FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
A. Identitas Klien
Nama : Ny. R No. RM : 11390xxx
Keluarga mengatakan klien sesak 2 hari SMRS (1-3-2020) sesak saat istirahat dan
badan lemas.keluarga membawa klien ke RS Muhammadiyah Gresik dan pasien dirujuk
ke RSSA tanggal 3-3-2020. Pasien perlu mendapatkan perawatan intensif sehingga
dirawat di R. 26 IPD selama 1 minggu. Keluarga mengatakan setelah cuci darah pasien
membaik sehingga dipindahkan ke R. 28 RSSA Keluarga mengatakan klien sempat tidak
sadar 1 hari SMRS sempat lemah pada badan sebelah kiri dan tidak ingat siapa-siapa.
Keluarga mengatakan klien sakit SLE sejak 2 tahun yang lalu dan rutin kontrol ke poli
RSSA. Keluarga mengatakan awal sakit dengan keluhan panas, linu di badan. Saat ini
kondisi pasien sudah sadar GCS E4V5M6, kaki dan tangan sudah dapat digerakan
semua TD 140/90, Nadi 96x/menit, RR: 20x/menit, Suhu 36,6oC. Saat ini klien mengeluh
nyeri pada badan, tangan, dan kaki.
4. Kebiasaan :
Jenis Frekuensi Jumlah Lamanya
5. Obat-obatan yg digunakan :
Jenis Lamanya Dosis
E. Riwayat Keluarga
Keluarga mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti pasien
memiliki riwayat penyakit kencing manis, Hipertensi, Jantung, Ginjal.
Genogram :
40
th
Keterangan :
: Perempuan : Klien
F. Riwayat Lingkungan
Jenis Rumah Pekerjaan
G. Pola Aktifitas-Latihan
Rumah Rumah Sakit
Makan/minum 0 0
Mandi 0 2
Berpakaian/berdandan 0 2
Toileting 0 2
Mobilitas di tempat tidur 0 2
Berpindah 0 4
Berjalan 0 4
Naik tangga 0 tidak dilakukan
Pemberian Skor: 0 = mandiri, 1 = alat bantu, 2 = dibantu orang lain, 3 = dibantu orang lain, 4 = tidak
mampu
I. Pola Eliminasi
Rumah Rumah Sakit
BAB:
- Frekuensi/pola 1x/hari 1x/2hari
- Konsistensi Padat Padat
- Warna & bau Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
- Kesulitan Tidak ada Tidak ada
- Upaya mengatasi Tidak ada Tidak ada
BAK:
- Frekuensi/pola 4-5x/hari 3x/hari
- Konsistensi Cair Cair
- Warna & bau Kuning Jernih Kuning Jernih
- Kesulitan Tidak ada Tidak ada
- Upaya mengatasi Tidak ada Tidak ada
J. Pola Tidur-Istirahat
Rumah Rumah Sakit
M. Konsep Diri
1. Gambaran diri : Klien adalah seorang istri yang sedang sakit.
2. Ideal diri: Klien memahami bahwa sedang sakit.
3. Harga diri: Klien ikhlas menerima penyakitnya.
4. Peran: Klien adalah seorang Ibu
5. Identitas diri : Klien adalah seorang istri.
2. Tempat tinggal: ( ) Sendiri ( ) Kos/asrama (√) Bersama orang lain, yaitu: Suami, Anak
3. Kehidupan keluarga
a. Adat istiadat yg dianut: Jawa
b. Pantangan & agama yg dianut: Tidak ada
c. Penghasilan keluarga: ( ) < Rp. 250.000 ( ) Rp. 1 juta – 1.5 juta
( ) Rp. 250.000 – 500.000 (√ ) Rp. 1.5 juta – 2 juta
P. Pola Seksualitas
1. Masalah dalam hubungan seksual selama sakit: (√) tidak ada ( ) ada
2. Upaya yang dilakukan pasangan:
(√) perhatian ( ) sentuhan ( ) lain-lain, seperti :
R. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum: Compos mentis
Kesadaran: GCS 456
Tanda-tanda vital: - Tekanan darah : 140/90 mmHg - Suhu : 36,6 oC
- Nadi : 96x/menit - RR : 20x/menit
b. Mata:
Inspeksi : Penglihatan normal, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, pupil
isokor 3 mm/3 mm, reaksi pupil terhadap cahaya +/+.
c. Hidung:
Inspeksi : Hidung normal dan tampak simetris, tidak ada epistaksis
d. Mulut & tenggorokan:
Inspeksi : Mukosa bibir tidak sianosis, tidak ada nyeri telan, bibir lembap
e. Telinga:
Inspeksi : Fungsi pendengaran baik, tidak ada luka dan perdarahan, tidak ada
serumen
f. Leher:
Inspeksi : Tampak simetris
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada deviasi trakea, tidak ada pembesaran vena
jugularis.
6. Abdomen
Inspeksi: warna cokelat, bersih, tidak ada massa
Palpasi: tidak ada pembesaran, tidak terdapat cairan
Perkusi: tympani
Auskultasi: Bising usus terdengar 10x/menit,
7. Genetalia & Anus : Tidak terkaji
8. Ekstermitas
Ekstremitas Atas : Tidak terdapat luka ataupun krepitasi, akral hangat, terdapat warna
eperti terbakar pada lengan atas bagian dalam, klien mengeluh pegal pada tangan
Ekstremitas Bawah : Tidak terdapat edema pada kedua kaki, akral teraba hangat,
tidak terdapat deformitas, klien mengeluh pegal pada kaki
Kekuatan Otot :
5 5
5 5
9. Sistem Neorologi :
Reflek fisiologis
10. Kulit & Kuku : Terdapat bekas gatal di bagian lengan sebelah kanan, tidak terdapat
lesi/luka, CRT < 2 dtk.
Terlampir
T. Terapi
TERAPI FUNGSI
Metylprednisolon 3x16 mg IV Anti peradangan
Azatriopin 2x25 mg p.o Imunosupresif (menekan sistem imun)
Kalk 1x500mg p.o
Pct 3x500 mg PO k/p Antipiretik
NS 0,9% 1500 cc/24 jam Membantu memenuhi kebutuhan cairan
tubuh
Bedrest Mencegah metabolisme berlebih
V. Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan klien yang telah dilakukan, diagnosa medis : SLE sejak tahun
2018. Keluhan nyeri pada pinggang dan persendian kaki yang dirasakan oleh klien
selama 1 bulan, maka diagnosa keperawatan yang ditegakkan adalah nyeri akut. Selain
itu, klien pun mengatakan telah menjalani cuci darah dan dari hasil perhitungan GFR:
maka masalah keperawatan yang dapat diambil ketidakefektifan perfusi jaringan ginjal.
Dari keluhan klien yang mengatakan tidak nafsu makan dan mengalami penurunan BB 5
kg didapatkan diagnosa keperawatan ketiga ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
W.Perencanaan Pulang
3 Maret 2020
Hematologi
13,4 – 17,7
Hemoglobin 7,2 g/dL (turun)
4,0 – 5,0
Eritrosit 3,26x106/uL (turun)
4,3 – 10,3
Leukosit 4,28x103/uL (N)
FAAL GINJAL
METABOLISME KARBOHIDRAT
ELEKTROLIT
URINALISIS (14/05/2018)
2+ Negatif
Protein
Trace Negatif
Keton
Negatif Negatif
Bilirubin
Negatif Negatif
Urobilinogen
Negatif Negatif
Nitrit
3+ Negatif
Leukosit
2+ Negatif
Darah
Kristal -
Hematologi
13,4 – 17,7
Hemoglobin 7,5 g/dL (turun)
4,0 – 5,0
Eritrosit 3,26x106/uL (turun)
4,3 – 10,3
Leukosit 22,51x103/uL (N)
MCH 23 pg (N) 27 – 31
URINALISIS (3/03/2020)
Negatif Negatif
Keton
Negatif Negatif
Bilirubin
Negatif Negatif
Urobilinogen
Negatif Negatif
Nitrit
3+ Negatif
Leukosit
2+ Negatif
Darah
Kristal -
ANALISA DATA
2. DS : SLE Risiko
ketidakefektifan
Pasien mengatakan sudah HD Sistem regulasi kekebalan perfusi ginjal
1 kali terganggu
Hasil urinalisis :
Merusak ginjal
Protein 2+
Darah 2+ kerusakan fungsi ginjal
Lekosit 3+
Faal Ginjal penurunan filtrasi ginjal
(penurunan GFR)
Ureum 51,9 mg/dL
Kreatinin 1,15 mg/dL Risiko ketidakefektifan
GFR 40,6 (CKD Stg 3b) perfusi ginjal
Diagnosa SLE nefritis WHO
grade III-IV (25/5/2018)
TD 140/90 mmHg
3. DS : SLE Ketidakseimbangan
Keluarga mengatakan pasien ↓ nutrisi kurang dari
mengalami penurunan nafsu Sistem regulasi kekebalan kebutuhan tubuh
makan semenjak sakit terganggu
Keluarga mengatakan pasien ↓
hanya menghabiskan ¼ porsi
Mengaktivasi sel T dan B
yang disediakan RS
↓
Klien mengatakan mual
sehingga tidak nafsu makan
Fungsi sel T abnormal
DO : ↓
Merusak ginjal
- BB: 35 kg
↓
- TB: 150 cm
kerusakan fungsi ginjal
IMT = 35 : (1,50) kg/m
2 2 ↓
= 15,5 (underweight)
Protein albumin dapat
melewati membran glomerulus
Hipoalbuminemia
Nausea Vomitting
↓
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
Merusak ginjal
(4,7-11,3x103/uL)
Suhu: 36,7oC
Protein albumin dapat
melewati membran glomerulus
Sel kekurangan protein
Risiko infeksi
4 DS : SLE Ketidakefektifan
manajemen regimen
Keluarga mengatakan klien
Sistem regulasi kekebalan terapeutik
menderita SLE sejak 2 tahun terganggu
yang lalu
Keluarga mengatakan rutin kurang panjanan informasi
kontrol ke RSSA
kurang patuh terhadap
Keluarga mengatakan terakhir pengobatan
kontrol klien disarankan untuk
opname tetapi keluarga Ketidakefektifan manajemen
regimen terapeutik
menola dikarenakan tidak ada
persiapan
DO :
(Berdasarkan prioritas)
Keterangan Penilaian:
Skala nyeri
1: skala 9- 10 nyeri berat tidak terkontrol
2: skala 7 – 8 nyeri berat terkontrol
3: skala 4 – 6 nyeri sedang
4: skala 2 – 3 nyeri ringan
5: skala 0 – 1 tidak nyeri
Ekspresi wajah
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis
ditandai dengane, kurang minat terhadap makanan, berat badan dibawah rentang ideal
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam BB pasien tidak
mengalami penurunan
NO Indikator 1 2 3 4 5
2 Asupan < 500 ml 500 – 900 ml 900 – 1200 1300 – 1700 1.700 –
cairan ml 2000 ml
3 Rasio berat IMT < 18,5 IMT 18,5 – IMT 23 – IMT 30 IMT > 30
badan/tinggi 22,9 22,9
badan
NIC : Manajemen nutrisi
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai
dengan adanya inflamasi tersebar luas, yang dapat mempengaruhi setiap organ atau sistem
dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun
sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan (Sudoyo, Aru dkk, 2009). SLE menyebabkan
penderita mengalami beberapa manifestasi klinis, salah satunya adalah nyeri pada
persendian sama yang dialami oleh Ny.R 40 tahun. Hal ini disebabkan karena pada pasien
dengan SLE terjadi reaksi autoimun, dimana sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan
yang sehat sehingga menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh salah satunya adalah
pada sistem muskuloskeletal. Pada sistem muskuloskeletal, terjadinya pembengkakan pada
sendi dan akhirnya membuat sendi pada tangan dan kaki terasa sakit jika digerakkan.
Intervensi yang dapat dilakukan oleh perawat untuk mengurangi nyeri sendi adalah
dengan melakukan kompres hangat pada area yang mengalami nyeri. Hal ini didukung oleh
penelitian (Karadag, Soungul, dkk. 2019) yang berjudul “Application of heat and a home
exercise program for pain and function levels in patients with knee osteoarthritis: A
randomized controlled trial”. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari
kompres hangat dan aktivitas fisik terhadap nyeri osteoartritis. Metode dari penelitian ini
adalah “random control trial”. Sampel akan dibagi menjadi 4 kelompok yang terdiri dari 3
kelompok intervensi dan 1 kelompok kontrol. Pada kelompok 1 diberikan intervensi berupa
kompres hangat, kelompok 2 diberikan aktivitas fisik, kelompok 3 diberikan kompres hangat
dan aktivitas fisik, dan pada kelompok kontrol hanya menggunakan terapi farmakologis dari
medis. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat pengaruh pemberian
kompres hangat dan latihan fisik terhadap nyeri pada semua kelompok intervensi.
Pada kasus Ny.R saya hanya akan menerapkan kompres hangat sebagai penurun
rasa nyeri dikarenakan apabila diterapkan latihan fisik hal itu tidak memungkinkan karena
kondisi pasien masih lemah. Metode dari kompres hangat yang dijelaskan pada penelitian
(Karadag, Soungul, dkk. 2019) adalah sebagai berikut, kompreslah area sendi yang nyeri
menggunakan hot pack yang telah di panaskan dalam air yang mendidih selama 5 menit
atau bisa diganti dengan waslap yang dicelupkan pada air panas, kompres area yang nyeri
selama 20 menit. Hal ini bisa dilakukan sehari dua kali, dan 5x dalam seminggu. Teknik non
fakmakologi berupa kompres hangat dapat digunakan untuk menurunkan rasa nyeri karena
dapat meringankan kekakuan otot maupun sendi, dapat memperlebar pembuluh darah
sehingga darah dan oksigen akan lebih banyak mencapai area yang sakit (melancarkan
aliran darah) dan menimbulkan efek relaksasi pada tubuh.
ANALISIS JURNAL 2 kasus 1: Berkolaborasi dalam pemberian obat antiinflamasi pada
pasien SLE
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai
dengan adanya inflamasi tersebar luas, yang dapat mempengaruhi setiap organ atau sistem
dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun
sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan (Sudoyo, Aru dkk, 2009). Terapi farmakologis
yang biasa digunakan dalam penatalaksanaan SLE adalah penggunaan NSAID,
Kortikosteroid, dan Imunosupresan. Dalam kasus Ny.R 40 tahun dengan SLE mendapatkan
terapi berupa antiradang (Metylprednisolon 3x16 mg IV) dan imunosupresan (Azatriopin
2x25 mg p.o). Kortikosteroid adalah terapi utama untuk SLE karena dapat mengontrol
aktivitas penyakit SLE sebagai imunosupresi dan agen antiinflamasi. Terapi kortikosteroid
pada SLE digunakan untuk waktu yang lama; oleh karena itu, beberapa efek samping dapat
timbul. Efek samping kortikosteroid tergantung pada lamanya terapi dan dosis kortikosteroid
itu sendiri. Salah satu efek samping kortikosteroid yang paling umum adalah gejala
habushing Cushing yang terdiri dari wajah bulan, striae, punuk kerbau, dan obesitas sentral.
Morbiditas cushing syndrom dikaitkan dengan obesitas sentral, resistensi insulin, diabetes
mellitus, hipertensi, hiperlipidemia, osteoporosis, dan risiko kardiovaskular.
Penggunaan kortikosteroid haruslah tepat, hal ini di dukung oleh penelitian
(Permana, didi. dkk. 2019) yang berjudul “Dosage and Duration of Methylprednisolone
Therapy Affect the Occurrence of Cushing Habitus in Patients with Systemic Lupus
Erythematosus”. Penlitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko terjadinya Cushing
syndrome pada pasien dengan SLE yang terdiri dari dosis, durasi terapi, dosis harian, dan
dosis total metilprednisolon. Peneliti membagi sampel menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok
kasus (mengalami Cushing syndrome) dan kelompok kontrol (tidak mengalami cushing
syndrome). Pengambilan data dilakukan melalui pelacakan dari rekam medis pasien. Hasil
penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara dosis harian dan dosis total
metilprednisolon terhadap kejadian habitus Cushing, tetapi tidak ada hubungan yang
signifikan ditemukan antara durasi terapi dan dosis metilprednisolon dengan kejadian
habitus Cushing. Penelitian ini menghasilkan dosis cutoff harian dan dosis total
methylprednisolone pada risiko Cushing habitus pada subjek SLE. Dosis harian
methylprednisolone> 9,4 mg akan meningkatkan risiko terjadinya Cushing habitus setinggi
2,98 kali. Pemberian dosis total methylprednisolone> 8040 mg akan meningkatkan 3,55 kali
risiko Cushing habitus.