Anda di halaman 1dari 20

ENGERTIAN KESADARAN

Kesadaran merupakan kemampuan individu mengadakan hubungan dengan lingkungan


serta dirinya sendiri (melalui panca inderanya) dan mengadakan pembatasan (limitasi) terhadap
lingkungan dan dirinya sendiri (melalui perhatian). Bila kesadaran baik, maka akan terjadi
orientasi (waktu, tempat dan orang), pengertian yang baik serta pemakaian informasi yang masuk
secara efektif (melalui ingatan dan pertimbangan). (Maramis, 1994: 101).
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter paling mendasar dan paling penting yang
harus ditentukan dan dikaji untuk menentukan status kerusakan pada sistem persyarafan
khususnya pada kasus stroke. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarafan (Hudak & Gallo, 1996: 160)

B.

JENIS KESADARAN

a.

Isi Kesadaran

a)

Kognitif

b)

Afektif
b.

Derajat/tingkat kesadaran (Aurosal) (Juwono, 1993: 1)

C.

BENTUK KESADARAN
a. Kesadaran Menurun
Kesadaran menurun adalah keadaan dengan kemampuan persepsi, perhatian dan

pemikiran yang berkurang secara keseluruhan (secara kuantitatif), kemudian muncullah amnesia
sebagian atau total.
Beberapa tingkat dalam menurunnya kesadaran yaitu:
a)

Apati
Mulai mengantuk, acuh-tak acuh terhadap stimulus, untuk menarik perhatiannya diperlukan
stimulus yang sedikit lebih keras

b)

Somnolen
Sudah mengantuk, untuk menarik perhatiannya dibutuhkan stimulus yang lebih keras

c)

Sopor

Ingatan, orientasi dan pertimbangan sudah hilang. Hanya berespon dengan rangsangan yang
keras
d)

Subkoma dan koma


Tidak ada respon terhadap stimulus yang kuat/keras, pupil melebar, reflek muntah hilang.
(Maramis, 1996: 101)

b. Kesadaran Meninggi
Kesadaran meninggi adalah keadaan dengan respon yang meninggi terhadap stimulus,
biasanya disebabkan pengaruh berbagai zat yang menstimulus otak (psikosimultan) atau oleh
faktor psikologi. (Maramis, 1996: 102)
Selain kesadaran menurun, terdapat beberapa sistem yang digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam keawasan dan keterjagaan, istilah-istilah tersebut antara lain: (Hudak
& Gallo, 1996: 160)
a)

Terjaga: normal

b)

Sadar
Dapat tidur lebih dari biasanya atau sedikit bingung saat pertama kali terjaga, tetapi berorientasi
sempurna ketika bangun.
Dapat berorientasi dan berkomunikasi

c)

Letargi/somnolen
Mengantuk tetapi dapat mengikuti perintah sederhana ketika dirangsang

d)

Stupor
Sangat sulit dibangunkan, tidak konsisten dapat mengikuti perintah sederhana atau berbicara satu
kata atau frase pendek. Menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri. Pendengaran dengan
suara keras dan penglihatan kuat. Non verbal dengan menganggukkan kepala.

e)

Semikomatosa
Gerak bertujuan ketika dirangsang; tidak mengikuti perintah atau berbicara koheren

f)

Koma
Dapat berespon dengan postur secara refleks ketiak distimulasi atau dpat tidak berespon pada
setiap stimulus.

Berdasarkan kwalitas kesadaran, yaitu pengkajian mutu mental seseorang terhadap dunia
luar: (Catatan Ruang Tropik Wanita, 1998)
a)

Composmentis
Bereaksi secara adekuat

b)

Abstensia/kesadaran tumpul/drowsky
Tidak tidur dan tidak megitu waspada, perhatian terhadap sekeliling berkurang, cenderung
mengantuk

c)

Bingung/confused
Disorientasi waktu, tempat dan orang

d)

Delirium
Mental dan motorik kacau, ada halusinasi dan bergerak sesuai dengan kekacauan pikirannya

e)

Apatis
Tidak tidur, tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa

D.

GANGGUAN KESADARAN
a. Gangguan Isi Kesadaran

a)

Gangguan Kognitif

Afasia
Gangguan persepsi
Gangguan berfikir
Gangguan daya ingat
b)

Gangguan Afektif

Apatis
Agitasi

b. Gangguan Kesadaran Akut


a)

Kesadaran Berkabut (clouding of Consciousness)

Penurunan kewaspadaan (awareness)

Penurunan keadaan bangun


Hypereksitabilitas
Iritabilitas
Mengantuk diselingi agitasi
Gagguan perhatian
Kebingungan
Gangguan persepsi sensori (terutama persepsi visual)
Tidak selalu ada disorientasi
Akut atau subacut confusional state bila berat
Salah interpretasi
Gangguan ingatan (kesulitan mengulang angka-angka ke belakang lebih dari 4 atau 5 angka).
b)

Delirium

Disorientasi
Takut
Iriabilitas
Gangguan persepsi sensori dan halusinasi visual
Tidak mengenal diri sendiri dan lingkungannya
Penyakiy yang menyebabkan delirium
c)

Optundation

Penumpulan mental (torpidity)


Penurunan kewaspadaan yang cukup berat
Penurunan minat
Lambatnya jawaban terhadap rangsangan
Sering mengantuk dan banyak tidur
d)

Stupor

e)

Koma

c. Gangguan Kesadaran Sub akut atau Kronik


a)

Demensia

b)

Hypersomnia

c)

Keadaan vegetatif (termasuk coma vigil, spsllic syndrome, mati serebral, mati neokortikal,
dementia total)

d)

Mutisme akinetik

e)

Apallic syndrome: fungsi neokorteks tidak ada tapi batang otak masih ada

f)

Locked-in syndrome:

Tidak ada penurunan kesadaran


Kelumpuhan keempat ekstremitas dan syaraf otak bawah
Pergerakan bola mata ke atas dan berkedip masih ada
g)

Mati otak
Fungsi korteks, subkortikal dan batang otak secara permanen sudah tidak ada. (Juwono, 1993: 14)

E.

PROSES PATOLOGIS PENYEBAB GANGGUAN KESADARAN


a. Keadaan yang secara luas dan langsung menekan fungsi hemisfer serebri (biasanya pada
waktu bersamaan juga mengenai struktur batang otak)
b. Kelainan yang menekan atau merusak substansia grisea (diencepalon, mesenchepalon dan
pons atas).

F.

CARA PENGUKURAN TINGKAT KESADARAN


a. Glasgow Coma Scale (GCS)

a)

b)

Respon Membuka Mata


Spontan

Terhadap bicara

Terhadap nyeri

Tidak ada respon

Respon Verbal
Terorientasi

Percakapan yang membingungkan

Penggunaan kata-kata yang tidak sesuai 3

c)

Suara mengguman

Tidak ada respon

Respon Motorik
Mengikuti perintah

Menunjuk tempat rangsangan

Menghindar dari stimulasi

Fleksi abnormal (dekortikasi)

Ekstensi abnormal (deserebrasi)

Tidak ada respon

Penilaian:
Nilai 3

: kesadaran terburuk

Nilai 3-5

: koma yang dalam

Nilai 6-10

: gangguan kesadaran intermediate

Nilai 11-14

: kesadaran lebih baik

Nilai 15

: terbaik

b. Penggambaran stimulus dan respon klien


a)

Panggil pasien dengan namanya

b)

Panggil namanya dengan keras

c)

Kombinasikan memanggil nama dengan sentuhan ringan

d)

Kombinasikan memanggil nama dengan sentuhan kasar (guncangan dan kejutan)

e)

Timbulkan nyeri

c. Skala Tingkat (Reaksi Stimuli)


1
2

Terjaga; tidak menunda respon


Mengantuk tetapi berespon terhadap stimulus lembut. Bingung
tentang nama, tempat dan waktu

3
4
5
6
7
8

Sangat mengantuk, berespon terhadap rangsangan yang kuat dengan


orientasi gerakan mata, memenuhi perintah atau menunjuk dan
secara aktif berupaya untuk menyingkirkan stimulus
Tidak sadar. Dapat menunjuk tetapi tidak berhasil menyingkirkan
stimulus
Tidak sadar. Gerakan menghindar pada setiap stimulus
Tidak sadar. Gerakan fleksi yang umum terhadap nyeri
Tidak sadar. Gerakan ekstensi yang umum terhadap nyeri
Tidak sadar. Tidak berespon pada stimulasi nyeri

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE


a.

Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal

masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri
dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis
keperawatan. (Lismidar, 1990)
a)

Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang
menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan,
status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)

(a)

Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.

(b) Keluhan utama


Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
(c)

Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti
Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi,
kadang nyeri copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
(d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
(e)

Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro
Susilo, 2000)

(f)

Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan
dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.(Harsono, 1996)

(g) Pola-pola fungsi kesehatan


Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa
kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas
(Doengoes, 2000: 291)
Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria.
Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan
Doengoes, 2000: 290)
Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.

Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik (hemiplegia)
dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran (Doengoes,
1998, 2000: 290)
Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan pandangan,
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya
terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti
obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda emosi yang labil
dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian mengekspresikan diri (Doengoes,
2000: 290)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)
(h)

Pemeriksaan fisik

Keadaan umum

Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran

Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara

Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi

Pemeriksaan integumen

Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu

Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis

Rambut : umumnya tidak ada kelainan

Pemeriksaan kepala dan leher

Kepala : bentuk normocephalik

Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi

Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)

Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara
nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan, adanya
hambatan jalan nafas. Merokok merupakan faktor resiko.
Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat
kembung.
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan neurologi

Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII
central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau
parese wajah.

Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi tubuh,
kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak sama, refleks tendon melemah secara
kontralateral, apraksia

Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang sensorik kontralteral.

Pemeriksaan refleks

Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari
refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.

Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran, gangguan fungsi


kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll
(Jusuf Misbach, 1999, Doengoes, 2000: 291)

2)

Pemeriksaan penunjang
a)Pemeriksaan radiologi

(1)

CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke


permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993), edema, hematoma, iskemia dan infark (Doengoes,
2000: 292)

(2)

MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000:
292)

(3)

Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskuler. (Satyanegara, 1998) atau membantu menenukan penyebab stroke yang lebih spesifik
seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur (Doengoes, 2000: 292)

(4)

Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita
stroke. (Jusuf Misbach, 1999), menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
berlawanan dari massa yang meluas (Doengoes, 2000: 292)

b)
(1)

Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang
masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998). Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli
dan TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandungdarah menunjukkan
adanya perdarahan subarachnoid atau intrakranial. Kadar protein total meningkat pada kasus
trombosis sehubungan dengan proses inflamasi (Doengoes, 2000: 292)

(2)

Pemeriksaan darah rutin

(3)

Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach,
1999)

(4)

Pemeriksaan darah lengkap: unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja,
1993)
b.

Prioritas Keperawatan

1.

Meningkatkan perfusi dan oksigenasi serebral yang adekuat

2.

Mencegah/meminimalkan komplikasi dan ketidakmampuan yang bersifat permanen

3.

Membantu pasien untuk menemukan kemandiriannya dalam melakukan aktivitas sehari-hari

4.

Memberikan dukungan terhadap proses koping dan mengintegrasikan perubaahan dalam


konsep diri pasien

5.

Memberikan

informasi

tentang

proses

penyakit/prognosisnya

dan

kebutuhan

tindakan/rehabilitasi
c.

Tujuan Pemulangan

1.

Fungsi serebral membaik/meningkat, penurunan fungsi neurologis dapat diminimalkan/dapat


didtabilkan

2.

Komplikasi dapat dicegah dan diminimalkan

3.

Kebutuhan pasien sehari-hari dapat dipenuhi oleh pasien sendiri atau dengan bantuan yang
minimal dari orang lain

4.

Mampu melakukan koping dengan cara yang positif, perencanaan untuk masa depan

5.

Proses dan prognosis penyakit dan pengobatannya dapat dipahami


d.

1)

Diagnosa keperawatan
Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan perdarahan intracerebral,

edema serebral, gangguan oklusi (Marilynn E. Doenges, 2000: 293)


2)

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia, hemiparese/hemiplagia


(Donna D. Ignativicius, 1995, doengoes, 2000: 295)

3)

Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori,
penurunan penglihatan (Marilynn E. Doenges, 2000)

4)

Gangguan/kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak,


kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial, kelemahan umum (Donna D.
Ignativicius, 1995, Doengoes, 2000: 298)

5)

Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak
adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)

6)

Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
( Barbara Engram, 1998)

7)

Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori, transmisi,


integrasi, stres psikologis (Doengoes, 2000: 300)

8)

Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi,


kerusakan neuromuskuler, kehilangan kontrol/koordinasi otot, penurunan kekuatan/ketahanan,
kerusakan perseptual, nyeri, depresi (Donna D. Ignativicius, 1995, Doengoes, 2000: 301)

9)

Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara Engram, 1998)

10) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk
dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
11) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi,
disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi (Donna D. Ignatavicius, 1995)
12) Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, persepsi kognitif
(Doengoes, 2000: 303)
e.

Perencanaan

Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah:


Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan perdarahan intracerebral,
edema serebral, gangguan oklusi dibuktikan oleh perubahan tingkat kesadaran, kehilangan
memori, perubahan respon motorik/sensori, gelisah, defisit sensori, bahasa, intelektual dan
emosi, perubahan VS
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil:

Klien tidak gelisah, mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi kognitif dan
motorik/sensori

Tidak ada tanda TIK meningkat

Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit

Tanda-tanda vital stabil (nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali
permenit)
Rencana tindakan

a)

Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan perfusi jaringan otak
dan akibatnya

b)

Anjurkan kepada klien untuk bed rest total

c)

Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua jam

d)

Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)

e)

Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan

f)

Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung

g)

Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor


Rasional

a)

Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan

b)

Untuk mencegah perdarahan ulang

c)

Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan
tindakan yang tepat

d)

Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi
serebral

e)

Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi
perdarahan ulang

f)

Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan
ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik / perdarahan lainnya

g)

Memperbaiki sel yang masih viabel


Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia, hemiparese/hemiplagia
Tujuan :

Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya


Kriteria hasil

Tidak terjadi kontraktur sendi (mempertahankan posisi optimal dan mempertahankan fungsi
secara optimal)

Bertambahnya kekuatan otot

Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

Mempertahankan integritas kulit


Rencana tindakan

a)

Ubah posisi klien tiap 2 jam

b)

Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit

c)

Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit

d)

Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya

e)

Tinggikan kepala dan tangan

f)

Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien


Rasional

a)

Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah
yang tertekan

b)

Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung
dan pernapasan

c)

Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
Gangguan persepsi sensori: perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori
Tujuan: Meningkatnya persepsi sensorik: perabaan secara optimal.
Kriteria hasil:

Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi

Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa

Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan sensori


Rencana tindakan

a)

Tentukan kondisi patologis klien

persepsi

b)

Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian


tubuh/otot, rasa persendian

c)

Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda untuk
menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.

d)

Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang berbahaya. Anjurkan
pada klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang
normal

e)

Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari posisi bagian
tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi
sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati garis tengah,
ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.

f)

Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.

g)

Lakukan validasi terhadap persepsi klien


Rasional

a)

Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana
tindakan

b)

Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh terhadap


keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan
resiko terjadinya trauma.

c)

Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan intepretasi diri.
Membantu klien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah yang
terpengaruh.

d)

Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.

e)

Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan mengintegrasikan sisi yang
sakit.

f)

Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan


dengan sensori berlebih.

g)

Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari persepsi dan integrasi


stimulus.
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi

Tujuan: Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi


Kriteria hasil

Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien

Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai


kebutuhan
Rencana tindakan

a)

Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri

b)

Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap
sungguh

c)

Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan
bantuan sesuai kebutuhan

d)

Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya

e)

Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi


Rasional

a)

Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual

b)

Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus

c)

Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang
diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan
sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan
pemulihan

d)

Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha
secara kontinyu

e)

Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi
kebutuhan alat penyokong khusus
Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan
Tujuan: Tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil

Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan

Hb dan albumin dalam batas normal

Rencana tindakan
a)

Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk

b)

Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan

c)

Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan
diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan

d)

Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu

e)

Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang

f)

Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat
menelan air

g)

Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan

h)

Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan

i)

Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui
selang
Rasional

a)

Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien

b)

Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi

c)

Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler

d)

Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk
menelan dan meningkatkan masukan

e)
f)

Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar
Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan
terjadinya aspirasi

g)

Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak

h)

Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan

i)

Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak
mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
Tujuan: Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit

Kriteria hasil

Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka

Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka

Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka


Rencana tindakan

a)

Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin

b)

Rubah posisi tiap 2 jam

c)

Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol

d)

Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu
berubah posisi

e)

Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan
pelunakan jaringan tiap merubah posisi

f)

Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
Rasional

a)

Meningkatkan aliran darah kesemua daerah

b)

Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah

c)

Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol

d)

Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler

e)

Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan

f)

Mempertahankan keutuhan kulit

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi FKUI /RSCM,
UCB Pharma Indonesia, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Diknakes,
Jakarta.
Doenges, M.E., Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC,
Jakarta.
Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC, Jakarta.

Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hudak C.M., Gallo B.M., 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II, EGC,
Jakarta.
Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, An
HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A., 1995, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process
Approach, 2nd edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Islam, Mohammad Saiful, 1998, Stroke: Diagnosis Dan Penatalaksanaannya, Lab/SMF Ilmu Penyakit
Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Juwono, T., 1993, Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek, EGC, Jakarta.
Lismidar, 1990, Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.
Mardjono M., Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta.
Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Buku II,
EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai