Anda di halaman 1dari 54

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

B DENGAN DIAGNOSA MEDIS


SUSP. LEPTOSPIROSIS DENGAN WEIL’S DISEASE DI RUANG
BOUGENVILLE RSUD dr.DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Disusun Oleh :
Meitri Trolan
NIM. 2021-01-14901-044

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI NERS
TAHUN 2021/2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Meitri Trolan
NIM : 2021-01-14901-044
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Asuhan Keperawatan pada Tn. B dengan Diagnosa Medis
Susp. Leptospirosis dengan Weil’s Disease di Ruang
Bougenville RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya

Telah melakukan Asuhan Keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan Stase Keperawatan Medikal
Bedah Program Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka
Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Takesi Arisandy, Ners.,M.Kep Dorma Simbolon, S.Kep.,Ners


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Meitri Trolan
NIM : 2021-01-14901-044
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Asuhan Keperawatan pada Tn. B dengan Diagnosa Medis
Susp. Leptospirosis dengan Weil’s Disease di Ruang
Bougenville RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya

Telah melakukan Asuhan Keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan Stase Keperawatan Medikal
Bedah Program Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka
Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Takesi Arisandy, Ners.,M.Kep Dorma Simbolon, S.Kep.,Ners

Mengetahui
Ketua Program Studi Ners

Meilitha Carolina, Ners., M.Kep


BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep Dasar Penyakit


1.1.1 Definisi
Leptospirosis adalah penyakit zoonosa yang disebabkan oleh infeksi bakteri
berbentuk spiral dari genus Leptospira yang pathogen, yang ditularkan secara
langsung dan tidak langsung dari hewan ke manusia (Kemenkes RI, 2017).
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri
Leptospira dan ditularkan oleh tikus (Widjajanti, 2019).
Leptospirosis adalah infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri leptospira.
Penyakit ini juga disebut Weil’s disease, Canicola fever, Hemorrhagic jaundice,
Mud fever, atau Swineherd disease (Widoyono, 2011).
1.1.2 Etiologi
Leptospirosis terjadi jika ada kontak antara manusia dengan hewan atau
lingkungan yang sudah terinfeksi bakteri Leptospira (Widoyono, 2011). Menurut
Widoyono (2011) manusia dapat terinfeksi melalui beberapa cara berikut ini:
1. Kontak dengan air, tanah dan lumpur yang terancam bakteri.
2. Kontak dengan organ, darah, dan urin hewan terinfeksi.
3. Mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi.
Genus leptospira terdiri dari 2 kelompok atau kompleks, yaitu patogen
linterrogans, dan yang non patogen atau saprofit L.biflexa. Kelompok patogen
terdapat pada hewan dan manusia. Ciri khas dari organisme ini yakni terbelit,
tipis, fleksibel, panjangnya 5-15 cm dengan spiral yang sangat halus, lebarnya
0,1-0,2 um. Salah satu ujung organisme sering membengkat, membentuk suatu
kait terdapat gerak rotasi aktif, tetapi tidak ditemukan flagella. SP irochaeta ini
halus, sehingga dalam mikroskopis lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagai
rantai kokus kecil-kecil dengan pemeriksaan lapangan redup mikroskopis biasa
morfologi lekospira secara vibum dapat dilihat. Lepto spina membutuhkan media
dan kondisi yang khusus untuk tumbuh dan mungkin membutuhkan waktu yang
lama untuk membuat kultur yang positif dengan mediaum Fletcher’s dapat
tumbuh dengan baik.
Kelompok yang patogen terdiri atas sub group yang masing-masing terbagi
atas berbagai serotipe yang jumlanya sangat banyak. Saat ini telah ditemukan
lebih dari 240 serotipe yang tergabung dalam 23 sergrup, diantaranya yang dapat
menginfeksi manusia adalah licterohaemorhagiae, L.Javanika, L. celledoni, L.
canicola, L. ballum, L. pyrogeres, Lcynopterl, L. automnalis, L australis, L
pomona, L. gripothyphosa, L hepdomadis, L batakae, L tardssovi, L. panaka, L.
anadamena (shermani), L rananum, L bufonis, L. copenhageni. Menurut para
peneliti yang sering menginfeksi manusia adalah Lictero haemorrhagieae dengan
reservoir tikus, L canicola dengan reservoir anjing, dan L. pmona dengan
reservoirnya sapi dan babi.
1.1.3 Klasifikasi
Menurut Watt (2013), berdasarkan berat ringannya, leptospirosis dibagi
menjadi ringan (nonikterik) dan berat (ikterik). Ikterik merupakan indikator utama
dari leptospirosis berat.
1.1.3.1 Leptospirosis ringan (non-ikterik)
Sebagian besar manifestasi klinik leptospirosis adalah anikterik, dan ini
diperkirakan mencapai 90% dari seluruh kasus leptospirosis di masyarakat. Gejala
leptospirosis timbul mendadak ditandai dengan viral-like illness, yaitu demam,
nyeri kepala, dan mialgia. Nyeri kepala bisa berat, mirip yang terjadi pada infeksi
dengue, disertai nyeri retro orbital dan fotofobia. Nyeri otot diduga terjadi karena
adanya kerusakan otot sehingga kreatinin fosfokinase (CPK) pada sebagian besar
kasus meningkat, dan pemeriksaan CPK ini dapat membantu penegakan diagnosis
klinik leptospirosis. Dapat juga ditemukan nyeri perut, diare, anoreksia,
limfadenopati, splenomegali, rash makulopapular, kelainan mata (uveitis,
iridosiklitis), meningitis aseptik dan conjunctival suffusion.
Pemeriksaan fisik yang khas adalah conjunctival suffusion dan nyeri tekan
di daerah betis. Gambaran klinik terpenting leptospirosis non-nikterik adalah
meningitis aseptik yang tidak spesifik sehingga sering terlewatkan diagnosisnya.
Sebanyak 80-90% penderita leptospirosis anikterik akan mengalami pleositosis
pada cairan serebrospinal selama minggu ke-2 penyakit dan 50% diantaranya akan
menunjukkan tanda klinis meningitis. Karena penderita memperlihatkan penyakit
yang bersifat bifasik atau memberikan riwayat paparan dengan hewan, meningitis
tersebut kadang salah didiagnosis sebagai kelainan akibat virus.
Pasien dengan leptospirosis non-ikterik pada umumnya tidak berobat karena
keluhan bisa sangat ringan. Pada sebagian pasien, penyakit ini bisa sembuh
sendiri (self-limited) dan biasanya gejala kliniknya menghilang dalam waktu 2
sampai 3 minggu. Karena gambaran kliniknya mirip dengan penyakit demam akut
yang lain, maka pada setiap kasus dengan keluhan demam akut, leptospirosis
anikterik harus dipikirkan sebagai salah satu diagnosis banding, terutama di
daerah endemik leptospirosis seperti Indonesia.
1.1.3.2 Leptospirosis berat (ikterik)
Bentuk leptospirosis yang berat ini pada mulanya dikatakan sebagai
Leptospira ichterohaemorrhagiae, tetapi ternyata dapat terlihat pada setiap serotipe
leptospira yang lain. Manifestasi leptospirosis yang berat memiliki angka
mortalitas sebesar 5-15%. Leptospirosis ikterik disebut juga dengan nama Weil’s
disease. Tanda khas dari Weil’s disease yaitu jaundice atau ikterik, azotemia,
gagal ginjal, serta perdarahan yang timbul dalam waktu 4-6 hari setelah onset
gejala dan dapat mengalami perburukan dalam minggu ke-2. Ikterus umumnya
dianggap sebagai indikator utama leptospirosis berat. Pada leptospirosis ikterik,
demam dapat persisten sehingga fase imun menjadi tidak jelas atau nampak
overlapping dengan fase leptospiremia.
1.1.4 Patofisiologi
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin
yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi bagi beberapa organ.
Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada
leptospirosis terdapat perbadaan antara derajat gangguan fungsi organ dengan
kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi histology yang ringan
ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari
organ tersebut. Perbedaan ini menunjukan bahwa kerusakan bukan berasal dari
struktur organ. Lesi inflamasi menunjukan edema dan infiltrasi dari sel monosit,
limfosit dan sel plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan
perdarahan yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bilier. Selain di
ginjal, leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk
ke dalam cairan cerebrospinalis dalam fase spiremia. Hal ini menyebabkan
meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai
komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah
ginjal, hati, otot dan pembuluh darah.
Beberapa kelainan secara spesifik pada organ yaitu pada ginjal interstitial
nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada
leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi
akibat nekrosis tubular akut. Adanya peranan nefrotoksisn, reaksi immunologis,
iskemia, gagal ginjal, hemolisis dan invasi langsung mikro organism juga
berperan menimbulkan kerusakan ginjal. Kelainan pada organ hati menunjukan
nekrosis sentrilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan proliferasi sel
kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian ditemukan
leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel parenkim.
Kelainan pada organ jantung epikardium, endokardium dan miokardium dapat
terlibat. Kelainan miokardium dapat fokal atau difus berupa interstitial edema
dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan
infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan
endikarditis. Kelainan pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa fokal
nekrotis, vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyari otot yang terjadi pada
leptospira disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen
leptospira pada otot. Kelainan pada pembuluh darah yaitu terjadi perubahan dalam
pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang akan menimbulkan perdarahan.
Sering ditemukan perdarahan atau petechie pada mukosa, permukaan serosa dan
alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit. Kelainan pada susunan saraf pusat
yaitu Leptospira muda masuk ke dalam cairan cerebrospinal (CSS) dan dikaitkan
dengan terjdinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon
antibody, tidak p-ada saat masuk CSS. Diduga terjadinya meningitis diperantarai
oleh mekanisme immunologis. Terjadi penebalan meningen dengan sedikit
peningkatan sel mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah
meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan oleh L. canicola.
WOC
1.1.5 Manisfestasi
Manifestasi leptospirosis ini beragam mulai dari gejala demam, ikterus,
pembesaran hati dan limpa, serta kerusakan ginjal (Widoyono, 2011). Manifestasi
klinis yang sering terjadi ialah demam, menggigil, sakit kepala, meningismus,
anoreksia, mialgia, conjungtival suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus,
hepatomegali, ruam kulit, fotofobia. Sedangkan manifestasi klinis yang jarang
terjadi ialah pneumonitis, hemoptoe, delirium, perdarahan, diare, edema,
splenomegali, artralgia, gagal ginjal, neuritis, pankreatitis, parotitis, epididimitis,
hematemesis, asites, miokarditis.
Gejala klinis Leptospirosis menurut Widoyono (2011) bisa dibedakan
menjadi tiga stadium, yaitu:
1. Stadium Pertama (leptospiremia)
1) Demam, menggigil
2) Sakit kepala
3) Bercak merah pada kulit
4) Malaise dan muntah
5) Konjungtivis serta kemerahan pada mata
6) Rasa nyeri pada otot terutama otot betis dan punggung. Gejala-gejala
tersebut akan tampak antara 4-9 hari
2. Stadium Kedua
1) Pada stadium ini biasanya telah terbentuk antibodi di dalam tubuh
penderita
2) Gejala-gejala yang tampak pada stadium ini lebih bervariasi dibanding
pada stadium pertama antara lain ikterus (kekuningan)
3) Apabila demam dan gejala-gejala lain timbul lagi, besar kemungkinan
akan terjadi meningitis
4) Biasanya fase ini berlangsung selama 4-30 hari.
3. Stadium Ketiga
Stadium ketiga ditandai dengan gejala klinis yang sudah berkurang dapat
timbul kembali dan berlangsung selama 2-4 minggu.
1.1.6 Komplikasi
Komplikasi Leptospirosis dapat menimbulkan gejala-gejala berikut:
1) Pada ginjal, renal failure yang dapat menyebabkan kematian
2) Pada mata, konjungtiva yang tertutup menggambarkan fase septisemi yang
erat hubungannya dengan keadaan fotobia dan konjungtiva hemorrhagic
3) Pada hati, jaundice (kekuningan) yang terjadi pada hari keempat dan keenam
dengan adanya pembesaran hati dan konsistensi lunak
4) Pada jantung, aritmia, dilatasi jantung dan kegagalan jantung yang dapat
menyebabkan kematian mendadak
5) Pada paru-paru, hemorhagic pneumonitis dengan batuk darah, nyeri dada,
respiratory distress dan cyanosis
6) Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah (vascular damage) dari
saluran pernapasan, saluran pencernaan, ginjal dan saluran genitalia
7) Infeksi pada kehamilan menyebabkan abortus, lahir mati, premature dan
kecacatan pada bayi
1.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Levett (2011), beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan
untuk mendukung penegakan diagnosis dan tingkat keterlibatan organ pada
infeksi leptospirosis, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Pemeriksaan darah lengkap
Pada pemeriksaan DL dapat ditemukan leukositosis dengan shift to the left
serta peningkatan laju endap darah (LED). Adanya perdarahan pada paru atau
organ lain dapat memberikan gambaran anemia. Trombositopenia adalah satu
pemeriksaan yang umum ditemukan pada infeksi trombosit, walaupun adanya
trombositopenia tidak berarti terjadi koagulasi intravaskular diseminata. Pada
pasien dengan penyakit Weil’s dengan keterlibatan ginjal dapat ditemukan
peningkatan kadar ureum serta kreatinin darah. Kadar bilirubin juga dapat
meningkat sebagai akibat obstruksi pada level intrahepatik. Kadar alkalin
fosfatase juga dapat meningkat hingga 10 kali lipat.
2. Urinalisis
Pada urinalisa dapat ditemukan proteinuria. Pada pemeriksaan mikroskopis
dapat ditemukan leukosit, eritrosit, serta sedimen hyaline maupun sedimen
granular.
3. Pemeriksaan radiologis
Foto thoraks dilakukan untuk melihat keterlibatan paru pada penyakit Weil’s.
Ultrasonografi (USG) abdomen juga dapat dilakukan untuk melihat adanya
kolesistitis.
4. Pemeriksaan serologis
Antibodi antileptospira dapat dideteksi dengan menggunakan tes aglutinasi
mikroskopik (MAT) meskipun ketersediaannya saat ini masih terbatas. Selain
MAT, pemeriksaan serologis lain seperti ELISA IgM atau SAT juga dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnosis.
5. Mikroskop lapang gelap
Ditemukannya spiroketa dengan mikroskop lapang gelap dapat membantu
penegakan diagnosa leptospirosis. Meskipun pemeriksaan penunjang dapat
membantu penegakan diagnosis leptospirosis, diagnosis definitif leptospirosis
dilakukan dengan penemuan organisme dalam isolasi kultur dalam medium
semisolid (misal; medium EMJH Fletcher) ataupun dengan pemeriksaan
lapang gelap, tes serologis, dan deteksi DNA spesifik dengan PCR.
1.1.8 Penatalaksanaan Medis
Antibiotik hendaknya diberikan pada semua pasien leptospirosis pada fase
penyakit mana pun. Pada kasus ringan obat terpilih adalah doksisiklin (Watt,
2013). Obat alternatif adalah amoksisilin dan azitromisin dihidrat. Pasien sakit
berat hendaknya dirawat inap. Antibiotik terpilih pada leptospirosis sedang-berat
adalah penicillin G. Obat alternatif di antaranya sefalosporin generasi ketiga
(seftriakson, sefotaksim) dan azitromisin dihidrat parenteral. Antibiotik harus
diberikan selama 7 hari, kecuali azitromisin dihidrat selama 3 hari.
Tabel 1. Dosis antibiotik rekomendasi untuk leptospirosis
Leptospirosis Ringan Leptospirosis Sedang-Berat
Antibiotik Dosis Antibiotik Dosis
Obat Utama
Doksisiklin 100 mg 2 kali Penisilin G 1,5 juta unit setiap
sehari per oral 6-8 jam
Obat Alternatif
Amoksisilin 500 mg 4 kali Ampisilin iv 0,5-1 g setiap 6
sehari atau 1 g jam
setiap 8 jam per
oral
Ampisilin 500-750 mg 4 kali Azitromisin 500 mg sekali
sehari dihidrat sehari selama
5 hari
Azitromisin Inisial 1 g, Seftriakson 1 g setiap 24 jam
dihidrat dilanjutkan 500 Sefotaksim 1 g setiap 6 jam
mg per hari untuk
2 hari
berikutnya
Sumber: Guidugli, et all, 2013
Pada leptospirosis sedang berat, terapi suportif dengan perhatian pada
keseimbangan cairan dan elektrolit serta fungsi paru dan jantung sangat penting.
Pasien yang menderita gagal ginjal diterapi dengan hemodialisis atau
hemodiafiltrasi jika tersedia (Day, et all, 2010 dalam Amin, 2016). Transfusi
darah dan produk darah mungkin diperlukan pada perdarahan berat. Transfusi
trombosit dini dianjurkan jika trombosit kurang dari 50 ribu /mm 3 atau pada turun
bermakna dalam waktu singkat (Gulati dan Gulati, 2012).
Perdarahan paru sering membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanik segera.
Pasien SPHS memiliki bukti fisiologis dan patologis untuk ARDS, sehingga
ventilasi dengan volume tidal rendah dan post-expiratory end pressure tinggi.
Dukungan pernapasan untuk mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat
sangat penting karena pada kasus tidak fatal fungsi paru dapat sembuh sempurna
(Watt, 2013). Penggunaan kortikosteroid pada ARDS masih diperdebatkan,
beberapa studi menunjukkan manfaat jika diberikan pada awal ARDS.
Metilprednisolon diberikan dalam 12 jam pertama awitan keterlibatan paru
dengan dosis 1 g iv/hari selama 3 hari dilanjutkan prednisolon oral 1
mg/kgBB/hari selama 7 hari (Amin, 2016). Plasmaferesis dosis rendah (25
mL/kg) juga bermanfaat pada perdarahan paru ringan. Dua siklus plasmaferesis
berjarak 24 jam disertai siklofosfamid 20 mg/kg setelah siklus pertama
plasmaferesis dapat meningkatkan ketahanan hidup (Amin, 2016).
1.1.9 Pencegahan
Pengendalian leptospirosis di masyarakat sangat terkait dengan hasil studi
faktor-faktor risiko terjadinya leptospirosis. Oleh karena itu pengendalian
leptospirosis terdiri dari pencegahan primer dan pencegahan sekunder.
Pencegahan primer adalah bagaimana agar orang sehat sebagai sasaran bisa
terhindar dari leptospirosis, sehingga kegiatannya bersifat promotif, termasuk
disini proteksi spesifik dengan cara vaksinasi. Sedangkan pencegahan sekunder
yang sasarannya adalah orang yang sudah sakit leptospirosis, dicegah agar orang
tersebut terhindar dari komplikasi yang nantinya dapat menyebabkan kematian
(Setiadi, 2011).
Prinsip kerja dari pencegahan primer adalah mengendalikan agar tidak
terjadi kontak leptospira dengan manusia, yang meliputi (Soeharyo, 2012):
1. Pencegahan hubungan dengan air atau tanah yang terkontaminasi
Para pekerja yang mempunyai risiko tinggi terinfeksi leptospira, misalnya
pekerja irigasi, petani, pekerja laboratorium, dokter hewan, harus memakai
pakaian khusus yang dapat melindungi kontak dengan air atau tanah yang
terkontaminasi leptospira. Misalnya dengan menggunakan sepatu bot,
masker, sarung tangan.
2. Melindungi sanitasi air minum penduduk
Dalam hal ini dilakukan pengelolaan air minum yang baik, dilakukan filtrasi
dan deklorinai untuk mencegah invasi leptospira.
3. Pemberian vaksin
Vaksinasi diberikan sesuai dengan leptospira di tempat tersebut, akan
memberikan manfaat cukup poten dan aman sebagai pencegahan bagi pekerja
risiko tinggi. Pencegahan dengan serum imun spesifik telah terbukti
melindungi pekerja laboratorium. Vaksinasi terhadap hewan peliharaan
efektif untuk mencegah leptospirosis.
4. Pencegahan dengan antibiotik kemoprofilaksis
5. Pengendalian hospes perantara leptospira
Roden yang diduga paling poten sebagai karier leptospira adalah tikus. Untuk
itu dapat dilakukan beberapa cara seperti penggunaan racun tikus,
pemasangan jebakan, penggunaan bahan rodentisida, dan menggunakan
predator roden.
6. Usaha promotif, untuk menghindari leptospirosis dilakukan dengan cara
edukasi, dimana antara daerah satu dengan daerah yang lain mempunyai
serovar dan epidemi leptospirosis yang berbeda. Untuk mendukung usaha
promotif ini diperlukan peningkatan kerja antar sektor yang dikoordinasikan
oleh tim penyuluhan kesehatan masyarakat Dinas Kesehatan setempat.
Pokok- pokok cara pengendalian leptospirosis juga memperhatikan hasil
studi faktor risiko terjadinya leptospirosis, antara lain usia, jenis kelamin, higiene
perorangan seperti kebiasaan mandi, riwayat ada luka, keadaan lingkungan yang
tidak bersih, disamping pekerjaan, sosial ekonomi, populasi tikus, dan lain-lain.
Perlu diperhatikan bahwa leptospirosis lebih sering terjadi pada laki-laki dewasa,
mungkin disebabkan oleh paparan pekerjaan dan kegiatan sehari-hari.
Pencegahan sekunder leptospirosis berupa pengobatan terhadap pasien yang
didiagnosis menderita leptospirosis. Salah satu hal yang menguntungkan dalam
pengobatan ini ialah pengobatan kausal tidak tergantung pada subgrup maupun
serotipe leptospira. Untuk pengobatan Leptospirosis ringan (mild illness/ suspect
case) dapat menggunakan Doxycycline (kapsul) 100 mg 2x/ hari selama 7 hari;
atau Amoxicillin atau Ampicillin (kapsul) 2 gr/ hari selama 7 hari. Sedangkan
untuk Leptospirosis berat (severe case/ probable case) dapat menggunakan Injeksi
Penicillin G 2 juta unit IV / 6 jam selama 7 hari; Injeksi Ceftrioxine 1 gr IV/ hari
selama 7 hari. Pengelolaan secara umum penderita leptospirosis sama dengan
penyakit sistemik akut yang lain. Rasa sakit diobati dengan analgetika, gelisah,
dan cemas dikendalikan dengan sedatif, demam diberi antipiretik, jika terjadi
kejang pemberian sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul.
(Widjajanti, 2019)
1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
1.2.6 Pengkajian
1. Identitas
Keadaan umum klien seperti umur dan imunisasi., laki dan perempuan tingkat
kejadiannya sama.
2. Keluhan utama
1) Demam yang mendadak
2) Timbul gejala demam yang disertai sakit kepala, mialgia dan nyeri tekan
(frontal) mata merah, fotofobia, keluahan gastrointestinal.
3) Demam disertai mual, muntah, diare, batuk, sakit dada, hemoptosis,
penurunan kesadaran dan injeksi konjunctiva. Demam ini berlangsung 1-
3 hari.
3. Riwayat keperawatan
1) Riwayat penyakit, influenza, hapatitis, bruselosis, pneuma atipik, DBD,
penyakit susunan saraf akut, fever of unknown origin.
2) Riwayat pekerjaan klien apakah termasuk kelompok orang resiko tinggi
seperti bepergian di hutan belantara, rawa, sungai atau petani.
3) Pemeriksaan dan observasi
4. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, penurunan kesadaran, lemah, aktvivitas menurun.
5. Review of sistem :
1) Sistem pernafasan (Breath)
Epitaksis, penumonitis hemoragik di paru, batuk, sakit dada
2) Sistem cardiovaskuler (Blood)
Perdarahan, anemia, demam, bradikardia.
3) Sistem persyarafan (Brain)
Penurunan kesadaran, sakit kepala terutama dibagian frontal, mata merah,
fotofobia, infeksi konjunctiva, iridosiklitis
4) Sistem perkemihan (Bladder)
Oliguria, azometmia, perdarahan adrenal
5) Sistem pencernaan (Bowel)
Hepatomegali, splenomegali, hemoptosis, melena
6) Sistem muskoloskletal (Bone)
Kulit dengan ruam berbentuk makular/makulopapular/urtikaria yang
tersebar pada badan. Nyeri. Pembengkakan.
6. Laboratorium
1) Leukositosis normal, sedikit menurun,
2) Neurtrofilia dan laju endap darah (LED) yang meninggiu
3) Proteinuria, leukositoria
4) Sedimen sel torak
5) BUN, ureum dan kreatinin meningkat
6) SGOT meninggi tetapi tidak melebihi 5 x normal
7) Bilirubin meninggi samapai 40 %
8) Trombositopenia
9) Hiporptrombinemia
10) Leukosit dalam cairan serebrospinal 10-100/mm3
11) Glukosa dalam CSS Normal atau menurun
1.2.7 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001) berhubungan dengan
kerusakan alveoli dan vaskuler interstisial.
2. Hypertermia (D.0130) berhubungan dengan proses penyakit.
3. Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan infeksi.
4. Deficit nutrisi (D.0019) berhubungan dengan Gangguan gastrointestinal.
5. Risiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017) berhubungan dengan
suplai O2 ke otak menurun.
6. Risiko ketidakseimbangan cairan (D.0036) berhubungan dengan
disfungsi ginjal.
7. Intoleransi aktivitas (D.0056) berhubungan dengan malaise.
1.2.8 Intervensi
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Bersihan jalan napas tidak Pertukaran Gas (L.01003) Manajemen Jalan Napas (I.01011)
efektif (D.0001) Tujuan: Observasi:
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan  Monitor pola napas
kerusakan alveoli dan keperawatan 3x24 jam oksigenasi  Monitor bunyi napas tambahan
vaskuler interstisial. dan/atau eliminasi karbondioksida  Monitor sputum (jumlah,warna,aroma)
pada membran alveolus-kapiler Terapeutik
Normal.  Pertahankan kepatenan jalan napas
 Posisikan semi fowler atau fowler
Kriteria Hasil:  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Batuk Efektif meningkat  Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Produksi Sputum menurun  Berikan oksigen, jika perlu
Mengi menurun Edukasi
Sianosis menurun  Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak
Gelisah menurun kontraindikasi
Pola napas membaik Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Pemantauan Respirasi (I.01014)


Observasi:
 Monitor pola nafas
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
 Monitor saturasi oksigen, monitor nilai AGD
 Monitor adanya sumbatan jalan nafas
 Monitor produksi sputum
Terapeutik
 Atur Interval pemantauan respirasi sesuai kondisi ps
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

2. Hypertermia (D.0130) Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipertermia (I.15506)


berhubungan dengan proses Tujuan: Observasi:
penyakit. Setelah dilakukan tindakan  Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi, terpapar
keperawatan 3x24 jam diharapkan lingkungan panas, penggunaan inkubator)
suhu tubuh tetap berada pada  Monitor suhu tubuh
rentang normal.  Monitor kadar elektrolit
 Monitor haluaran urine
Kriteria Hasil:  Monitor komplikasi akibat hipertermia
Menggigil menurun Terapeutik:
Suhu tubuh membaik  Sediakan lingkungan yang dingin
Suhu kulit membaik  Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Hindari pemberian antipiretik atau asprin
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika
perlu
3. Nyeri akut (D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I. 08238)
berhubungan dengan Tujuan: Observasi:
infeksi. Setelah dilakukan tindakan  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
keperawatan 3x24 jam diharapkan kualitas, intensitas nyeri
tingkat nyeri menurun  Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respons nyeri non verbal
Kriteria Hasil:  Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
Frekuensi nadi membaik nyeri
Pola nafas membaik  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Keluhan nyeri menurun  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Meringis menurun  Monitor efek samping penggunaan analgetik
Gelisah menurun Terapeutik:
Kesulitan tidur menurun  Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4. Deficit nutrisi (D.0019) Fungsi Gastrointestinal Manajemen Nutrisi (I. 03119)
berhubungan dengan (L.03019) Observasi:
Gangguan gastrointestinal. Tujuan:  Identifikasi status nutrisi
Setelah dilakukan tindakan  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
keperawatan 3x24 jam  Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
kemampuan saluran cerna untuk  Monitor asupan makanan
memasukkan dan mencerna  Monitor berat badan
makanan serta menyerap nutrisi Terapeutik:
dan membuang zat sisa membaik  Lakukan oral hygiene sebelum makan, Jika perlu
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Kriteria Hasil:  Hentikan pemberian makanan melalui selang
Toleransi terhadap makanan nasogastric jika asupan oral dapat ditoleransi
meningkat Edukasi
Nafsu makan meningkat  Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Mual menurun  Ajarkan diet yang diprogramkan
Muntah menurun Kolaborasi
Warna feses membaik  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
5. Risiko perfusi serebral tidak Perfusi Serebral (L.02014) Manajemen Peningkatan TIK (I. 06198)
efektif (D.0017) Tujuan: Observasi
berhubungan dengan suplai Setelah dilakukan tindakan  Identifikasi penyebab peningkatan TIK
O2 ke otak menurun. keperawatan 3x24 jam diharapkan  Monitor tanda atau gejala peningkatan TIK
tidak terjadi risiko perfusi serebral  Monitor MAP
tidak efektif. Terapeutik
 Berikan posisi semi fowler
Kriteria Hasil:  Hindari pemberian cairan IV hipotonik
Tekanan Intrakranial menurun  Cegah terjadinya kejang
Sakit kepala menurun
Gelisah menurun Kolaborasi
Kecemasan menurun A. Kolaborasi dalam pemberian sedasi dan anti konvulsan,
Agitasi menurun jika perlu
B. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu

6. Risiko ketidakseimbangan Keseimbangan Cairan Manajemen Cairan (L.03098)


cairan (D.0036) (L.05020) Observasi:
berhubungan dengan Tujuan:  Monitor status hidrasi
disfungsi ginjal. Setelah dilakukan tindakan  Monitor berat badan harian
keperawatan 3x24 jam diharapkan  Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
keseimbangan cairan meningkat  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
 Monitor status dinamik
Kriteria Hasil: Terapeutik:
Asupan cairan meningkat  Catat intake output dan hitung balance cairan
Haluaran urine meningkat  Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
Edema menurun  Berikan cairan intravena, jika perlu
Asites menurun Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu

7. Intoleransi aktivitas Toleransi Aktivitas (L.05047) Manajemen Energi (I.05178)


(D.0056) berhubungan Tujuan: Observasi:
dengan malaise. Setelah dilakukan tindakan  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
keperawatan 3x24 jam diharapkan kelelahan
toleransi aktivitas meningkat.  Monitor pola dan jam tidur
 Monitor kelelahan fisik dan emosional
Kriteria Hasil: Edukasi
Kemudahan dalam melakukan  Anjurkan tirah baring
aktivitas sehari-hari meningkat  Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Kekuatan tubuh bagian atas dan Terapeutik:
bawah meningkat  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
Keluhan Lelah menurun  Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
Dispnea saat aktivitas menurun  Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
1.2.9 Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakanuntuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di mulai setelah rencana
tindakan di susun dan di tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai
tujuan yang di harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di
laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan
yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Harahap, 2019)
1.2.10 Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan
(Harahap, 2019).
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosis keperawatan, rencana tindakan dan
implementasinya sudah berhasil di capai. Tujuan evaluasi adalah melihat
kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa di laksanakan dengan
mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang di berikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan.
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Meitri Trolan


NIM : 2021-01-14901-044
Ruang Praktek : Bougenville
Tanggal Praktek :
Tanggal & Jam Pengkajian :
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Jl. Untung Surapati, Puruk Cahu
Tgl MRS : 8 Oktober 2021
Diagnosa Medis : Susp. Leptospirosis dengan Weil’s Disease

B. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN


1. Keluhan Utama :
Lemas, nyeri pada kedua kaki dan badan dengan skala nyeri 5
(sedang), mata kuning, BAB hitam dan mual muntah 3 hari yang lalu.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien sebelumnya telah berobat di RSUD Puruk Cahu dengan
keluhan demam, mual muntah sejak 3 hari yang lalu. Di RSUD Puruk
Cahu, pasien mendapatkan penatalaksanaan medis Inj. Ceftriaxon
1mg, Inj. Antrain 1mg 3x1, Omepazole 1x4mg. Namun, pasien belum
mengalami perubahan, sehingga dirujuk ke RSUD dr Doris Sylvanus
Palangka Raya dan tiba pada tanggal 8 Oktober 2021 pukul 10.30
WIB. Di IGD dilakukan pengkajian pada pasien dan diperoleh data
TTV: TD:110/70 mmHg, N:80x/menit, R:23x/menit, S:36 oC. Keadaan
umum lemah, kesadaran compos mentis, Skala nyeri 5 (sedang).
Pasien mendapatkan penatalaksanaan medis dengan dipasang infus
NaCl 0,9% 30tpm, inj. penicillin G 4x1,5 juta unit atau ampicillin
4x1gr selama 5 hari, PO sanmol 3x500mg bila demam.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Pasien mengatakan belum pernah mengalami penyakit yang diderita
seperti sekarang dan belum pernah operasi
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki
riwayat penyakit yang sama dengan dirinya. Klien juga mengatakan
saat ini tidak ada anggota keluarganya yang sedang menderita
penyakit kronis.
GENOGRAM KELUARGA :

Keterangan:

: laki-laki

: perempuan

: meninggal

: garis keturunan

: tinggal satu rumah

: pasien
C. PEMERIKASAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
Pasien tampak lemah, pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis (GCS 15)
2. Status Mental :
a. Tingkat Kesadaran : compos mentis
b. Ekspresi wajah : meringis
c. Bentuk badan : Ideal
d. Cara berbaring/bergerak : supine
e. Berbicara : jelas
f. Suasana hati : sedih
g. Penampilan : cukup rapi
h. Fungsi kognitif :
 Orientasi waktu : baik, pasien dapat membedakan siang
malam
 Orientasi Orang : baik, pasien dapat mengenal orang-
orang disekitarnya
 Orientasi Tempat : baik, pasien mengetahui dirinya
sedang di RS
i. Halusinasi :  Dengar/Akustic  Lihat/Visual  Lainnya
j. Proses berpikir :  Blocking  Circumstansial  Flight oh ideas
 Lainnya
k. Insight :  Baik  Mengingkari  Menyalahkan orang lain
m. Mekanisme pertahanan diri :  Adaptif  Maladaptif
n. Keluhan lainnya : Tidak ada keluahn lainnya
3. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 36,4 0C  Axilla  Rektal  Oral
b. Nadi/HR : 80 x/mt
c. Pernapasan/RR : 23 x/tm
d. Tekanan Darah/BP : 110/70mm Hg
4. PERNAPASAN (BREATHING)
Bentuk Dada : Simetris
Kebiasaan merokok : (Tidak ada) Batang/hari
 Batuk, sejak (Tidak ada)
 Batuk darah, sejak (Tidak ada)
 Sputum, warna (Tidak ada)
 Sianosis (Tidak ada)
 Nyeri dada (Tidak ada)
 Dyspnoe nyeri dada  Orthopnoe  Lainnya …….………..
 Sesak nafas  saat inspirasi  Saat aktivitas  Saat istirahat
Type Pernafasan  Dada  Perut  Dada dan perut
 Kusmaul  Cheyne-stokes  Biot
 Lainnya
Irama Pernafasan  Teratur  Tidak teratur
Suara Nafas  Vesukuler  Bronchovesikuler
 Bronchial  Trakeal
Suara Nafas tambahan  Wheezing  Ronchi kering
 Ronchi basah (rales)  Lainnya……………
Keluhan lainnya :
Tidak ada keluhan lainnya
Masalah Keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan

5. CARDIOVASCULER (BLEEDING)
 Nyeri dada  Kram kaki  Pucat
 Pusing/sinkop  Clubing finger  Sianosis
 Sakit Kepala  Palpitasi  Pingsan
 Capillary refill  > 2 detik  < 2 detik
 Oedema :  Wajah  Ekstrimitas atas
 Anasarka  Ekstrimitas bawah
 Asites, lingkar perut ……………………. cm
 Ictus Cordis  Terlihat  Tidak melihat
Vena jugularis  Tidak meningkat  Meningkat
Suara jantung  Normal, S1 S2 (lup dup)
 Ada kelainan
Keluhan lainnya :
Tidak ada keluhan lainnya
Masalah Keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
6. PERSYARAFAN (BRAIN)
Nilai GCS : E : 4 (pergerakan mata spontan)
V : 5 (orientasi verbal baik)
M : 6 (Gerakan motoric sesuai perintah)
Total Nilai GCS : 15
Kesadaran :  Compos Menthis  Somnolent  Delirium
 Apatis  Soporus  Coma
Pupil :  Isokor  Anisokor
 Midriasis  Meiosis
Refleks Cahaya :  Kanan  Positif  Negatif
 Kiri  Positif  Negatif
 Nyeri, lokasi ………………………………..
 Vertigo  Gelisah  Aphasia  Kesemutan
 Bingung  Disarthria  Kejang  Tremor
 Pelo
Uji Syaraf Kranial :
Nervus Kranial I : Klien dapat mencium bau makanan dengan
baik
Nervus Kranial II : Klien dapat melihat dengan baik
Nervus Kranial III : Releks pupil positif, dapat menggerakan dan
memejamkan mata
Nervus Kranial IV : Tidak memiliki penglihatan ganda
Nervus Kranial V : Dapat mengunyah makanan dengan baik
Nervus Kranial VI : Dapat melihat kekanan & kekiri dengan bola
mata yang terkendali
Nervus Kranial VII : Dapat merasakan rasa pahit obat
Nervus Kranial VIII : Dapat mendengar dengaan baik
Nervus Kranial IX : Dapat menelan dengan baik
Nervus Kranial X : Cara berbicara baik
Nervus Kranial XI : Klien dapat memalingkan kepala dengan baik
Nervus Kranial XII : Klien dapat menjulurkan lidah kedepan

Uji Koordinasi :
Ekstrimitas Atas : Jari ke jari  Positif  Negatif
Jari ke hidung  Positif  Negatif
Ekstrimitas Bawah : Tumit ke jempul kaki  Positif  Negatif
Uji Kestabilan Tubuh :  Positif  Negatif
Refleks :
Bisep :  Kanan +/-  Kiri +/- Skala………….
Trisep :  Kanan +/-  Kiri +/- Skala………….
Brakioradialis :  Kanan +/-  Kiri +/- Skala………….
Patella :  Kanan +/-  Kiri +/- Skala………….
Akhiles :  Kanan +/-  Kiri +/- Skala………….
Refleks Babinski  Kanan +/-  Kiri +/-
Refleks lainnya :
Uji sensasi :
Keluhan lainnya :
Tidak ada keluhan lainnya
Masalah Keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan

7. ELIMINASI URI (BLADDER) :


Produksi Urine : 700-800 ml 4-5 x/hr
Warna : kuning
Bau : khas amonia
 Tidak ada masalah/lancer  Menetes  Inkotinen
 Oliguri  Nyeri  Retensi
 Poliuri  Panas  Hematuri
 Dysuri  Nocturi
 Kateter  Cystostomi
Keluhan Lainnya :
Tidak ada keluhan lainnya
Masalah Keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan

8. ELIMINASI ALVI (BOWEL) :


Mulut dan Faring
Bibir : kering
Gigi : lengkap
Gusi : tidak ada peradangan/pembengkakan
Lidah : baik, merah muda
Mukosa : baik
Tonsil : baik, tidak ada peradangan
Rectum : baik
Haemoroid : tidak ada haemoroid
BAB : 1 x/hr Warna : hitam Konsistensi : keras
 Tidak ada masalah  Diare  Konstipasi  Kembung
 Feaces berdarah  Melena  Obat pencahar  Lavement
Bising usus :
Nyeri tekan, lokasi : epigastrum (bagian ulu hati)
Benjolan, lokasi :
Keluhan lainnya :
Tidak ada keluhan lainnya
Masalah Keperawatan :
Nyeri akut
9. TULANG - OTOT – INTEGUMEN (BONE) :
 Kemampuan pergerakan sendi  Bebas  Terbatas
 Parese, lokasi
 Paralise, lokasi
 Hemiparese, lokasi
 Krepitasi, lokasi
 Nyeri, lokasi gastrocnemius (betis)
 Bengkak, lokasi ekstremitas bawah
 Kekakuan, lokasi
 Flasiditas, lokasi
 Spastisitas, lokasi
 Ukuran otot  Simetris
 Atropi
 Hipertropi
 Kontraktur
 Malposisi
Uji kekuatan otot :  Ekstrimitas atas 5|5  Ekstrimitas bawah 3|3
 Deformitas tulang, lokasi
 Peradangan, lokasi
 Perlukaan, lokasi
 Patah tulang, lokasi
Tulang belakang  Normal  Skoliosis
 Kifosis  Lordosis
Masalah Keperawatan:
Intoleransi aktivitas

10. KULIT-KULIT RAMBUT


Riwayat alergi  Obat
 Makanan
 Kosmetik
 Lainnya
Suhu kulit  Hangat  Panas  Dingin
Warna kulit  Normal  Sianosis/ biru  Ikterik/kuning
 Putih/ pucat  Coklat tua/hyperpigmentasi
Turgor  Baik  Cukup  Kurang
Tekstur  Halus  Kasar
Lesi :  Macula, lokasi
 Pustula, lokasi
 Nodula, lokasi
 Vesikula, lokasi
 Papula, lokasi
 Ulcus, lokasi
Jaringan parut lokasi
Tekstur rambut kasar
Distribusi rambut merata
Bentuk kuku  Simetris  Irreguler
 Clubbing Finger  Lainnya
Masalah Keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan

11. SISTEM PENGINDERAAN :


a. Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan :  Berkurang  Kabur
 Ganda  Buta/gelap
Gerakan bola mata :  Bergerak normal  Diam
 Bergerak spontan/nistagmus
Visus : Mata Kanan (VOD) :
Mata kiri (VOS) :
Sclera  Normal/putih  Kuning/ikterus  Merah/hifema
Konjunctiva  Merah muda  Pucat/anemic
Kornea  Bening  Keruh
Alat bantu  Kacamata  Lensa kontak  Lainnya…….
Nyeri : tidak ada
Keluhan lain : tidak ada keluhan lainnya
b. Telinga / Pendengaran :
Fungsi pendengaran :  Berkurang  Berdengung  Tuli
c. Hidung / Penciuman:
Bentuk :  Simetris  Asimetris
 Lesi
 Patensi
 Obstruksi
 Nyeri tekan sinus
 Transluminasi
Cavum Nasal Warna…………………..
Integritas……………..
Septum nasal  Deviasi  Perforasi  Peradarahan
 Sekresi, warna ………………………
 Polip  Kanan  Kiri  Kanan dan Kiri
Masalah Keperawatan :
Tidak ada masalah keperawatan
12. LEHER DAN KELENJAR LIMFE
Massa  Ya  Tidak
Jaringan Parut  Ya  Tidak
Kelenjar Limfe  Teraba  Tidak teraba
Kelenjar Tyroid  Teraba  Tidak teraba
Mobilitas leher  Bebas  Terbatas
13. SISTEM REPRODUKSI
a. Reproduksi Pria
Kemerahan, Lokasi......................................................
Gatal-gatal, Lokasi.......................................................
Gland Penis .................................................................
Maetus Uretra ..............................................................
Discharge, warna ........................................................
Srotum ....................................................................
Hernia ....................................................................
Kelainan ……………………………………………
Keluhan lain ………………………………………….
a. Reproduksi Wanita
Kemerahan, Lokasi......................................................
Gatal-gatal, Lokasi.......................................................
Perdarahan .................................................................
Flour Albus ..............................................................
Clitoris .......................................................................
Labis ....................................................................
Uretra ....................................................................
Kebersihan :  Baik  Cukup  Kurang
Kehamilan : ……………………………………
Tafsiran partus : ……………………………………
Keluhan lain......................................................................................................
...........................................................................................................................
...........................................................................................................................
Payudara :
 Simetris  Asimetris
 Sear  Lesi
 Pembengkakan  Nyeri tekan
Puting :  Menonjol  Datar  Lecet  Mastitis
Warna areola
ASI  Lancar  Sedikit  Tidak keluar
Keluhan lainnya.................................................................................................
Masalah Keperawatan :
...............................................................................................................................
D. POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Klien menerima keadaan yang dia alami sekarang dan berharap cepat
sembuh dan bisa berktifitas kembali seperti dulu
2. Nutrisida Metabolisme
TB : 160 Cm
BB sekarang : 56 Kg
BB Sebelum sakit : 62 Kg
IMT : 21,9 (normal)
Diet :
 Biasa  Cair  Saring  Lunak
Diet Khusus :
 Rendah garam  Rendah kalori  TKTP
 Rendah Lemak  Rendah Purin 
Lainnya……….
 Mual
 Muntah dari 3 hari yang lalu
Kesukaran menelan  Ya  Tidak
Rasa haus
Keluhan lainnya
Tidak ada keluhan lainnya
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 1-2x / hari 3x / hari
Porsi ½ porsi 1 porsi
Nafsu makan Kurang Baik
Jenis Makanan Diet lunak dari RS Nasi, lauk, sayur
Jenis Minuman Air putih Air putih, teh
Jumlah minuman/cc/24 jam 500-600cc/24 jam 800-900cc/24 jam
Kebiasaan makan Pagi, siang Pagi, siang, sore
Keluhan/masalah Nafsu makan berkurang Tidak ada masalah
Masalah Keperawatan
Defisit nutrisi
3. Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit: Siang : kadang-kadang
Malam : ± 6-7 jam (pukul 21.0-05.30WIB)
Setelah sakit: Siang : ½ - 1 jam
Malam : ± 6-7 jam (pukul 21.0-05.30WIB)
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
4. Kognitif :
Tidak ada masalah, pasien mengalami kesadaran penuh
Masalah Keperawatan
tidak ada masalah keperawatan
5. Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran):
- Gambaran diri, Tn. B mengatakan bahwa Tn. B merasa bersyukur
dengan anugrah yang Tuhan telah berikan kepadanya karena anggota
badannya tidak mengalami kecacatan.
- Ideal diri, pasien mengatakan bahwa harus tetap bersemangat agar
tetap dapat bekerja dan menghidupi keluarganya
- Identitas diri, Tn. B adalah seorang laki-laki dan Tn. B mengatakan
merasa puas dengan keadaannya
- Harga diri, pasien tidak merasa malu karena penyakit yang diderita
- Peran, Tn.B berperan sebagai seorang suami dan ayah. Tn.B
memiliki empat orang anak
Masalah Keperawatan

…………………………………………………………………………
………………………
6. Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit : Tn. B mengatakan bahwa sebelum sakit Tn. B
melakukan semua aktivitas secara mandiri baik
mandi, makan minum dan bekerja
Selama sakit : Tn. B mengatakan bahwa selama sakit semua
aktivitas dilakukan dengan bantuan
Masalah Keperawatan

…………………………………………………………………………
………………………
7. Koping –Toleransi terhadap Stress
Tn. B mengatakan jika ada masalah keluarga, menyelesaikannya
dengan cara musyawarah. Tn. B mengatakan pasien termasuk orang
yang terbuka. Sehingga jika ada masalah selalu diceritakan pada anak
ataupun anggota keluarga yang lain
Masalah Keperawatan
…………………………………………………………………………

8. Nilai-Pola Keyakinan
Tn. B mengatakan bahwa pasien beragama Islam dan tidak ada
pengobatan yang dilakukan di RS yang bertentangan dengan agamanya
Masalah Keperawatan
…………………………………………………………………………
E. SOSIAL - SPIRITUAL
1. Kemampuan berkomunikasi
Baik, tidak ada masalah
2. Bahasa sehari-hari
Dayak, Indonesia
3. Hubungan dengan keluarga :
Harmonis
4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
Kooperatif
5. Orang berarti/terdekat :
Istri dan anak-anaknya
6. Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Beristirahat dan berkumpul keluarga
7. Kegiatan beribadah :
Sholat 5 waktu
F. DATA PENUNJANG (RADIOLOGIS, LABORATO RIUM,
PENUNJANG LAINNYA)
Parameter Hasil Nilai Normal
WBC 7.91 (10^3/uL) 4.50 – 11.00
RBC 4.21 (10^6/uL) 4.00 – 6.00
HGB 13.1 (g/dL) 10.5 – 18.0
HCT 34.0 % 37.0 – 48.0
PLT 74 (10^3/uL) 150 – 400
Ureum 57 mg/dL 21 – 53
Creatinine 1.47 mg/dL 0.17 – 1.5
SGOT 78 U/L L < 37
P < 31
SGPT 41 U/L L <42
P < 32

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Nama Obat Rute Dosis Indikasi
Inf. Ampicilin IV 2x1 antibiotik yang digunakan
untuk mengatasi infeksi
bakteri
Inj. Methylprednisolon IV 1x1 sebagai antiinflamasi
Inj. Pantoprazole IV 2x30mg obat untuk meredakan
keluhan dan gejala akibat
peningkatan asam lambung
Curcumin syr Oral 3x5cc Suplemen untuk
meningkatkan nafsu makan
dan sebagai terapi alternatif
Hepatitis.
Sanmol k/p Oral 3x500mg penurun demam
Lactulose Oral 3x10ml untuk mengatasi konstipasi
atau sulit buang air besar

Palangka Raya,
Mahasiswa

Meitri Trolan
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF DAN DATA KEMUNGKINAN
MASALAH
OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Klien mengatakan nyeri pada masuknya bakteri letospira Nyeri Akut
kedua kaki dan badan
P : nyeri saat ditekan atau digerakkan menyebar ke seluruh tubuh
Q: Klien mengatakan nyeri seperti
infeksi
ditekan dengan kuat
R: Klien mengatakan nyeri bagian merangsang respon nyeri
kaki
S : skala nyeri 5 sedang Nyeri Akut
T: Klien mengatakan nyeri saat
ditekan atau digerakkan dan akan
hilang setelah 5-10 menit
DO :
- Ekspresi wajah klien tampak
meringis
- Cara berbaring klien Supine
(terlentang)
- terpasang Infus NaCl 0,9% 30 tpm
ditangan kiri
- TTV:
TD : 110/70 mmHg
N:80x/menit
R:23x/menit
S:36oC
DS : Klien mengatakan badannya lemah infeksi bakteri letospira Intoleransi aktivitas
DO :
- Nyeri pada lokasi gastrocnemius menyebar ke seluruh tubuh
(betis)
kerusakan di sekitar sel
- Bengkak pada ekstremitas bawah
- Uji kekuatan otot ekstremitas bawah edema bagian yang terinfeksi
3|3
intoleransi aktivitas
DS : Klien mengatakan mual muntah 3 fase letospiremia Deficit nutrisi
hari lalu
DO : gangguan gastrointestinal
- Mual muntah 3 hari yang lalu
mual, muntah
- Frekuensi makan 1-2x / har
- Pasien hanya menghabiskan ½ porsi intake nutrisi tidak adekuat
makanannya
- Pasien mendapatkan diet lunak dari
RS deficit nutrisi
- Nafsu makan berkurang
PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan infeksi ditandai dengan:
DS: Klien mengatakan nyeri pada kedua kaki dan badan
P : nyeri saat ditekan atau digerakkan
Q : Klien mengatakan nyeri seperti ditekan dengan kuat
R : Klien mengatakan nyeri bagian kaki
S : skala nyeri 5 sedang
T: Klien mengatakan nyeri saat ditekan atau digerakkan dan akan hilang
setelah 5-10 menit
DO :
- Ekspresi wajah klien tampak meringis
- Cara berbaring klien Supine (terlentang)
- terpasang Infus NaCl 0,9% 30 tpm ditangan kiri
- TTV:
TD : 110/70 mmHg
N:80x/menit
R:23x/menit
S:36oC

2. Intoleransi aktivitas (D.0056) berhubungan dengan malaise, ditandai


dengan:
DS : Klien mengatakan badannya lemah
DO :
- Nyeri pada lokasi gastrocnemius (betis)
- Bengkak pada ekstremitas bawah
- Uji kekuatan otot ekstremitas bawah 3|3

3. Deficit nutrisi (D.0019) berhubungan dengan gangguan gastrointestinal,


ditandai dengan:
DS : Klien mengatakan mual muntah 3 hari lalu
DO :
- Mual muntah 3 hari yang lalu
- Frekuensi makan 1-2x / har
- Pasien hanya menghabiskan ½ porsi makanannya
- Pasien mendapatkan diet lunak dari RS
- Nafsu makan berkurang
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. B


Ruang Rawat : Bougenville
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
Nyeri akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, 1. Untuk mengetahui lokasi,
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam diharapkan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
infeksi tingkat nyeri menurun, dengan 2. Identifikasi skala nyeri kualitas, intensitas nyeri
kriteria hasil: 3. Berikan teknik nonfarmakologi untuk 2. Untuk mengetahui skala nyeri
- Frekuensi nadi membaik mengurangi rasa nyeri 3. Membantu mengurangi rasa nyeri
- Pola nafas membaik 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri 4. Untuk mengetahui pemilihan
- Keluhan nyeri menurun dalam pemilihan strategi meredakan strategi meredakan nyeri yang
- Meringis menurun nyeri tepat
- Gelisah menurun 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk 5. Membantu mengurangi rasa nyeri
- Kesulitan tidur menurun mengurangi rasa nyeri 6. Mempercepat meredakan nyeri
6. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang 1. Mengetahui gangguan fungsi
(D.0056) berhubungan keperawatan 3x24 jam diharapkan mengakibatkan kelelahan tubuh yang mengakibatkan
dengan malaise toleransi aktivitas meningkat, 2. Anjurkan tirah baring kelelahan
dengan kriteria hasil: 3. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah 2. Mengindari kelelahan
- Kemudahan dalam melakukan stimulus 3. Membuat pasien lebih rileks
aktivitas sehari-hari meningkat 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika 4. Membantu pasien dalam
- Kekuatan tubuh bagian atas tidak dapat berpindah atau berjalan beraktifitas
dan bawah meningkat 5. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara 5. Untuk meningkatkan asupan
- Keluhan Lelah menurun meningkatkan asupan makanan tenaga
Deficit nutrisi (D.0019) Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi status nutrisi 1. Mengetahui status nutrisi
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam 2. Monitor asupan makanan 2. Mengetahui asupan makanan
gangguan gastrointestinal kemampuan saluran cerna untuk 3. Monitor berat badan 3. Mengetahui berat badan
memasukkan dan mencerna 4. Ajarkan diet yang diprogramkan 4. Mengedukasi pasien tentang diet
makanan serta menyerap nutrisi 5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk yang diprogramkan
dan membuang zat sisa membaik, menentukan jumlah kalori dan jenis 5. Untuk menambah nutrient dan
dengan kriteria hasil: nutrien yang dibutuhkan kalori yang dibutuhkan
- Toleransi terhadap makanan
meningkat
- Nafsu makan meningkat
- Mual menurun
- Muntah menurun
- Warna feses membaik
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal Tanda tangan dan


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Dx 1: Nyeri akut (D.0077) berhubungan S: Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang
dengan infeksi
P: nyeri saat ditekan atau digerakkan
1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, Q: Klien mengatakan nyeri seperti ditekan
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dengan kuat
nyeri R: Klien mengatakan nyeri bagian kaki
2. Mengidentifikasi skala nyeri S: skala nyeri 5 sedang
3. Memberikan teknik nonfarmakologi
T: Klien mengatakan nyeri saat ditekan atau
untuk mengurangi rasa nyeri
4. Mempertimbangkan jenis dan sumber digerakkan dan akan hilang setelah 5-10
nyeri dalam pemilihan strategi menit
Meitri Trolan
meredakan nyeri
5. Mengajarkan teknik nonfarmakologis O:
untuk mengurangi rasa nyeri - Lokasi nyeri gastrocnemius (betis),
6. Berkolaborasi pemberian analgetik, frekuensi bila tertekan, durasi 5-10 menit
jika perlu - Skala nyeri 5 (sedang)
- Mengajarkan teknik napas dalam
- Pemberian sanmol

A: masalah teratasi sebagian


P : lanjutkan intervensi 1 dan 6
Hari/Tanggal Tanda tangan dan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Dx 2: Intoleransi aktivitas (D.0056) S: Klien mengatakan badannya masih terasa
berhubungan dengan malaise lemas

1. Mengidentifikasi gangguan fungsi O:


tubuh yang mengakibatkan kelelahan - Kelelahan diakibatkan edema pada
2. Menganjurkan tirah baring bagian betis yang diakibatkan infeksi
3. Menyediakan lingkungan nyaman dan bakteri leptospira
rendah stimulus
- Pasien tampak berbaring
4. Memfasilitasi duduk di sisi tempat
- Pembatasan waktu kunjungan Meitri Trolan
tidur, jika tidak dapat berpindah atau
- Diberikan diet lunak
berjalan
5. Berkolaborasi dengan ahli gizi tentang
A: masalah teratasi sebagian
cara meningkatkan asupan makanan
P : lanjutkan intervensi 1,3 dan 4
Hari/Tanggal Tanda tangan dan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Dx 3: Deficit nutrisi (D.0019) S: Klien mengatakan mual muntah 3 hari
berhubungan dengan gangguan yang lalu
gastrointestinal
O:
- Mual muntah 3 hari yang lalu
1. Mengidentifikasi status nutrisi - Frekuensi makan 1-2x / hari
2. Memonitor asupan makanan
- Pasien hanya menghabiskan ½ porsi
3. Memonitor berat badan
4. Mengajarkan diet yang diprogramkan makanannya
5. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk - Pasien mendapatkan diet lunak dari RS
Meitri Trolan
menentukan jumlah kalori dan jenis - Nafsu makan berkurang
nutrien yang dibutuhkan
A: masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi 2 dan 5
DAFTAR PUSTAKA

Amin, L.Z. 2016. Leptospirosis. CDK-243/ vol. 43 no. 8 th. 2016

Guidugli F, et all, 2013. Antibiotics for leptospirosis. Cochrane Database of


Systematic Reviews 2013, Issue 2. Art. No.: CD001306. DOI:
10.1002/14651858. CD001306. Available from URL:
http://www.mrw.interscience.wiley.com/cochrane/clsysrev/articles/CD0013
06/frame.html

Gulati S, Gulati A. 2012. Pulmonary manifestations of leptospirosis. Lung India


2012;29:347-53.

Harahap, E. E. 2019. Melaksanakan Evaluasi Asuhan Keperawatan Untuk


Melengkapi Proses Keperawatan. https://doi.org/10.31219/osf.io/mr4ws

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Petunjuk Teknis Pengendalian


Leptospirosis. Jakarta: Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit

Levett Paul N. 2011. Leptospirosis. Clin. Microbial. University of the West


Indies, School of Clinical Medicine & Research, and Leptospira Laboratory,
Ministry of Health, Barbados. Vol. 14(2):296-326

Setadi, B. dkk. 2011. Petunjuk Praktis Leptospirosis. Sari Pediatri, Vol. 3, No. 3,
Desember 2011

Soeharyo, H. 2012. Kumpulan Makalah Simposium Leptospirosis: Faktor- Fator


Risiko Leptospirosis. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI

Watt, G. 2013. Leptospirosis : Hunter’s tropical medicine and emerging


infectious diseases. 9th ed. London: Saunders Elsevier; 2013.

Widjajanti, W. 2019. Epidemiologi, Diagnosis, dan Pencegahan Leptospirosis.


Journal Health Epidemiol Communicable Diseases. 2019;5(2): 62-68.

Widoyono W. 2011. Infeksi Bakteri. In: Penyakit Tropis Epidemiologi,


Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga
SAP
MANAJEMEN NYERI NON FARMAKOLOGI

Pokok Bahasan : Manajemen Nyeri Non Farmakologi


Sasaran : Pasien dengan nyeri akut
Waktu : 20 menit
Hari/Tanggal :
Jam : 10.30-10.50 WIB
Tempat : Ruang Bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus
Penyuluh : Meitri Trolan

A. Tujuan Intruksional Umum


Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit pasien mampu
mendemonstrasikan cara manajemen nyeri non farmakologi.

B. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah dilakukan penyuluhan, pasien mengetahui:
1. Pengertian nyeri
2. Klasifikasi nyeri
3. Pengukuran intensitas nyeri
4. Teknik manajemen nyeri

C. Metode
Ceramah dan Demonstrasi

D. Media
Leaflet manajemen nyeri

E. Materi Pembelajaran (Uraian Terlampir)

F. Proses Kegiatan Penyuluhan


No Kegiatan Metode Media Waktu
1 Pembukaan Ceramah Lisan 2 menit
a. Mengucapkan salam
b. memperkenalkan diri.
c. Mejelaskan tujuan
d. Melakukan kontrak waktu
dengan peserta
2 Kegiatan Inti - Ceramah - Lisan 10 menit
a. Menjelaskan pengertian nyeri - Diskusi - Leaflet
b. Menjelaskan klasifikasi nyeri - Demonstrasi
c. Menjelaskan pengukuran
nyeri
d. Menjelaskan Teknik
manajemen nyeri tanpa obat
e. Mendemonstrasikan tekhnik
manajemen nyeri tanpa obat
3 Penutup - Ceramah Lisan
a. Memberikan kesempatan - Diskusi
kepada pasien untuk
mengajukan pertanyaan
b. Menjawab pertanyaan pasien
dan keluarga
c. Melakukan evaluasi tentang
materi yang disampaikan
d. Menyampaikan kesimpulan
e. Salam penutup

G. Evaluasi
Prosedur : Langsung
Bentuk pertanyaan : Lisan

Sumber
Smeltzer & Bare. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
MATERI

1. Pengertian nyeri
Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat adanya kerusakan atau ancaman kerusakan jaringan
(Wardani, 2014).
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat
sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala
ataupun tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan
atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Tetty, 2015).
Nyeri sering sekali dijelaskan dan istilah destruktif jaringan seperti ditusuk-
tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi, pada perasaan takut, mual dan
mabuk. Terlebih, setiap perasaan nyeri dengan intensitas sedang sampai kuat
disertai oleh rasa cemas dan keinginan kuat untuk melepaskan diri dari atau
meniadakan perasaan itu. Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan
tubuh, timbul bila ada jaringan rusak dan hal ini akan menyebabkan individu
bereaksi dengan memindahkan stimulus nyeri (Guyton & Hall, 2014).
2. Klasifikasi
Menurut Potter & Perry (2010) secara umum nyeri dibagi menjadi dua yaitu,
a. Nyeri Akut
Nyeri Akut merupakan nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga
kurang dari 6 bulan biasanya dengan awitan tiba-tiba dan umumnya
berkaitan dengan cidera fisik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa
kerusakan atau cidera telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan
tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan
terjadinya penyembuhan. Nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam
bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Salah satu nyeri akut yang
terjadi adalah nyeri pasca pembedahan (Potter & Perry, 2010).
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik merupakan nyeri konstan atau intermitern yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitakan dengan
penyebab atau cidera fisik. Nyeri kronis dapat tidak memiliki awitan yang
ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya
nyeri ini sering tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang
diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronik ini juga sering di definisikan
sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih, meskipun
enam bulan 18 merupakan suatu periode yang dapat berubah untuk
membedakan nyeri akut dan nyeri kronis (Potter & Perry, 2010).
3. Pengukuran skala nyeri
a. Skala Deskriptif Verbal (VDS)
Skala deskriptif verbal (VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari
tiga sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang
sama di sepanjang garis. Pendeskripsian ini dirangking dari “tidak nyeri”
sampai “nyeri tidak tertahankan”. Perawat menunjukan klien skala tersebut
dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan
(Potter & Perry, 2010).
b. Skala Penilaian Numerik (NRS)
Skala penilaian numerik atau numeric rating scale (NRS) lebih digunakan
sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Klien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10 (Potter & Perry, 2010).
c. Skala Analog Visual (VAS)
VAS adalah suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus
menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada ujungnya. Skala ini
memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri
(Potter & Perry, 2010).
d. Skala Nyeri Wajah
Skala wajah terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang
menggambarkan wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri),
kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia,
wajah yang sangat sedih sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang
sangat) (Potter & Perry, 2010).

4. Manajemen Nyeri
a. Farmakologi
Teknik farmakologi adalah cara yang paling efektif untuk menghilangkan
nyeri dengan pemberian obat-obatan pereda nyeri terutama untuk nyeri
yang sangat hebat yang berlangsung selama berjam-jam atau bahkan
berhari-hari. Metode yang paling umum digunakan untuk mengatasi nyeri
adalah analgesik. Menurut Smeltzer & Bare (2015), ada tiga jenis
analgesik yakni:
a) Non-narkotik dan anti inflamasi nonsteroid (NSAID): menghilangkan
nyeri ringan dan sedang. NSAID dapat sangat berguna bagi pasien
yang rentan terhadap efek pendepresi pernafasan.
b) Analgesik narkotik atau opiad: analgesik ini umumnya diresepkan
untuk nyeri yang sedang sampai berat, seperti nyeri pasca operasi.
Efek samping dari opiad ini dapat menyebabkan depresi pernafasan,
sedasi, konstipasi, mual muntah.
c) Obat tambahan atau ajuvant (koanalgesik): ajuvant seperti sedative,
anti cemas, dan relaksan otot meningkatkan control nyeri atau
menghilangkan gejala lain terkait dengan nyeri seperti depresi dan
mual (Potter & Perry, 2010).
b. Non Farmakologi
Intervensi keperawatan mandiri menurut Bangun & Nur’aeni (2013),
merupakan tindakan pereda nyeri yang dapat dilakukan perawat secara
mandiri tanpa tergantung pada petugas medis lain dimana dalam
pelaksanaanya perawat dengan pertimbangan dan keputusannya sendiri.
Banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk memandang
obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Namun
banyak aktifitas keperawatan nonfarmakologi yang dapat membantu
menghilangkan nyeri, metode pereda nyeri nonfarmakologi memiliki
resiko yang sangat rendah. Meskipun tidakan tersebut bukan merupakan
pengganti obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2015).
Contoh-contoh manajemen nyeri non farmakologi yaitu sebagai berikut:
1. Terapi Perilaku
Terapi perilaku dilakukan dengan cara melatih kontrol/ kendali klien
terhadap respon nyeri.
a. Hipnotis: membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh
sugesti positif.
b. Distraksi: mengalihkan perhatian terhadap nyeri dan efektif untuk
nyeri ringan sampai sedang.
Contoh:
- Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan bola, dsb);
- Distraksi audio (mendengar mus- ik, radio, dsb);
- Distraksi sentuhan (massage/ pi- jat, memegang mainan, dsb);
dan
- Distraksi intelektual (merangkai puzzle, bermain catur, dsb).

c. Guided Imagery (Imajinasi Ter- bimbing)


Terapis meminta klien untuk berimajinasi membayangkan hal- hal
yang menyenangkan. Tindakan ini memerlukan suasana dan ruangan
yang tenang serta konsentrasi dari klien. Apabila klien mengalami
kegelisahan, tindakan harus dihentikan. Tindakan ini dilakukan pada
saat klien merasa nyaman dan tidak sedang nyeri akut.
2. Kompres Hangat
Dilakukan dengan menempelkan kantong karet yang diisi air hangat atau
handuk yang telah direndam di dalam air hangat, ke bagian tubuh yang
nyeri. Sebaiknya diikuti dengan latihan pergerakan atau pemijatan.
Kompres hangat dapat membuat otot tubuh lebih rileks, menurunkan atau
menghilangkan rasa nyeri, dan memperlancar pasokan aliran darah
3. Kompres Dingin
Hampir sama dengan kompres hangat, hanya saja menggunakan air
dingin. Kantong karet atau handuk ditempelkan pada bagian tubuh yang
nyeri. Melakukan kompres dingin harus hati- hati sehingga sebaiknya
tidak lebih dari 30 menit. Kompres dingin membantu mengontrol
perdarahan dan pembengkakan karena trauma, mengurangi nyeri, dan
menurunkan aktivitas ujung saraf pada otot.
4. Alat Tens
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) merupakan
stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang
dihantarkan melalui elektroda luar. Alat ini biasa digunakan di poliklinik
fisioterapi/ rehabilitasi medik.
5. Akupuntur
Akupuntur merupakan pengobatan yang sudah sejak lama digunakan
untuk mengobati nyeri. Jarum–jarum kecil yang ditusukkan pada kulit
oleh terapis, bertujuan menyentuh titik-titik tertentu (tergantung pada
lokasi nyeri) sehingga dapat memblok transmisi nyeri ke otak.
6. Placebo
Plasebo yang dalam bahasa latin berarti “saya ingin menyenangkan”
merupakan zat tanpa proses pengobatan dalam bentuk yang dikenal oleh
penderita sebagai “obat” (seperti kaplet, kapsul, cairan injeksi dan
sebagainya).

7. Relaksasi napas dalam


Teknik relaksasi memberi individu control diri ketika terjadi rasa tidak
nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri Sejumlah teknik
relaksasi dapat dilakukan untuk mengendalikan rasa nyeri ibu dengan
meminimalkan aktivitas simpatik dalam system saraf otonom. Dalam
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi
secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan,
selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi bernafas dalam
juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi
darah. Teknik relaksasi nafas dalam dapat mengendalikan nyeri dengan
meminimalkan aktivitas simpatik dalam system saraf otonom. Pasien dapat
memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama
yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan
lambat bersama setiap inhalasi dan ekhalasi (Smeltzer & Bare, 2015).
Menurut Smeltzer & Bare, (2015) tahapan relaksasi nafas dalam adalah:
1) Ciptakan lingkungan yang tenang
2) Usahakan tetap rileks dan tenang
3) Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
melalui hitungan 1,2,3
4) Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan
ekstrimitas atas dan bawah rileks
5) Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
6) Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut
secara perlahan- lahan
7) Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
8) Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam
9) Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri
10) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang
11) Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali

Anda mungkin juga menyukai