PENYAKIT ‘LEPTOSPIROSIS’
Oleh:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang tiada henti-hentinya
memberikan kenikmatan dan karunia kepada semua makhluk-Nya, sehingga penulis bisa
menyelesaikan tugas makalah Zoonosis ini dengan baik.
Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
Zoonosis dengan judul “Leptospirosis”. Disamping itu, penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu selama penulisan makalan ini
berlangsung sehingga dapat terselesaikan makalah ini.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, karena
keterbatasan kemampuan maupun pengalaman penulis. Maka dari itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun demi memperbaiki kekurangan ataupun kekeliruan yang ada.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi khalayak banyak, khususnya bagi
mahasiswa Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat untuk menambah wawasan dalam bidang
kesehatan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Leptospirosis
B. Masa inkubasi dan gejala
C. Patofisiologi
D. Diagnosis dan pemeriksaan penyakit
E. Sumber dan cara penularan
F. Pengobatan pada manusia
G. Pencegahan penyakit Program pemberantasan pada manusia dan hewan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang mempunyai dampak signifikan
terhadap kesehatan di banyak belahan dunia, khususnya di negara beriklim sub tropis dan
tropis. Leptospirosis adalah infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri leptospira. Penyakit
ini juga disebut Weil disease, Canicola fever, Hemorrhagic jaundice, Mud fever, atau
Swineherd disease (Widoyono, 2008). Penyakit ini paling sering ditularkan dari hewan ke
manusia ketika orang dengan luka terbuka di kulit melakukan kontak dengan air atau tanah
yang telah terkontaminasi air kencing hewan. Bakteri juga dapat memasuki tubuh melalui
mata atau selaput lendir. Hewan yang umum menularkan infeksi kepada manusia adalah
tikus, musang, opossum, rubah, musang kerbau, sapi atau binatang lainnya. Masa inkubasi
pada manusia secara umum yaitu 2 sampai 26 hari. Gejala yang timbul tergantung kepada
berat ringannya infeksi, maka gejala dan tanda klinik dapat berat, agak berat atau ringan
saja.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan penyebab penyakit leptospirosis?
2. Bagaimana masa inkubasi dan gejala penyakit leptospirosis?
3. Bagaimana patofisiologi penyakit leptospirosis??
4. Bagaimana diagnosis dan pemeriksaan penyakit leptospirosis?
5. Bagaimana sumber dan cara penularan penyakit leptospirosis?
6. Bagaimana pengobatan penyakit leptospirosis pada manusia?
7. Bagaimana pencegahan penyakit program pemberantasan pada manusia dan hewan?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian dan penyebab penyakit leptospirosis.
2. Menjelaskan masa inkubasi dan gejala penyakit leptospirosis.
3. Menjelaskan tentang patofisiologi penyakit leptospirosis.
4. Menelaskan tentang diagnosis dan pemeriksaan penyakit penyakit leptospirosis.
5. Menjelaskan sumber dan cara penularan penyakit leptospirosis.
6. Menjelaskan cara pengobatan penyakit leptospirosis pada manusia.
7. Menjelaskan pencegahan penyakit program pemberantasan pada manusia dan hewan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Leptospirosis
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang mempunyai dampak signifikan
terhadap kesehatan di banyak belahan dunia, khususnya di negara beriklim sub tropis dan
tropis.
Leptospirosis adalah infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri leptospira. Penyakit
ini juga disebut Weil disease, Canicola fever, Hemorrhagic jaundice, Mud fever, atau
Swineherd disease. Penyakit ini paling sering ditularkan dari hewan ke manusia ketika orang
dengan luka terbuka di kulit melakukan kontak dengan air atau tanah yang telah
terkontaminasi air kencing hewan. Bakteri juga dapat memasuki tubuh melalui mata atau
selaput lendir. Hewan yang umum menularkan infeksi kepada manusia adalah tikus,
musang, opossum, rubah, musang kerbau, sapi atau binatang lainnya.
Leptospirosis menjadi suatu masalah di dunia karena angka kejadian yang tinggi
namun dilaporkan rendah di sebagian besar negara. Hal tersebut diakibatkan karena sulitnya
dalam menentukan diagnosis klinis dan tidak adanya alat untuk diagnosis sehingga sebagian
besar negara melaporkannya sebagai angka kejadian yang rendah. Di sisi lain, di suatu
negara angka kejadian Leptospirosis meningkat setiap tahunnya. Di negara tropis
diperkirakan terdapat kasus leptospirosis antara 10-100 kejadian tiap 100.000 penduduk per
tahun (WHO, 2003).
B. Masa Inkubasi dan gejala Leptospirosis
Masa inkubasi pada manusia secara umum yaitu 2 sampai 26 hari. Gejala yang
timbul tergantung kepada berat ringannya infeksi, maka gejala dan tanda klinik dapat berat,
agak berat atau ringan saja. Penderita mampu segera mambentuk antibodi (zat kekebalan),
sehingga mampu menghadapi bakteri Leptospira, bahkan penderita dapat menjadi sembuh.
Gejala klinis dari Leptospirosis pada manusia bisa dibedakan menjadi tiga stadium, yaitu:
1. Stadium Pertama (leptospiremia)
a. Demam, menggigil
b. Sakit kepala
c. Bercak merah pada kulit
d. Malaise dan muntah
e. Konjungtivis serta kemerahan pada mata
f. Rasa nyeri pada otot terutama otot betis dan punggung. Gejala-gejala tersebut akan
tampak antara 4-9 hari
2. Stadium Kedua
a. Pada stadium ini biasanya telah terbentuk antibodi di dalam tubuh penderita
b. Gejala-gejala yang tampak pada stadium ini lebih bervariasi dibanding pada
stadium pertama antara lain ikterus (kekuningan).
c. Apabila demam dan gejala-gejala lain timbul lagi, besar kemungkinan akan terjadi
meningitis.
d. Biasanya fase ini berlangsung selama 4-30 hari.
3. Stadium Ketiga
a. Pada ginjal, renal failure yang dapat menyebabkan kematian
b. Pada mata, konjungtiva yang tertutup menggambarkan fase septisemi yang erat
hubungannya dengan keadaan fotobia dan konjungtiva hemorrhagic
c. Pada hati, jaundice (kekuningan) yang terjadi pada hari keempat dan keenam
dengan adanya pembesaran hati dan konsistensi lunak
d. Pada jantung, aritmia, dilatasi jantung dan kegagalan jantung yang dapat
menyebabkan kematian mendadak
e. Pada paru-paru, hemorhagic pneumonitis dengan batuk darah, nyeri dada,
respiratory distress dan cyanosis
f. Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah (vascular damage) dari
saluran pernapasan, saluran pencernaan, ginjal dan saluran genitalia
g. Infeksi pada kehamilan menyebabkan abortus, lahir mati, premature dan kecacatan
pada bayi
Pada hewan ternak ruminansia dan babi yang bunting, gejala abortus, pedet lahir mati
atau lemah sering muncul pada kasus leptospirosis. Pada sapi, muncul demam dan
penurunan produksi susu sedangkan pada babi, sering muncul gangguan reproduksi . Pada
kuda, terjadi keratitis, conjunctivitis, iridocyclitis, jaundice sampai abortus. Sedangkan pada
anjing, infeksi leptospirosis sering bersifat subklinik. Gejala klinis yang muncul sangat
umum seperti demam, muntah, jaundice.
Gejala klinis leptospirosis pada sapi dapat bervariasi mulai dari yang ringan, infeksi
yang tidak tampak, sampai infeksi akut yang dapat mengakibatkan kematian . Infeksi akut
paling sering terjadi pada pedet/sapi muda.
C. Patofisiologi
Leptospira dapat masuk melalui luka dikulit atau menembus jaringan mukosa seperti
konjungtiva, nasofaring dan vagina. Setelah menembus kulit atau mukosa, organisme ini
ikut aliran darah dan menyebar keseluruh tubuh. Leptospira juga dapat menembus jaringan
seperti serambi depan mata dan ruang subarahnoid tanpa menimbulkan reaksi peradangan
yang berarti. Faktor yang bertanggung jawab untuk virulensi leptospira masih belum
diketahui. Sebaliknya leptospira yang virulen dapat bermutasi menjadi tidak virulen.
Virulensi tampaknya berhubungan dengan resistensi terhadap proses pemusnahan didalam
serum oleh neutrofil. Antibodi yang terjadi meningkatkan klirens leptospira dari darah
melalui peningkatan opsonisasi dan dengan demikian mengaktifkan fagositosis.
Beberapa penemuan menegaskan bahwa leptospira yang lisis dapat mengeluarkan
enzim, toksin, atau metabolit lain yang dapat menimbulkan gejala-gejala klinis. Hemolisis
pada leptospira dapat terjadi karena hemolisin yang tersirkulasi diserap oleh eritrosit,
sehingga eritrosit tersebut lisis, walaupun didalam darah sudah ada antibodi. Diastesis
hemoragik pada umumnya terbatas pada kulit dan mukosa, pada keadaan tertentu dapat
terjadi perdarahan gastrointestinal atau organ vital dan dapat menyebabkan kematian.
A. Keseimpulan
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang mempunyai dampak signifikan
terhadap kesehatan di banyak belahan dunia, khususnya di negara beriklim sub tropis dan
tropis. Leptospirosis adalah infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri leptospira. Penyakit
ini juga disebut Weil disease, Canicola fever, Hemorrhagic jaundice, Mud fever, atau
Swineherd disease (Widoyono, 2008). Penyakit ini paling sering ditularkan dari hewan ke
manusia ketika orang dengan luka terbuka di kulit melakukan kontak dengan air atau tanah
yang telah terkontaminasi air kencing hewan. Bakteri juga dapat memasuki tubuh melalui
mata atau selaput lendir.
Hewan yang umum menularkan infeksi kepada manusia adalah tikus, musang,
opossum, rubah, musang kerbau, sapi atau binatang lainnya. Masa inkubasi pada manusia
secara umum yaitu 2 sampai 26 hari. Gejala yang timbul tergantung kepada berat ringannya
infeksi, maka gejala dan tanda klinik dapat berat, agak berat atau ringan saja.
B. Saran
Kita sebagai masyarakat diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan kesehatan terutama
mengenai penyakit lepospirosis. Dengan mengetahui akan penyakit leptospirosis, pencegahan
dan penanggulangannya dapat dilakukan sehingga penyakit tersebut tidak menimbulkan infeksi
yang berat karena telatnya penanganan.
Masyarakat juga harus meningkatkan dan menjaga sanitasi diri sendiri maupun maupun
lingkungan karena bakteri leptospirosis menyebar pada lingkungan yang kotor dan dapat terbawa
air.
DAFTAR PUSATAKA
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-sitinurcha-6633-3-babii
http://repository.unimus.ac.id/565/3/BAB%2520II.pdf
http://eprints.ums.ac.id/44786/3/BAB%2520I.pdf
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jhealthedu/article/view/17187/10385