupai dan rusa dapat berperan sebagai karier Leptospira. Gejala
klinis leptospirosis pada anjing di Indonesia berupa demam, letargi, anoreksia, muntah, ikterus, gangguan
ginjal, dispnea, poliuria, urin berwarna kuning, dehidrasi dan kematian. Gold standard pengujian
leptospirosis pada anjing adalah MAT, namun uji PCR dan ELISA memiliki sensitivitas yang lebih
tinggi. Upaya pencegahan kejadian leptospirosis dilakukan dengan vaksinasi, penggunaan disinfeksi rutin
pada lingkungan kandang dan mencegah anjing kontak langsung dengan hewan reservoir seperti tikus.
ABSTRACT
Leptospirosis is an infectious disease caused by motile bacteria of the genus Leptospira. The prevalence
of leptospirosis in dogs in Indonesia ranges from 13,8% - 44%, with Leptospira variants including the
serovars Ichterohaemorragiae, Celledoni, Canicola, Pyrogenes, Cynopteri, Rachmati, Bataviae,
Javanica, Grippotyphosa and Tarrasovi. Leptospira sp. can be transmitted through direct contact with an
infected animal, soil or water contaminated with Leptospira sp. Rodents, pigs, horses, farm animals, dogs
and various wild animals such as squirrels and deer can serve as carriers of Leptospira sp. Clinical
symptoms of leptospirosis in dogs in Indonesia include fever, lethargy, anorexia, vomiting, jaundice,
kidney disorders, dyspnea, polyuria, yellow urine, dehydration and death. The gold standard for
leptospirosis testing in dogs is the MAT test, but the PCR and ELISA tests have higher sensitivity.
Prevention of leptospirosis in dogs can be done by vaccination, routine disinfection of dog house and
preventing dogs from direct contact with reservoir animals such as rats.
Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 7
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia
Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 8
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia
Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 9
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia
Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 11
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia
bilirubin akan dilepaskan kembali menuju atau berjalan di atas genangan air yang
aliran darah. Jumlah bilirubin dalam tercemar Leptospira sp. (Ellis, 2015).
darah yang melebihi batas nilai normal Selain itu Leptospira sp. juga dapat
(hiperbilirubinemia) akan mengakibatkan memasuki inang melalui luka terbuka,
timbulnya gejala ikterus. Oleh karena itu konjungtiva, selaput lendir atau genital
pada beberapa kasus leptospirosis dapat tract (Mohammed et al., 2011).
ditemui gejala ikterus, terutama pada Mekanisme molekuler patogenesis
kasus leptospirosis dengan gangguan hati leptospirosis masih belum jelas. Beberapa
parah (Greene, 2012). faktor virulensi patogenesis Leptospira
antara lain Lipopolisakarida (LPS),
PENULARAN LEPTOSPIRA SP. hemolisin, Outer Membrane Proteins
PADA ANJING (OMPs), serta molekul adhesi
(Evangelista and Coburn, 2011).
Penularan Leptospira sp. dapat terjadi
Leptospira patogen mengekspresikan
melalui dua cara yaitu langsung dan tidak
sejumlah protein seperti LigA, LigB dan
langsung. Penularan yang terjadi secara
LigC yang mengandung domain mirip
langsung dapat melalui kontak langsung
imunoglobulin. Baik LigA dan LigB
dengan urin, venereal, trans plasenta,
mengikat komponen membran
gigitan atau konsumsi makanan atau
ekstraseluler inang, seperti elastin,
minuman yang tercemar Leptospira sp.
tropoelastin, kolagen I dan IV, laminin,
Penularan secara tidak langsung yaitu
dan terutama fibronektin. Selain itu juga
berasal dari tanah dan air lingkungan
terdapat LipL32 dalam spesies leptospira
yang tercemar urin dari hewan terinfeksi
patogen, namun tidak ditemukan pada
Leptospira sp. (Goldstein, 2010).
spesies non-patogen. OMP leptospira
Penularan leptospira juga dapat terjadi
utama ini mengikat kolagen I, IV dan V,
penetrasi melalui luka terbuka, dan
serta laminin dan fibronektin (Evangelista
melalui selaput lendir (konjungtiva,
and Coburn, 2011). Beberapa protein
mulut, atau genital) (Kurilung et al.,
inang dapat mengikat banyak protein
2017). Hewan pengerat, babi, kuda,
leptospira dan setidaknya 20 protein
hewan ternak, anjing dan berbagai hewan
leptospira berikatan dengan laminin.
liar seperti tupai, dan rusa adalah
LipL32 dan LigB merupakan faktor
beberapa hewan yang menjadi karier dari
virulensi dan mempunyai kapasitas
Leptospira sp. (Samrot et al., 2021).
pengikatan terhadap komponen inang
Bakteri ini akan berkoloni pada tubulus
(Adler dan Klaasen, 2015).
proksimal ginjal, berkembang biak
Setelah melekat pada inang, bakteri
dengan cepat dan sebagian akan
memasuki pembuluh darah, merusak
dieksresikan ke lingkungan melalui urin
endotel pembuluh darah dan
(Kurilung et al., 2017).
mengakibatkan sel mengalami
PATOGENESIS PADA ANJING ekstravasasi dan perdarahan. Leptospira
sp. memiliki flagela periplasmik yang
Proses masuknya agen leptospirosis memungkinkan untuk memasuki aliran
dapat terjadi pada saat minum, berenang, darah inang hanya dalam beberapa menit.
Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 11
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia
Tahap awal (fase akut) dari infeksi pada bagian glomerulus yang jarang
leptospira ini disebut juga fase terdapat antibodi, hal tersebut
leptospiraemia, non-ikterik atau dikarenakan antibodi memiliki ukuran
bakteremia (Samrot et al., 2021). Bakteri yang cukup besar sehingga tidak bisa
ikut tersebar melalui aliran darah ke melalui filtrat glomerulus.
seluruh tubuh dan tersebar ke berbagai
organ seperti ginjal, sistem saraf pusat, DIAGNOSIS LEPTOSPIROSIS PADA
mata, hati, limpa serta organ reproduksi. ANJING DI INDONESIA
Setelah jumlah Leptospira sp. dalam
Diagnosis leptospirosis dicapai
darah dan jaringan mencapai tingkat
melalui sinyalmen, anamnesa,
tertentu, endotoksin berupa LPS akan
pemeriksaan fisik serta diagnosa
mengakibatkan kerusakan jaringan dan
penunjang. Diagnosis definitif
gejala klinis akan muncul (Mohammed et
leptospirosis sering menemui beberapa
al., 2011).
kesulitan. Kesulitan pertama yang harus
Masa inkubasi leptospirosis
dihadapi yaitu tanda klinis penyakit ini
tergantung pada dosis infektif, kecepatan
seringkali tidak jelas. Data
pertumbuhan organisme, toksisitas, dan
klinikopatologi seringkali merupakan
kekebalan hospes. Studi eksperimental
kerusakan suatu organ dan biasanya
memperlihatkan bahwa masa inkubasi
nonspesifik (Goldstein, 2010).
Leptospira sp. hingga munculnya gejala
Pemeriksaan laboratorium untuk
klinis seperti demam, lesu dan anoreksia
leptospirosis umumnya menggunakan uji
yaitu sekitar tujuh hari, namun bervariasi
serologi, terutama untuk kasus akut.
tergantung respon imun dari inang serta
Pemeriksaan penunjang yang telah
dosis dan serovar yang menginfeksi
dilaporkan untuk mendiagnosa
((Greenlee et al., 2005). Respon
leptospirosis pada anjing di Indonesia
kekebalan humoral terjadi pada minggu
antara lain uji hematologi dan kimia darah
pertama infeksi, selanjutnya makrofag
(Prasetyo dan Pamungkas, 2018), MAT
dan neutrofil akan melakukan fagositosis.
(Mutawadiah et al., 2015; Mulyani et al.,
Saat Leptospira sp. berikatan dengan sel
2019), serta PCR (Putro et al., 2016).
inang, sitokin (interleukin-6, interleukin-
10 dan TNF-) dan Antimicroba Peptids Pemeriksaan Hematologi dan Kimia
(AMPs) dilepaskan untuk membatasi Darah
kerusakan invasif yang ditimbulkan oleh
bakteri (Cagliero et al., 2018). Meskipun Kelainan hematologi yang umum
telah ditelan oleh sel fagositik, leptospira ditunjukkan pada mayoritas anjing yang
mampu bereplikasi dan bertahan hidup mengalami leptospirosis yaitu
pada fagolisosom. Di lain sisi, sistem leukositosis. Pada fase leptospiraemia,
kekebalan tubuh inang akan secara terus leukopenia terkadang dapat dijumpai.
menerus melepaskan sitokin dalam Diferensial leukosit umumnya
jumlah yang berlebihan (Cagliero et al., menunjukkan neutrofilia, limfopenia dan
2018). Leptospira sp. yang berada pada monositosis. Trombositopenia ringan
ginjal akan sulit dimusnahkan, terutama hingga berat dapat disebabkan oleh
Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 12
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia
Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 13
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia
Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 14
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia
diagnosis pada fase infeksi akut (Fraune hasil diagnosis segera setelah materi
et al., 2013). Selain itu, selama fase akut DNA diamplifikasi, dibandingkan dengan
antibodi yang meningkat mungkin tidak PCR konvensional (Villumsen et al.,
spesifik (Jimenez-Coello et al., 2008). Uji 2010). Uji PCR pada pengujian sampel
MAT juga mungkin menunjukkan hasil urin anjing terduga leptospirosis
negatif pada tahap awal penyakit mempunyai sensitivitas 100% dan
dikarenakan belum terbentuk antibodi spesifisitas 88,3% (Harkin et al., 2003).
pada tubuh inang, sehingga pengujian Pengujian leptospirosis menggunakan
harus dilakukan lebih dari satu kali untuk PCR memiliki kelemahan terutama saat
meneguhkan diagnosa (Budihal and menggunakan spesimen urin (Fink et al.,
2015). Hal ini disebabkan karena primer
Perwez 2014). Uji MAT umumnya
dapat mengikat ke situs yang tidak
dilakukan pada semua jenis serovar spesifik, sehingga menunjukkan hasil
Leptospira sp. yang bersirkulasi pada positif palsu. Guna mendapatkan hasil
suatu daerah sehingga membutuhkan yang lebih akurat, penggunaan teknik
biaya yang cukup mahal. molekuler PCR dan serologis ELISA
lebih menjadi pilihan apabila
Polymerase Chain Reaction (PCR) dibandingkan dengan MAT (Gasem et al.,
2020). Pemeriksaan PCR terhadap
Metode PCR bertujuan untuk leptospirosis dapat dilakukan di
mendeteksi adanya DNA Leptospira. Laboratorium Bakteriologi, Balai Besar
Pengujian pada sampel klinis Penelitian dan Pengembangan Vektor dan
Reservoir Penyakit (B2P2VRP), Salatiga,
menggunakan primer yang berasal dari
Jawa Tengah (Putro et al., 2016).
sekuen DNA spesifik Leptospira (Sykes
et al., 2011). Pendeteksian leptospirosis Enzyme-Linked Immunosorbent Assay
dikembangkan dengan menggunakan (ELISA)
beberapa target gen. Beberapa gen
digunakan sebagai target untuk ELISA merupakan salah satu metode
mendeteksi genus bakteri Leptospira uji serologis yang digunakan untuk
misalnya gen 16S rRNA, lipL32, LigA mendiagnosis leptospirosis melalui
dan LigB. Sekuen gen RRS yang deteksi antileptospira IgM. Antileptospira
menyandi 16S rRNA merupakan sekuen IgM dapat dideteksi 4 atau 6 hari setelah
gen paling umum digunakan untuk timbulnya gejala klinis (Lizer et al.,
deteksi leptospirosis (Putro et al., 2016). 2017). Deteksi IgM biasanya
Melalui uji PCR, Leptospira sp. dapat menggunakan antigen spesifik genus
dengan mudah dideteksi dari sampel urin Leptospira. Selain itu metode ELISA juga
atau sampel darah pada tahap awal dapat dilakukan untuk mendeteksi IgG.
penyakit dengan cara yang lebih cepat Antibodi IgG dapat terdeteksi mulai dua
dibandingkan dengan teknik konvensional minggu setelah infeksi dan bertahan
seperti kultur bakteri (Shafighi et al., sampai waktu yang lama (Kusmiyati et
2014). Prosedur real-time PCR (RT-PCR) al., 2005). ELISA mempunyai sensitifitas
telah dikembangkan untuk deteksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
Leptospira sp. dan mampu memberikan MAT (Sumanth et al., 2013). Sensitivitas
ELISA mencapai 98,6% dan
Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 15
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia
Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 16
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia
tiga bulan (Goldstein, 2010). Anjing yang eritromisin, tetrasiklin, streptomisin, dan
hidup di daerah rawan leptospira bisa penisilin (Ellis, 2015). Penisilin,
divaksin rutin tahunan (Sykes et al., ampisilin, amoksisilin dan tetrasiklin
2011). Vaksin terbukti dapat melindungi dengan dosis tinggi diyakini efektif pada
anjing setidaknya selama 12 bulan fase leptospiremia. Pemberian penisilin
(Klaasen et al., 2003). Namun vaksinasi atau turunannya secara intravena umum
terhadap leptospira dinilai masih kurang digunakan pada fase ini. Pemberian
efektif dikarenakan vaksin komersil yang amoksisilin dapat dilakukan selama 14
beredar di Indonesia umumnya hanya hari. Pemberian doksisiklin selama 14
mengandung serovar Canicola dan hari dilakukan setelah penisilin atau
Icterohaemorrhagiae (bivalent), sehingga turunannya (Claus et al., 2008).
memungkinkan serovar lainnya untuk Doksisiklin lebih efektif digunakan pada
menginfeksi. Kandungan vaksin fase leptospiruria agar pembersihan
sebaiknya terdiri atas serovar leptospira bakteri pada tubulus ginjal lebih optimum
yang dominan pada suatu daerah (Sykes et al., 2011). Leptospirosis
(Koizumi et al., 2013). Vaksin merupakan penyakit sistemik yang
quadrivalent telah tersedia di Amerika mampu mengakibatkan kerusakan
dengan penambahan serovar Pomona dan berbagai organ, maka dari itu rencana
Grippotyphosa. terapeutik harus didasarkan pada
Selain melalui vaksinasi, penularan keseluruhan evaluasi klinis dan
Leptospira sp. pada anjing peliharaan klinikopatologi untuk menghindari
dapat dicegah dengan membatasi kontak keputusan terapeutik yang tidak tepat
langsung dengan hewan-hewan reservoir (Schuller et al., 2015).
seperti tikus, sapi, babi, kuda dan domba
(Goldstein, 2010). Anjing juga perlu KESIMPULAN
dihindarkan dari berkontak dengan
sumber penularan potensial seperti Anjing merupakan salah satu hewan
genangan-genangan air serta reservoir leptospira dan sumber penularan
mengeliminasi tikus di sekitar rumah. pada manusia. Prevalensi leptospirosis
Eliminasi Leptospira sp. pada lingkungan pada anjing di Indonesia 13,8%–44%
dapat dilakukan dengan iradiasi UV dan dengan varian leptospirosis antara lain
larutan desinfektan, seperti iodine, serovar Ichterohaemorrhagiae, Celledoni,
hidrogen peroksida, dan larutan amonium Canicola, Pyrogenes, Cynopteri,
kuaterner (Sykes et al., 2011). Rachmati, Bataviae, Javanica,
Grippotyphosa dan Tarrasovi. Diagnosis
PENGOBATAN definitif terhadap leptospirosis pada
anjing di Indonesia umumnya
Pengobatan leptospirosis pada anjing menggunakan MAT yang merupakan
dapat berupa antibiotik dan terapi gold standard pengujian Leptospira,
suportif. Terapi pada anjing penderita namun kombinasi Uji PCR dan ELISA
leptospirosis yaitu antibiotik berspektrum lebih cepat serta memiliki sensitivitas
luas misalnya ampisilin, doksisiklin, yang lebih tinggi. Pencegahan terhadap
Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 17
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia
leptospirosis dapat dilakukan dengan cara Bulach, D. M., Zuerner, R. L., Wilson, P.,
vaksinasi, penggunaan desinfektan secara Seemann, T., McGrath, A., Cullen, P.
rutin dan mencegah anjing kontak A., Davis, J., Johnson, M., Kuczek,
E., Alt, D. P, et al., 2006. Genome
langsung dengan hewan reservoir seperti
reduction in Leptospira borgpetersenii
tikus. Pengobatan leptospirosis pada reflects limited transmission potential.
anjing dapat berupa terapi antimikroba Proceedings of the National Academy
dan terapi suportif. of Sciences. 103(39):14560–14565.
Cagliero, J., Villanueva, S. Y. A. M,
DAFTAR PUSTAKA Matsui, M. 2018. Leptospirosis
pathophysiology: Into the storm of
Adin, C. A. and Cowgill, L. D. 2000. cytokines. Frontiers in Cellular and
Treatment and outcome of dogs with Infection Microbiology. 8(JUN):1–8.
leptospirosis: 38 cases (1990-1098).
Journal of the American Veterinary Chaiwattanarungruengpaisan, S.,
Medical Association. 216(3):371–375. Suwanpakdee, S., Sangkachai, N.,
Chamsai, T., Taruyanon, K.,
Adler, B. and Klaasen, E. 2015. Recent Thongdee, M. 2018. Potentially
advances in canine leptospirosis: pathogenic leptospira species isolated
focus on vaccine development. from a waterfall in Thailand.
VMRR.6:245-260. Japanese Journal of Infectious
Arent, Z. J., Andrews, S., Adamama- Diseases. 71(1):65–67.
Moraitou, K., Gilmore, C., Pardali, Chirathaworn, C., Inwattana, R.,
D., Ellis, W.A. 2013. Emergence of Poovorawan, Y., Suwancharoen, D.
novel Leptospira serovars: A need for 2014. Interpretation of microscopic
adjusting vaccination policies for agglutination test for leptospirosis
dogs? Epidemiology and Infection. diagnosis and seroprevalence. Asian
141(6):1148–1153. Pacific Journal of Tropical
Benacer, D., Who, P. Y., Zain, S. N. M., Biomedicine. 4(Suppl 1):S162–S164.
Amran, F., Thong, K. L. 2013. Claus, A., Van De Maele, I., Pasmans, F.,
Pathogenic and saprophytic Gommeren, K., Daminet, S. 2008.
Leptospira species in water and soils Leptospirosis in dogs: A retrospective
from selected urban sites in peninsular study of seven clinical cases in
Malaysia. Microbes and Belgium. Vlaams Diergeneeskundig
Environments. 28(1):135–140. Tijdschrift. 77(4):259–263.
Bierque, E., Thibeaux, R., Girault, D., Ellis, W.A. 2015. Animal Leptospirosis.
Soupé-Gilbert, M. E., Goarant, C.. Volume ke-387. Heidelberg : Springer
2020. A systematic review of Berlin Heidelberg.
Leptospira in water and soil
environments. PLoS ONE. 15(1):1– Evangelista, K. V. and Coburn, J. 2011.
22. Leptospira as an emerging pathogen:
a review of its biology, pathogenesis
Budihal, S. V. and Perwez, K. 2014. and host immune responses. Future
Leptospirosis diagnosis: Competancy Microbiol. 5(9):1413–1425.
of various laboratory tests. Journal of
Clinical and Diagnostic Research. Fink, J. M., Moore, G. E., Landau, R.,
8(1):199–202. Vemulapalli, R. 2015. Evaluation of
three 5′ exonuclease–based real-time
Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 18
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia
polymerase chain reaction assays for Harkin, K. R., Roshto, Y. M., Sullivan, J
detection of pathogenic Leptospira T., Purvis, T. J., Chengappa, M. M.
species in canine urine. Journal of 2003. Comparison of polymerase
Veterinary Diagnostic Investigation. chain reaction assay, bacteriologic
27(2):159–166. culture, and serologic testing in
assessment of prevalence of urinary
Gasem, M. H., Hadi, U., Alisjahbana, B.,
shedding of leptospires in dogs.
Tjitra, E., Hapsari, M. M. D. E. A. H.,
Journal of the American Veterinary
Lestari, E. S., Aman, A. T., Lokida,
Medical Association. 222(9):1230–
D., Salim, G., Kosasih, H., et al.,
1233.
2020. Leptospirosis in Indonesia:
Diagnostic challenges associated with Jimenez-Coello, M., Vado-Solis, I.,
atypical clinical manifestations and Cárdenas-Marrufo, M. F., Rodríguez-
limited laboratory capacity. BMC Buenfil, J. C., Ortega-Pacheco, A.
Infectious Diseases. 20(1):1–11. 2008. Serological survey of canine
leptospirosis in the tropics of Yucatan
Geisen, V., Stengel, C., Brem, S., Müller,
Mexico using two different tests. Acta
W., Greene, C., Hartmann, K. 2007.
Tropica. 106(1):22–26.
Canine leptospirosis infections -
Clinical signs and outcome with Johnson, D. I. and Johnson, D. I. 2018.
different suspected Leptospira Leptospira spp. Bacterial Pathogens
serogroups (42 cases). Journal of and Their Virulence Factors. 289–
Small Animal Practice. 48(6):324– 294.
328. Klaasen, H. L. B. M., Molkenboer, M. J.
Goldstein, R. E. 2010. Canine C. H., Vrijenhoek, M. P., Kaashoek,
Leptospirosis. Veterinary Clinics of M. J. 2003. Duration of immunity in
North America-Small Animal dogs vaccinated against leptospirosis
Practice. 40(6):1091–1101. with a bivalent inactivated vaccine.
Veterinary Microbiology. 95(1–
Goldstein, R. E., Lin, R. C., Langston, C.
2):121–132.
E., Scrivani, P. V., Erb, H. N., Barr, S.
C. 2006. Influence of infecting Ko, A. I., Goarant, C., Picardeau, M.
serogroup on clinical features of 2009. Leptospira: the dawn of the
leptospirosis in dogs. Journal of molecular genetics era for an
Veterinary Internal Medicine. emerging zoonotic pathogen. Nat Rev
20(3):489–494. Microbiol. 7(10):736–747.
Greene, C. E. 2012. Infectious Diseases of Kohn, B., Steinicke, K., Arndt, G.,
the Dog and Cat. Ed ke-4. St. Louis. Gruber, A. D., Guerra, B., Jansen, A.,
Missouri. USA: Saunders Elsevier Klopfleisch, R., Lotz, F., Luge, E.,
Inc. No, K. 2010. Pulmonary
Abnormalities in Dogs with
Greenlee, J. J., Alt, D. P., Bolin, C. A.,
Leptospirosis. J Vet Intern Med.
Zuerner, R. L., Andreasen, C. B.
24(6):1277–1282.
2005. Experimental canine
leptospirosis caused by Leptospira Koizumi, N., Muto, M. M., Akachi, S.,
interrogans serovars pomona and Okano, S., Yamamoto, S., Horikawa,
bratislava. American Journal of K., Harada, S., Funatsumaru, S.,
Veterinary Research. 66(10):1816– Ohnishi, M. 2013. Molecular and
1822. serological investigation of Leptospira
and leptospirosis in dogs in Japan.
Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 19
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia
Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 20
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia
Mulyani, G. T., Hartati, S., Santoso, Y., Kesmas: National Public Health
Kurnia, K., Pramono, A. B., Journal. 7(4):162-168.
Wirapratiwi, D. K. 2017. Kejadian Rosa, M. I., dos Reis, M. F., Simon, C.,
Leptospirosis pada Anjing di Daerah Dondossola, E., Alexandre, M. C.,
Istimewa Yogyakarta. Jurnal Colonetti, T., Meller, F. O. 2017.
Veteriner. 18(3):403-408. ELISA IgM para diagnóstico de
Mulyani, G. T., Hartati, S., Wuryastuty, leptospirose: Revisão sistemática e
H., Tjahajati, I., Yuriadi, Y., meta-análise. Ciencia e Saude
Widiyono, I., Yanuartono, Y., Coletiva. 22(12):4001–4012.
Purnamaningsih, H., Indarjulianto, S., Saito, M., Villanueva, S. Y. A. M.,
Raharjo, S., et al., 2019. Identifikasi Chakraborty, A., Miyahara, S.,
Serovar Penyebab Leptospirosis pada Segawa, T., Asoh, T., Ozuru, R.,
Anjing di Yogyakarta. Jurnal Sain Gloriani, N. G., Yanagihara, Y.,
Veteriner. 37(2):227-231. Yoshida, S. I. 2013. Comparative
Musso, D. and La Scola, B. 2013. analysis of Leptospira strains isolated
Laboratory diagnosis of leptospirosis: from environmental soil and water in
A challenge. Journal of Microbiology, the Philippines and Japan. Applied
Immunology and Infection. and Environmental Microbiology.
46(4):245–252. 79(2):601–609.
Mutawadiah, Puja I. K. P., Dharmawan Samrot, A. V., Sean, T. C, Bhavya, K. S.,
N. S. 2015. Seroprevalensi Sahithya, C. S., Chandrasekaran, S.,
Leptospirosis pada Anjing Kintamani Palanisamy, R., Robinson, E. R.,
di Bali Seroprevalence of Subbiah, S. K., Mok, P. L. 2021.
Leptospirosis in Kintamani Dog in Leptospiral infection, pathogenesis
Bali. Jurnal Ilmu dan Kesehatan and its diagnosis—a review.
Hewan. 3(2):41–44. Pathogens. 10(2):1–30.
Prasetyo, D. and Pamungkas, K. N. I. N. dos Santos, L. F., Guimarães, M. F., de
2018. Suspect leptospirosis pada Souza, G. O., da Silva, I. W. G.,
anjing lokal mix. ARSHI Veterinary Santos, J. R., Azevedo, S. S.,
Letters. 2(4):75-76. Labruna, M. B., Heinemann, MB.,
Horta, M. C. 2017.
Pui, C. F., Bilung, L. M., Apun, K., Su’ut,
Seroepidemiological survey on
L. 2017. Diversity of Leptospira spp.
Leptospira spp. infection in wild and
in Rats and Environment from Urban
domestic mammals in two distinct
Areas of Sarawak, Malaysia. Journal
areas of the semi-arid region of
of Tropical Medicine. 2017:1-8.
northeastern Brazil. Tropical Animal
Putro, D. B. W., Ristiyanto, R., Mulyono, Health and Production. 49(8):1715–
A., Handayani, F. D., Joharina, A. S. 1722.
2016. Deteksi Leptospira Patogenik
Schuller, S., Francey, T., Hartmann, K.,
pada Urin Anjing dengan Polymerase
Hugonnard, M., Kohn, B., Nally, J.
Chain Reaction (PCR) di Kota
E., Sykes, J. 2015. European
Semarang. Vektora : Jurnal Vektor
consensus statement on leptospirosis
dan Reservoir Penyakit. 8(1):7–12.
in dogs and cats. Journal of Small
Ramadhani, T. dan Yunianto, B. 2012. Animal Practice. 56(3):159–179.
Reservoir dan Kasus Leptospirosis di
Wilayah Kejadian Luar Biasa. Shafighi, T., Zahraei, Salehi, T.,
Abdollahpour, G., Asadpour, L.,
Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 21
Wiyata dan Nugroho : Review: Leptospirosis pada Anjing di Indonesia
Website : http://vbcj.ub.ac.id
E-mail : vbcj@ub.ac.id 22