Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SLE

OLEH :

KELOMPOK 5

1. Angelina Alivia Ningrum


2. Ni Nyoman Mariani
3. Ni Putu Vinka Ernita Dewi
4. Raden Getar Pandu
5. Rian Zulkarnain
6. Ristika Marta Dewi
7. Sinta Ayu Purnama Sari
8. Sukma Yaqinnulah
9. Winda Ritayana
10. Zaetun

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D.III KEPERAWATAN MATARAM
TINGKAT II A / SEMESTER IV
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan pada waktu
yang telah di tentukan. Yang berjudul “Asuhan Keperawatan SLE”. Penyusunan
makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah II.

Dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekeliruan dan kekurangan


serta masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang besifat konstruktif dan membangun demi
kesempurnaan penyusun ke depannya.

Tugas makalah ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa bantuan, arahan
serta bimbingan dari berbagai pihak. Maka, dari itu izinkan kami menyampaikan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas
ini. Akhir kata semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya kami
penyusunnya.

Mataram, Februari 2020

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan ................................................................................................. 2

BAB II LANDASAN TEORI

A. Definisi SLE ........................................................................................ 4


B. Etiologi ................................................................................................ 5
C. Patofisiologi ........................................................................................ 8
D. Manifestasi Klinik ............................................................................... 9
E. Klasifikasi SLE ................................................................................... 17
F. Pathway ............................................................................................... 19
G. Pemeriksaan Penunjang ...................................................................... 20
H. Penatalaksanaan .................................................................................. 22
I. Konsep Asuhan Keperawatan ............................................................. 24

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................... 32
B. Saran .................................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 33

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam istilah kedokteran secara lengkap nama dari penyakit “Lupus”
ini adalah “Systemik Lupus Erythematosus (SLE)”. Istilah lupus berasal dari
bahasa latin yang berarti anjing hutan atau serigala. Sedangkan kata
Erythematosus dalam bahasa yunani berarti kemerah-merahan.Pada saat itu
diperkirakan, penyakit kelainan kulit kemerahan di sekitar hidung dan pipi itu
disebabkan oleh gigitan anjing hutan. Karena itulah penyakit itu diberi nama
“Lupus”.
Penyakit lupus adalah penyakit baru yang mematikan setara dengan
kanker. Tidak sedikit pengidap penyakit ini tidak tertolong lagi, di dunia
terdeteksi penyandang penyakit lupus mencapai 5 juta orang, dan lebih dari
100 ribu kasus baru terjadi setiap tahunnya. Tubuh memiliki kekebalan untuk
menyerang penyakit dan menjaga tetap sehat. Namun, apa jadinya jika
kekebalan tubuh justru menyerang organ tubuh yang sehat. Penyakit lupus
diduga berkaitan dengan system imunologi yang berlebih. Penyakit ini
tergolong misterius, lebih dari 5 juta orang dalam usia produktif di seluruh
dunia telah terdiagnosis menyandang lupus atau SLE ( Systemic Lupus
Erythematosus ), yaitu penyakit auto imun kronis yang menimbulkan
bermacam-macam manifestasi sesuai dengan target organ atau system yang
terkena. Itu sebabnya lupus disebut juga penyakit 1000 wajah.
Menurut data pustaka, di Amerika Serikat ditemukan 14,6 sampai 50,8
per 100.000. di Indonesia bisa dijumpai sekitar 50.000 penderitanya.
Sedangkan di RS ciptomangunkusumo Jakarta , dan 71 kasus yang ditangani
sejak awal 1991 sampai akhir 1996, 1 dari 23 penderitanya adalah laki-laki.
Saat ini, ada sekitar 5 juta pasien lupus di seluruh dunia dan setiap tahunnya
ditemukan lebih dari 100.000pasien baru, baik usia anak, dewasa, laki-laki da
perempuan. 90% kasus SLE menyerang wanita muda dengan insiden puncak
pada usia 15-40 tahun selama masa reproduktif dengan rasio wanita dan laki-
laki 5:1.
Penyakit lupus masih sangat awam bagi masyarakat. Penyakit lupus
biasanya menyerang wanita produktif . Meski kulit wajah pnderita lupus dan
sebagian tubuh lainnya muncul bercak-bercak merah, tetapi penyakit ini tidak
menular. Terkadang kita meremehkan rasa nyeri pada persendian, seluruh
organ tubuh terasa sakit atau terjadi kelainan pada kulit, atau tubuh merasa
kelelahan berkepanjangan, serta sensitive terhadap sinarmatahari.Semua itu
merupakan sebagian dari gejala penyakit lupus.
Factor yang diduga sangat berperan terserang penyakit lupus adalah
factor lingkungan, seperti paparan sinar matahari, stress, beberapa jenis jenis
obat dan virus.Oleh karena itu, bagi para penderita lupus dianjurkan keluar
rumah sebelum pukul 09.00 atau sesudah pukul 16.00.saat berpergian,
penderita memakai sun block atau sun screen ( pelindung kulit dari sengatan
sinar matahari ) pada bagian kulit yang akan terpapar. Oleh karena itu,
penyakit lupus merupakan penyakit autoimun sistemik dimana pengaruh
utamanya lebih dari satu organ yang ditimbulkan
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi SLE ?
2. Apa etiologi dari SLE ?
3. Bagaimana Patofisiologi SLE ?
4. Apa manifestasi klinik dari SLE ?
5. Apa saja klasifikasi dari SLE ?
6. Bagaimana Phatway dari SLE ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang SLE ?
8. Bagaimana penatalaksanaan SLE ?
9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien SLE ?
C. Tujuan
1. Agar mengetahui pengertian SLE
2. Agar mengetahui etiologi dari SLE

2
3. Agar mengetahui patofisiologi SLE
4. Agar mengetahui manifestasi klinik dari SLE
5. Agar mengetahui apa saja klasifikasi dari SLE
6. Agar mengetahui bagaimana Phatway dari SLE
7. Agar mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang SLE
8. Agar mengetahui bagaimana penatalaksanaan SLE
9. Agar mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien SLE

3
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi SLE
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit rematik
autoimun yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas yang mempengaruhi
setiap organ atau system dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan
deposisi autoantibody dan kompleks imun, sehingga mengakibatkan
kerusakan jaringan.(Sudoyo Aru,dkk.2009)
Systemic Lupus Erythematosus(SLE) adalah suatu penyakit
autoimunpada jaringan ikat. Autoimun berartibahwa sistem imun
menyerangjaringan tubuh sendiri
Lupus merupakan sistemik (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi
autoimun pada jaringan penyembuhan yang dapat mencukup ruam kulit, nyeri
sendi, dan keletihan.Penyakit ini lebih sering terjadi pada prempuan dari pada
pria dengan faktor 10:1.Androgen mengurangi gejala SLE dan estrogen
memperburuk keadaan tersebut. Gejala memburuk selama fase luteal siklus
menstruasi, namun tidak dipengaruhi pada derajat yang besar oleh kehamilan (
Elizabeth 2009).
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit vaskuler kolagen
(suatu penyakit autoimun). Ini berarti tubuh manusia menghasilkan antibody
terhadap organ tubuhnya sendiri,yang dapat merusak organ tersebut dan
fungsinya. Lupus dapat menyerang banyak bagian tubuh termasuk
sendi,ginjal,paru-paru seta jantung (Glade,1999).
SLE (systemic lupus erythematosus) adalah sejenis rema jaringan yang
bercirikan nyeri sendi (arthralgia),demam,malaise umum dan erythema
dengan pola berbentuk kupu-kupu khas dipipi muka. Darah mengandung
antibody beredar terhadap IgG dan imunokompleks,yakni kompleks antigen-
antibodi-komplemen yang dapat mengendap dan mengakibatkan radang
pembuluh darah (vaskulitis) dan radang ginjal. Sama dengan rematik,SLE

4
juga merupakan penyakit auroimun,tetapi jauh lebih jarang terjadi dan
terutama timbul pada prempuan. Sebabnya tidak diketahui,penanganannya
dengan kortikosteroida atau secara alternative dengan sediaan enzim (papain
200mg + pangkreatin 100mg + vitamin E 10mg) 2 dd 1 kapsul
(tan&kirana,2007)
Suatu peradangan kronis jaringan ikat mengenai sendi,ginjal,selaput
serosa permukaan dan dinding pembuluh darah yang belum jelas
penyebabnya. Peradangan kronis ini mengenai prempuan muda dan anak-anak
90% penderita [penyakit SLE adalah prempuan.
Obat yang digunakan pada SLE mencakup agens sitotoksik,seperti
siklofosfamida. Konseling prakehamilan dapat membantu menemukan terapi
yang aman digunakan baik pada kehamilan maupun menyusui
B. Etiologi
Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga ada beberapa
factor yang terlibat seperti factor genetic,obat-obatan,hormonal dan
lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE. System imun tubuh
kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan
tubuh sendiri.Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat menghasilkan
antibody secara terus menerus. Antibody ini juga berperan dalam kompleks
imun sehingga mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemik dengan
kerusakan multiorgan dalam fatogenesis melibatkan gangguan mendasar
dalam pemeliharaan self tolerance bersama aktifitas sel B, hal ini dapat terjadi
sekunder terhadap beberapa factor :
a. Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B
b. Hiperaktivitas sel T helper
c. Kerusakan pada fungsi sel T supresor

5
Factor penyebab yang terlibat dalam timbulnya penyakit SLE

a. Factor genetic
Berbagai gen dapat berperan dalam respon imun abnormal sehingga
timbul produk autoantibodi yang berlebihan. Kecenderungan genetik
untuk menderita SLE telah ditunjukkan oleh studi yang dilakukan
pada anak kembar.Sekitar 2-5 % anak kembar dizigot berisiko
menderita SLE , sementara pada kembar monozigot, risiko terjadinya
SLE adalah 58%. Risiko terjadinya SLE pada individu yang memiliki
saudara dengan penyakit ini adalah 20 kali lebih tinggi dibandingkan
pada populasi umum. Studi mengenai genome telah mengidentifikasi
beberapa kelompok gen yang memiliki korelasi dengan SLE. MHC
(Major Histocompatibility Complex) kelas II khususnya HLA- DR2
(Human Leukosit Antigen-DR2), telah dikaitkan dengan timbulnya
SLE.Selain itu, kekurangan pada struktur komponen komplemen
merupakan salah satu faktor risiko tertinggi yang dapat menimbulkan
SLE. Sebanyak 90% orang dengan defisiensi C1q homozigot akan
berisiko menderita SLE. Di Kaukasia telah dilaporkan bahwa
defisiensi varian S dari struktur komplemen reseptor 1, akan berisiko
lebih tinggi menderita SLE. Diketahui peneliti dari Australian
National University (ANU) di Canberra berhasil mengidentifikasikan
untuk pertama kalinya penyebab genetik dari penyakit lupus. Dengan
pendekatan yang digunakan melalui pemeriksaan DNA, tim peneliti
berhasil mengidentifikasi penyebab khusus penyakit lupus yang
diderita pasien yang diteliti. Penyebabnya adalah adanya peningkatan
jumlah molekul tertentu yang disebut interferon-alpha.
b. Faktor Imunologi
1) Antigen
Dalam keadaan normal, makrofag yang berupa APC (Antigen
Presenting Cell) akan memperkenalkan antigen kepada sel T. Pada

6
penderita lupus, beberapa reseptor yang berada di permukaan sel
T mengalami perubahan pada struktur maupun fungsinya sehingga
pengalihan informasi normal tidak dapat dikenali. Hal ini
menyebabkan reseptor yang telah berubah di permukaan sel T
akan salah mengenali perintah dari sel T.
2) Kelainan intrinsik sel T dan sel B
Kelainan yang dapat terjadi pada sel T dan sel B adalah sel T dan
sel B akan teraktifasi menjadi sel autoreaktif yaitu limfosit yang
memiliki reseptor untuk autoantigen dan memberikan respon
autoimun. Sel T dan sel B juga akan sulit mengalami apoptosis
sehingga menyebabkan produksi imunoglobulin dan autoantibodi
menjadi tidak normal.
3) Kelainan antibody
Terdapat beberapa kelainan antibodi yang dapat terjadi pada SLE,
seperti substrat antibodi yang terlalu banyak, idiotipe dikenali
sebagai antigen dan memicu limfosit T untuk memproduksi
autoantibodi, sel T mempengaruhi terjadinya peningkatan
produksi autoantibodi, dan kompleks imun lebih mudah
mengendap di jaringan.
c. Factor lingkungan
Beberapa faktor lingkungan dapat bertindak sebagai antigen yang
bereaksi dalam tubuh dan berperan dalam timbulnya SLE. Faktor
lingkungan tersebut terdiri dari:
1) Infeksi virus dan bakteri
Agen infeksius, seperti virus dan bakteri, dapat berperan dalam
timbulnya SLE.Agen infeksius tersebut terdiri dari Epstein Barr
Virus (EBV), bakteri Streptococcus dan Clebsiella.
2) Paparan sinar ultra violet
Sinar ultra violet dapat mengurangi penekanan sistem imun,
sehingga terapi menjadi kurang efektif dan penyakit SLE dapat

7
kambuh atau bertambah berat.Hal ini menyebabkan sel pada kulit
mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi
di tempat tersebut secara sistemik melalui peredaran pembuluh
darah.
3) Stres
Stres berat dapat memicu terjadinya SLE pada pasien yang sudah
memiliki kecenderungan akan penyakit ini. Hal ini dikarenakan
respon imun tubuh akan terganggu ketika seseorang dalam
keadaan stres. Stres sendiri tidak akanmencetuskan SLE pada
seseorang yang sistem autoantibodinya tidak ada gangguan sejak
awal.
d. Faktor Hormonal
Peningkatan hormon dalam tubuh dapat memicu terjadinya
LE.Beberapa studi menemukan korelasi antara peningkatan risiko
lupus dan tingkat estrogen yang tinggi. Studi lain juga menunjukkan
bahwa metabolisme estrogen yang abnormal dapat dipertimbangkan
sebagai faktor resiko terjadinya SLE.
e. Factor farmakologi
Obat pada pasien SLE dan diminum dalam jangka waktu tertentu
dapat menyebabkan Drug Induced Lupus Erythematosus (DILE).Jenis
obat yang dapat menyebabkan DILE diantaranya kloropromazin,
metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid.
C. Patifisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi
selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, stress, infeksi ).
Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin
dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah

8
alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-
obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat
fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks
imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang
selanjutnya serangan antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
Kerusakan organ pada SLE didasari pada reaksi imunologi. Reaksi ini
menimbulkan abnormalitas respons imun didalam tubuh, yaitu :
a. Sel T dan sel B menjadi otoreaktif
b. Pembentukan sitokin yang berlebihan
c. Hilangnya regulasi control pada system imun yaitu :
1) Hilangnya kemampuan membersihkan antigen dikompleks imun
maupun sitokin dalam tubuh
2) Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis
3) Hilangnya toleransi imun : sel T mengenali molekul tubuh sebagai
antigen karena adanya mimikri molekuler

Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibody di


dalam tubuh yang disebut sebagai autoantibody. Selanjutnya antibody-
antibodi yang tersebut membentuk kompleks imun.Kompleks imun tersebut
terdeposisi pada jaringan atau organ yang akhirnya menimbulkan gejala
inflamasi atau kerusakan jaringan.

D. Manifestasi Klinik
Gambaran klinis SLE sangat bervariasi, baik dalam keterlibatan organ
pada suatu waktu maupun keparahan manifestasi penyakit pada organ
tersebut. Sebagai tambahan,perjalanan penyakit berbeda antarpasien.
Keparahan dapat bervariasi dari ringan ke sedang sehingga parah atau bahkan
membahayakan hidup. Karena perbedaan multisystem dari manifestasi
kliniksnya,lupus telah menggantikan sifilis sebagai great imitator.

9
Kebanyakan pasien dengan SLE memiliki penyakit ringan samapai
sedang dengan gejala kronis,diselingi oleh peningkatan aktivitas penyakit
secara terhadap atau tiba-tiba. Pada sebagian kecil pasien dikarakteristikkan
dengan peningkatan aktivitas penyakit dan remisi klinik sempurna. Pada
keadaan yang sangat jarang,pasien mengalami episode aktif SLE singkat
diikuti dengan remisi lambat.
Gambaran klinis SLE menjadi rumit karena dua hal. Pertama,walapun
SLE dapat menyebabkan berbagai tanda dan gejala, tidak semua tanda dan
gejala pada pasien dengan SLE disebabkan oleh penyakit infeksi virus, dapat
menyerupai SLE. Kedua, efek samping pengobatan,khususnya penggunaan
glukokortikoid jangka panjang, harus dibedakan dengan tanda dan gejala.

1. Manifestasi Konstitusional
Demam muncul pada sebagian besar pasien dengan SLE aktif,namun
penyebab infeksius tetap harus dipikirkan,terutama pada pasien
dengan terapi imunosupresi. Penurunan berat badan dapat timbul awal
penyakit,dimana peningkatan berat badan, khusus pada pasien yang
diterapi dengan glukokortikoid, dapat menjadi lebih jelas lebih jelas
pada tahap selanjutnya. Kelelahan dan malaise merupakan salah satu
gejala yang paling umum dan seringkali merupakan gejala yang
memperberat penyakit.Penyebab pasti gejala-gejala ini belum
jelas.Aktivitas penyakit, efek samping pengobatan, gangguan
neuroendokrinologis, dan faktor psikogenik terlibat dalam timbulnya
gejala konstitusional.Pada kasus ini dijumpai gejala demam namun
gejala ini mungkin juga disebabkan oleh infeksi
pneumonia.Penurunan berat badan juga ditemukan pada pasien.
Sesuai dengan teori yang mengatakan kelelahan dan malaise
merupakan salah satu gejala yang paling umum yang memperberat
penyakit,gejala ini turut ditemukan kasus ini.

10
2. Manifestasi Mukokutan
Fotosensitivitas dapat dikenali dengan pembentukan ruam,
eksaserbasi ruam yang telah ada sbelumnya, reaksi terhadap sinar
matahari yang berlebihan (exaggerated sunburn), atau gejala sepereti
gatal atau parastesisi setelah terpajan sinar matahari atau sumber
cahaya buatan.Zfotosensitivitas sering ditemukan dan dapat terjadi
pada semua kelompok ras dan etnis, walapun belum ada studi
mengenai prevalensinya dipopulasi umum. Ruam berbentuk kupu-
kupu yang khas, yaitu ruam kemerahan di area malar pipi dan
persambungan hidung yang membagi lipatan nasolabial, lebih dikenal
sebagai malar rash atau butterfly ras. Ruam ini dapat ditemukan pada
20-25% pasien.Gejala ini dapat meningkat dan sangat meradang,
bertahan selams berminggu-minggu atau berbulan-bulan.Gejala ini
hilang tanpa jaringan parut. Plak eritematosa dengan adherent scale
dan telangiektasis umumnya terdapat diwajah,leher dan kulit kepala.
Lupus kutis akut dalam bentuk eritema inflamasi yang jelas dapat
dipicu oleh pacaran sinar ultraviolet. Lesi lupus subakut dan kronik
lebih sering ditemukan di kulit yang terpapar sinar matahari dalam
waktu lama (lengan depan, daerah V dileher ) tanpa pacaran sinar
matahari dalam waktu dekat. Lesi kulit lainnya termasuk livedo
riticularis, eritema periungual, eritema palmaris, nodulpalmaris,
vesikel atau bula, urtikaria akut atau kronik, panniculitis,
purpuravaskulitis, dan ulkus vaskulitis.Alopesia dapat timbul
akibatlesi pada kulit kepala, namun biasanya muncul pada puncak
SLE.Alopesia bersifat reversible, kecuali jika terdapat lesi discoid
kepala. Ulkus oral dan nasal cukup sering terjadi dan harus dibedakab
dari infers virus maupun jamur. Mata dan mulut kering (sindrom
Sicca) dapat disebabkan oleh inflamasi autoimun pada kelenjar
lakrimal dan saliva, yang mungkin tumpang tindih dengan sindrom
sjogren.Umumnya mata dan mulut kering merupakan efek samping

11
pengobatan.Pada kasus ini ditemukan manifestasi mukokutan.Sesuai
dengan teori, pada pasien ini ditemukan fotosensitivitas, yaitu
eksaserbasi ruam dengan pajanan pada sinar matahari.Pada kasus ini
juga ditemukan ruam berbentuk kupu-kupu (malar rash atau butterfly
rash) pada bagian pipi dan hidung pasien.Alopesia juga ditemukan
pada pasien ini yang mengeluh rambutnya yang sering rontok waktu
menyikat rambut.
3. Manifestasi Muskuloskeletal
Artritis SLE biasanya meradang dan mucul bersamaan dengan
sinovitis dan nyeri, bersifat nonerosif dan nondeforming.Manifestasi
yang jarang adalah deformitas jaccoud yang menyerupai artritis
rheumatoid namun berkurang dan tidak terbukti secara radiologis
menyebabkan desttruksi kartilago dan tulang.Kelemahan otot
biasanya merupakan akibat terapi glukokortikoid atau antimalaris,
namun myositis dengan peningkatan enzim otot jarang ditemukan dan
biasannya merupakan gejala yang tumpah tindih.Tenosinovitis dan
bursitis jarang ditemukan.Ruput tendon dapat merupakan komplikasi
terapi glukokortikoid.Ostenekrosis (nekrosisavaskuler) dapat
disebabkan oleh penyakit maupun efek pengobatan gukokortikoid,
biasanya terjadi pada kaput femoralis, kaput hormonal, lempemg tibia
dan talus. Artralgia dan myalgia merupakan gejala lain yang sering
ditemukan, dapat disebabakanoleh penyakit, efek samping
pengobatan, glucocorticoid withdrawal syndrome, endokrinopati dan
faktor psikogenik. Pada kasus ini, ditemukan nyeri pada sendi yaitu
nyeri pada sendi jari pada kedua tangan yang tidak disertai dengan
gangguan pergerakkan.Ini sesuai dengan manifetasi muskuloskletal
yang ditemukan pada pasien SLE yaitu non erosive dan non
deforming arthritis.

12
4. Manifestasi Kardiovaskular
Perikarditis meruapakan gejala khas dengan nyeri substernal
posisional dan terkadang dapat ditemukan rub. Ekokardiografi dapat
menunjukkan efusi atau dalam kasus kronik penebalan dan fibrosis
pericardium.Tamponade atau hemodinamik konstriktif jarang
ditemukan, namun dapat diinduksi oleh karbamazepin.Miokarditis
jarang terjadi, namun harus dicurigai pada pasien dengan SLE aktif
dan gejala dada tidak khas, perubahan ECG minimal, aritmia atau
perubahan hemodinamik.Miokarditis dapat mengakibatkan
kardiomiopati dilatasi dengan tanda gagal jantung kiri.Endokarditid
trombotik nonifeksi (Libman-sacks) jarang dan seringkali tidak
menimbulkan gejala, namun dapat menimbulkan disfungsi katup
mitral atau katup aorta atau embilisasi.Arterisklerosis premature
dengan angina pektrois dan infark miokardium merupakan sumber
mortalitas dan morbilitas jangka panjang yang paling serius. Penyakit
sendiri, hiperkoagulasi, terapi glukokortikoid kronik,menopause
premature, serta faktor diet dan gaya hidup dapat menyebabkan
arterosklerosis. Fenomena Raynaud, vasospasme yang diindikasi
dingin pada jari.sering ditemukan pada SLE. Penyempitan arteri
ireversibel ditangan dan kaki sering tumpang tindih dengan
scleroderma. Gambaran patologis yang sama pada sirkulasi paru dapat
menyebabkan hipertensi pulmonal, komplikasi yang jarang namun
seringkali fatal. Sebagian besar cedera vascular trombotik pada pasien
SLE dimediasi oleh antibody antifosfolipid (aPL), ditemukan pada
sekitar 30% pasien SLE. aPL dapat menyebabkan thrombosis arteri
dan vena spontan pada semua ukuran pembuluh darah. Keadaan
hiperkoagulasi lain, seperti defisiensi protein C dan protein S, faktor
V Leiden dan antitrombin III dapat menyebabkan terjadinya
trombisis, namun defisiensi faktor-faktor ini lebih dihubungkan
dengan terjadinya thrombosis vena dibandingkan trpmbosis arteri.

13
5. Manifestasi Paru
Pleurisy sering ditemukan pada SLE nyeri dada khas pleuritik, rub,
dan efusi dengan bukti radiografi dapat ditemukan pada sebagian
pasien, namun sebagian lain mungkin hanya berupa gejala tanpa
temuan obyektif. Infeksi parenkim paru pneumonitis atau alveolitis
dan dibuktikan dengan batuk, hemoptysis, serta infiltrate paru jarang
terjadi namun dapat membahayakan hidup.Perdarahan alveolus difus
dapat timbul atau tanpa pneumonitis akut dan memilik angka
mortalitas yang sangat tinggi.Pneumonitas lupus kronik dengan
perubahan fibrotic dan paru mirip dengan fibrosis paru idiopatik,
dengan perjalanan yang progresif dan prognosis yang buruk.Penyakit
paru restriktif juga dapat diakibatkan oleh perubahan pleuritik jangka
panjang, miopati atau fibrosis otot pernapasan, termasuk diafragma
dan bahkan neuropati nervus frenikus.Emboli paru rekuren
disebabkan oleh antibody antifosfilipid harus disingkirkan pada
pasien dengan gejala paru yang tidak dapat dijelaskan.
6. Manifestasi Ginjal
Nefritis lupus muncul pada sebagian pasien dengan SLE. Spektrum
keterlibatan patologis dapat bervariasi dari proliferasi mesangial yang
sama sekali tidak menimbulkan gejala sampai glumerulonefritis
membranoproliferatif difus agresif yang menuju gagal ginjal.
Gambaran klinis ditandai dengan temuan minimalis, termasuk
proteinuria ringan dan hematuria mikroskopik, sindrom nefrotik,
dengan proteinuria berat, hipoalbuminemia, edema perifer,
hipertrigliseridemia, dan hiperkoagulasi atau sindrom nefritik dengan
hipertensi, sedimen eritrosit atau Kristal eritrosit pada sediaan
sedimen urin dan penurunan laju filtrasi glomerulus progresif dengan
peningkatan kreatinin serum dan uremia. Pada kasus ini ditemukan
kelainan ginjal yang disuspek nefritis karena ditemukan kelainan

14
ginjal yang disuspek nefritis karena ditemukan proteinuria
25,00mg/dL dan leucocyte pada urin 25,00 leu/πL
7. Manifestasi Neurologis dan Psikiatrik
Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) terjadi pada 5-15% pasien dan
terkadang merujuk pada SLE neuropsikiartrik atau serebritis lupus.
Pasien dapat memiliki manifestasi obyektif seperti meningitis asepsis
atau meningoensefalitis, kejang, khorea, ataksia, stroke dan myelitis
tramsversa. Pada pasien seperti ini diagnosis dapat didukung oleh
temuan abnormal pada analisis cairan serebrospinal, seperti
peningkatan kadar protein, pleiositosi, dan /atau autoantibodi
karakteristik, pada CT scan atau MRI, dapat ditemukan lesi inflamasi
pada substansia alba dan grisea atau bahkan pada biopsy
leptomeningeal dengan bukti inflamasi. Gambaran alternatis lupus
SSP adalah gangguan psikiatrik mayor yaitu psikosis.Pada kasus ini
cairan serebrospinal dan pencitraan menujukkan hasil normal dan
diagnosis banding dari penysakit psikogenik primer dan/atau reaksi
obat sangat sulit untuk ditentukan.Masalah ini adalah gangguan
kognitif dan kepribadian ringan.Sakit kepala sering ditemukan dengan
intesitas yang beragam.Sakit kepala lupus yang berat dan menyerupai
migren yang hanya responsive terhadap glikokortikoid merupakan
kasus yang jarang.Neuropati kranial dan perifer dapat terjadi dan
dapat menggambarkan vaskulitis pembuluh darah kecil atau infark
pada pasien ini disuspek lupus serbri karena penurunankesadaran.
8. Manifestasi Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal nonspesifik, termasuk nyeri perut difus dan
mual, kas untuk pasien SLE.Peritonitis steril dengan asites jarang
namun merupakan komplikasi abdomen yang serius.Banyak gejala
gastrointestinal atas berhubungan dengan terapi yaitu NSAID dan atau
gastropati terkait glukokortikoid.Duodenitis dapat menimbulkan
gejala.Pada kasus jarang, vaskulitis usus dapat menimbulkan

15
kegawatan bedah akut.Terkadang pankreatitis dapat merupakam
gejala penyakit atau merupakan efek pengobatan.Peningkatan enzim
hati terkafdang dihubungkan dengan hepatiris noninfeksi pada SLE,
yang tidak dapat dibedakan dengan hepatitis autoimun melalui
gambar histologis.Peningkatan enzim hati juga dapat disebabkan oleh
penggunaan NSAID, azatrioprin atau metotreksat dan penggunaan
jangka panjang glukokortikoid yang dapst menyebablkan perlemakan
hati dengan peningkatan transaminase ringan.
9. Manifestasi Hematologi
Splenomegali dan limafadenopati difus sering merupakan temuan
yang sering namun nonspesifik pada SLE aktif. Anemia merupakan
temuan khas, dapat disebabkan oleh hemolysis dengan hasil tes
coombs positif, kadar haptoglobin rendah dan kadar laktat
dehydrogenase tinggi atau dengan mielosupresi. Mekanisme tidak
langsung mencakup penurunan sintesis eritropoietin dan mielosupresi
uremikum pada pasien nefritis lupus.Hal ini dapat diperberat dengan
perdarahan ringan kronik dan ketidask cukupan asupan makanan.
Leukopenia dan limfopenia sangat sering terjadi namun jarang
mencapai kadar kritis. Studi oleh Ng dkk menghungkan limfopenia
dengan peningkatan risiko terjadinya infeksi pada pasien
SLE.Leukositosis dapat sdisebabkan oleh
glukokortikoid.Trombisitopenia ringan (100000-150000/πL) dapat
disebabkan oleh antibody antifosfolipid.Trombositopenia autoimun
berat (kurang dari 50000/πL), disebabkan oleh antibody antiplatelet
dapat mempersulit diagnosis SLE dan awalnya mungkindidiagnosis
sebagai purpura trombositopenik idiopatik.Pada kasus ini ditemukan
kelainan atau manifestasi hematologi sesuai dengan gambaran yang
sering ditemukan pada pasien SLE.Pada kasus ini, ditemukan gejala
anemia dengan nilai haemoglobin yang rendah.

16
10. Manifestasi Mata
Eksudat dan infarks retina (baan sitoid) relative jarang dan merupakan
temuan nonspesifik.Konjungtivitas dan episkleritis terkadang dapat
ditemukan pada penyakit aktif.Mata kering dapat menunjukan
tumpang tindih dengan sindrom sjogren.Kebutaan singkat atau
permanen dapat disebabkan oleh neuritis optic atau oklusi arteri atau
vena retina.
E. Klasifikasi SLE
Subcommitte for systemic lupus erythematosus criteria of the America
rheumatism association diagnostic and therapeutic criteria committw tahun
1982 merevisi kreteria untuk klasifikasi SLE.
Subcommitte ini mengajukan diagnosis SLE jika terdapat empat diantra 11
kriteria
berikut beruntun atau secara stimultan, selama sati interval observasi :
1. Ruam dibagian malar wajah
Eritema menetap, datar atau meninggi, pada tonjolan pipi
2. Ruam berbentuk discoid
Bercak eritematosa yang meninggi dengan skuama keratotik lekat dan
sumbatan folikel; dapat terjadi jaringan parut atrofik.
3. Fotosensitivitas
4. Ulkus dimulut
Termasuk oral dan nasofaring; terlihat oleh dokter.
5. Serositis
Pleuritis atau pericarditis yang tercatat dengan EKG atau terdengar
sebagai rub atau bukti efusi perikard.
6. Gangguan ginjal
Proteinuria yang lebih besar dari 0.5 g/dl atau lebih dari 3+, atau
silinder sel.
7. Gangguan neurologis ( kejang atau psikosis )
Kejang tanpa sebab lain atau psikosis tanpa sebab lain.

17
8. Arthritis
Arthritis nonerosif yang mengenai dua atau lebih sendi perifer,
ditandai oleh nyeri, pembengkakan atau efusi.
9. Gangguan hematologis (anemia hemolitik, leucopenia,
trombositopenia)
Anemia hemolitik atau leucopenia (kurang dari 4000/mm3)
limfopenia (kurang dari 1500/mm30, atau trombositopenia (kurang
dari 100.000/mm3) tanpa ada obat penyebab
10. Gangguan imunologi
Preparat sel LE atau anti-dsDNA atau anti-Sm positif atau VDRL
positif-palsu
11. Antibody nuclear
Titer ANA yang abnormal pada pemeriksaan imunofluoresensi atau
pemeriksaan yang ekivalen pada setiap saat tanpa adanya obat yang
diketahui dapat menginduksi ANA.

18
F. Pathway
Genetic Lingkungan ( cahaya matahari,infeksi stress) Hormonal Obat-obatan

System regulasi kekebalan terganggu

Mengaktivasi sel T dan B

Fungsi sel T supresor abnormal

Peningkatan produksi auto antibodi

Penumpukan kompleks imun Kerusakan jaringan

Muskuloskeletal Integumen Kardiovaskuler Respirasi Vaskuler Darah

Perikarditis Penumpukan Inflamasi Pembekuan


Pembengkakan sendi Lesi akut pd
cairan pd pd arterior darah dalam
kulit
pleura terminalis vena
Penumpukan
Nyeri tekan, rasa Pasien merasa cairan efusi Stroke dan
Resiko
nyeri ketika bergerak malu dg pada Efusi Lesi emboli paru
infeksi
kondisinyaa perikardium pleura popular
diujung
Nyeri akut kaki,tumit Jumlah
Gangguan Penebalan Ekspansi trombosit
dan siku
citra tubuh perikardium dada tidak berkurang
adekuat
Kerusakan
integritas Perdarahan
Kontraksi
Pola kulit
jantung
nafas
tidak
efektif Anemia
Penurunan
curah
jantung Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer

19
G. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan
hasil pemeriksaan darah.Gejala yang klasik mencakup demam, keletihan
secara penurunan berat badan dan kemungkinan pula arthritis, pleuritis dan
perikarditis.Tidak ada 1 terlaboratorium megungkapkan anemia yang sedang
hingga berat, trombositopenia, leukositosis atau leucopenia dan antibody
antinukleus yang positif. Tes imunologi diagnostik lainnya mungkin tetapi
tidak memastikan diagnostic
a. Pemeriksaan Darah Rutin dan Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penyakit Lupus
Eritematosus Sistemik ( SLE ) adalah pemeriksaan darah rutin dan
pemeriksaan urin. Hasil pemeriksaan darah pada penderita SLE
menunjukkan adanya anemia hemolitik, trombositopenia, limfopenia,
atau leukopenia; erytrocytesedimentation rate (ESR) meningkat
selama penyakit aktif, Coombs test mungkin positif, level IgG
mungkin tinggi, ratio albumin-globulin terbalik, dan serum globulin
meningkat. Selain itu, hasil pemeriksaan urin pada penderita SLE
menunjukkan adanya proteinuria, hematuria, peningkatan kreatinin,
dan ditemukannya Cast, heme granular atau sel darah merah pada urin
b. Anti ds DNA
Batas normal : 70 – 200 iu/mL
Negatif : < 70 iu/mL
Positif : >200 iu/mL
Antibodi ini ditemukan pada 65-80% penderita denga SLE aktif dan
jarang pada penderita dengan penyakit lain. Jumblah yang tinggi
merupakan spesifik untuk SLE sedangkan kadar rendah sampai sedang
dapat ditemukan pada penderita dengan penyakit reumatik dan lain-
lain, hepatitis kronik, infeksi mononukleosis, dan sirosis bilier. Jumlah
antibodi ini dapat turun dengan pengobatan yang tepat dan dapat
meningkat pada penyebaran penyakit terutama Lupus

20
glomerulonetritis.Jumlahnya mendekati negativ pada penyakit SLE
yang tenang.
Antibodi anti-DNA merupakan subtype dari antibody antinukleus
(ANA). Ada dua tipe dari antibody anti DNA yaitu yang menyerang
double stranded DNA ( anti ds-DNA ) dan yang menyerang single
stranded DNA ( anti ss-DNA ). Anti ss-DNA kurang sensitive dan
spesifik untuk SLE tapi positif untuk penyakit autoimun yang
lain.Kompleks antibody-antigen pada penyakit autoimun tidak hanya
untuk diagnosis saja tetapi merupakan konstributor yang besar dalam
perjalanan penyakit tersebut. Kompleks tersebut akan menginduksi
system komplemen yang dapat menyebabkan terjadinya inflamasi baik
local maupun sistemik ( Pagana and Pagana,2002 )
c. Antinuklear antibodies ( ANA )
Harga normal : nol
ANA digunakan untuk diagnosa SLE dan penyakit autoimun yang
lain. ANA adalah sekelompok antibody protein yang beraksi
menyerang inti dari suatu sel. Ana cukup sensitif untuk mendektisi
adanya SLE , hasil yang positif terjadi pada 95% penderita SLE tetapi
ANA tidak spesifik untuk SLE saja karena ANA juga berkaitan
dengan kemunculan penyakit dan keaktifan penyakit tersebut. Setelah
pemberian terapi maka penyakit tidak lagi aktif sehingga jumblah
ANA diperkirakan menurun. Jika hasil test negativ, maka pasien
belum tentu negativ terhadap SLE karena harus dipertimbangkan juga
data klinis dan test laboratorium yang lain, jika hasil test positif maka
sebaiknya dilakukan test serologi yang lain untuk menunjang
diagnose bahwa pasien tersebut menderita SLE. ANA dapat meliputi
anti-Smith ( anti-Sm ), anti-RNP (anti-ribonukleoprotein), dan anti –
SSA (Ro) atau anti-SSB (La) ( Pagana and Pagana,2002 )

21
H. Penatalaksanaan
a. Edukasi dan Konseling
Informasi yang benar dan dukungan dari orang sekitar sangat
dibutuhkan oleh pasien SLE dengan tujuan agar para pasien dapat
hidup mandiri. Beberapa hal perlu diketahui oleh pasien SLE, antara
lain perubahan fisik yang akan dialami, perjalanan penyakit, cara
mencegah dan mengurangi kekambuhan seperti melindungi kulit dari
paparan sinar matahari secara langsung, memperhatikan jika terjadi
infeksi, dan perlunya pengaturan diet agar tidak kelebihan berat badan,
displidemia atau terjadinya osteoporosis.
b. Program Rehabilitasi
Secara garis besar pelaksanaan program rehabilitasi yang dilakukan
oleh pasien SLE, antara lain: istirahat yang cukup, sering melakukan
terapi fisik, terapi dengan modalitas, kemudian melakukan latihan
ortotik, dan lain-lain.
c. Terapi Medikasi
Terapi gen adalah cara yang efisien dan menguntungkan dengan
memberikan imunomodulator dan mediator anti-inflamasi, yang
meliputi alami atau rekayasa genetika inhibitor sitokin inflamasi
(anticytokines), atau sitokin anti-inflamasi kuat seperti TGF β. Oleh
karena itu adanya kebutuhan besar untuk menemukan lebih banyak
perawatan effective, jika memungkinkan dengan efek samping yang
rendah. Dengan perkembangan yang sedang berlangsung, berikut
adalah beberapa macam terapi gen yang dilakukan pada penyakit lupus
erythematosus :
1) NSAID (Non Steroid Anti-Inflamasi Drugs)
NSAIDs (obat anti inflamasi non steroid) merupakan pengobatan
yang efektif untuk mengendalikan gejala pada tingkatan ringan, tapi
harus digunakan secara hati-hati karena sering menimbulkan efek
samping peningkatan tekanan darah dan merusak fungsi

22
ginjal.Bahkan beberapa jenis NSAID dapat meningkatkan resiko
serangan jantung dan stroke.Obat tersebut dapat juga mengganggu
ovulasi dan jika digunakan dalam kehamilan (setelah 20 minggu),
dapat mengganggu fungsi ginjal janin.
2) Kortikosteroid
Penggunaan dosis steroid yang tepat merupakan kunci utama dalam
pengendalian lupus. Dosis yang diberikan dapat terlalu rendah untuk
pengendalian penyakit, namun kesalahan yang sering terjadi adalah
pemberian dosis terlalu tinggi dalam waktu terlalu lama.
Osteoporosis yang disebabkan oleh steroid adalah masalah yang
umumnya terjadi pada Odapus. Sehingga dibutuhkan
penatalaksanaan osteoprotektif seperti pemeriksaan serial kepadatan
tulang dan obat-obat osteoprotektif yang efektif seperti kalsium dan
bifosfonat. Terapi hormon tidak lagi digunakan untuk pencegahan
atau pengobatan osteoporosis karena meningkatkan risiko kanker
payudara dan penyakit jantung. Bifosfonat tidak baik digunakan
selama kehamilan dan dianjurkan bahwa kehamilan harus ditunda
selama enam bulan setelah penghentian bifosfonat. Peningkatan
risiko terserang infeksi merupakan perhatian utama dalam terapi
steroid, terutama pada mereka yang juga mengkonsumsi obat
imunosupresan. Steroid juga dapat memperburuk hipertensi,
memprovokasi diabetes dan memiliki efek buruk pada profil lipid
yang mungkin berkontribusi pada meningkatnya kematian akibat
penyakit jantung. Steroid dosis tinggi meningkatkan risiko
pendarahan gastrointestinal dan terjadi pada pada dosis yang lebih
rendah jika digunakan bersama NSAID. Osteonekrosis (nekrosis
avaskular) juga cukup umum pada lupus dan tampaknya terkait
terutama dengan penggunaan steroid oral dosis tinggi atau
metilprednisolon intravena. Meskipun memiliki banyak efek
samping, obat kortikisteroid tetap merupakan obat yang berperan

23
penting dalam pengendalian aktifitas penyakit. Karena itu, obat ini
tetap digunakan dalam terapi lupus. Pengaturan dosis yang tepat
merupakan kunci pengobatan yang baik.
3) Antimalaria
Hydroxychloroquine (Plaquenil) lebih sering digunakan dibanding
kloroquin karena risiko efek samping pada mata diyakini lebih
rendah. Toksisitas pada mata berhubungan baik dengan dosis harian
dan kumulatif, Selama dosis tidak melebihi, resiko tersebut sangat
kecil. Pasien dianjurkan untuk memeriksa ketajaman visual setiap 6
bulan untuk identifikasi dini kelainan mata selama pengobatan.
Dewasa ini pemberian terapi hydroxychloroquine diajurkan untuk
semua kasus lupus dan diberikan untuk jangka panjang. Obat ini
memiliki manfaat untuk mengurangi kadar kolesterol, efek anti-
platelet sederhana dan dapat mengurangi risiko cedera jaringan yang
menetap serta cukup aman pada kehamilan.
I. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas Pasien
1) Nama : No. Register :
2) Umur :
3) Suku / bangsa :
4) Status perkawinan :
5) Agama :
6) Pendidikan :
7) Pekerjaan :
8) Bahasa yang digunakan :
9) Alamat :
10) Kiriman dari :
11) Tanggal MRS :
12) Tanggal Pengkajian :

24
b) Identitas Penanggung Jawab
1) Nama :
2) Umur :
3) Jenis Kelamin :
4) Suku/ bangsa :
5) Agama :
6) Pekerjaan :
7) Pendidikan :
8) Bahasa yang digunakan :
9) Alamat :
10) Hubungan dengan pasien :
c) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
a. Nyeri
b. Gatal-gatal
2) Riwayat kesehatan dahulu
a. Riwayat terekspos sinar radiasi UV yang parah
b. Riwayat pemakaian obat-obatan hidralazin,
prokainamid, isoniazid,
c. kontrasepsi oral dll
d. Riwayat terinfeksi virus
e. Terekspos bahan kimia
3) Riwayat kesehatan keluarga
a. Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
b. Riwayat keluarga dengan infeksi berulang
4) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan:
a. nyeri sendi karena gerakan
b. kekakuan pada sendi
c. kesemutan pada tangan dan kaki

25
d. sakit kepala
e. Demam
f. merasa letih, lemah
g. limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup,
waktu senggang,pekerjaan
h. keputusasaan dan ketidakberdayaan
i. kesulitan untuk makan
j. nausea, vomitus
k. sesak nafas
l. nyeri dada
m. ancaman pada konsep diri, citra diri
d) Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas dan latihan
a. Keterbatasan rentang gerak
b. Deformitas
c. Kontraktur
2) Nyeri dan kenyamanan
a. Pembengkakan sendi
b. Nyeri tekan
c. Perubahan gaya berjalan/pincang
d. Gerak otot melindungi yang sakit
3) Kardiovaskuler
a. Fenomena raynoud
b. Hipertensi
c. Edeme
d. Pericardial friction rub
e. Aritmia
f. Murmur
g. Nutrisi dan metabolic
h. Lesi pada mulut

26
i. Penurunan berat badan
4) Pola eliminasi
a. Peningkatan pengeluaran urin
b. Konstipasi /diare
2. Diagnosa
Berdasarkan buku Asuhan Keperawatan Diagnosa Medis Nanda Nic –
Noc.
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru
menurun.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubngan dengan
gangguan aliran arteri atau vena
c. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
d. Kerusakkan integritas kulit berhubungan dengan imunodefisiensi
3. Intervensi / perencanaan
a. Ketidakefektifan Pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru
menurun.
1) Tujuan : pola nafas kembali efektif
2) KH : Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan dalam batas
normal, Tidak menggunakan otot-otot bantu pernapasan, Tanda
Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan) (TD 120-90/90-60 mmHg, nadi 80-100 x/menit,
RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C)
3) Intervensi
Intervensi rasional
Monitor kecepatan, ritme, Untuk mengetahui
kedalaman,dan usaha pasien keadekuatan pernapasan
saat bernafas
Monitor suara nafas seperti Mengetahui adanya sumbatan
snoring pada jalan nafas

27
Posisikan pasien semi fowler Untuk memaksimalkan
potensial ventilasi
Berikan HE tentang Informasi ini dapat
pengobatan : indikasi , dosis, membantu pasien dalam
frekuensi , dan kemungkinan mengonsumsi obat dengan
efek samping. aman dan benar
Kolaborasi dalam pemberian Meningkatkan ventilasi dan
terapi oksigen asupan oksigen

b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan


gangguan aliran arteri atau vena
1) Tujuan : perfusi jaringan perifer efektif
2) KH : Waktu pengisian kapiler < 3 detik, Tekanan sistol dan
diastol dalam rentang yang diharapkan, Tingkat kesadaran
membaik
3) Intervensi
Intervensi rasional
Kaji secara komprehensif Sirkulasi perifer dapat
sirkulasi perifer menunjukkan tingkat
keparahan penyakit
Monitor laboratorium ( Hb, Milai laboratorium dapat
hmt ) menunjukkan komposisi
darah
evaluasi nadi perifer dan Pulsasi yang lemah
edema menimbulkan penurunan
kardiak output
Ubah posisi pasien setiap 2 Mencegah komplikasi
jam dekubitus
Dorong latihan ROM Menggerakkan otot dan sendi

28
sebelum bedrest agar tidak kaku
Kolaborasi pemberian anti Meminimalkan adanya
platelet atau anti perdarahan bekuan dalam darah

c. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.


1) Tujuan : Nyeri dapat berkurang
2) KH : Ekspresi wajah klien tidak menunjukkan ketegangan,
klien tidak gelisah,klien dapat beristirahat, klien tidak
mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi.
3) Intervensi
Intervensi Rasional
Lakukan pengkajian nyeri Untuk mengetahui
komprehensif yang meliputi tingkat nyeri pasien
lokasi,karakteristik,onset atau
durasi,frekuensi,kualitas,intensitas
atau beratnya nyeri dan factor
pencetus.
Observasi reaksi ketidaknyamanan Untuk mengetahui
secara nonverbal tingkat ketidak
nyamanan yang
diirasakan oleh pasien
Ajarkan cara penggunaan terapi Agar klien mampu
non farmakologi ( distraksi, menggunakan teknik
relaksasi) nonfarmakologi dalam
memanajemen nyeri
yang dirasakan
Berikan informasi tentang nyeri Pemberian HE dapat
termasuk penyebab nyeri,berapa mengurangi tingkat
lama nyeri akan hilang, antisipasi kecemasan dan

29
terhadap ketidaknyamanan dari membantu klien dalam
prosedur membentuk
mekanisme koping
terhadap rasa nyeri
Kolaborasi pemberian analgetik Pemberian analgetik
dapat mengurangi rasa
nyeri pasien

d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imunodefisiensi


1) Tujuan : Mencegah terjadinya kerusakan pada kulit dan
jaringan didalamnya
2) KH : Tidak terdapat tekanan, tidak menunjukkan adanya
kelainan pada persendian
3) Intervensi
Intervensi rasional
Monitor kulit yang memerah Dengan memonitoring area
dan terjadi kerusakan kulit yang merah dan terjadi
kerusakan untuk mengurangi
resiko dekubitus
Mobilisasi klien setiap 2 jam Dengan memobilisasi klien
dapat mengurangi penekanan
Lakukan perawatan kulit Untuk meningkatkan proses
secara aseptic 2 kali sehari penyembuhan lesi kulit serta
mencegah terjadinys infeksi
sekunder
Berikan pendidikan Meningkatkan pengetahuan
kesehatan kepada klien dan pasien dan keluarganya
keluarganya tentang mengenai pentingnya
pentingnya menjaga menjaga kebersihan kulit

30
kebersihan kulit sekitar luka serta supaya pasien lebih
guna mempercepat kooperatif
penyembuhan dan ajarkan
teknik perawatannya
Kolaborasi pemberian Mempercepat penyembuhan
NSAID dan kortikosteroid.

31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit rematik autoimun yang
ditandai adanya inflamasi tersebar luas yang mempengaruhi setiap organ atau
system dalam tubuh.Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga ada
beberapa factor yang terlibat seperti factor genetic,obat-obatan,hormonal dan
lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE.
B. Saran
Untuk pembaca apabila sudah mendekati kriteria – kriteria penyakit SLE
sebaiknya langsung memeriksakan diri kedokter agar mendapatkan penanganan
yang lebih baik.

32
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amir Huda. Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC – NOC (jilid 2).Jogjakarta :
Mediaction.

https://www.academia.edu/38153956/ASKEP_SLE_.doc

https://www.academia.edu/37685491/LP_Systemik_Lupus_Erythematosus_SLE_

https://syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/sceducatia/artivle/download/474/451

33

Anda mungkin juga menyukai