Anda di halaman 1dari 15

LEPTOSPIROSIS

Oleh :
Feronika Irawati Sitompul P07133115012

PRODI DIII KESEHATAN LINGKUNGAN


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memudahkan saya dalam penyusunan makalah selesai tepat pada waktunya.
Makalah yang berjudul Leptospirosis ini mengacu kepada tugas mata kuliah
Epidiomologi yang diberikan oleh Abdul Hadi Kadarusno, AKM, MPH. Serta
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah tersebut, sehingga diharapkan dapat
memberikan referansi pelajaran.
Makalah ini diharapkan pula dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas
pembelajaran dengan maksud mahasiswa dan mahasiswi dapat memperoleh
wawasan. Upaya peningkatan kualitas terus dilakukan, oleh karena itu penyusun
berharap bentuk partisipasi berbagai pihak terkait untuk menyampaikan saran dan
kritik yang membangun tentang makalah ini.
Mohon maaf atas kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja dalam
penulisan makalah ini.
Yogyakarta, 3 November 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
A.

Latar belakang...........................................................................................1

B.

Rumusan masalah......................................................................................2

C.

Tujuan........................................................................................................2

BAB II......................................................................................................................3
A.

Pengertian..................................................................................................3

B.

Epidemiologi.............................................................................................4

C.

Cara penularan...........................................................................................4

D.

Gejala.........................................................................................................5

E.

Pencegahan................................................................................................6

F.

Penanganan.............................................................................................9

G.

Pengobatan................................................................................................9

BAB III...................................................................................................................11
A.

Kesimpulan..............................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................12

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia
maupun hewan yang disebabkan kuman leptospira pathogen dan digolongkan
sebagi zoonosis yaitu penyakit hewan yang bisa menjangkiti manusia.Gejala
klinis leptopirosis mirip dengan penyakit infeksi lainnya seperti influenza,
meningitis, hepatitis, demam dengue demam berdarah dan demam virus
lainnya. Sehingga sering kali tidak terdiagnosis. Leptospira berbentuk spiral
yang menyerang hewan dan manusia dan dapat hidup di air tawar selama
lebih kurang 1 bulan. Tetapi dalam air laut, selokan dan air kemih yang
tidak diencerkan akan cepat mati.
Leptospira bisa terdapat pada hewan piaraan maupun hewan liar.
Leptospirosis dapat berjangkit pada laki-laki maupun wanita semua umur
tetapi kebanyakanmengenai laki-laki dewasa muda (50% kasus umumnya
berusia

antara

10-39

tahun

diantaranya

80%

laki-

laki). Angka kematian akibat penyakit yang disebabkan bakteri lepstopira terg
olong cukup tinggi bahkan untuk penderita yang berusia lebih dari 50 tahun
malah kematiannya bisamencapai 56% (Masniari poengan, peneliti dari Balai
Besar Penelitian Veteriner, Bogor 2007) Di Amerika Serikat tercatat sebanyak
50-150 kasus leptospirosis setiap tahun sebagian besar atau sekitar 50%
terjadi di Hawai. Salah satu daerah di Indonesia merupakan daerah endemik
Leptospirosis yaitu di Guilan Provinsi di utara di Iran. Karena diagnosa
Leptospirosis berdasarkan gejala klinis sangat sulit karena kurangnya
karakteristik

pathogonomic,

dukungan

laboratorium

diperlukan. Angkakejadian penyakit leptospirosis di Provinsi Guilan Iran


Utara cukup tinggi terutama pada daerahRasht. Pada daerah tersebut terdapat
233 kasus Leptospirosis dari keseluruhan kasus yang berjumlah 769.

B. Rumusan masalah
1. Mengapa leptospirosis bisa terjadi?
2. Bagaimana proses terjadinya penularan leptospirosis?
3. Bagaimana cara pencegahan agar tidak terjangkit penyakit leptospirosis?

C. Tujuan
1. Mengetahui lebih dalam tentang penyakit leptospirosis
2. Agar mengetahui cara pencegahan, penanggulangan, serta pengobatan dari
penyakit leptospirosis

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis penyakit yang dapat ditularkan
dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Leptospirosis disebabkan oleh bakteri
yang berbentuk spiral dari genus leptospira. Penyakit ini banyak memiliki
nama

lain

seperti

Penyakit

Weil, Demam Icterohemorrhage,

Penyakit Swineherd's, Demam pesawah (Ricefield fever). Kemudian Demam


Pemotong tebu (Cane-cutter fever), Demam Lumpur, Jaundis berdarah,
Penyakit Stuttgart, Demam Canicola, penyakit kuningnon-virus, penyakit
air merah pada anak sapi, dan yang terakhir adalah tifus anjing. Leptospira
merupakan organisme fleksibel, tipis, berlilit padat, dengan panjang 5-15 m,
disertai spiral halus yang lebarnya 0,1-0,2 m. Salah satu ujung bakteri ini
seringkali bengkok dan membentuk kait. 9,12,13
Sistem penggolongan Leptospira yang tradisional genus Leptospira dibagi
menjadi

dua

yaitu

L.

interrogans

yang

patogen

dan

L.

biflexa

yangnonpatogen . L. interrogans dibagi menjadi serogrup dan serovar


berdasarkan antigen (Tabel 1) . Klasifikasi terbaru dari Leptospira yaitu L.
interrogans dibagi menjadi 7 spesies yaitu L. interrogans, L. weilii, L.
santarosai, L . noguchii, L. borgpetersenii, L. inadai, L. kirschneri dan 5
spesies yang tidak bertitel yaitu spesies 1, 2, 3, 4, dan 5. L. biflexa dibagi
menjadi 5 spesies barn (HICKEY dan DEEMEKS, 2003). Ada lebih dari 200
serovar yang telah diisolasi (LEVETT, 2001).

B. Epidemiologi
Leptospirosis dapat ditemukan diseluruh dunia, insidens di Amerika
berkisar antara 0,02-0,04 kasus per 100.000 penduduk. Daerah risiko tinggi
adalah kepulauan Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan
kepulauan Pasifik. Leptospirosis kadangkala dapat menyebabkan wabah.
Leptospirosis lebih sering terjadi pada laki-laki dewasa, mungkin disebabkan
oleh paparan pekerjaan dan kegiatan sehari-hari. Angka mortalitas sekitar
10% pada jaundice leptospirosis.
C. Cara penularan
Penularan leptospirosis pada manusia terjadi secara kontak langsung
dengan hewan terinfeksi leptospira atau secara tidak langsung melalui
genangan air yang terkontaminasi urin yang terinfeksi leptospira. Bakteri ini
masuk kedalam tubuh melalui kulit yang luka atau membran mukosa. Setelah
bakteri Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir,
maka bakteri akan mengalami multiplikasi (perbanyakan) di dalam darah dan
jaringan. Selanjutnya akan terjadi leptospiremia, yakni penimbunan
bakteri Leptospira di dalam darah sehingga bakteri akan menyebar ke
berbagai jaringan tubuh terutama ginjal dan hati. Gagal ginjal biasanya terjadi
karena kerusakan tubulus, hipovolemia karena dehidrasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler. Gangguan hati berupa nekrosis sentrilobular dengan
proliferasi sel Kupffer. Pada konsisi ini akan terjadi perbanyakan sel Kupffer
dalam

hati.

Leptospira

juga

dapat

menginvasi otot skeletal

menyebabkan edema, vakuolisasi miofibril, dan nekrosis fokal. Gangguan


sirkulasi mikro muskular dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat
menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia sirkulasi. Pada kasus berat
akan menyebabkan kerusakan endotelium kapiler dan radang pada pembuluh
darah. Leptospira juga dapat menginvasi akuos humor mata dan menetap
dalam beberapa bulan, sering mengakibatkan uveitis kronis dan berulang.

Leptospirosis pada hewan dapat terjadi berbulan-bulan sedangkan


pada manusia hanya bertahan selama 60 hari. Leptospira bertahan dalam
waktu yang lama di dalam ginjal hewan sehingga bakteri akan banyak
dikeluarkan hewan lewat air kencingnya. Setelah infeksi menyerang seekor
hewan, meskipun hewan tersebut telah sembuh, biasanya dalam tubuhnya
akan tetap menyimpan bakteri Leptospira di dalam ginjal atau organ
reproduksinya untuk dikeluarkan dalam urin selama beberapa bulan bahkan
bertahun-tahun.

Manusia

merupakan induk semang

terakhir

sehingga

penularan antar manusia jarang terjadi.


D. Gejala
Gejala dan tanda yang timbul tergantung kepada berat ringannya infeksi,
maka gejala dan tanda klinik dapat berat, agak berat atau ringan saja.
penderita mampu segera mambentuk antibodi (zat kekebalan). Sehingga
mampu menghadapi bakteri Leptispira, bahkan penderita dapat menjadi
sembuh. Menurut WIDARSO, gejala klinis dari Leptospirosis pada manusia
bisa dibedakan menjadi tiga stadium, yaitu
1. Stadium pertama
Demam, menggigil, sakit kepala, malaise dan Muntah, kKonjungtivis
serta kemerahan pada mata, rasa nyeri pada otot terutama otot betis dan
punggung. Gejala-gejala tersebut akan tampak antara 4-9 hari.
2. Stadium kedua
Pada stadium ini biasanya telah terbentuk antibodi di dalam tubuh
penderita. Gejala-gejala yang tampak pada stadium ini lebih bervariasi
dibanding pada stadium pertama antara lain ikterus (kekuningan), apabila
demam dan gejala-gejala lain timbul lagi, besar kemungkinan akan
terjadi meningitis. Biasanya stadium ini terjadi antara minggu kedua dan
keempat Stadium ketiga
3. Stadium Ketiga
Menurut beberapa klinikus, penyakit ini juga dapat menunjukkan gejala
klinis pada stadium ketiga (konvalesen phase). Komplikasi Leptospirosis
dapat menimbulkan gejala-gejala pada ginjal,renal failure yang dapat

menyebabkan kematian.

Pada mata (konjungtiva

yang

tertutup

menggambarkan fase septisemi yang erat hubungannya dengan keadaan


fotobia dan konjungtiva hemorrhagic. Pada hati, jaundice (kekuningan)
yang terjadi pada hari keempat dan keenam dengan adanya pembesaran
hati dan konsistensi lunak. Pada jantung, aritmia, dilatasi jantung dan
kegagalan jantung yangd apat menyebabkan kematian mendadak. Pada
paru-paru, hemorhagic pneumonitis dengan batuk darah, nyeri dada,
respiratory distress dan cyanosis. Perdarahan karena adanya kerusakan
pembuluh darah (vascular damage) dari saluran pernapasan, saluran
pencernaan, ginjal dan saluran genitalia. Infeksi pada kehamilan
menyebabkan abortus, lahir mati, premature dan kecacatan pada bayi.
E. Pencegahan
Pencegahan Menurut Saroso (2003) pencegahan penularan kuman
leptospirosis dapat dilakukan melalui tiga jalur yang meliputi :
a. Jalur sumber infeksi
1. Melakukan tindakan isolasi atau membunuh hewan yang terinfeksi.
2. Memberikan antibiotik pada hewan yang terinfeksi, seperti
penisilin, ampisilin, atau dihydrostreptomycin, agar tidak menjadi
karier kuman leptospira. Dosis dan cara pemberian berbeda-beda,
tergantung jenis hewan yang terinfeksi.
3. Mengurangi populasi tikus dengan

beberapa

cara

seperti

penggunaan racun tikus, pemasangan jebakan, penggunaan


rondentisida dan predator ronden.
4. Meniadakan akses tikus ke lingkungan pemukiman, makanan dan
air minum dengan membangun gudang penyimpanan makanan
atau hasil pertanian, sumber penampungan air, dan perkarangan
yang kedap tikus, dan dengan membuang sisa makanan serta
sampah jauh dari jangkauan tikus.
5. Mencengah tikus dan hewan liar lain tinggal di habitat manusia
dengan memelihara lingkungan bersih, membuang sampah,
memangkas rumput dan semak berlukar, menjaga sanitasi, 20

khususnya dengan membangun sarana pembuangan limbah dan


-

kamar mandi yang baik, dan menyediakan air minum yang bersih.
Melakukan vaksinasi hewan ternak dan hewan peliharaan.
Membuang kotoran hewan peliharaan. Sadakimian rupa sehinnga
tidak menimbulkan kontaminasi, misalnya dengan pemberian

desinfektan.
b. Jalur penularan Penularan dapat dicegah dengan :
1. Memakai pelindung kerja (sepatu, sarung tangan, pelindung mata,
apron, masker).
2. Mencuci luka dengan cairan antiseptik, dan ditutup dengan plester
kedap air.
3. Mencuci atau mandi dengan sabun antiseptik setelah terpajan
percikan urin, tanah, dan air yang terkontaminasi.
4. Menumbuhkan kesadara terhadap potensi resiko dan metode untuk
mencegah atau mengurangi pajanan misalnya dengan mewaspadai
percikan atau aerosol, tidak menyentuh bangkai hewan, janin,
plasenta, organ (ginjal, kandung kemih) dengan tangan telanjang,
dan jangn menolong persalinan hewan tanpa sarung tangan.
5. Mengenakan sarung tangan saat melakukan tindakan higienik saat
kontak dengan urin hewan, cuci tangan setelah selesai dan waspada
terhadap kemungkinan terinfeksi saat merawat hewan yang sakit.
6. Melakukan desinfektan daerah yang terkontaminasi, dengan
membersihkan lantai kandang, rumah potong hewan dan lainlain.
7. Melindungi sanitasi air minum penduduk dengan pengolalaan air
minum yang baik, filtrasi dan korinasi untuk mencengah infeksi
kuman leptospira. 21
8. Menurunkan PH air sawah menjadi asam dengan pemakaian pupuk
atau bahan-bahan kimia sehingga jumlah dan virulensi kuman
leptospira berkurang.
9. Memberikan peringatan kepada masyarakat mengenai air kolam,
genagan air dan sungai yang telah atau diduga terkontaminasi
kuman leptospira.
10. Manajemen ternak yang baik.
c. Jalur pejamu manusia
1. Menumbuhkan sikap waspada Diperlukan pendekatan penting pada
masyarakat umum dan kelompok resiko tinggi terinfeksi kuman

leptospira. Masyarakat perlu mengetahui aspek penyakit leptospira,


cara-cara menghindari pajanan dan segera ke sarana kesehatan bila
di duga terinfeksi kuman leptospira.
2. Melakukan upaya edukasi Dalam

upaya

promotif,

untuk

menghindari leptospirosis dilakukan dengan cara-cara edukasi yang


meliputi :
a) Memberikan selembaran kepada klinik kesehatan, departemen
pertanian, institusi militer, dan lain-lain. Di dalamnya diuraikan
mengenai penyakit leptospirosis, kriteria menengakkan diagnosis,
terapi dan cara mencengah pajanan. Dicatumkan pula nomor
televon yang dapat dihubungi untuk informasi lebih lanjut.
b) Melakukan penyebaran informasi.

F. Penanganan
Menurut WIDARSO pencegahan Leptospirosis dapat dilakukan dengan cara:
1. Pendidikan kesehatan mengenai bahaya serta cara menular penyakit,
berperan dalam upaya pencegahan penyakit Leptospirosis.
2. Usaha-usaha lain yang dapat dianjurkan antara lain mencuci kaki, tangan
serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah
3. Pembersihan tempat-tempat air dan kolam-kolam renang sangat membantu
dalam usaha mencegah penyakit Leptospirosis.
4. Melindungi pekerja-pekerja yang dalam pekerjaannya mempunyai resiko
yang tinggi terhadap Leptospirosis dengan penggunaan sepatu bot dan
sarung tangan.
5. Vaksinasi terhadap hewan-hewan peliharaan dan hewan ternak dengan
vaskin strain lokal
6. Mengisolasi hewan-hewan sakit guna melindungi masyarakat, rumahrumah penduduk serta daerah-daerah wisata dari urine hewan-hewan
tersebut.
7. Pengamatan terhadap hewan

rodent yang ada disekitar penduduk,

terutama di desa dengan melakukan penangkapan tikus untuk diperiksa


terhadap kuman Leptospirosis.
8. Kewaspadaan terhadap Leptospirosis pada keadaan banjir
9. Pemberantasan rodent (tikus) dengan peracunan atau cara-cara lain
G. Pengobatan
Pengobatan Leptospirosis pada dasarnya dibagi menjadi leptospirosis anikterik dan leptospirosis ikterik (leptospira berat), seperti tertera pada tabel di
bawah ini.

Pemberian doksisiklin dengan dosis 200 mg/minggu dapat memberikan

Pencegahan sekitar 95% pada orang dewasa yang berisiko tinggi, namun
profilaksis pada anak belum ditemukan. Pengontrolan lingkungan rumah
terutama daerah endemik dapat memberikan pencegahan pada penduduk
berisiko tinggi walaupun hanya sedikit manfaatnya. Imunisasi hanya
memberikan sedikit perlindungan pada masyarakat karena terdapat serotipe
kuman yang berbeda.

10

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri dari genus
Leptospira yang patogen . Penyakit ini merupakan zoonosis, tersebar luas
di seluruh dunia terutama di daerah tropis termasuk Indonesia . Titik
sentral pcnyebab leptospirosis adalah urin hewan terinfeksi Leptospira
yang mencemari lingkungan. Gejala klinis penyakit ini sangat bervariasi
dari ringan

hingga

berat bahkan

dapat

menyebabkan kematian

penderitanya. Upaya mengisolasi dan mengidentifikasi Leptospira sangat


memakan waktu . Diagnosis leptospirosis yang utama dilakukan secara
serologis . Uji serologis merupakan uji standar untuk konfirmasi diagnosis,
menentukan prevalensi dan studi epidemiologi. Vaksinasi pada hewan
merupakan salah satu cara pengendalian leptospirosis. Pengembangan
vaksin untuk hewan masih terus dilakukan di Indonesia untuk memperoleh
vaksin multivalen yang efektif karena Leptospira terdiri dari banyak
serovar

11

DAFTAR PUSTAKA
Dr. Widodo Judawanto. SpA. 2006. Penyakit leptospirosis pada manusia.
Dari http://indonesiaindonesia.com/f/13740-penyakit-leptospirosis-manusia/
Efendi Daniel, Setadi Bobby, Setiawan Andi, Sri Rezeki S Hadinegoro. 2001.
Leptospirosis. Dari http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/3-3-10.pdf
Priyanto, A. 2006. Faktor- faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian
leptospirosis. Dari http://eprints.undip.ac.id/6320/1/Agus_Priyanto.pdf.

12

Anda mungkin juga menyukai