Anda di halaman 1dari 15

RANGKUMAN MATERI

PEMBELAJARAN MATA KULIAH


KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

Dosen Pengampu :
NAZARUDDIN S.KEP.,NS.,M.KEP

Disusun Oleh :

Fina Anwar
P201901017
T1 KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU -ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
KENDARI
2022
(SISTEM SYARAF)

A. Sistem syaraf atau sistem pengatur tubuh


Sistem yang mengontrol semua kegiatan di tubuh manusia yaitu : berjalan, menari, berjinjit,
menggerakkan tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem ini bekerja sebagai
penghubung dan mengkoordinasikan sistem Indra, otot dan kelenjar.
1. Sistem syaraf terbagi atas 2 bagian yaitu :
a. syaraf pusat atau central nervous sistem (CNS)
Mencakup semua neuron diotak dan sumsum tulang belakang. Otak:
mengendalikan perilaku kompleks otak besar dan otak kecil. Sumsum
tulang belakang (medulla spinalis): mengendalikan perilaku sederhana.
b. Sistem saraf periferi atau peripheral nervous system’ (PNS)

Neuron (sensorik dan motorik) yang berjalan ke dan dari CNS. Saraf otonom
mengendalikan organ dalam tubuh dan kelenjar : jantung, pernapasan, dan
tekanan darah. Saraf somatik : semua syaraf yang membawa impuls dari
indera. Simpatetik : merangsang organ viseral dalam situasi emosional.
Parasimpatetik : mengatur kerja normal organ viseral dalam keadaan santai

Sistem syaraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang adalah
cerebrum yaitu pengontrol utama gerakan tubuh yang disadari dan memiliki
banyak fungsi utama. Cerebellum yaitu koordinator dan penyeimbang gerakan
otot. Medulla oblongata yaitu mengontrol gerakan yang tidak disadari seperti
tekanan darah, denyut jantung, atau bernapas. Spinal cord yaitu penyambung
utama komunikasi antara otak dan tubuh.

Sistem syaraf tepi tidak memiliki fungsi koordinasi hanya menerima dan
menyalurkan rangsang, yaitu: mengatur syaraf keluar dari dan masuk ke otak,
ataupun keluar dari dan masuk ke sumsum tulang belakang. Bagian sensorik
dan motorik terdiri dari: neuron sensorik, neuron motorik dan alat Indra.
Sistem syaraf tepi/Perifer terdiri dari sistem syaraf somatik (SNS):
mengirimkan rangsangan dari Indra ke CNS dan dari CNS ke otot. Contoh:
merasakan kompor panas dan menarik tangan menjauh. Sistem syaraf otonom
(ANS): mengatur kegiatan organ vital paru paru, perut, usus, hati jantung,
orang eliminatif, dan organ reproduksi. Manusia biasanya tidak dapat
mengendalikan kerja sistem ini kecuali: menahan napas, mengontrol tekanan
darah, berkedip dan bersin. Sistem syaraf otonom (ANS) terdiri dari 2: Sistem
syarat simpatetik yaitu membangkitkan tubuh untuk tindakan defensif dan
memobilisasi energi detak jantung, pencernaan dan gula darah. Sistem syaraf
parasimpatis yaitu menenangkan tubuh dan menghemat energi detak jantung
dan gula darah. Tugas dasar sistem syaraf input sensorik : memonitor
lingkungan eksternal dan internal. Integrasi : memproses informasi dan
mengintegrasikan dengan memori yang tersimpan. Output motorik : jika
diperlukan, memberi tanda pada organ untuk membuat respon.

Sistem sel syaraf merupakan satuan kerja utama dari sistem syaraf yang
berfungsi menghantarkan impuls listrik yang terbentuk akibat adanya suatu
stimulus (rangsang). Jutaan sel syaraf ini membentuk suatu sistem syaraf.
Sistem neuron terdiri dari satu badan sel yang didalamnya terdapat sitoplasma
dan inti sel. Dari badan sel keluar dua macam serabut saraf, yaitu dendrit dan
akson. Dendrit: menerima dan mengirimkan impuls ke badan sel saraf. Akson:
mengirimkan impuls dari badan sel ke sel saraf yang lain atau jaringan lain.
Sinapsis: celah antara ujung saraf dimana neurotransmitter dilepaskan untuk
menghantar impuls ke saraf selanjutnya atau organ yang dituju.

2. Berdasarkan fungsinya sel syaraf dibagi menjadi 3 kelompok:


a. Sel syaraf sensorik (sensory neurone) fungsinya menghantar impuls dari
reseptor ke sistem saraf pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum
belakang (Medulla spinalis).
b. Sel syaraf intermediate (relay neurone) disebut juga sel syaraf asosiasi. Sel
ini ditemukan dalam sistem syaraf pusat dan berfungsi menghubungkan
sel saraf sensorik dengan sel syaraf motorik atau berhubungan dengan sel
saraf lainnya yang ada didalam sistem syaraf pusat.
c. Sel syaraf pusat motorik (motor neurone) fungsinya mengirim impuls dari
sistem saraf pusat ke otot atau kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan
butuh terhadap rangsangan
B. Komunikasi neuron
Saraf bekerja sama dengan otot untuk gerakan impuls dimulai ketika satu neuron dirangsang
oleh neuron lain atau oleh organ organ indera. Impuls yang menelusuri akson neuron
sensorik ke sel sel otak disebut interneuron. Otak kemudian akan mengirimkan impuls
melalui neuron motorik ke otot atau organ yang diperlukan untuk berkontraksi.
1. Faktor yang mengubah neuron dan koneksinya
a. Kecelakaan
b. Narkoba
c. Alkohol
d. Penyakit

KONSEP DASAR LUKA

A. Definisi
Kerusakan integumen atau struktur dibawahnya yang mengakibatkan atau tidak
mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fungsi fisiologis jaringan menjadi rusak.
1. kulit
a. Epidermis
b. Dermis
c. Subcutis/jaringan lemak
2. kulit :
a. Protersi
b. Sensori
c. Absobsi
d. Ekskresi
e. Thermoregulasi
f. Metabolisme
g. Komunikasi sosial
3. berdasarkan penampilan klinis
a. Hitam (nekrotik)
b. Kuning (slough)
c. Hijau (terinfeksi)
d. Merah (granulasi)
e. Pink (epitelisasi)

B. Fisiologi penyembuhan
1. Proses penyembuhan
a. Fase koagulasi dan inflamasi (0-5 hari).
b. Fase proliferasi atau rekontruksi (5-21 hari)
c. Fase remodelling atau maturasi 21 hari- 1 tahun)

Setelah luka terjadi dan melibatkan platelet. Pengeluaran platelet akan menyebabkan
vasokonstriksi. Proses ini bertujuan untuk homeostatis sehingga mencegah pendarahan
lebih lanjut (5-10 menit) kemudian terjadi vasodilatasi dan pelepasan substansi
vasodilatator.

Fase inflamasi memungkinkan pergerakan leukosit (utamanya neutrofil). Neutrofil


selanjutnya memfagosit dan membunuh bakteri dan masuk ke matriks fibrin dalam
persiapan pembentukan jaringan baru.

2. Homeostasis:
a. Platelet aggregation
b. Thrombin fibrin
c. Vasoconstriction
3. Tujuan:
1. Menghentikan pendarahan
2. Membersihkan area luka dari benda asing, sel sel bati dan bakteri.
3. Persiapan dimulainya proses penyembuhan luka.

Neutrofil sangat aktif selama 3 hari kemudian digantikan oleh makrofag yang
berperan lebih banyak dalam proses penyembuhan luka. Beberapa fungsi
makrofag dalam penyembuhan luka:

a. Sintesa kolagen
b. Pembentukan jaringan granulasi bersama sama dengan fibroblast
C. Memproduksi GF yang berperan pada reepitalisasi
d. Angiogenesis.
4. Proliferasi:
1. Proses granulasi (untuk mengisi ruang kosong pada luka).
2. Angiogenesis (pertumbuhan kapiler baru) tujuannya untuk suplai oksigen
kedalam jaringan.
3. Proses kontraksi (untuk menarik kedua tepi luka agar berdekatan)
5. Maturasi:
Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses penyembuhan
luka. Dimulai pada minggu ke 3 dan berakhir -1 tahun atau lebih.
Akhir dari penyembuhan didapatkan parut luka yang matang yang mempunyai
kekuatan 80% dibanding kulit normal. Tujuan: penyempurnaan terbentuknya
jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang baru yang kuat dan bermutu.
6. Mode type penyembuhan:
1. Primary intention: dimana terdapat sedikit jaringan yang hilang.
2. Delayed primary intention: luka operasi yang mengalami infeksi
3. Secondary intention: kehilangan jaringan yang signifikan, sehingga
membutuhkan banyak granulasi, kontraksi, epitelisasi.
7. Tipe penyembuhan:
1. Primary intention healing
2. Secondary intention healing
3. Tertiary intention healing
8. Faktor faktor yang mempengaruhi penyembuhan:
a. Faktor lokal:
1. Usia
2. Penyakit yang menyertai
3. Vascularisasi
4. Kegemukan
5. Gangguan sensasi dan pergerakan
6. Status psikologis
7. Terapi radiasi
8. Obat obatan
Faktor lain yang dapat menghambat penyembuhan luka:
a. Hipoksia
b. Dehidrasi
c. Eksudat berlebihan
d. Turunannya
e. Jaringan nekrotik krista yang berlebihan serta benda asing
f. Hematoma
h. Trauma berulang
I. Penggantian balutan yang terlalu sering
b. Faktor umum (general):
1. Kelembaban luka
2. Temperatur luka
3. Managemen luka
4. Tekanan, gesekan dan tarikan
5. Benda asing
6. Infeksi luka

PENGKAJIAN FISIK SISTEM INTEGUMEN

A. Definisi
Kulit adalah salah satu jendela mendeteksi kondisi pasien perubahan pada oksigenasi,
sirkulasi, kerusakan jaringan dan hidrasi. Memiliki rawat inap lansia, implikasi peningkatan
trauma pada kulit saat perawatan.
1. Tujuan instruksional:
a. Menjelaskan ciri-ciri normal kulit, rambut, dan kuku.
b. Mengidentifikasi aspek yang dikaji dalam pengkajian kulit, rambut dan
kuku.
c. Mengidentifikasi persiapan pengkajian.
d. Mendemonstrasikan persiapan pengkajian kulit, rambut dan kuku.
2. hasil pengkajian.
a. Riview anfis integumen:
Kulit merupakan sistem tubuh yang paling besar. Kulit terdiri dari 3 bagian:
bagian luar (epidermis), bagian dalam (dermis) dan bagian dalam
(subkutan).
b. anfis integumen cont:
3. Organ tambahan yang terdapat pada kulit yaitu:
a. Rambut
b. Kuku
c. Kelenjar sebasea
d. Dua macam kelenjar keringat (ekrin dan apokrin)
e. Kelenjar seruminosa
f. Kelenjar mammae
4. Fungsi kulit:
a. Melindungi jaringan dibawahnya
b. Sebagai persepsi sensori
c. Pengatur suhu tubuh dan tekanan darah
d. Sintesis vitamin
e. Sebagai tempat pengeluaran atau sekresi keringat.
B. Pengkajian sistem integumen:
Pengkajian kulit dimulai dengan,Mengumpulkan data riwayat kesehatan yang meliputi
informasi kulit, rambut, dan kuku.
1. Inspeksi
2. Palpasi
1. Pemeriksaan:
a. Anamnesa (riwayat kesehatan)
b. Pemeriksaan fisik
c. Peralatan; penggaris/meteran untuk mengukur luas luka
d. Flashlight lampu senter untuk menerangi luka
e. Kaca pembesar untuk membantu dalam pemeriksaan luka
f. Sarung tangan disposibel untuk melindungi pemeriksaan ketika melakukan
pemeriksaan luka
2. Riwayat kesehatan:
a. Pertanyaan dimulai dengan masalah atau keluhan yang dirasakan,
misalnya gatal gatal? Dan bentolan dikulit?
b. Pengkajian pola sehat sakit meliputi riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga dan status perkembangan.
c. Pola memelihara kesehatan
d. Pola peran kekerabatan
e. Karakteristik kulit normal: warna, tekstur kulit, suhu kelembaban dan bau.
Inspeksi kulit yaitu warna kulit, vascularisasi, keringat, edema, injuri,
perlukaan/lesi pada kulit
3. Perubahan warna:
a. Cyanosis,
b. Jaundice/ikterik,
c. pallor (pucat), dan
d. rytema.
C. Lesi
Lesi adalah istilah medis untuk merujuk pada keadaan jaringan yang abnormal pada tubuh.
Hal ini dapat terjadi karena proses beberapa penyakit seperti trauma fisik, kimiawi, dan
elektris; infeksi dll.
1. Tipe tipe lesi:
a. Lesi primer; Makula, papula, nodula, tumor, vesikula dan pustula.
b. Lesi sekunder; Erosi, ulkus dan fisura.

Kel.1 (FRAKTUR)

A.Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer S.C
dikutip dalam Bare B.G, 2001).

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh
trauma atau ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenius dan luas trauma ( dikutip dalam
Reves, 2001).

B.Etiologi

1. Trauma

2. Gaya meremuk

3. Gerakan puntir mendadak

4. Kontraksi otot ekstrem

5. Keadaan patologis: osteoporosis, neoplasma

6. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit (Brunner dikutip dalam Suddarth 2001)

C.Klasifikasi Fraktur

1. Fraktur tertutup (closed). Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar

2. Fraktur terbuka (open/compound fraktur). Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus
otot dan kulit yang memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat
masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.

D.Manifestasi Klinis

1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak

2. Nyeri

3. Echimosis (memar)

4. Deformitas

5. abnormal
6. Krepitasi

7. Edema/Bengkak : muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang
berdekatan dengan fraktur.

8. Kurang/Kehilangan sensasi (mati rasa mungkin terjadi dari rusaknya saraf atau perdarahan)9.
Rontgen abnormal

E.Patofisiologi

Sel-sel osteoblast didalam periosteum, dan endosteum akan memproduksi osteoid (tulang muda
dari jaringan kolagen yang belum mengalami klasifikasi, yang juga disebut kalus). Osteoid ini akan
mengeras disepanjang permukaan luar korpus tulang dan pada kedua ujung patahan tulang. Sel-sel
osteoklast mereabsorpsi material dari tulang yang terbentuk sebelumnya dan sel-sel osteoblast
membangun kembali tulang tersebut. Kemudian osteoblast mengadakan transformasi menjadi
osteosit (sel-sel tulang yang matur). (dikutip dalam Jennifer P, Kowalak.2014)

F. Diagnosa fraktur

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (SDKI D.0077 Hal.172)

2. Resiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan fraktur dan immobilisasi (SDKI
D.0067. Hal.151)

3. Risiko Gangguan Integritas kulit/Jaringan berhubungan dengan penekanan pada tonjolan tulang

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang (SDKI D.0054.
Hal.124)

5. Risiko Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahan tubuh primer (kerusakan


integritas kulit) (SDKI 0142 Hal. 304)

kel.2(DISLOKASI)

A. Definisi

Dislokasi sendi adalah suatu keadaan dimana permukaan sendi tulang yang membentuk
sendi tak lagi dalam hubungan anatomis.kasar tulang “lepas dari sendi”. Sublukasi adalah dislokasi
persial permukaan persendian. Dislokasi traumatik adalah kedaruratan ortopedi, karena struktur
sendi yang terlibat, pasokan darah, dan saraf rusak susunannya dan mengalami stres berat. Bila
dislokasi tidak ditangani segera dapat terjadi nekrosis avaskular (kematian jaringan akibat anoksia
dan hilangnya pasokan darah) (Rosyidi, 2013).

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan ialah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha).
Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri
(Mohamad, 2005).

B. Etiologi

Adapun etiologi dislokasi menurut (Wahid, 2013) adalah:


1. Cedera olahraga
Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olahraga yang
berisiko jatuh misalnya: terperosok akibat bermain ski, senam, voli. Pemain basket dan pemain
sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja
menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga
Benturan keras pada sendi saat kecelakan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh
a. Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
b. Tidak diketahui
c. Factor predisposisi ( pengaturan posisi )
d. Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir
e. Trauma akibat kecelakaan
f. Trauma akibat pembedahan ortopedi ( ilmu yang mempelajari tentang tulang)
g. Terjadi infeksi disekitar sendi

C. Manifestasi Klinis
Nyeri terasa hebat, pasien menyongkong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan
menerima pemeriksaan apa saja garis gambar lateral bahu dapat rata dan kalau pasien tak terlalu
berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat dibawah klavikula (Wahid, 2013).

D. Patofisiologi
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan humerus terdorong kedepan.
Merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi. Kadang- kadang bagian postero lateral
kaput hancur. Walau jarang proses usakromium dapat mengungkit out kebawah dan menimbulkan
luksasi oerekta (dengan tangan mengarah lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput keposisi
dibawah karakoit (Wahid, 2013).

E.Klasifikasi

Dislokasi dapat di klasifikasikan sebagai berikut :

1. Dislokasi congenital

2. Dislokasi patologik

3. Dislokasi traumatic

Berdasakan tipe kliniknya di bagi :

1. Dislokasi akut

2. Dislokasi berulang Berdasarkan tipe lokasinya dibagi :1. Dislokasi sendi siku2. Luksasi kaput radius

3. Dislokasi sendi panggul traumatic

4. Dislokasi panggul5. Dislokasi lutut- Kompliksi


Adapun komplikasi Dislokasi Menurut (Suratun, Heryati, 2008) Adalah
1. Komplikasi dini
a. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan
mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tersebut.
b. Cedera pembuluh darah : arteri aksila dapat rusak.
c. Fraktur dislokasi

2. Komplikasi lanjut
a. Kekakuan sendi bahu : immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekauan sendi bahu,
terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara
otomatis membatasi abduksi.
Dislokasi yang berulang : terjadi kalau labrung glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan
leher

b. glenoid.
c. Kelemahan otot

F. Diagnosa dislokasi

1.Nyeri akut b.d agen pencedera fisik

2.Gangguan Mobilitas fisik b.d penurunan kendali otot

3.Ansietas b.d kurang terpapar informasi

4.Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur/bentuk tubuh

5.Defisit perawatan diri b.d gangguan muskuloskelet

kel.3(GLUKOMA)

A. Definisi

Glukoma adalah penyakit mata dimana terjadi kerusakan saraf optik yang diikuti gangguan pada
lapang pandang yang khas.kondisi utamanya ini diakibatkan oleh tekanan bola mata yang meninggi
yang biasanya disebabkan oleh hambatan pengeluaran cairan bola mata (Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan, 2015).

Glaukoma adalah kelainan mata yang ditandai dengan adanya neuropatik optik glaukomatosa dan
hilangnya lapang pandang yang khas,dengan peningkatan TIO sebagai salah satu faktor risiko utama
( Artini,Widya, 2011)

B. Etiologi

Glaukoma terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara proses produksi dan ekskresi aliran
aquous humor, Bila terdapat gangguan, misalnya sumbatan, cairan akan menumpuk, tekanan bola
bata akan meningkat. riwayat trauma fisik, misalnya pernah mengalami pukulan pada mata yang
dapat mengakibatkan tekanan bola mata. selain itu radang dan tumor pada mata juga dapat
meningkatkan tekanan.kortikosteroid penggunaan jangka panjang dapat meningkatkan risiko
glukoma sekunder (Simmons et al, 2008).

C. Patofisiologi
Penurunan penglihatan pada glaukoma terjadi karena adanya apoptosis sel ganglion retina yang
menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti dalam retina serta berkungnya akson
dinervus optikus.Diskusi optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cawan optik.kerusakan saraf
dapat dipengaruhi oleh peningkatan tekanan intraokuler.semakin tinggi tekanan inraokuler semakin
besar kerusakan saraf pada bola mata.pada bola mata normal tekanan intraokuler memiliki kisaran
10-22 mmHg.

Tekanan intraokuler pada glaukoma sudut tertutup akut dapat menimbulkan kerusakan iskemik akut
pada iris yang disertai dengan edema kornea dan kerusakan nervus optikus (Riordan paul,
Eva.Vaugan & Asbury’s, 2009) .

D. Manifestasi

1. Rasa pegal yang ringan pada kedua mata akibat kenaikan TIO

2. Kehilangan penglihatan perifer akiat kompresi sel-sel batang pada retina dan serabut saraf

3. Perasaan tertekan pada mata akibat kenaikan TIO

4. Pelebaran pupil yang sedang dan tidak bereaksi terhadap rangsangan cahaya

5. Kornea yang keruh akibat kompresi pada intraokuler

6. Penglihatan yang kabur dan penurunan ketajaman penglihatan akibat gangguan hantaran neuron

7. Mual muntah akibat kenaikan TIO

8. Mata terlihat merah9. Merasa sakit kepala

Glukoma terbagi 2:

1. Glaukoma sudut terbuka primer

2. Glaukoma sudut tertutup primer

E. Diagnosa glukoma

1. Nyeri Akut b.d Peningkatan Tekanan intra okuler

2. Gangguan persepsii sensori b.d Penurunan fungsi penglihatan

3. Risiko Cedera b.d penurunan lapang pandang

4. Nausea b.d peningkatan tekanan intrakranial

5. Ansietas b.d Krisis Situasional

kel.4 OTITIS MEDIA AKUT (OMA)

A. DEFINISI

Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga tengah, tuba
eustachii, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.Biasanya terjadi karena peradangan saluran napas
atas dan sering mengenai bayi dan anak-anak.
B. Fatofisiologi

Terjadinya otitis media akut akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga
kesterilan telinga tengah. Faktor penyebab utama adalah sumbatan tuba eustachius sehingga
pencegahan invasi kuman terganggu. Pencetusnya adalah infeksi saluran pernapasan atas. Penyakit
ini mudah terjadi pada bayi karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal
(Mansjoer, 2000)

C. Diagnosa

1. Nyeri akut b.d agen pencederaan fisiologi

2. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan pendengaran

3. Hipertemia b.d proses penyakit

4. Gangguan citra tubuh b.d perubhan fungsi tubuh

5. Ansietas b.d kurang terpapar informasi

kel.5 (KATARAK)

A. Definisi

Katarak adalah proses degenerative berupa kekeruhan di lensa bola mata sehingga menyebabkan
menurunnya kemampuan penglihatan sampai kebutaan. Kekeruhan ini di sebabkan oleh terjadinya
reaksi biokimia yang menyebabkan koagulasi protein lensa (Kemenkes RI, 2019).

Katarak adalah keadaan dimana keruhnya lensa kristalin dalam mata yang dapat menurunkan fungsi
penglihatan (Thompson and Lakhani, 2015).katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa.
Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak
terjadi apabila protein-protein lensa yang secara normal transparan terurai dan mengalami koagulasi
(Corwin, 2009).

Definisi lain katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa rnenjadi keruh
akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan
metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu (Iwan,2009).

B. Etiologi

Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak menurut (J.Corwin,2000) antara lain :

1. Usia lanjut (senil) dan proses penuaan

2. Congenital atau bisa diturunkan (genetic)

3. Gangguan perkembangan

4. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan beracun
lainnya.

Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:

1. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.


2. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti: penyakit/gangguan metabolisme,
proses peradangan pada mata, atau diabetes melitus.

3. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi

C. Patofisiologi

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti
kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen
anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi
keduanya adalah kapsul anterior dan posterior

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan
pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah diluar
lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi.

Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun kebanyakan
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal.

Metabolisme Lensa Normal merupakan Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air
dan kation (sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar
kalium di bagian anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior Dan kadar natrium di bagian
posterior lebih besar.

D. Manifestasi Klinis

Gejala subjektif menurut (Hartono, 2007) dari pasien dengan katarak antara lain:

1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan
fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.

2. menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari

Gejala objektif biasanya meliputi:

1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan
menjadi kabur atau redup

2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-akan melihat
asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.

Gejala umum gangguan katarak meliputi:

1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.

Gejala lainya adalah :

1. Sering berganti kaca mata Penglihatan sering pada salah satu mata.

2. Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan di dalam mata
( glukoma ) yang bisa menimbulkan rasa nyeri.
E. Diagnosa

1. Ansietas b.d kurang terpapar informasi

2. Risiko Cedera b.d gangguan penglihatan

3. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisikRisiko

4. infeksi b.d efek prosedur invasive

kel.6.(VERTIGO)

A. Definisi

Vertigo berasal dari bahasa latin, vertere, artinya memutar merujuk pada sensasi berputar sehingga
menganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistem
keseimbangan. Derajat yang lebih ringan dari Vertigo disebut dizziness yang lebih ringan lagi disebut
giddiness dan unsteadiness (finestone, 1982).Pengertian Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau
rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang timbul terutama dari
sistem otonom,yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan
atau penyakit (Misbach dkk., 2006).

B. Etiologi

Vertigo dapat dibagi menjadi (Kelompok studi Vertigo PERDOSSI, 2012).

1. Otologi

2. Neurologis

3. Interna4.Psikiatrik5.Fisiologis

C. Fatofesiologi

Menurut Prince,A,S (1995). Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang
disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan
vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampai kan impulsinya ke pusat
keseimbangan.Menurut Wilson (2007). Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan
ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik reseptor vestibuler memberikan
kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil
kontribusinya adalah proprioseptik.

D. Manifestasi klinis

Gejala pada Vertigo vestibular dengan gejala sensasi rasa berputar tempo serangan episodik mual
atau muntah, gangguan pendengaran gerakan pencetus gerakan kepala. Berdasarkan gejala klinis
yang menonjol, Vertigo dapat pula dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu (PERDOSSI, 2012).1.Vertigo
paroksismal2.Vertigo kronis

3. Vertigo yang serangannya akut, berangsur-angsur berkurang tetapi tidak pernah bebas serangan.

E. Diagnosa

1. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisiologis(D.0077, Hal. 172).

2. Gangguan Pola Tidur b.d Hambatan Lingkungan(D.0055, Hal. 126)3.Intoleransi aktivitas b.d
kelemahan (D.0056, Hal. 128)

4. BResiko jatuh b.d Kerusakan keseimbangan (D.0143, Hal. 306)

5. Resiko defisit nutrisi b.d Ketidak mampuan mencerna makanan (D.0032, Hal. 81)

Anda mungkin juga menyukai