Miftakhul Jannah
180070300111019
Kelompok 3A
A. Anatomi Fisiologi
Imunologi adalah suatu ilmu yang mempelajari antigen, antibody, dan fungsi
pertahanan tubuh penjamu yang diperantarai oleh sel, terutama berhubungan imunitas
terhadap penyakit, reaksi biologis hipersensitif, alergi dan penolakan jaringan.
Sistem imun adalah sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi
dari makromolekul asing atau serangan organism, termasuk virus, bakteri, protozoa dan
parasit. Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh molekul
lain seperti yang terjadi pada autoimunitas dan melawan sel yang teraberasi menjadi
tumor
Letak sistem imun
B. Definisi
SLE merupakan penyakit autoimun kronik yang akan berpengaruh pada sistem organ
tubuh dan biasanya autoantibodi bersirkulasi terhadap beberapa komponen sel yang dapat
mengakibatkan peradangan yang menyebar secara luas, deposisi kompleks dan vaskulitis
(Kim dan Mahon, 2013).
Rasidah (2015) mengatakan bahwa SLE terjadi karena sistem kekebalan tubuh yang
bereaksi secara tidak terkendali sehingga mengakibatkan peradangan pada sistem ogan dan
jaringan. Pada orang normal antibodi dan sel darah putih berfungsi untuk melindungi tubuh
dari serangan virus, kuman dan bakteri, namun sebaliknya pada penderita SLE sistem imun
justru menyerang ke organ-organ yang normal sehingga fungsinya terganggu.
C. Epidemiologi
Menurut Syamsi Dhuha Foundation tahun 2017, angka kejadian SLE di dunia yaitu
sekitar 5 juta penyandang dengan setiap tahunnya bertambah 100.000 kasus baru. Di Asia
rata-rata angka kejadian SLE yaitu sekitar 1-25 kesakitan per 100.000 penduduk (Pons et
al., 2010). Jumlah penderita SLE di Indonesia belum diketahui secara pasti, namun
diperkirakan mencapai 1,5 juta orang (Kemenkes, 2017). Pada tahun 2016, rata-rata angka
kejadian kasus baru SLE di rumah sakit Saiful Anwar Malang sejumlah 14,5%
(Perhimpunan SLE Indonesia, 2017). Sedangkan di kota Malang pada tahun 2017 jumlah
penderita SLE yaitu sekitar 350 orang yang tersebar di kota Malang dan sekitarnya
(Yayasan Kupu Parahita Indonesia, 2017).
D. Etiologi
Menurut Kim dan Mahon tahun 2013, etiologi SLE tidak diketahui, namun ada
sebagai berikut:
1. Faktor Lingkungan
Pada penderita SLE jika sering terpapar sinar matahari secara langsung
maka akan menyebabkan kekambuhan atau bertambah berat. Hal ini akan
b. Stres
kondisinya. Hal ini terjadi karena respon imun tubuh akan terganggu. Namun stres
tidak akan menyebabkan SLE pada orang yang memiliki autoantibodinya normal.
c. Infeksi
Penyebab infeksi dalam hal ini adalah virus dan bakteri yaitu Epstein Barr
terjadi karena ketika seseorang sudah pernah terkenan infeksi maka dapat
d. Penggunaan Obat-obatan
Dalam hal ini adalah obat-obatan yang diminum dalam jangka waktu lama
2. Faktor Genetik
Genetik sangat berperan penting dalam penyebab SLE. Namun tidak semua
orang yang kecenderungan genetik akan menderita SLE. Biasanya hanya sekitar 10%
penderita SLE mempunyai orang tua atau saudara kembar yang menderita SLE.
a. Hormonal
terjadinya SLE. Hal ini diakibatkan karena metabolisme estrogen yang abnormal
b. Imunologi
1) Antigen
perubahan. Hal tersebut yang dapat menyebabkan reseptor yang telah berubah
mengalami apoptosis.
3) Kelainan Antibodi
E. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari,
alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pada
SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor
yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan.
Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan
F. Manifestasi Klinis
Menurut National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases tahun 2014,
menyebutkan manifestasi SLE adalah sebagai berikut:
1. Nyeri atau bengkak pada sendi
2. Nyeri otot
3. Demam tanpa penyebab yang diketahui
4. Ruam kemerahan diwajah
5. Nyeri dada ketika nafas dalam
6. Rambut rontok
7. Jari-jari pucat atau ungu
8. Sensitiv terhadap cahaya matahari
9. Pembengkakan di kaki dan sekitar mata
10. Ulkus mulut
11. Pembengkakan pada kelenjar
12. Kelelahan
13. Anemia (penurunan sel darah merah)
14. Sakit kepala
15. Kebingungan dan merasa sedih.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Rasidah tahun 2015, penderita SLE perlu melakukan pemeriksaan yaitu
sebagai berikut:
2. Tes Urinalisis
Hasil dari tes ini akan menunjukkan adanya sel darah merah dan sel darah
Pada penderita SLE akan didapatkan hasil positif pada saat pemeriksaan ANA.
4. X-Ray Dada
Pada pemeriksaan ini akan didapatkan hasil yang menunjukkan pleuritis maupun
pneumonitis SLE.
5. Biopsi Ginjal
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui stadium penyakit serta luas lesi
pada ginjal.
Menurut Kowalak et al., 2011, pemeriksaan penunjang pada SLE adalah sebagai
berikut:
Tes ini digunakan dalam pemeriksaan SLE karena sangat spesifik dan
memiliki korelasi dengan aktivitas penyakit terutama jika terjadi gangguan pada
ginjal serta dapat memantau hasil terapi. Namun pada keadaan remisi kadarnya
Pada pemeriksaan ini akan menunjukkan penurunan pada komplemen (C3 dan
Menurut Kim dan Mahoon tahun 2013, kriteria SLE berdasarkan American
College of Rheumatology (ACR) 1997 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1. Kriteria Systemic Lupus Erithematosus ACR
No. Klasifikasi Definisi
1. Malar Rash - Terdapat eritema
- Datar
- meninggi yang cenderung tidak mengenai
lipatan nasolabial
2. Discoid Rash - Bercak eritema menonjol dengan skuama
keratosis
- Sumbatan folike
- Parut atrofi muncul pada lesi yang sudah
timbul
3. Fotosensitivitas Ruam kulit yang muncul akibat reaksi
karena terpapar oleh sinar UV A maupun
UV B
4. Ulser Mulut - Ulserasi oral atau pada orofaring
- Tidak nyeri jika sudah kronis
5. Artritis Nonerosiv - Terjadi pada dua atau lebih sendi perifer
- Adanya nyeri tekan
- Pembengkakan dan efusi
6. Pleuritis atau - Pleuritis yaitu nyeri dada pada pleura
Perikarditis sebagai bukti adanya efusi pleura.
- Pericarditis yaitu diliat dengan EKG sebagai
bukti adanya efusi perikardial.
7. Kelainan Ginjal - Protein urea persisten >0,5 g/ hari atau > 3+
jika kuantisasi tidak dilakukan.
- Cellular gips yaitu berupa sel darah merah,
Hb, butiran, tubular maupun campuran.
8. Kelainan - Kejang
Neurologi - Psikosis
9. Kelainan - Anemia hemolitik yaitu dengan
Hematologi retikulositosis.
- Leukopenia yaitu <4000/ mm3 pada dua
pemeriksaan.
- Limfopenia yaitu <1500/ mm3 pada dua
pemeriksaan.
- Trombositopenia yaitu <100.000/ mm3
dengan tidak adanya obat yang berkaitan.
10. Gangguan Imun - Antibodi anti DNA pada DNA asli terhadap
titer abnormal.
- Anti Sm yaitu adanya antibodi terhadap
antigen nuklir Sm.
- Antibodi antifosfolipid ditemukan positif
pada: (abnormal pada tingkat serum IgG
atau antibodi IgM cardiolipin;
menggunakan metode standar pada tes
positif untuk koagulan SLE; atau dengan tes
positif palsu paling sedikit 6 bulan
dikonfirmasi dengan imobilisasi Treponema
Pallidum atau tes absorpsi antibodi
Treponemal neon).
11. Antibodi - Dengan menggunakan imunofluoresensi
Antinuklear atau uji setara pada setiap titik waktu dan
positif dengan tidak adanya obat ditemukan titer
antibodi antinuclear tidak normal.
H. Penatalaksanaan
Menurut Cunha dan Seibert (2016) penatalaksanaan SLE adalah sebagai berikut:
1. Terapi Dasar
a. Pada terapi ini penderita SLE disarankan untuk menghindari cahaya matahari
2. Antimalaria
mengobati tanda dan gejala SLE seperti dermatitis, artritis dan gejala konstitusional.
3. Penggunaan Kortikosteroid
aktivitas penyakit SLE secara cepat dan mencegah komplikasi yang parah dan
mengancam kehidupan seperti vaskulitis dan nefritis. Pada terapi kortikosteroid sering
diberikan secara oral dan jika terjadi komplikasi yang mengancam jiwa dapat
prednisone.
4. Immunosupresan
Obat ini digunakan untuk mengobati manifestasi SLE yang mengancam jiwa
seperti neuropskiatri, perdarahan paru dan vaskulitis sistemik. Ada beberapa jenis obat
Rituximab.
Terapi ini digunakan untuk mengurangi adanya mukokutan SLE sedang sampai
1. Pada Rheumatologi
dan rupture tendon yang diakibatkan karena penggunaan obat steroid jangka panjang
2. Pada Dermatologi
Komplikasi pada dermatologi ditemukan adanya ruam wajah, adanya sisik pada
wajah, leher dan kepala, adanya ulserasi membran mukosa dan lesi vaskulitis.
Komplikasi tersebut akan semakin memburuk jika sering terpapar sinar matahari.
3. Pada Ginjal
Komplikasi pada ginjal yaitu lupus nefritis, gagal ginjal, hipertensi, edema
perifer. Pada komplikasi tersebut ditemukan adanya proteinuria persisten pada ginjal
penderita.
4. Pada Neurologi
depresi, mania, psikosis bahkan koma. Hal tersebut terjadi karena adanya deposisi
kompleks imun pada pembuluh darah dan efek mediasi dari sitokin pada parenkim
otak.
5. Pada Jantung
endokarditis, miokarditis, perikariditis. Selain itu juga adanya antibodi anti fosfolipid
yang dikaitkan dengan arteri koroner, katup jantung dan pembuluh miokard. Namun
yang paling sering terjadi sebagai komplikasi pada SLE yaitu arterosklerotik.
6. Pada Paru-Paru
Komplikasi pada paru-paru yang sering terjadi yaitu nyeri dada pada pleura
dengan atau tanpa efusi; komplikasi akut seperti pneumonitis biasanya ditandai dengan
batuk, dyspnea, nyeri pleura, hipoksemia dan demam; nodul paru; emboli paru;
7. Pada Gastrointestinal
Komplikasi yang umum terjadi seperti disfagia yang ditandai dengan adanya
nyeri dada retrosternal, mules, regurditas akibat dari dismotilitas esophagus. Selain itu
juga pada penderita SLE mengalami komplikasi gastritis yang disebabkan karena
penggunaan obat anti inflamasi jangka panjang. Ada juga komplikasi lain seperti
obstruksi pseudo usus, peritonitis karena bakteri secara spontan, pankreatitis, disfungsi
8. Pada Hematologi
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
status kesehatan klien. (Nursalam, 2011) Pengkajian pada pasien stroke meliputi:
1. Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor registrasi, dan diagnose medis.
2. Keluhan utama: Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Penyakit sekarang: Anamnesis riwayat kesehatan sekarang difokuskan pada gejala
sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri,
kaku, demam, anoreksia, dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup, serta citra diri
pasien.
4. Riwayat penyakit dahulu: Menceritakan tentang riwayat penyakit terdahulu yang
pernah diderita klien.
5. Riwayat penyakit keluarga: Apakah dari anggota keluarga ada yang menderita
penyakit seperti klien ( penyakit genetic atau menular)
6. Pemeriksaan Fisik
a. Sendi
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri saat bergerak, rasa kaku pada
pagi hari.
b. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala muka dan leher. Lesi akut
pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pada
pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum
durum.
c. Jantung
Friction rub pericardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura. Lesi
eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan
vascular terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor
lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
d. Paru-Paru
Pleuritis dan efusi pleura.
e. Ginjal
Edema dan hematuria
f. Saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang.
Pemeriksaan fisik menggunakan empat langkah mendapatkan hasil sebagai
berikut:
a. Inspeksi (pengamatan secara seksama mengenai status kesehatan klien dari kepala
sampai kaki). Pada klien SLE mungkin akan ditemukan hasil antara lain:
1) Ruam wajah dalam pola malar (seperti kupu-kupu) pada daerah pipi dan
hidung
2) Lesi dan kebiruan diujung jari akibat buruknya sirkulasi dan hipoksia kronik
3) Lesi berskuama di kepala, leher dan punggung, pada beberapa penderita
ditemukan eritema dan sikatrik
4) Luka-luka di selaput lendir dan pharing
5) Dapat terlihat tanda peradangan satu atau lebih persendian yaitu
pembengkakan, warna kemerahan, dan rentang gerak yang terbatas
6) Perdarahan sering terjadi terutama dari mulut dan urine berwarna
kemerahan
7) Gerakan dinding toraks mungkin tidak simetris atau tampak tanda-tanda
sesak (bernapas menggunakan cuping hidung, retrasi supra sterna, bahkan
intercostals apabila terdapat gangguan pada organ paru)
b. Palpasi (pemeriksaan dengan menggunakan sentuhan atau rabaan guna
mengetahui ciri jaringan dan organ):
1) Sklerosis, yaitu yaitu terjadi pangencangan dan pengerasan kulit jari-jari
tangan
2) Nyeri tekan pada daerah sendi yang meradang
3) Oedema mata kaki, mungkin menandakan hipertensi dan gangguan pada
ginjal
c. Perkusi (pemeriksaan dengan cara mengetuk bagian tubuh tertentu untuk
mengetahui reflek atau untuk mengetahui kesehatan suatu organ tubuh, misalnya:
perkusi organ dada untuk mengetahui keadaan paru dan jantung
d. Auskultasi (pemeriksaan dengan cara mendengarkan, biasanya menggunakan
stetoskop. Untuk mendengarkan bunyi jantung dan paru sehingga dapat
mengetahui ada tidaknya ketidaknormalan dari pada organ.
B. Diagnosa Keperawatan
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta
fisiologis yang di akibatkan penyakit kronik.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ulkus oral
sehingga nafsu makan menurun.
Intervensi:
1) Perawatan tirah baring
a. Jelaskan alasan diperlukannya tirah baring.
b. Jaga kain linen agar tetap bersih, kering, dan bebas kerutan.
c. Berikan pasien yang tidak dapat mobilisasi palin tidak setiap 2 jam sekali,
sesuai dengan jadwal yang spesifik.
d. Ajarkan latihan di tempat tidur dengan cara yang tepat.
2) Terapi latihan: Mobilitas sendi
a. Jelaskan pada pasien atau keluarga manfaat dan tujuan melakukan latihan
sendi.
b. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan latihan ROM pasif dengan
bantuan, dan ROM aktif.
3. Diagnosa Keperawatan: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam diharapkan status
nutrisi terpenuhi dengan skala sebagai berikut:
1. Sangat menyimpang dari rentang normal
2. Banyak emnyimpang dari rentang normal
3. Cukup menyimpang dari rentang normal
4. Sedikit menyimpang dari rentang normal
5. Tidak menyimpang dari rentang normal
No Outcome 1 2 3 4 5
1. Asupan gizi 1 2 3 4 5
2. Asupan makanan 1 2 3 4 5
3. Asupan cairan 1 2 3 4 5
4. Rasio berat badan/tinggi bedan 1 2 3 4 5
Intervensi:
1. Manajemen nutrisi
a. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien) untuk memenuhi
kebutuhan gizi
b. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki pasien
c. Instruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi
2. Manajemen saluran cerna
a. Monitor BAB termasuk frekuensi, konsistensi, bentuk, volume, dan warna,
dengan cara yang tepat
b. Monitor bising usus
3. Terapi intravena
a. Verifikasi perintah untuk terapi
b. Instruksikan pasien tentang prosedur
c. Jaga teknik aseptik dengan ketat
d. Lakukan prinsip lima benar sebelum memulai infus atau pemberian
pengobatan
e. Monitor tanda vital
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan, rencana keperawatan dan
implementasi keperawatan. Tahap evaluasi yang memungkinkan perawat untuk
memonitor yang terjadi selama tahap pengkajian, perencanaan dan implementasi.
(Nursalam, 2011)
DAFTAR PUSTAKA
Alexis F.A. dan Barbosa H.V., 2013. Skin Of Color : A Practical Guide To Dermatologic
Diagnosis And Treatment, Springer Science. hal.52-53.
Balsamo, S et al., Low Dynamic Muscle Strength And Its Associations With Fatigue,
Functional Performance, And Quality Of Life In Premenopausal Patients With
Systemic Lupus Erythematosus And Low Disease Activity: Case Contrrol Study.
BMC Muscoloskeletal Disorder, 2013, 14 (1471–247).
Cunha, S.J. dan Seibert, K.G. Systemic Lupus Erythematosus: A Review Of The Clinical
Approach to Diagnosis And Update On Current Targeted Therapies, Medical Journal,
2016.
Cyprina, E.D.T. dan Cahyanti, Ika Yuniar. Proactive Coping pada Orang dengan Lupus
(Odapus) Remaja, Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, 2013, 2(2).
Bulechek, Gloria M.; Butcher, Howard K.; Dochterman, Joanne M.; Wagner, Cheryl
M. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) (Edisi 6). Elsevier.
Moorhead, Sue; Johnson, Marion; Maas, Meridean L.; Swanson, Elizabeth. 2016. Nursing
Outcomes Classification (NOC) (Edisi 5). Elsevier.