LEPTOSPIROSIS
Pembimbing:
Penyusun:
Ilfarita 20210420082
BAB I
PENDAHULUAN
Leptospirosis merupakan permasalahan penyakit zoonotic global. Penyakit
ini disebabkan oleh spesies patogen bernama leptospira dan memiliki karakteristik
manifestasi klinis yang luas, mulai dari gejala infeksi yang asymptomatic ke
fulminant, sampai penyakit yang berat. Pada kondisi ringan leptospirosis
menunjukan gejala yang non-spesifik seperti demam, sakit kepala, dan lemas.
Sedangkan untuk leptospirosis berat memiliki gejala seperti jaundice, disfungsi
ginjal, dan pendarahan diatesis biasanya ini disebut sebagai Weil’s Syndrome.
Dengan atau tanpa jaundice, perdarahan pulmonal yang berat meningkat sebagai
penanda penting karakteristik penyakit leptospirosis berat.
Leptospirosis pada manusia pertama kali ditemukan oleh Van der Scheer
pada tahun 1892 di Indonesia,namun isolasi baru dapat dilakukan pada tahun 1922
oleh Vervoort. Sejak pertama kali ditemukan sampai dengan saat ini leptospirosis
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena belum dapat
dikendalikan.Menurut catatan Kementerian Kesehatan, selama tahun 2014 – 2016
terdapat tujuh provinsi yang melaporkan adanya kejadian leptospirosis, yaitu DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur,
Banten dan Kalimantan Selatan.
PEMBAHASAN
1.1 Definisi
1.2 Epidemiologi
1.3 Transmisi
Portal masuknya mikroorganisme mulai dari luka gores dan abrasi atau bisa
juga pada mucous membran seperti konjungtiva, oral, atau permukaan genital.
Infeksi dapat terjadi secara langsung melalui kontaminasi dengan hewan yang
terkontaminasi atau secara tidak langsung melalui tanah atau air yang
terkontaminasi dengan urin hewan yang terinfeksi. Orang yang mempunyai
pekerjaan beresiko seperti dokter hewan, petani, tempat pemotongan memiliki
resiko kontaminasi secara langsung terhadap penyakit ini. Sebenarnya kontak
secara langsung memiliki resiko rendah asalkan para pekerja tadi dilengkapi
dengan alat pelindung diri (Haakeand Levett, 2019).
Kontak secara tidak langsung memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk
terjadi leptospirosis dan bisa berhubungan dengan kegiatan beresiko, rekreasi.
Seperti pekerja peternakan, dan petani. Kemungkinan besar dapat terpapar urin
ataupun tanah yang terkontaminasi dari hewan terinfeksi (Haake and Levett,
2019).
1.4 Etiologi
1.5 Pathogenesis
A. Leptospirosis Ringan
B. Leptospirosis Berat
Leptospirosis berat bersifat progresif. Angka kematian berkaitan dengan
usia diatas 40, tahun perubahan status mental, gagal ginjal akut, insufisiensi
pernapasan, hipotensi, dan aritmia (Kasper, et al., 2015).
Pasien meninggal karena syok septik dengan kegagalan multi organ dan
atau komplikasi. Perdarahan berat yang sering melibatkan paru-paru, saluran cerna
(melena dan hemoptisis), urogenital (hematuria), dan kulit (petechiae, ecchymosis,
dan perdarahan dari situs pungsi vena). Dengan adanya batuk, nyeri dada,
gangguan pernapasan, dan hemoptisis yang kemungkinan tidak terlihat sampai
pasien diintubasi (Kasper, et al., 2015).
1.7 Diagnosis
(a) skor bagian A atau bagian A + bagian B > 26 atau (b) Skor bagian A + bagian
1.9 Prevensi
Pemberian doksisiklin 200 mg/minggu dapat memberikan pencegahan sekitar
95% pada orang dewasa yang berisiko tinggi, namun profilaksis pada anak belum
ditemukan. Pengontrolan lingkungan rumah dan penggunaan alat pelindung diri
terutama di daerah endemik dapat memberikan pencegahan pada penduduk
berisiko tinggi walaupun hanya sedikit manfaatnya. Imunisasi hanya memberikan
sedikit perlindungan karena terdapat serotipe kuman yang berbeda. Adapun
beberapa pencegahan lain terhadap leptospirosis, antara lain:
· Hindari kontak dengan air banjir, jangan coba memakan makanan yang
terkontaminasi dengan air banjir.
· Jika memiliki pekerjaan yang mengharuskan terkena paparan gunakan alat
pelindung diri (Center for Disease Control and Prevention, 2018).
2.0 Prognosis
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka
kematian 5% pada umur dibawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%
(Tjokroprawiro, et al., 2015 ).
BAB III
KESIMPULAN
Leptospirosis merupakan penyakit yang ditularkan oleh bakteri Leptospira
baik kepada manusia maupun hewan. Penyakit ini terjadi karena adanya interaksi
yang kompleks antara pembawa penyakit, tuan rumah/pejamu dan lingkungan.
Bakteri Leptospira bersifat komensal pada ginjal mamalia, termasuk tikus.Manusia
dapat terkena leptospirosis jika ada bakteri Leptospira yang masuk ke dalam
tubuhnya melalui luka pada kulit maupun mukosa tubuh. Lingkungan dengan
sanitasi yang buruk mendukung terjadinya leptospirosis. Pencegahan leptospirosis
dilakukan dengan meminimalisir masuknya bakteri ini ke tubuh manusia dengan
memiliki perilaku hidup bersih dan sehat dan juga menjaga kesehatan lingkungan
sekitar.
BAB IV
DAFTAR
PUSTAKA
Center for Disease Control and Prevention (2018) ‘Leptospirosis - Fact Sheet for
Clinicians’, Centres for Disease Control and Prevention, pp. 1–4. Available at:
https://www.cdc.gov.
Sukma, F. A., Mulida, M. & Sujana, K. S., 2021. Severe Leptospirosis. Cermin Dunia
Kedokteran, 48(11).