DOSEN PEMBIMBING :
Fatimah Khoirini,M.Kes
TA 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya lah kami dapat menyelasaikan makalah Keperawatan Medikal Bedah II
ini.
Makalah ini kami buat bertujuan untuk menjelaskan materi tentang Asuhan
Keperawatan dengan SLE. Walaupun masih banyak sekali kekurangan-kekurangan
yang harus kami perbaiki. Oleh karena itu untuk memperbaiki makalah ini kami
mengharapkan saran dari teman-teman semua. Jika terdapat kesalahan atau
kekeliruan yang terdapat di dalam makalah kami ini, kami mohon bantuannya untuk
memberbaiki atau mengkritik makalah yang kami buat.
Kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing kami Bunda
Fatimah Khoirini,M.Kes yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan
kepada kelompok kami untuk menyampaikan materi ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................... ii
Daftar Isi........................................................................................................................ iii
BAB I : PENDAHULUAN
1. Latar Belakang................................................................................................. 1
2. Rumusan Masalah.............................................................................................2
3. Tujuan Penulisan..............................................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN
1. Definisi SLE......................................................................................................3
2. Tanda dan Gejalan SLE.....................................................................................3
3. Penatalaksanaan dari SLE.................................................................................5
4.Pencegahan dari SLE..........................................................................................8
5. Pemeriksaan Penunjang SLE ........................................................................8
6. Asuhan Keperawatan dengan SLE....................................................................9
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan......................................................................................................18
2. Saran................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Systemic Erithematosus Lupus (SLE) atau yang biasa dikenal dengan
istilah lupus merupakan suatu penyakit autoimun yang menyebabkan inflamasi
kronik. Penyakit ini terjadi dalam tubuh akibat sistem kekebalan tubuh salah
menyerang jaringan sehat. Penyakit ini juga merupakan penyakit multi sistem
dimana banyak manifestasi klinik yang didapat penderita, sehingga setiap
penderita akan mengalami gejala yang berbeda dengan penderita lainnya
tergantung dari organ apa yang diserang oleh antibody tubuhnya sendiri.
Manifestasi klinik yang paling sering dijumpai adalah skin rash, arthritis, dan
lemah. Pada kasus yang berat, SLE bisa menyebabkan nefritis, masalah
neurologi, anemia, dan trobositopenia.
SLE dapat menyerang siapa saja tidak memandang ras apapun. Hanya saja
penyakit ini angka kejadiannya didominasi oleh prempuan dimana perbandingan
antara prempuan dan laki-laki adalah 10:1. SLE menyerang prempuan pada
usia produksi, puncak insidennya usia antara 14-40. Di Indonesia sendiri
jumlah penderita SLE secara tepat belum diketahui tetapi diperkirakan sama
dengan jumlah pendirita SLE diamerika yaitu 1.500.000 orang ( yayasan lupus
Indonesia)
Pengobatan pada penderita SLE ditujukan untuk mengatasi gejala dan
induksi remisi serta mempertahankan remisi selama mungkin pada
perkembangan penyakit. Karena manifestasi klinis yang sangat bervariasi maka
pengobatan didasarkan pada manifestasi yang muncul pada masing-masing
individu. Obat-obat yang umum digunakan pada terapi farmakologi
penderita SLE yaitu NSAID (Non-Steroid Anti-inflammatory Drugs), obat-obat
antimalarial, kortikosteroid, dan obat-obat antikanker (imunosupresan) selain itu
terdapat obat-obat yang lain seperti terapi hormone, immunoglobulin intravena,
UV A-1 fototerapi monoclonalantibody, dan transplasi sumsum tulang yang
masih menjadi penelitian parailmuwan.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Definisi SLE ?
2. Apa sajakah Tanda dan Gejala SLE ?
3. Jelaskan Penatalaksanaan SLE ?
4. Apasaja Pencegahan SLE ?
5. Apasajakah Pemeriksaan Penunjang SLE?
6. Berikan Contoh Asuhan Keperawatan dengan SLE!
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Definisi SLE
2. Mengetahui Tanda dan Gejala SLE
3. Mengetahui Penatalaksanaan SLE
4. Mengetahui Pencegahan dari SLE
5. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang SLE
6. Mengetahui Contoh Asuhan Keperawatan dengan SLE
BAB II
KONSEP TEORI
A. Pengertian
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah radang kronis yang disebabkan
oleh penyakit autoimun (kekebalan tubuh) di mana sistem pertahanan tubuh
yang tidak normal melawan jaringan tubuh sendiri. Antara jaringan tubuh dan
organ yang dapat terkena adalah seperti kulit, jantung, paru-paru, ginjal, sendi,
dan sistem saraf.
Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang
menyerang banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut
atau kronis, dan disertai adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri
Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun
multisystem dengan manifestasi dan sifat yang sangat berubah – ubah, penuakit
ini terutama menyerang kulitr, ginjal, membrane serosa, sendi, dan jantung.
(Robins, 2007)
B. Tanda dan Gejala
1. Butterfly Rash
Butterfly rash adalah ruam dengan gambaran seperti sayap kupu-kupu.
Ruam ini biasanya timbul di kedua pipi dan hidung pengidapnya.
2. Discoid Rash
Discoid rash adalah ruam berbentuk bulat seperti cakram dengan
bagian tepinya berwarna merah. Ruam ini seringkali meninggalkan bekas
luka, dan biasanya timbul di kulit kepala, wajah, dan leher.
3. Photosensitivity
Pengidap lupus biasanya tidak suka menghabiskan waktu yang lama
di bawah sinar matahari. Sebab, ruam-ruam di wajah dan tubuhnya akan
terasa lebih nyeri jika terkena sinar matahari langsung.
4. Sariawan
Sariawan juga bisa menjadi tanda dan gejala penyakit lupus. Terlebih
jika sariawan yang dialami (baik di lidah maupun rongga mulut) sering
kambuh.
5. Radang Sendi
Radang sendi (arthritis) juga dapat menjadi tanda dan gejala penyakit
lupus. Gejala ini dapat menimbulkan rasa nyeri dan pembengkakan pada
sendi.
6. Serositis
Serositis adalah peradangan pada lapisan dalam paru-paru (pleuritis)
maupun jantung (perikarditis). Peradangan ini dapat menimbulkan nyeri
dada, terutama saat pengidapnya menarik napas.
7. Gangguan Ginjal
Penyakit lupus dapat menyebabkan gangguan ginjal (berupa
kebocoran ginjal) yang ditandai dengan ditemukannya protein dalam urine
(proteinuria).
8. Gangguan Neurologis dan Psikotik
Jika penyakit lupus yang diidap semakin parah, maka, kondisi ini
dapat menyerang jaringan saraf lainnya. Hal inilah yang dapat menyebabkan
gangguan pada sistem kerja otak dan saraf. Gejala yang ditimbulkan berupa
nyeri kepala, gangguan penglihatan, gangguan kejiwaan, bahkan kejang.
9. Kelainan Darah
Gejala ini ditandai dengan penurunan jumlah sel darah merah (anemia),
penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia), dan penurunan sel trombosit
(trombositopenia).
10. Kelainan Imunitas dan Positif ANA
Diagnosis penyakit lupus harus berdasarkan kriteria laboratorium yang
tepat. Salah satu caranya adalah dengan melakukan tes ANA (Antinuclear
Antibodies test/ANA). Tes ini dilakukan untuk mengukur kadar dan pola
aktivitas antibodi pada darah yang melawan tubuh (reaksi autoimun). Hasil
tes ANA yang positif bisa disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya
penyakit lupus.
Lupus dapat menyebabkan peradangan di berbagai organ dan bagian
tubuh. Hal ini menyebabkan gejala lupus bisa sangat beragam dan berbeda
antara satu penderita dengan penderita lain. Meski demikian, terdapat sejumlah
umum yang bisa terjadi, yaitu:
a. Nyeri dan kaku sendi
b. Ruam di kulit, sering terjadi di pipi dan hidung
c. Kelelahan yang tidak diketahui sebabnya
d. Kulit lebih sensitif terhadap sinar matahari
e. Penurunan berat badan
f. Demam tanpa sebab yang jelas
g. Pucat pada jari tangan atau jari kaki
h. Sariawan
C. Penatalaksanaan SLE
Untuk penatalaksanaan pasien SLE dibagi menjadi :
1. Kelompok ringan
Gejala : panas, artritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan,
kelelahan dan sakit kepala.
Penatalakasanaan untuk SLEderajat ringat :
a. Penyakit yang ringan (ruam, sakit kepala, demam, artritis, pleuritis,
perikarditis) hanya memerlukan sedikit pengobatan.
b. Untuk mengatasi artritis dan pleuritis diberikan obat anti peradangan non
steroid.
c. Untuk mengatasi ruam kulit digunakan krim kartikosteroid
d. Untuk gejala kulit dan atritis kadang digunakan obat anti malaria
(hydroxycloroquine)
e. Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5 – 5 mg/hari
f. Dosis dapat diberikan secara bertahap tiap 1-2 minggu sesuai kebutuhan
g. Jika penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari, sebaiknya pada saat
berpergian menggunakan tabir surya, pakaian panjang ataupun kaca mata.
2. Kelompok berat
Gejala : efusi pleura perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik,
tromobositopenia, lupus serebral, vaskulitis akut, miokarditis, pneumonitis
lupus, dan perdarahan paru.
Penatalaksanaan untuk SLE derajat berat :
a. Penyakit yang berat atau membahayakan jiwa penderitanya (anemia
hemolitik, penyakit jantung ataupun paru yang meluas, penyakit ginjal,
penyakit sistem syaraf pusat) perlu ditangani oleh ahlinya.
b. Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama dengan dosis
sesuai kelainan organ sasaran yang terkena.
c. Untuk mengendalikan berbagai menifestasi dari penyakit yang berat bisa
diberikan obat penekanan sistem kekbalan.
d. Beberapa ahli memberikan obat sitoksik (obat yang menghambat
pertumbuhan sel ) pada penderita yang tidak memberikan respon yang
baik terhadap kartikosteroid atau yang tergantung kepada kartikosteroid
dosis tinggi.
3. Penatalaksanaan khusus :
a. Anemia Hemolitik
Prednison 60-80mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari), dapat ditingkatkan
sampai 100-200 mg/hari bila dalam beberapa hari sampai 1 minggu
belum ada perbaikan.
b. Trombositopenia Autoimun
Prednison 60-80mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari). Bila tidak ada repon
dalam 4 minggu, ditambahkan imunoglobulin intravena (IV Ig) dengan
dosis 0,4 mg/kg BB/hari selama 5 hari berturut-turut.
c. Perikarditis Ringan
Obat antiinflamasi non steroid atau anti malaria. Bila tidak efektif dapat
diberikan prednison 20-40 mg/hari
d. Perkarditis Berat (Diberikan prednison 1mg/kg BB/hari
e. Miokarditis
Prednison 1 mg/kg BB/hari dan bila tidak efektif dapat dikombinasi
dengan siklofosfamid.
f. Lupus pneunomitis (prednison 1-1,5 mg/kg BB /hari selama 4-6 minggu)
g. Lupus serebral
Metilprednison 2mg/kg BB/hari untuk 3-5 hari, bila berhasil dilanjutkan
dengan pemberian oral 5-7 hari lalu diturunkan perlahan. Dapat diberikan
metilprednison pulse dosis selama 3 hari berturut-turut.
4. Penatalaksanan Keperawatan
a. Paparan sinar Matahari
Paparan sinar ultraviolet (UV) dapat menyebabkan eksaserbasi
ruam lupus dan juga gejala-gejala sistemik seperti nyeri sendi dan
kelelahan. Ada laporan bahwa pasien yang secara teratur menggunakan
tabir surya (SPF 15 atau lebih) telah secara signifikan lebih rendah
keterlibatan ginjal, trombositopenia dan rawat inap, dan membutuhkan
treatment siklofosfamid yang menurun. Semua anak dengan SLE harus
disarankan untuk memakai tabir surya setiap hari untuk semua kulit yang
terbuka (termasuk telinga), tidak hanya pada hari-hari cerah karena awan
tidak menghilangkan paparan sinar UV (Malleson, Pete; Tekano, Jenny.
2007).
b. Diit dan Latihan
Tidak ada persyaratan khusus diet tetapi karena kortikosteroid-
diinduksi berat badan, makanan tinggi kalori dan garam harus dihindari.
Latihan harus didorong. Cukup banyak anak berpartisipasi di sekolah
penuh waktu, kecuali selama periode penyakit aktif berat. Kegagalan
untuk menghadiri sekolah harus diwaspadai tim kesehatan untuk
kemungkinan masalah psikososial. Komunikasi dengan guru sekolah
diserahkan kepada kebijaksanaan keluarga, dengan keterlibatan tim klinis
jika diminta (Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).
c. Fatique dan Tidur
Kelelahan adalah salah satu gejala yang paling umum. Hal ini
biasanya akan membaik sebagaimana perbaikan penyakit. Beberapa
orang tua merasa sulit selama ini untuk memungkinkan anak-anak
mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan. Terapis 18 okupasi dan fisik
dapat sangat membantu dalam membantu untuk mengembangkan
kegiatan yang lebih baik dan perilaku tidur. Beberapa pola tidur anak-
anak bisa berubah pada awal SLE. Hal ini biasanya berhubungan dengan
kortikosteroid. Beberapa anak menjadi hiperaktif dan murung, dan
mengalami kesulitan tidur. Hal ini dapat ditingkatkan dengan mengambil
dosis kortikosteroid sore hari lebih awal. Beberapa anak pada
kortikosteroid dosis tinggi perlu buang air kecil beberapa kali di malam
hari dan bisa sulit untuk jatuh kembali untuk tidur. Keterkaitan dosis dan
kortikosteroid sekali memunculkan sedikit masalah (Malleson, Pete;
Tekano, Jenny. 2007).
D. Pencegahan SLE
Ada beberapa hal yang bisa anda lakukan untuk mencegah diri dari
serangan penyakit lupus, di antaranya :
1. Hindari stres dan terapkan pola hidup sehat
2. Kurangi kontak langsung yang berlebihan dengan sinar matahari terutama
pada siang hari.
3. Berhenti merokok
4. Berolahraga secara teratur
5. Lakukan diet nutrisi
E. Pemerikasaan Penunjang
SLE merupakan suatu penyakit autoimun pada jaringan ikat yang
menujukan berbagai manifestasi, paling sering berupa artitis. Dapat juga timbul
manifestasi dikulit, ginjal dan neorologis. Penyakit ini ditandai dengan
adanya periode aktivitas (ruam) dan remisi. SLE ditegakan atas dasar gambaran
klinis disertai dengan penanda serologis, khususnya beberapa autoantibodi yang
paling sering digunakan adalah antinukelar antibody (ANA, terapi antibody ini
juga dapat ditemukan pada wanita yang tidak menderita SLE. Antibody yang
kurang spesifik adalah antibouble standed DNA antibody (anti DNA),
pengukuran bermnfaat untuk menilai ruam pada lupus. Anti-Ro, anti-La dan
antibody antipospolipid penting untuk diukur karena meningkatkan resiko pada
kehamilan. Penatalaksanaan SLE harus dilaksanakan secara multidisiplin.
Priode aktifitas penyakit dapat sulit untuk didiagnosa. Keterlibatan ginjal
sering kali disalah artikan dengan preeklamsia, tetapi temuan adanya
peningkatan antibody anti DNA serta penurunan tingkat komplemen membantu
mengarahkan pada ruam.
Antibody pospolipid dapat timbul tanpa SLE tetapi menandakan resiko
keguguran. Temuan pemeriksaan laboratorium :
1. Tes flulorensi untuk menentukan antinuclear antibody (ANA), positif
dengan titer tinggi pada 98% penderita SLE.
2. Pemeriksaan DNA double standed tinggi, spesifik untuk menentukan SLE.
3. Bila titel antibobel strandar tinggi, spesifik untuk diagnose SLE
4. Tes sifilis bias positif palsu pada pemeriksaan SLE.
5. Pemeriksaan zat antipospolipid antigen (seperti antikardolipin antibody)
berhubungan dengan menentukan adanya thrombosis pada pembuluh arteri,
vena atau pada abortus spontan, bayi meninggal dalam kandungan dan
trombositopeni.
Implementasi Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
Objektif :
1. Kemerahan di kulit
klien sudah berkurang
dan suhu kulit klien
sudah menurun
Analisa :
Masalah teratasi
Perencanaan :
Intervensi dihentikan
3. Jumat /15-01- 14 : 00 Subjektif :
2021 1. Klien mengattakan
sudah mulai bisa
menelan makanan
Objektif :
2. Klien tampak sudah
mulai menghabiskan
porsi makanannya
Analisa :
Masalah teratasi
Perencanaan :
Intervensi dihentikan
4. Jumat /15-01- 14:00 ubjektif :
2021 1. Klien mengatakan
lelah sudah berkurang
2. Klien mengatakan
sudah mulai bisa
melakukan latihan
gerakan pasif dan aktif
Objektif :
1. Bekerja sama dengan
baik pada tenaga
kesehatan yang terkait
Analisa :
Masalah teratasi
Perencanaan :
Intervensi dihentikan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah radang kronis yang disebabkan
oleh penyakit autoimun (kekebalan tubuh) di mana sistem pertahanan tubuh
yang tidak normal melawan jaringan tubuh sendiri. Antara jaringan tubuh dan
organ yang dapat terkena adalah seperti kulit, jantung, paru-paru, ginjal, sendi,
dan sistem saraf.
Diagnosa keperawatan yang angkat pada makalah ini yaitu Nyeri kronis
berhubungan dengan gangguan imunitas, hipertermia berhubungan dengan
proses penyakit, risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan makanan, dan keletihan berhubungan dengan konaisi fisiologis (peyakit
kronis).
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini penulis mengharapkan agar seluruh
pembaca dapat menelaah dan memahami apa yang telah penulis susun untuk
kemajuan penulisan makalah yang selanjutnya. Kemudian kepada perawat dan
mahasiswa disarankan agar lebih memahami tenang penyakit SLE sehingga
dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik dan sesuai dengan prosedur yang
berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Adela.2017.https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/3bd26
838561de03985bfae69c574e734.pdf
Muthusamy,v.2017.https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_di
r/4b5af7f9d2503f55a347e689e5d7f2ab.pdf
Tarigan,D,R.2019.https://www.academia.edu/38153971/ASKEP_SLE_KMB_doc