Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS HALUSINASI PENDENGARAN

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien


mengalami perubahan sensori persepsi: merupakan sensori palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidungan. Pasien merasakan
stimulasi yang sebenarnya tidak ada (Firman et al, 2018).

Halusinasi adalah ketidakmampuan untuk memandang realitas secara akurat


yang membuat hidup menjadi sulit,seseorang yang berhalusinasi mungkin tidak
memiliki cara untuk mengetahui apakah perseps ini adalah nyata atau tidaknya
(Deski & Syarifh, 2018).

Halusinasi adalah suatuu keadaan hilangnya kemampuan individu dalam


membedakan antara rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar) (Abdul Muhith,2019).

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien


mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi (Prabowo,2018).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami
perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan (Direja, 2018).

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau


gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar
yang dapat meliputi semua sistem pengindraan (Dalam i,dkk,2018).

2. Anatomi Fisiologis

Sistem limbik membentuk sebuah cincin yang melindungi thalamus dan


hipotalamus, sistem ini terlibat dalam pengaturan emosi dan ingatan. Cinta dan
ingatan berasal dari sistem ini begitu juga dengan rasa takut dan paranoid.
Gangguan jiwa memlibatkan rusaknya pengaturan pada sistem limbik.

Gambar 1. Anatomi fisiologi sistem limbik

1. Sistem limbik
Sistem limbik merupakan area otak yang terletak di atas batang otak,
yang terdiri dari talamus, hipotalamus, dan amigdala (walaupun beberapa
sumber membedakan struktur yang terdapat pada sistem ini). Talamus
mengatur aktivitas, sensasi dan emosi. Hipotalamus terlibat dalam
pengaturan suhu tubuh, pengontrolan nafsu makan, fungsi endoktrin,
dorongan seksual, dan perilaku implusif yang terkait dengan perasaan
marah, mengamuk, atau gembira. Hipokampus dan amingdala terlibat
dalam bangkitan emosi dan memori. Gangguan sistem limbik
menyebabkan berbagai gangguan jiwa, seperti kehilangan memori pada
penderita demensia atau pengontrolan emosi dan implus yang buruk pada
perilaku manik atau psikotik ( Patricia G. O`Brien., et al. 2018 Hal: 91).
2. Dopamin
Dopamin, suatu neurotransmiter yang terutama terdapat di batang otak,
diketahui berfungsi dsebagai pengontrolan gerakan yang kompleks,
motivasi, kognitif, dan pengaturan respons emosional. Dopamin
umumnya bersifat eksitasi dan disintesis dari tirosin, suatu asam amino
dalam makanan. Dopamin terlibat dalam menimbulkan skizofrenia dan
psikosis lain, juga gangguan gerakan, seperti penyakit Parkinson. Anti
psikotik berkerja dengan menyekat reseptor dopamin dan menurunkan
aktivitas dopamin. (Shelia L. & Abdul Nasir, 2018).
3. Asetilkolin
Asetilkolin merupakan neurotransmiter yang ditemukan di otak, medula
spinalis, dan sistem saraf perifer, khususnya di laut neuromuskular otot
skelet. Asetilkolin dapat bersifat eksitasi dan inhibisi. Asetilkolin
disintesin dari kolin yang ditemukan dalam makanan seperti daging
merah dan sayuran dan terbukti memengaruhi siklus tidur/terjaga serta
memberi tanda aktifnya otot. Penelitian menunjukan bahwa penderita
penyakit Alzheimer memiliki jumlah neuron penyekresi asetikolin yang
menurun, dan penderita miastenia gravis (suatu gangguan otot karena
implus gagal melewati laut mioneural, yang menyebabkan kelemahan
otot) memiliki jumlah reseptor asetilkolin yang menurun. (Abdul Nasir
2017).

3. Etiologi

Ada beberapa etiologi atau penyebab. Menurut Stuart (2018) dibagi menjadi
dua yaitu :

1. Faktor predisposisi meliputi :


a) Biologis yaitu abnormalitas perkembangan sistem saraf yang
berhubungan dengan respon neurologis yang maladaptif baru mulai
dipahami. Ini ditunjukkan melalui penelitian pencitraan otak dan zat
kimia di otak seperti dopamin dan neurotransmitter lain terutama
serotonin dan masalah masalah pada sistem reseptor dopamin.
b) Faktor psikologis, teori ini menyalahkan keluarga sebagai penyebab
gangguan ini. Akibatnya, kepercayaan keluarga terhadap tenaga
kesehatan jiwa proffesional menurun.
c) Sosial budaya yang mempengaruhi seperti kemiskinan, konflik sosial
budaya (perang, kerusuhan, dan bencana alam) dan kehidupan yang
terisolasi disertai stress.
2. Faktor prespitasi terjadinya gangguan halusinasi meliputi :

a) Biologi meliputi gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak


yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk di
interpresikan.
b) Lingkungan yaitu ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
terhadapa stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
c) Pemicu gejala, berhubungan dengan kesehatan, lingkungan , sikap
dana perilaku individu.
d) Penilaian stresor berdasarkan penelitian mengenai relaps dan
eksaserbasi gejala membuktikan stress, penilaian individu terhadap
stresor dan masalah koping dapat mengindikasikan kekambuhan
gejala.

4. Patofisiologi

a) Rentang respon
Menurut (Stuart & Laraia, 2018) halusinasi merupakan salah satu
respon maladaptive individu yang berada dalam rentang respon
neurobiologis. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptive jika pasien
sehat persepsinya akurat mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui pancaindra
(pendengaran penglihatan penghidu pengecapan peraban) pasien dengan
halusinasi mempersiapkan suatu stimulus pancaindra walaupun sebenarnya
stimulus tersebut tidak ada rentang respon tersebut dapat digambarkan
seperti dibawah ini (Muhith, 2018).
Respon Adaptif Respon Maladaptif

1.Pikiran Logis 1.Kelainan


1.Pikiran Logis Fikiran
2.Persepsi Akurat
2.Persepsi Akurat 2.Halusinasi
3.Emosi
3.Emosi 3.Tidak Mampu
Konsisten
Konsisten Mengontrol
4.Perilaku Sosial
4.Perilaku Sosial Emosi
5.Hubungan
5.Hubungan 4.Ketidak
Sosial
Sosial Aturan
5.Isolasi Sosial

Rentang Respons Halusinasi

Keterangan

1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma social
budaya yang berlaku dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecakan masalah
tersebut respon adatif.
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah kepada kenyataan
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
c. Emosi konsisten pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman
ahli
d. Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan
2. Respon psikososial Respon psikososial meliputi
a. Proses fikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan
b. Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang.
5. Penatalaksanaan medis
Terapi dalam jiwa bukan hanya meliputi pengobatan farmakologi,
tetapi juga pemberian psikoterapi, serta terapi modalitas yang sesuai
dengan gejala atau penyakit pasien yang mendukung penyembuhan
pasien jiwa. Pada terapi tersebut juga harus dengan dukungan keluarga
dan sosial akan memberikan peningkatan penyembuhan karena pasien
akan merasa berguna dalam masyarakat dan tidak merasa asingkan
dengan penyakit yang dialaminnya. (Kusmawati & Hartono,2018).

a. Psikofarmakologis Farmakoterapi adalah pemberian terapi dengan


menggunakan obat. Obat yang digunakan utnuk gangguan jiwa disebut
psikofarmaka atau psikotropika atau pherentropika. Terapi gangguan jiwa
dengan menggunakan oabt-obatan disebut dengan psikofarmakoterapi aau
medikasi psikotropika yaitu obat yang mempunyai efek terapeutik langsung
pada proses mental penderita karena kerjanya pada otak/ sistem saraf pusat.
Obat biasa berupa haloperidol, Alprazola,.Cpoz, Trihexphendyl.

b. Terapi Somatis Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada pasien
dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif
menjadi perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada
kondisi fisik pasien. Walaupun yang diberi perilaku adalah fisik pasien
tetapi target adalah perilaku pasien. Jenis somatic adalah meliputi
peningkatan, terapi kejang listrik, isolasi dan fototerapi.

1. Peningkatan Peningkatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau


manual untuk membatasi mobilitas fisik pasien yang bertujun untuk
melindungi fisik sendiri atau orang lain.
2. Terapi kejang listrik Elekrto Convulse Therapy (ECT) adalah bentuk terapi
pada pasien dengan menimbulkan kejang (grandma) dengan mengalirkan
arus listrik kekuatan rendah (2-8 joule) melalui elektroda yang ditempelkan
beberapa detik pada pelipis kiri/kanan (lobus frontal) pasien ( Stuart,2017).

c. Terapi Modalitas

Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi diberikan
dalam upaya mengubah perilaku pasien dan perilaku yang maladaptif menjadi
perilaku adaptif. Jenis terapi modalitas meliputi psikoanalisis, psikoterapi,
terapi perilaku kelompok, terapi keluarga, terapi rehabilitas, terapi psikodrama,
terapi lingkungan (Stuart,2019).

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian Asuhan keperawatan tersebut dimulai dari tahap


pengkajian sampai dengan evaluasi. (Keliat, 2019)

a. Pengumpulan data Pengumpulan data pengkajian dalam teknis pengisian


formulir pasien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi antara lain:

1) Identitas pasien dan penanggung jawab Pada identitas mencakup nama,


umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan dan
hubungan pasien dengan penangguang.

2) Alasan dirawat Alasan dirawat tersebut meliputi keluhan utama dan riwayat
penyakit yang dialami pasien. Keluhan utama berisi tentang sebab pasien
atau keluarga datang ke rumah sakit dan keluhan pasien saat pengkajian.
Pada riwayat penyakit terdapat faktor predisposisi dan presipitasi. Pada
faktor predisposisi dikaji tentang faktor-faktor pendukung pasien yang
mengalami gangguan persepsi sensori: halusinasi. Faktor presipitasi dikaji
tentang faktor pencetus yang membuat pasien mengalami gangguan persepsi
sensori: halusinasi.

3) Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan yang


menyangkut tanda vital yaitu tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu.
Pengukuran berat badan, tinggi badan. Kalau ada keluhan fisik dari pasien
bisa ditulis dipengkajian ini.

4) Psikososial Dalam psikososial dicantumkan genogram yang


menggambarkan tentang pola interaksi, faktor genetik dalam keluarga
berhubungan dengan gangguan jiwa. Selain itu juga dikaji tentang konsep
diri, hubungan social serta spiritual. Dalam konsep diri data yang umumnya
didapat pada pasien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi.

5) Status mental Pada status mental didapat data yang sering muncul yaitu
motorik menurun, pembicaraan pasif, alam perasaan sedih, adanya
perubahan sensori / persepsi : halusinasi yang terjadi pada pasien.

6) Kebutuhan persiapan pulang Mencakup hal-hal tentang kesiapan pasien


untuk pulang atau untuk menjalani perawatan di rumah yaitu makan,
BAB/BAK, mandi, berpakaian, istirahat dan tidur, penggunaan obat,
pemeliharaan kesehatan, aktivitas di dalam rumah dan aktivitas di luar
rumah.

7) Mekanisme koping Merupakan mekanisme yang diarahkan pada


penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme yang digunakan untuk melindungi diri.

8) Pengetahuan Pengetahuan meliputi kurang pengetahuan tentang penyakit


jiwa yang dialami oleh pasien, faktor presipitasi, sistem pendukung, koping
dan lain-lain.

9) Aspek medik Data yang dikumpulkan meliputi diagnosa medik dan terapi
medik yang dijalani pasien. Serta dicantumkan data hasil laboratoriumnya.

2.2 Diagnosa Keperawatan (PPNI, 2017)


Diagnosa 1 : Gangguan Persepsi sensori

a. Definisi :
Perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang
disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan atau terdistorsi.
b. Penyebab :
1. Gangguan Penglihatan
2. Gangguan Pendengaran
3. Gangguan penghiduan
4. Gangguan perabaan
5. Hipoksia serebral
6. Penyalahgunaan zat
7. Usia lanjut
8. Pemajanan toksin lingkungan

c. Gejala dan tanda mayor

Subjektif

1) Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan

2) Merasakan sesuatu melalui indera perabaan, penciuman, perabaan atau

pengecapan.

Objektif

1) Distrorsi sensori

2) Respons tidak sesuai

3) Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba, atau mencium

Sesuatu

Gejala dan tanda minor

Subjektif

1) Menyatakan kesal
Objektif

1) Menyendiri

2) Melamun

3) Konsentrasi buruk

4) Disorientasi waktu, tempat, orang atau situasi

5) Curiga

6) Melihat ke satu arah

7) Mondar-mandir

8) Bicara sendiri

Diagnosa 2 : Isolasi sosial

a. Definisi :
Ketidakmampuan untuk membina hubungan yang erat, hangat, terbuka
dan interdependen dengan orang lain.
b. Penyebab :
1. Keterlambatan perkembangan
2. Ketidakmampuan menjalin hubungan yang memuaskan
3. Ketidaksesuaian minat dengan tahap perkembangan
4. Ketidaksesuaian nilai-nilai dengan norma
5. Ketidaksesuaian perilaku social dengan norma
6. Perubahan penampilan fisik
7. Perubahan status mental 8. Ketidakadekuatan sumber daya personal
(misalnya disfungsi berduka, pengendalian diri buruk).
c. Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1) Merasa ingin sendirian
2) Merasa tidak aman ditempat umum
Objektif
1) Menarik diri
2) Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau
Lingkungan
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1) Merasa berbeda dengan orang lain
2) Merasa asik dengan pikiran sendiri
3) Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas
Objektif
1) Afek datar
2) Afek sedih
3) Riwayat ditolak
4) Menunjukan permusuhan
5) Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
6) Kondisi difabel
7) Tindakan tidak berarti
8) Tidak ada kontak mata
9) Perkebangan terlambat
10) Tidak bergairah/lesu.
Diagnosa 3 : Risiko perilaku kekerasan
a. Definisi :
Beresiko membahayakan secara fisik, emosi dan/ atau seksual pada
diri sendiri atau orang lain
b. Faktor resiko :
1. Pemikiran waham/delusi
2. Curiga pada orang lain
3. Halusinasi
4. berencana bunuh diri
5. Disfungsi sistem keluarga
6. Kerusakan kognitif
7. Disorientasi atau konfusi
8. Kerusakan control impuls
9. Persepsi pada lingkungan tidak akurat
10.Alami perasaan depresi
11.Riwayat kekarasan pada hewan
12.Kelainan neurologis
13.Lingkungan tidak teratur
14.Penganiayaan atau pengabaian anak
15.Riwayat atau ancaman kekerasan terhadap diri sendiri atau orang
lain atau dekstruksi properti orang lain
16.Impulsif
17. Ilusi
2.3 Rencana Keperawatan

Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan
Gangguan perse psi Setelah dilakukan Manajemen Halusinasi
sensori berhungan tindakan keperawatan Observasi
dengan halusinasi selama 3x8 jam 1. Monitor Perilaku yang
diharapkan persepsi mengindikasi halusinasi
sensori membaik 2. Monitor isi halusinasi
dengan kriteria hasil : Terapeutik
1. Verbalisasi 1. Pertahankan lingkungan yang
mendengar bisikan aman
dari menurun menjadi 2. Diskusikan perasaan dan
meningkat respons terhadap halusinasi
2. Perilaku halusinasi Edukasi
meningkat 1. Anjurkan memonitor sendiri
3. Menarik diri situasi terjadinya halusinasi
meningkat 2. Anjurkan bicara pada orang
4. Konsentrasi yang dipercaya untuk memberi
membai dukungan dan umpan balik
korektif terhadap halusinasi
3. Anjurkan melakukan
distraksi
4. Ajarkan pasien dan keluarga
ara mengontrol halusinasi
Kolaborasi
1. Kolaborasikan pemberian
obat anti psikotik dan anti
ansietas, jika perlu

Isolasi sosial Setelah dilakukan Promosi sosialisasi


berhubungan dengan tindakan Observasi
perubahan status keperawatan selama 1. Identifikasi kemampuan
mental 3x8 jam diharapkan melakukan interaksi dengan
keterlibatan sosial orang lain
meningkat dengan 2. Identifikasi hambatan
kriteria hasil : melakukan interaksi dengan
1. Minat berinteraksi orang lain
menjadi meningkat Terapeutik
2. Minat terhadap 1. Motivasi meningkatkan
aktivitas meningkat keterlibatan dalam suatu
3. Perilaku menarik hubungan
diri menurun 2. Motivasi berpartisipasi dalam
4. Kontak mata aktivitas baru dan kegiatan
meningkat kelompok
3. Motivasi berinteraksi di luar
lingkungan
Edukasi
1. Anjurkan berinteraksi dengan
orang lain secara bertahap
2. Anjurkan ikut serta kegiatan
sosial dan kemasyarakatan
3. Anjurkan berbagi pengalaman
dengan orang lain
4. Anjurkan membuat
perencanaan kelompok kecil
untuk kegiatan khusus
5. Latih bermain peran untuk
meningkatkan keterampilan
komunikasi

Resiko Perilaku Setelah dilakukan Pencegahan Perilaku kekerasan


kekerasan berhu tindakan Observasi
bungan dengan keperawatan selama 1. Monitor adanya benda yang
Halusinasi 1x8 jam diharapkan berpotensi membahayakan
kontrol diri 2. Monitor selama penggunaan
meningkat dengan barang yang yang dapat
kriteria hasil : membahayakan
1. Verbalisasi Terapetik
ancaman kepada 1. Pertahankan lingkungan
orang lain meningkat bebas dan bahaya secara rutin
2. Perilaku 2. Libatkan keluarga dalam
menyerang perawatan
meningkat Edukasi
3. Perilaku melukai 1. Anjurkan pengunjung dan
diri sendiri/orang keluarga untuk mendukung
lain meningkat keselamatan pasien
4. Perulaku merusak 2. Latih mengurangi kemarahan
lingkungan sekitar secara verbal dan nonverbal
meningkat
5. Perilaku
agresif/amuk
meningkat

2.4 Implementasi Implementasi


keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan, dimana perawat
melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dan kesehatan ( Kozier, 2018).
Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan yang
telah direncanakan oleh perawat untuk di kerjakan dalam rangka
membantu pasien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan
dampak atau respon yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan
kesehatan ( Zaidin, 2018).

2.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tindakan intelekrual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemampuan
pasien meliputi :
a) Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
b) Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
c) Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
d) Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
e) Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
f) Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
g) Melatih pasien cara mengontrol halusinasi dengan menghardik
h) Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
DAFTAR PUSTAKA

Ackley, BJ.,Ladwig,G.B.,& Makic,M.B.F.(2017). Nursing


Diagnosis Handbook, An Evidence-Based Guide To Planning care. (11th
Ed).St. Louis: Elsevier.
Bagus, Pan. 2014. Konsep Halusinasi Dan Strategi Pelaksanaan
Halusinasi. www.academia.edu.http://repository.wima.ac.id.Wima.
Retrieved Maret 29, 2021, from http://repository.wima.ac.id/7701/2/BAB
%201.pdf
Berman, A., Snyder, S. & Fradsen, G. (2018). Kozier & Erb’s
Fundamentals of Nursing (10th Ed). USA: Perason Education.
Burns, S. M. (2014). AACN Essentials of Critical Care Nursing.
(3th ed). New York: McGraw-HIE education.
Dougherty, L & Lister, S. (2015). Manual of Clinical Nursing
Prosedures (9th ed), UK: The Royal Marsden NHS Foundation Trust.
Grainjer, A. (2013). Principies of Temperature Monitoring.
Nursing standard, 27(50),48-55.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2014). Nursing Diagnosis
Definitions and classification 2015-2017. (10th Ed). Exford: Wiley
Blakwell.
Iyus, Y. (2009). Keperawatan Jiwa, Edisi I. Jakarta: Refika
Aditama.
Indirawaty et al, (2018). Konsep Halusinasi Pendengaran.
Keliat, B A. dkk. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas :
CMHN (Basic Course). Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Kemenkes. 2018. Angka kejadian gangguan kesehatan jiwa di
Indonesia. Diakses dari:http://www.surkesnas.unad.ac.id.
Kusumawati dan Hartono .(2010) .Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta : Salemba Medika.

Monita, A. (2018, Oktober 17). Makalah Keperawatan Jiwa


Tentang Halusinasi. Retrieved Maret 29, 2021, from
id.Scribd.com/Document/3
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. H. (2015). Jogjakarta: Mediaction.
Perry, A.G. & Potter, P. A. (2014). Nursing Skills & Procedures
(8th ed). St Louis: mosby Elsevier
Riskesdas, (2018). Data Rekapitulasi Pasien Halusinasi. Jakarta :
Kemenkes, Indonesia
Rahman. (2019, September 26). Retrieved Maret 29, 2021, from
id.Scribd.com/document.
Wilkinson,J.M., Treas, L. S., Barnett, K. & Smith, M. H. (2016).
Fundamentals of Nursing (3th ed). Philadelphia: F. A. Davis Company.
WHO, (2020). Incident Rate Halusinasi di Dunia. Jakarta :
Kemenkes.
Yusalia, Refiazka. 2015. Laporan Pendahuluan Dan Strategi
Pelaksanaan Halusinasi. www.academia.edu
Zelika, Alkhosiyah A. Dermawan, Deden. 2015. Kajian Asuhan
Keperawatan Jiwa Halusinasi Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula
Rsjd Surakarta. Jurnal Poltekkes Bhakti Mulia.

Anda mungkin juga menyukai