Anak
Oleh :
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Konsep Medis yang
membahas tentang “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan penyakit SLE”
Konsep Medis ini dapat diselesaikan atas proses bimbingan. Untuk itu kami berterima
kasih kepada selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan kepada kami.
Harapannya Konsep Medis ini dapat memberikan ilmu bagi insan keperawatan untuk
memberikan asuhan keperawatan. Sebagai penulis kami menyadari bahwa masih ada
kekurangan dari penampilan dan penyajian Konsep Medis ini, oleh karena itu kami
menginginkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Kami berharap Konsep
Medis yang kami susun dapat bermanfaat bagi setiap pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER.........................................................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................
A. Latar Belakang....................................................................................................
B. Rumusan Maslah ................................................................................................
C. Tujuan ................................................................................................................
3.1 Pengkajian.......................................................................................................
3.2 Diagnosa.........................................................................................................
3.3 Intervensi........................................................................................................
3.4 Implementasi
3.5 Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) atau Systemic Lupus Erythematosus atau
yang lebih dikenal dengan penyakit seribu wajah merupakan penyakit inflamasi autoimun
kronis yang belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Penyakit autoimun adalah istilah
yang digunakan saat sistem imunitas atau kekebalan tubuh seseorang menyerang
tubuhnya sendiri. Sistem kekebalan tubuh penderita lupus akan menyerang sel, jaringan
dan organ yang sehat. sistem kekebalan tubuh akan mengalami kehilangan kemampuan
untuk melihat perbedaan antara substansi asing (no-self) dengan sel dan jaringan tubuh
sendiri (self).
Data prevalensi di setiap negara berbeda-beda. Suatu studi sistemik di Asia
Pasifik memperlihatkan data insidensi sebesar 0,9 – 3,1 per 100.000 populasi/tahun.
Prevalensi kasar sebesar 4,5 – 45,3 per 100.000 populasi. The Lupus Foundation of
America memperkirakan sekitar 1,5 juta kasus terjadi di Amerika dan setidaknya terjadi
lima juta kasus di dunia. Setiap tahun diperkirakan terjadi sekitar 16 ribu kasus baru
Lupus.
Di Indonesia, jumlah penderita penyakit Lupus secara tepat belum diketahui.
Prevalensi Systemic Lupus Erythematosus (SLE) di masyarakat berdasarkan survei yang
dilakukan Prof. Handono Kalim, dkk di Malang memperlihatkan angka sebesar0,5%
tehadap total populasi.
Penatalaksanaan SLE memerlukan jangka waktu yang panjag. Prinsip utama
pengobatan SLE yaitu mengurangi peradangan pada jaringan tubuh yang terkena dan
menekan ketidaknormalan sistem kekbalan tubuh. Penatalaksanaan pasien LSE meliputi
pengobatan secara nonfarmakologis (edukasi, dukungan sosial dan psikologi) dan
farmakologis meliputi pemberian terapi imunosupresan, antimalaria, kortiskoteroid, dan
OAINS.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan bagaimana konsep medis penyakit SLE??
2. Jelaskan bagaimana konsep asuhan keerawatan penyakit SLE?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep medis dengan masalah penyakit SLE
2. Untuk mengetahui konsep keperawatan dengan masalah penyakit SLE
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Konsep Medis
1. Definisi SLE
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah radang kronis yang disebabkan oleh
penyakit autoimun (kekebalan tubuh) di mana sistem pertahanan tubuh yang tidak
normal melawan jaringan tubuh sendiri. Antara jaringan tubuh dan organ yang dapat
terkena adalah seperti kulit, jantung, paru-paru, ginjal, sendi, dan sistem saraf.
Lupus jika terdeteksi saat usia anak-anak disebut Juvenile SLE. Penyakit ini lebih
banyak mengenai anak perempuan, dan angka kejadiannya meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Lupus pada anak biasanya terjadi di usia 9–15 tahun (masa
pubertas).
Sistem kekebalan tubuh melawan virus dan bakteri dengan menghasilkan
antibodi. Pasien yang menderita lupus akan menghasilkan autoantibodi, atau juga
dikenal sebagai antibodi abnormal. Autoantibodi akan menyerang sel dan jaringan
yang sehat dan tidak melawan agen yang dapat menginfeksi tubuh. Karena lupus
berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh, penyakit ini dapat memengaruhi semua
bagian tubuh, seperti kulit, ginjal, jantung, paru-paru, sendi, dan sistem saraf. Jenis
lupus yang diderita pasien tergantung pada bagian tubuh yang terkena lupus. Lupus
yang hanya mengenai kulit dikenal sebagai cutaneous lupus erythematosus atau lupus
dermatitis, sedangkan lupus yang mengenai organ dalam dikenal sebagai Systemic
Lupus Erythematosus. SLE merupakan jenis lupus yang paling umum.
2. Etiologi SLE
Mekanisme etiologi SLE belum seluruhnya diketahui, namun berdasarkan
penelitian yang dilakukan selama beberapa dekade, diketahui bahwa terjadinya SLE
ada hubungannya dengan berbagai faktor seperti faktor genetik, hormonal,
imunologik dan lingkungan.
Faktor genetik diduga memengaruhi kerentanan dan perkembangan maupun
tingkat keparahan penyakit SLE. Sejumlah kombinasi ekspresi varian gen
berhubungan dengan manifestasi klinis SLE, misal komponen komplemen C1q
mengeliminasi buangan sel nekrotik (bahan apoptotik) pada individu sehat, namun
pada pasien SLE, defisiensi komponen C1q menimbulkan ekspresi penyakit.
Mekanisme hormon terhadap perkembangan SLE tidak banyak diketahui. Estrogen
berhubungan dengan stimulasi sel T dan sel B, makrofag serta sitokin. Progesteron
mempengaruhi produksi autoantibodi. Kadar prolaktin yang meningkat berhubungan
dengan flares hilangnya self-tolerance pasien SLE. Ketidakseimbangan proses
fagositosis pada pasien SLE menyebabkan clearance sel apoptotik dan kompleks
imun yang tidak sempurna. Pembentukan autoantibodi dan kompleks imun (pada
kombinasi dengan antigen) menimbulkan inflamasi dan kerusakan jaringan.
Faktor lingkungan meliputi obat demetilasi, infeksi virus, virus endogen atau
elemen seperti viral serta sinar ultraviolet (sinar UV). Sinar UV merupakan faktor
lingkungan yang paling sering menyebabkan eksaserbasi SLE. Sinar UV akan
menstimulasi keratinosit sehingga menyebabkan stimulasi sel B dan produksi
antibodi. Aktivitas sel T juga akan terstimulasi sehingga menambah produksi
antibodi.
Virus Epstein-Barr (Epstein-Barr Virus- EBV) berkaitan dengan kejadian SLE
pada anak. Pasien SLE didapatkan memiliki kadar antibodi paling tinggi terhadap
EBV. Virus Epstein-Barr berinteraksi dengan sel B dan memicu plasmacytoid
dendritic cells (pDCs) untuk memproduksi interferon α (IFN-α) sehingga peningkatan
IFN-α pada SLE kemungkinan besar berhubungan dengan infeksi virus dalam jangka
panjang yang tidak terkontrol.
3. Epidemiologi SLE
Penyakit lupus atau systemic lupus erythematosus (SLE) prevalensinya dalam
populasi tertentu kira – kira World Health Organization mencatat jumlah penderita
lupus di dunia hingga saat ini mencapai lima juta orang, dan setiap tahunnnya
ditemukan lebih dari 100 ribu kasus baru. Menurut data Sistem Informasi Rumah
Sakit (SIRS) Online 2016, terdapat 2.166 pasien rawat inap yang didiagnosis penyakit
lupus. Tren ini meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2014, dengan
ditemukannya 1.169 kasus baru. Tingginya angka kematian akibat lupus perlu
mendapat perhatian khusus karena 25% atau sekitar 550 jiwa meninggal akibat lupus
pada tahun 2016. Sebagian penderita lupus adalah perempuan dari kelompok usia
produktif (15-50 tahun), meski begitu lupus juga dapat menyerang laki-laki, anak-
anak, dan remaja.
5. Patofisiologis SLE
Patofisiologi lupus eritematosis sistemik atau systemic lupus eritematosus (SLE)
didasari oleh autoantibodi dan kompleks imun yang berikatan ke jaringan dan
menyebabkan inflamasi multisistem. Penyebab spesifik SLE hingga saat ini belum
diketahui, namun berbagai faktor seperti faktor genetik, sistem imun, hormonal serta
lingkungan berhubungan dengan perkembangan penyakit ini.
Sistem imun bawaan maupun didapat memberikan respon imun yang tidak
seharusnya kepada partikel sel tubuh. Salah satunya adalah pembentukan autoantibodi
terhadap asam nukleat yang disebut antinuclear antibodies (ANA). Pada umumnya
ANA dapat ditemukan pada populasi umum, namun tidak seluruh orang yang
memiliki ANA mengalami SLE, oleh karena itu terdapat mekanisme lain yang
menyebabkan progresi kondisi autoimun ini menjadi penyakit. Selain ANA, terdapat
dua autoantibodi yang spesifik ditemukan pada pasien SLE dibandingkan dengan
penyakit autoimun lainnya yaitu antibodi anti-Smith (Sm) dan antibodi anti-double-
stranded DNA (dsDNA).[
- Aktivasi sistem imun bawaan (sel dendritik, monosit/makrofag) oleh DNA dari
kompleks imun, DNA atau RNA virus dan RNA dari protein self-antigen
- Ambang batas aktivasi sel imun adaptif (limfosit T dan limfosit B) yang lebih
rendah dan jaras aktivasi yang abnormal
- Regulasi sel T CD4+ dan CD8+, sel B dan sel supresor yang tidak efektif,
- Penurunan pembersihan kompleks imun dan sel yang mengalami apoptosis[8]
Aktivasi sel imun juga disertai dengan peningkatan sekresi interferon tipe 1 dan 2
(IFN), tumor necrosis factors α (TNF- α), interleukin (IL) 17, stimulator maturasi sel
B, dan IL-10 yang seluruhnya mendukung reaksi inflamasi. Pada kondisi SLE juga
terjadi penurunan produksi berbagai sitokin seperti sel natural killer yang gagal
memproduksi IL-2 dan transforming growth factor beta (TGF-β) yang berfungsi
untuk meregulasi sel T CD4+ dan CD8+, akibatnya produksi autoantibodi dan
kompleks imun tidak terkendali dan tetap berlanjut.
9. Penatalaksanaan SLE
Penyuluhan dan intervensi psikososial sangat penting di perhatikan dalam
penatalaksanaan penderita SLE, terutama pada penderita yang baru terdiagnosis.
Sebelum penderita SLE diberi pengobatan, harus di putuskan 10 dulu apakah
penderita tergolong yang memerlukan terapi konservativ, atau imunosupresif yang
agresif. Bila penyakit ini mengancam nyawa dan mengenai organ-organ mayor, maka
dipertimbangkan pemberian terapi agresif yang meliputi kortikosteroid dosis tinggi
dan imunosupresan lainnya .
Tujuan dari terapi adalah mengurangi gejala dan melindungi organ dengan
mengurangi peradangan dan atau tingkat aktifitas autoimun di tubuh. Bentuk
penanganan umum pasien dengan SLE antara lain:
a. Kelelahan
Hampir setengah penderita SLE mengeluh kelelahan. Sebelumnya kita harus
mengklarifikasi apakah kelelahan ini bagian dari derajat sakitnya atau karena
penyakit lain yaitu : demam, infeksi, gangguan hormonal atau komplikasi
pengobatan dan emotional stress. Upaya mengurangi kelelahan disamping
pemberian obat ialah : cukup istirahat, batasi aktivitas, dan mampu mengubah
gaya hidup.
b. Cuaca
Walaupun di Indonesia tidak ditemukan cuaca yang sangat berbeda dan hanya ada
dua musim, akan tetapi pada sebagian penderita SLE khususnya dengan keluhan
arthtritis sebaiknya menghindari perubahan cuaca karena akan mempengaruhi
proses inflamasi.
c. Stres dan trauma fisik
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa perubahan emosi dan trauma fisik
dapat mempengaruhi sistem imun melalui : penurunan respon mitogen limfosit,
menurunkan fungsi sitotoksik limfosit dan menaikkan aktivitas sel KN (Natural
Killer). Keadaan stres tidak selalu mempengaruhi aktivitas penyakit, sedangkan
trauma fisik dilaporkan tidak berhubungan dengan aktivasi SLE-nya. Umumnya
beberapa peneliti sependapat bahwa stres dan trauma fisik sebaiknya dikurangi
d. Sinar matahari (sinar ultra violet)
Seperti diketahui bahwa sinar ultra violet mempunyai tiga gelombang, dua dari
tiga gelombang tersebut (320 dan 400 nm) berperan dalam proses fototoksik.
Gelombang ini terpapar terutama pada pukul 10 pagi sampai dengan 3 sore,
sehingga semua pasien SLE dianjurkan untuk menghindari paparan sinar matahari
pada waktu-waktu tersebut.
e. Kontrasepsi oral Secara teoritis semua obat yang mengandung estrogen tinggi
akan memperberat SLE, akan tetapi bila kadarnya rendah tidak akan
membahayakan penyakitnya. Pada penderita SLE yang mengeluh sakit kepala
atau tromboflebitis jangan menggunakan obat yang mengandung estrogen.
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian asuhan keperawatan komunitas pada klien dengan penyakit SLE
menggunakan model Community As Partner (CAP)
a. Data Inti
1) Demografi
Statistik penderita penyakit SLE, rata-rata usia penderita SLE dilingkungan
tersebut, angka kematian yang disebabkan karna penyakit SLE dan jenis kelamin
yang sering terkena SLE serta bagaimana status penyakit SLE dilingkungan
tersebut. Metode pengkajian bisa berupa wawancara pada pasien SLE ataupun
anggota keluarga yang menderita penykit SLE
2) Etnis dan Budaya
Tanda-tanda perbedaan budaya atau adat yang dirasakan oleh klien SLE yang
mengindikasikan adanya perbedaan
3) Karateristik Klien SLE
Keluhan yang dialami pasien setelah mengidap penyakit SLE serta perubahan
psikologis yang dialami oleh klien SLE
4) Perilaku
Perubahan yang terjadi pada klien SLE apakah bisa memengaruhi masalah
kesehatan yag dihadapinya.
b. Sub Sistem
1) Lingkungan fisik
Bagaimana lokasi dan keadaan tempat tinggal klien, bagaimana cuaca ditempat
tinggal klien, apakah rumahnya layak untuk ditinggali, bagaimana pengelolaan
sampah di lingkungan tempat tinggal klien serta apakah lingkungan ditempat
klien layak untuk ditempati karna lingkungan yang buruk dapat meningkatkan
risiko penyakit SLE.
2) Pelayanan kesehatan dan sosial
Bagaimana didaerah klien apakah ada peayanan kesehatan seperti rumah sakit,
puskesmas, posyandu dll. Dan apakah klien rutin check up atau tidak.
3) Ekonomi
Mengkaji finansial dari orang tua klien apakah orang tua klien bekerja atau tidak
bekerja. Dan mengidentifikasikan penghasilan orang tua klien berdasarkan
indicator upah regional.
4) Keamanan dan transportasi
Keamanan berupa pelayanan terhadap klien terjamin seperti damkar, kepolisian
serta sanitasi lingkungan apakah rumah atau lingkungan klien mendapati air yang
bersih. Dan membentuk kebiasaan sering berolahraga serta menghindari yang
membuat stres.
Transportasi berupa jalan raya dilingkungan klien seperti apa, bagaimana
penggunaan angkutan umum oleh masyarakat disekitar klien serta kendaraan yang
digunakan klien berupa apa baik kendaraan umum maupun pribadi. Pengkajian ini
dilakukan dengan metode pengkajian keamanan komunitas dengan survey
sementara pngkajian transportasi menggunakan winshield survey.
5) Politik dan pemerintahan
Menyurvei apakah terdapat struktur organisasi seperti kepala
RT/RW/Kelurahan/Desa dan seperangkatnya serta bagaimana partisipasinya
dalam melakukan pelayanan kesehatan khusus klien SLE.
6) Komunikasi
Bagaimana komunikasi yag dilakukan klien dalam kelaga apakah menggunakan
bahasa formal atau informal serta fasilitas perangkat yang digunakan seperti
telephone/handphone.
7) Pendidikan
Meliputi latar belakang klien seperti pendidikn terakhir dan engetahuan akan
penyakit yang dideritanya agar mengetahui pengibatan dan pencegahannya.
8) Rekreasi
Yang perlu disurvey yaitu apakah ada jenis dan tipe sarana rekrasi seperti
taman/pantai dan lainnya yang partisipasinya dapat membuat klien mengurangi
stres yang dirasakan akibat penyakit yang dideritnya.
9) Persepsi diri
Dengan adanya perubahan bentuk fisik yang dialami klien merasa malu aan
bentuk fisiknya maka dari itu pengkajian yang dapat dilakukan yairu memberikan
edukasi berupa pamflet atau leaflet mengenai pennanganan SLE.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kesiapan peningkatan manajemen kesehatan berhubungan dengan ditemukan adanya
masalah kesehatan atau penyakit yang tidak terduga
DS :
- Pasien mengungkapkan bahwa ia baru mengetahui kalau ada penyakit SLE
yang bersarang ditubuhnya
DO :
jadwalkan
pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
berikan kesempatan
bertanya
Edukasi :
Jelaskan fakto
resiko yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
ajarkan perilaku
hidup bersih dan
sehat
ajarkan strategi
yang dapat di
gunakan untuk
meningkatkan
perilaku hidup
bersih dan sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Sahrir Ramadhan (2020) Pengalaman Hidup Wanita Dewasa Penderita Systemic Lupus
Erythematosus pada Aspek Psikososial. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Amada Sri. 2018. Studi Potensi Interaksi Obat Pada Pasien Systemic Erythematosus Lupus
(SLE). Malang
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan,Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Efendi,Ferry dkk. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika