Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN SINDROM STEVEN


JOHNSON”

OLEH :

FATMA SUSANTI (1811008)

YUDHATY ANDRA N (1811020)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

STIKES PATRIA HUSADA BLITAR

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah
melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA
KLIEN DENGAN SINDROM STEVEN JOHNSON” ini dengan baik. Makalah
ini dibuat guna memenuhi tugas dari mata kuliah keperawatan medikal bedah III.

Kami menyadari atas kekurangan kemampuan penulis dalam pembuatan


makalah ini, sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi kami apabila
mendapatkan kritikan dan saran yang membangun untuk menyempurnakan
makalah ini. Demikian akhir kata dari kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi
semua pihak dan menambah wawasan bagi pembaca.

Blitar, 23 Maret 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Tujuan..........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN KONSEP DASAR PENYAKIT .................................2
A. Definisi ........................................................................................................2
B. Etiologi ........................................................................................................2
C. Manifestasi Klinis........................................................................................3
D. Patofisiologi ................................................................................................5
E. Pemeriksaan Penunjang ..............................................................................5
F. Pathway ......................................................................................................6
G. Penatalaksanaan...........................................................................................7
BAB III KONSEP ASKEP ..................................................................................8
A. Pengkajian ...................................................................................................8
B. Diagnosa Keperawatan ...............................................................................9
C. Intervensi Keperawatan ..............................................................................9
BAB IV PENUTUP .............................................................................................15
A. Kesimpulan................................................................................................15
B. Saran ..........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom steven jhonson merupakan kelainan kulit yang bersifat fatal dan
merupakan kondisi paling ekstrim dari eritema multiformis. Kondisi ini dipicu
oleh penggunaan medikasi. Antibiotik, agens anti kejang NSAID, dan
sulfonamida adalah obat-obatan yang paling sering menimbulkan kejadian ini.
Seluruh permukaan tubuh dapat dipenuhi oleh eritema dan lepuhan (Brunner &
Suddarth, 2013).

Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika, yaitu A.
M. Steven dan S.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson yang bisa disingkat
SSJ merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan. Penyakit ini
umumnya menyerang anak-anak dan dewasa maupun muda,  jarang dijumpai pada
anak usia 3 tahun kebawah. Perbandingan antara pria dan wanita tidak berbeda
jauh, di rumah Sakit Ciptomangunkusumo setiap tahun kira-kira ditemukan 10
kasus. Pada cuaca yang dingin, penyakit ini sering ditemukan juga adanya faktor
fisik pada lingkungan seperti sinar matahari dan sinar X yang akan mempengaruhi
timbulnya sindrom ini.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui
A. Definisi Sindrom Steven Johnson
B. Etiologi Sindrom Steven Johnson
C. Manifestasi klinis Sindrom Steven Johnson
D. Patofisiologi Sindrom Steven Johnson
E. Pemeriksaan penunjang Sindrom Steven Johnson
F. Pathway Sindrom Steven Johnson
G. Penatalaksanaan Sindrom Steven Johnson
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan klien dengan Sindrom Steven
Johnson

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Definisi Sindrom Steven Johnson Sindrom steven jhonson
merupakan kelainan kulit yang bersifat fatal dan merupakan kondisi paling
ekstrim dari eritema multiformis. Kondisi ini dipicu oleh penggunaan
medikasi. Antibiotik, agens anti kejang NSAID, dan sulfonamida adalah
obat-obatan yang paling sering menimbulkan kejadian ini. Seluruh
permukaan tubuh dapat dipenuhi oleh eritema dan lepuhan (Brunner &
Suddarth, 2013).
Stevens Johnson Syndrome adalah sebuah kondisi mengancam
jiwa yang mempengaruhi kulit dimana kematian sel menyebabkan
epidermis terpisah dari dermis. Sindrom ini diperkirakan oleh karena
reaksi hipersensitivitas yang mempengaruhi kulit dan membrane mukosa.
Walaupun pada kebanyakan kasus bersifat idiopatik, penyebab utama yang
diketahui adalah dari pengobatan, infeksi dan terkadang keganasan.
(Kusuma & Nurarif, 2015).
Sindrom Steven Johnson merupakan sindrom yang mengenai
kulit, selaput lendir diorifisium, dan mata dengan keadaan umum
bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa eritema,
vesikel/bula, dapat disertai purpura. (Muttaqin, 2012).
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa sindrom
steven  johnson yaitu suatu sindrom yang terjadi pada kulit/integumen,
dimana seluruh permukaan tubuh dipenuhi oleh eritema dan lepuhan, yang
kebanyakan diketehui disebabkan oleh respon dari pengobatan, infeksi,
dan terkadang keganasan.

B. Etiologi
Beberapa penyebab menurut kusuma& nurarif 2015:
1. Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus herpes
simpleks, influenza, gondongan atau mumps, histoplasmosis, virus
Epstein-Barr, atau sejenisnya).
2. Efek samping dari obat-obatan (allopurinol, diklofenak, fluconazole,
valdecoxib, sitagliptin, penicillin, barbiturat, sulfanomide, fenitoin,
azitromisin, modafinil, lamotrigin, nevirapin, ibuprofen,
ethosuximide, carbamazepin).
3. Keganasan (karsinoma dan limfoma)
4. Faktor idiopatik (hingga 50%).

2
5. Sindrom steven johnson juga dilaporkan secara konsisten sebagai efek
samping yang jarang dari suplemen herbal yang mengandung
gingseng.. Sindrom steven johnson juga mungkin disebabkan oleh
karena penggunaan kokain.
6. Walaupun SSJ dapat disebabkan oleh infeksi viral, keganasan atau
reaksi alergi berat terhadap pengobatan, penyebab utama nampaknya
karena penggunaan antibiotik dan sulfametoksazole. Pengobatan yang
secara turun menurun diketahui menyebabkan SSJ, eritem
multiformis, sindrom Lyell, dan nekrolisis epidermal toksik
diantaranya sulfanomide (antibiotik), penisilin (antibiotic), berbiturate
(sedative), lamotrigine (antikonvulsan), fenitoin-dilantin
(antikonvulsan). Kombinasi lamotrigin dengan asam valproat
meningkatkan resiko dari terjadinya SSJ.

C. Manifestasi Klinis
Menurut Bunner & suddarth,2013 :
1. Konjungtiva terasa panas atau gatal
2. Nyeri tekan kutaneus
3. Demam
4. Sakit kepala
5. Batuk
6. Sakit tenggorokan
7. Malaise
8. Mialgia (nyeri dan sakit)
Menurut Kusuma& Nurarif 2015 pada Sindrom Steven Johnson dapat
terlihat adanya kelainan berupa:
1. Kelainan kulit
Kelainan kulit dapat berupa eritema, vesikal, dan bulla. Eritema
mberbentuk seperti cincin (pinggir eritema tengahnya relatif
hiperpigmentasi) yang berkembang menjadi urtikari atau lesipapuler
berbentuk target dengan pusat ungu atau lesi sejenis dengan vesikel
kecil. Vesikel kecil dan bulla kemudian memecah sehingga terjadi
erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi erupsi hemorrhagis
berupa ptechiae atau purpura. Bila disertai purpura, prognosisnya

3
menjadi lebih buruk. Pada keadaan yang berat kelainannya menjadi
generalisate.

2. Kelainan selaput lendir di orifisium


Kelainan selaput lendir di orifisium yang tersering ialah pada
mukosa mulut/bibir (100%), kemudian disusul dengan kelainan di
lubang alat genitalia (50%), sedangkan di lubang hidung dan anus
jarang (masing-masing 8% - 4%).

3. Kelainan mata
Kelainan pada mata merupsksn 80% diantara semua kasus, yang
sering terjadi ialah conjunctivitis kataralis. Selain itu dapat terjadi
conjunctivitis purulen, pendarahan, simblefaron, ulcus cornea,
iritis/iridosiklitis yang pada akhirnya dapat terjadi kebutaan sehingga
dikenal trias yaitu stomatitis, conjunctivitis, balanitis, uretritis.

D. Patofisiologi
Patogenesisnya belum
jelas, diperkirakan karena reaksi
alergi tipe III dan IV. Reaksi tipe
III terjadi akibat terbentuknya
kompleks antigen-antibodi yang membentuk mikropresipitasi sehingga
terjadi aktivasi sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi netrofil
yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan

4
pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi akibat limfosit T yang
tersensitisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama, kemudian
limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Muttaqin, 2012).

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia.
Bila disangka penyebabnya infeksi dapat dilakukan kultur darah.
2. Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema,
dan esktravasasi sel darah merah. Degenerasi lapisan basalis.
Nekrosis sel epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di
epidermis.
3. Imunologi : Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah
dermal superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung
IgG, IgM, IgA.

F. Pathway

5
G. Penatalaksanaan

6
Penanganan secara cepat bertujuan untuk mengontro keseimbangan
dan elektrolit, mencegah sepsis, dan mencegah komplikasi pada mata.
Focus penanganan adalah pemberian asuhan yang suportif diantaranya :
1. Semua pengobatan yang tidak penting dihentikan dengan segera
2. Operasi debridement untuk mengangkat kulit yang rusak
3. Pemberian cairan intravena untuk mempertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit
4. Penggantian cairan diberikan melalui NGT dan oral secepat
mungkin
5. Pemberian imunoglobin melalui intravena untuk mempercepat
kondisi dan penyembuhan kulit
6. Pemberian antibiotic
7. Perawatan topikal

BAB III

7
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesa riwayat pengobatan pasien
2. Pemariksaan secara Haed to toe
3. Pemeriksaan fisik
Agar data yang diperoleh dalam pengkajian benar-benar
tepat, pengkajian harus dilakukan dengan pencahayaan yanng
menadai kulit harus dikaji secara menyeluruh dan tidak terbatas
pada lokasi abnormal saja 
Pengkajian kulit
a. Inspeksi
Warna kult, Kelembapan kulit, Lesi, Kelainan di
selaput lendir yang sering ialah mukosa mulut, kemudian
genital, sedangkan dilubang hidung dan anus jarang
ditemukan, mata yang sering ialah konjungtivitis,
perdarahan, simblefarop, ulkus kornea, iritis dan
iridosiklitis Kelainan juga dapat dilihat  berupa vesikal dan
bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi dan
ekskoriasi serta krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk
pescudo membran. Di bibir yang sering tampak adalah
krusta berwarna hitam yang tebal.
b. Palpasi
Turgor kulit, Edema, Elastis kulit 
4. Gambaran klinik
5. Histopatologi
6. Riwayat kesehatan : riwayat alergi, reaksi alergi terhadap makanan,
obat serta zat kimia, masalah kulit sebelumnya dan riwayat kanker
kulit.
7. Riwayat Kesehatan Kelauarga : ada atau tidak anggota keluarga
yang mengalami riwayat penyakit alergi
8. Pemeriksaan kulit infeksi
Warna, suhu, kelembapan, kekeringan, Turgor kulit, edema
9. Data Fokus
a. Data Subjektif : Gatal-gatal pada kulit, sulit menelan,
pandanganya kabur, aktivitas menurun.

8
b. Data Objektif: Kemerah-merahan, memegangi
tenggorokan, gelisah, tampak lemas dalam aktivitas
10. Data Penunjang
a. Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia
b. Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan
ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis,
nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema intrasel di
epidermis.
c. Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek
imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen pencedara fisiologis
2. Gangguan integritas kulit/ jaringan b.d perubahan hormonal
3. Risiko deficit nutrisi d.d ketidakmampuan menelan makanan
4. ansietas b.d ancaman terhadap konsep diri

C. Intervensi

DX Luaran Intervensi

1. Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri


3x24 jam diharapkan tingkat 1. Observasi
nyeri menurun dengan criteria a. Identifikasi lokasi,
hasil : karakteristik, durasi,
a. Keluhan nyeri menurun frekuensi,,kualitas, intensitas nyeri
b. Gelisah menurun b. Identifikasi respons nyeri non
c. Meringis menurun verbal
c. Identifikasi faktoryang
memperberat dan memperingan
nyeri
d. Monitor efek samping
penggunaan analgesic
2. Terapeutik

9
a. Berikan tehnik non
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
b. Control lingkungan yang
memperberat nyeri
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
3. Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan
analgesic secara tepat
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
analgesic, jika perlu

2. Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit


3x24 jam diharapkan integritas 1. Observasi
kulit dan jaringan meningkat a. Identifikasi penyebab
dengan criteria hasil : gangguan integritas kulit
a. Keusakan integritas 2. Terapeutik
jaringan menurun a. Gunakan produk berbahan
b. Kerusakan lapisan kulit petroleum atau minyak pada kulit
menurun kering
c. Kemerahan menurun b. Gunakan produk berbahan
alami atau hipoalergik pada kulit

10
sensitive
c. Hindari produk berbahan dasar
alcohol pada kulit kering
3. Edukasi
a. anjurkan menggunakan
pelembab
b. anjurkan minum air yang
cukup
c. anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
d. hindari temperature yang
ekstrem

3. Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi


3x24 jam diharapkan status 1. Observasi
nutrisi membaik dengan a. Identifikasi status nutrisi
criteria hasil : b. Identifikasi alergi dan
a. Porsi makan yang intleransi makanan
dihabiskan meningkat c. Identifikasi maanan yang
b. Kekuatan otot menelan disukai
menelan d. Monitor asupan makanan
c. IMT membaik e. Monitor BB
d. Frekuensi makan membaik 2. Terapeutik
a. Fasilitasi menentukan
pedoman diet
b. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
c. Berikan makanan yang tinggi
serat untuk mencegah konstipasi
d. Berikan suolemen makan
3. Edukasi
a. Anjurkan posisi duduk,jika

11
mampu
b. Anjurkan diet yang
diprogramkan
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu

5. Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas


3x24 jam diharapkan tingkat 1. Observasi
ansietas menurun dengan a. Identifikasi saat tingkat
criteria hasil: ansietas berubah
a. Verbalisasi kebingungan b. Identifikasi kemampuan
menurun mengambil keputusan
b. Verbalisasi khawatir c. Monitor tanda-tanda ansietas
akibat kondisi yang dihadapi 2. Terapeutik
menurun a. ciptakan suasana terapeutik
c. Perilaku gelisah menurun untuk menumbuhkan keprcayaan
d. Perilaku tegang menurun b. temani pasien untuk
mengurangikecemasan, jika
memungkinkan
c. pahami situasi yang membuat
ansietas
d. dengarkan dengan penuh
perhatian
e. motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu kecemasan
f. diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa yang
akan datang

12
3. edukasi
a. jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
b. informasikan secara factual
mengenai diagnosis, pengobatan
dan prognosis
c. anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien,jika perlu
d. anjurkan mengungkapakan
perasaan dan persepsi
e. latih tehnik relaksasi
f. latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
g. latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
4. kolaborasi
a. kolaborasi pemberian obat
ansietas, jika perlu

13
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Sindrom steven johnson yaitu suatu sindrom yang terjadi pada
kulit/integumen, dimana seluruh permukaan tubuh dipenuhi oleh eritema dan
lepuhan, yang kebanyakan diketehui disebabkan oleh respon dari pengobatan,
infeksi, dan terkadang keganasan. Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan
karena reaksi alergi tipe III dan IV. tanda-tanda awal sindrom steven jhonson
antara lain konjungtiva terasa panas atau gatal, nyeri tekan kutaneus, demam, sakit
kepala, batuk, sakit tenggorokan, malaise ekstrem, dan mialgia (nyeri dan sakit).
Pada sindroma ini terlihat adanya kelainan kulit, kelainan selaput lendir di
orifisium, dan kelainan mata.
Fokus utama penanganan adalah pemberian asuhan yang suportif. Pemberian
asuhan keperawatan yang komprehensif yaitu dimulai dari pengkajian klien,
menentukan diagnosa keperawatan yang muncul, dan menyusun intervensi yang
akan dilakukan pada klien dengan sindrom steven johnson dengan tepat agar klien
dapat meningkat status kesehatannya.
B. Saran
Pembaca sebaiknya jangan hanya membaca makalah ini saja karena masih
banyak literature yang dapat menambah wawasan Anda.

14
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus PPNI
Tjokroprawiro Askandar.2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga Univesity Press
https://www.academia.edu/36756426/ASUHAN_KEPERAWATAN_SINDROM
_STEVEN_JOHNSON

15

Anda mungkin juga menyukai