Anda di halaman 1dari 54

KONSEP DASAR PENYAKIT

HERPES
Klasifikasi Herpes

I. Herpes Simpleks
II. Herpes Genital
III. Herpes Zoester

I. Herpes Simpleks a. Pengertian


Herpes simpleks adalah penyakit akut yang ditandai dengan timbulnya
vesikula yang berkelompok, timbul berulang,yang mengenai permukaan
mukokutaneus, yang disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks. (Mutaqin,Arif.
2012. Sistem integumen. Jakarta : Salemba Medika)
Herpes simpleks adalah infeksi virus yang paling umum. Kondisi yang
muncul karena infeksi ini sangat bervariasi meliputi infeksi tanpa gejala,pilek,
herpes pada genatal. Herpes simpleks mengikuti pola yang biasa pada famili
virus herpes, infeksi primer,inkubasi (masa latten) dan reaktivasi (infeksi
virus). ( Brunner & Sudart. 2001. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC)

b. Etiologi
HSV ditularkan melalui kontak langsung. Infeksi HSV terjadi melalui
inokulasi virus kedalam permukaan mukosa ( misalnya : orofaring, serviks,
konjungtiva ) atau melalui suatu lesi dikulit.
HSV -1 ditularkan terutama melalui kontak dengan air liur yang
terinfeksi virus, sedangkan HSV-2 ditularkan secara seksual atau dari infeksi
melalui kontak pada jalan akhir seorang ibu untuk bayinya yang lahir.
(Mutaqin,Arif. 2012. Sistem integumen. Jakarta : Salemba Medika)
c. Patofisiologi
Infeksi primer dimulai 2 – 20 hari setelah mengalami kontak. Infeksi
genetalia HSVtipe 1 dan 2 secara klinis identik. Individu dengan riwayat lesi
orang dan antibodi HSV tipe 1 cenderung untuk menderita infeksi HSV tipe 2
yang tidak begitu berat. Infeksi primer dapat menimbulkan lesi atau gejala
yang ringan atau tidak sama sekali. Akan tetapi pada wanita, infeksi herpes
genitalis primer secara khas ditunjukkan oleh adanya vesikel nultipel pada
labia mayora dan minora, menyebar pada perineum dan paha, yang kemudian
berlanjut menjadi tukak yang sangat nyeri.
HSV mempunyai kemampuan untuk reaktivasi melalui beberapa
rangsangan (misalnya : demam, trauma, stress emosional, sinar matahari dan
menstruasi). HSV tipe1 dapat aktif kembali 8-10 kali lebih sering didaerah
genital daripada genitalia. Sementaraitu, HSV-1 dapat aktif kembali dan lebih
sering pada bagian oral dari pada genital dari pada di daerah orolabial.
Reaktivasi lebih umum dan parah terjadi pada individu dengan kondisi
penurunan fungsi imun. (Mutaqin,Arif. 2012. Sistem integumen. Jakarta :
Salemba Medika)
patflow herpes simpleks

kontak virus

berkembang menjadi HSV

Infeksi akut

fase laten infeksi rekuren


infeksi primer

setelah infeksimukokuntaneus
virus tidak aktiv pada
 simtomatik
gang lion
 asimtomatik

partikel virus menyerang ganglion


saraf yang terhubung

timbul fase laten yang berlangsung lama

fase laten terputus oleh reaktivitas virus yang disebut fase rekuren

timbul infeksi yang asitomatik

menyebar ke bagian kulit lain

mk GG integritas kulit
( Mutaqin,Arif.2012. sistem Integumen. Jakarta : EGC)
d. Tanda Dan Gejala
Gejala dapat dicirikan dengan lesi dimulut,faring, kelopak mata,atau
genital. Suatu saat lesi pada area ini akan berkelompok. Pejamu yang terinfeksi
mungkin mengalami gejala umum seperti demam, sakit tenggorokan,
kelemahan dan limfadenopati. Keparahan gejala karena kekebalan yang
disupresi meliputi penyebaran penyakit yang luas dengan lesi yang tampak di
area yang luas antara lain membran mukosa dan kulit. Infesi primer mungkin
berlangsung selama beberapa hari.
Infeksi primer hampir semua orang yang terinfeksi tidak mengetahui
episode pertama dari infeksi herpes simplek. Pada gejala individu, infeksi
primer adalah tahap dimana mungkin rasa nyeri muncul dan gejala memanjang
tahap sesudahnya.
Masa latten. Virus yang awalnya menginfeksi sel epitel membran
mukosa dan kulit akan menyerang sel saraf sensorik selama masa latten. Pada
masa ini virus tidak melakukkan replikasi tetapi tetap hidup. Pada keadaan ini,
adanya stressor emosi atau fisiologik dapat menyebabkan virus aktif kembali.
Reaktivasi infeksi. Virus melakukan repliukasi pada reaktivasi dari
infeksi baik dengan menunjukkan gejala atau tanpa gejala. Pada kasus lain
dapat terjadi penyebaran virus pada orang lain. Umumnya, reinfeksi
simtomatik tidak terlalu parah dan dalam waktu yang lebih singkat dariinfeksi
primer. Gejala yang muncul kembali dari infeksi mempunyai periode
prodromal dan dapat diketahui dengan adanya sensasi gatal, panas atau
kesemutan. ( Brunner & Sudart. 2001. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta :
EGC)

e. Komplikasi
Komplikasi yang paling signifikan dari HSV adalah ensefalitis
meskipun jarang, merupakan kasus fatal sekitar 60-80%. HSV dapat muncul
sebagai penyakit menular seperti pneumonia, kolitis, esofagitis pada pasien
HIV. Suatu saat tersebar secara luas pada pasien dengan luka bakar yang berat.
Infeksi primer atau rekuren selama hamil dapat menimbulkan infeksi
kongenital janin dan bayi baru lahir. Komplikasi dapat berupa infeksi lokal
sampai dengan kelainan dan kadang meninggal.( Brunner & Sudart. 2001.
Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC)
f. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis tentang virus herpes simpleks dapat dibuat dengan kultur
virus atau tes serologik. Seringnya penggunaan test usap Tzanck menggunakan
kikisan dari lesi dan menambhakan pewarna khusus lagsung mengobservasi
sel multinukleus raksasa yang menandakan HSV atau infeksi zoster lain.
( Brunner & Sudart. 2001. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC)

g. Penatalaksanaan Medis
Herpes simpleks ensefalitis dan infeksi neonatal umunya diatasi asiklovir.
Asiklovir juga telah menunjukkan penanganan yang efektif untuk membatasi
morbiditas dari episode awal pada herpes genital dan untuk munculnya kembali
menifestasi herpes yang berat.( Brunner & Sudart. 2001. Keperawatan Medical
Bedah. Jakarta : EGC)

II. Herpes Genitalia a. Pengertian

Merupakan infeksi pada genital dengan gejala khas berupa vesikel


yang berkelompok dengan dasar eritem bersifat rekuren. Herpes genitalis
terjadi pada alat genital dan sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha).

Ada dua macam tipe HSV yaitu : HSV-1 dan HSV-2 dan keduanya
dapat menyebabkan herpes genital. Infeksi HSV-2 sering ditularkan melalui
hubungan seks dan dapat menyebabkan rekurensi dan ulserasi genital yang
nyeri. Tipe 1 biasanya mengenai mulut dan tipe 2 mengenai daerah genital.
HSV dapat menimbulkan serangkaian penyakit, mulai dari
ginggivostomatitis sampai keratokonjungtivitis, ensefalitis, penyakit kelamin
dan infeksi pada neonatus. Komplikasi tersebut menjadi bahan pemikiran dan
perhatian dari beberapa ahli, seperti : ahli penyakit kulit dan kelamin, ahli
kandungan, ahli mikrobiologi dan lain sebagainya. Infeksi primer oleh HSV
lebih berat dan mempunyai riwayat yang berbeda dengan infeksi rekuren
Setelah terjadinya infeksi primer virus mengalami masa laten atau
stadium dorman, dan infeksi rekuren disebabkan oleh reaktivasi virus dorman
ini yang kemudian menimbulkan kelainan pada kulit. Infeksi herpes simpleks
fasial-oral rekuren atau herpes labialis dikenali sebagai fever blister atau cold
sore dan ditemukan pada 25-40% dari penderita Amerika yang telah terinfeksi.
Herpes simpleks fasial-oral biasanya sembuh sendiri. Tetapi pada
penderita dengan imunitas yang rendah, dapat ditemukan lesi berat dan luas
berupa ulkus yang nyeri pada mulut dan esofagus.
Virus herpes merupakan sekelompok virus yang termasuk dalam
famili herpesviridae yang mempunyai morfologi yang identik dan mempunyai
kemampuan untuk berada dalam keadaan laten dalam sel hospes setelah
infeksi primer. Virus yang berada dalam keadaan laten dapat bertahan untuk
periode yang lama bahkan seumur hidup penderita. Virus tersebut tetap
mempunyai kemampuan untuk mengadakan reaktivasi kembali sehingga dapat
terjadi infeksi yang rekuren.

b. Etiologi
Herpes genitalis disebabkan oleh HSV atau herpes virus hominis
(HVH), yang merupakan anggota dari famili herpesviridae. Adapun tipe-tipe
dari HSV :
1) Herpes simplex virus tipe I : pada umunya menyebabkan lesi
atau luka pada sekitar wajah, bibir, mukosa mulut, dan leher.
2) Herpes simplex virus tipe II : umumnya menyebabkan lesi
pada genital dan sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha).
Herpes simplex virus tergolong dalam famili herpes virus, selain HSV
yang juga termasuk dalam golongan ini adalah Epstein Barr (mono) dan
varisela zoster yang menyebabkan herpes zoster dan varicella. Sebagian besar
kasus herpes genitalis disebabkan oleh HSV-2, namun tidak menutup
kemungkinan HSV-1 menyebabkan kelainan yang sama.
Pada umumnya disebabkan oleh HSV-2 yang penularannya secara
utama melalui vaginal atau anal seks. Beberapa tahun ini, HSV-1 telah lebih
sering juga menyebabkan herpes genital. HSV-1 genital menyebar lewat oral
seks yang memiliki cold sore pada mulut atau bibir, tetapi beberapa kasus
dihasilkan dari vaginal atau anal seks.
c. Patofisiologi
HSV-1 dan HSV-2 adalah termasuk dalam famili herphesviridae,
sebuah grup virus DNA rantai ganda lipid-enveloped yang berperanan secara
luas pada infeksi manusia. Kedua serotipe HSV dan virus varicella zoster
mempunyai hubungan dekat sebagai subfamili virus alpha-herpesviridae.
Alfa herpes virus menginfeksi tipe sel multiple, bertumbuh cepat dan
secara efisien menghancurkan sel host dan infeksi pada sel host. Infeksi pada
natural host ditandai oleh lesi epidermis, seringkali melibatkan permukaan
mukosa dengan penyebaran virus pada sistem saraf dan menetap sebagai
infeksi laten pada neuron, dimana dapat aktif kembali secara periodik.
Transmisi infeksi HSV seringkali berlangsung lewat kontak erat dengan pasien
yang dapat menularkan virus lewat permukaan mukosa.
Infeksi HSV-1 biasanya terbatas pada orofaring, virus menyebar
melalui droplet pernapasan, atau melalui kontak langsung dengan saliva yang
terinfeksi. HSV-2 biasanya ditularkan secara seksual. Setelah virus masuk ke
dalam tubuh hospes, terjadi penggabungan dengan DNA hospes dan
mengadakan multiplikasi serta menimbulkan kelainan pada kulit.

patoflow herpes genitalis

kontak langsung seksual dan hygine yang kurang

infeksi genital primer

HSV tipe 1 dan tipe 2 identik secara klinis

pada wanita
timbul vesikel multipel pada labiya mayora dan minora
menyebar ke perineum dan paha berlanjut menjadi tukak
yang sangat nyeri

setelah itu infeksi mukokutaneus primer

partikel virus menyerang ganglion yang berhubungan

timbul vase laten


yang belangsung lama

factor pencetus muncul yaitu demam, trauma, stres emosional dan menstruasi

HSV mengalami resktivitas dan multiplirasi kembali

sehingga HSV 2 aktiv kembali


– 10X8

fase rekrum

MK:
menyerang ke genital dan paha
- Nyeri
- GG integritas kulit
( Brunner & Sudart. 2001. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC)

d. Tanda dan Gejala


Infeksi awal dari 63% HSV-2 dan 37% HSV-1 adalah asimptomatik.
Simptom dari infeksi awal (saat inisial episode berlangsung pada saat infeksi
awal) simptom khas muncul antara 3 hingga 9 hari setelah infeksi, meskipun
infeksi asimptomatik berlangsung perlahan dalam tahun pertama setelah
diagnosa di lakukan pada sekitar 15% kasus HSV-2. Inisial episode yang juga
merupakan infeksi primer dapat berlangsung menjadi lebih berat. Infeksi
HSV-1 dan HSV-2 agak susah dibedakan.
Tanda utama dari genital herpes adalah luka di sekitar vagina, penis,
atau di daerah anus. Kadang-kadang luka dari herpes genital muncul di
skrotum, bokong atau paha. Luka dapat muncul sekitar 4-7 hari setelah infeksi.
Gejala dari herpes disebut juga outbreaks, muncul dalam dua
minggu setelah orang terinfeksi dan dapat saja berlangsung untuk beberapa
minggu. Adapun gejalanya sebagai berikut :
1) Nyeri dan disuria
2) Uretral dan vaginal discharge
3) Gejala sistemik (malaise, demam, mialgia, sakit kepala)
4) Limfadenopati yang nyeri pada daerah inguinal
5) Nyeri pada rektum, tenesmus Tanda (sign) :
1) Eritem, vesikel, pustul, ulserasi multipel, erosi, lesi dengan
krusta tergantung pada tingkat infeksi.
2) Limfadenopati inguinal
3) Faringitis
4) Cervisitis
a) Herpes genital primer
Infeksi primer biasanya terjadi seminggu setelah hubungan
seksual (termasuk hubungan oral atau anal). Tetapi lebih banyak terjadi
setelah interval yang lama dan biasanya setengah dari kasus tidak
menampakkan gejala.
Erupsi dapat didahului dengan gejala prodormal, yang
menyebabkan salah diagnosis sebagai influenza. Lesi berupa papul
kecil dengan dasar eritem dan berkembang menjadi vesikel dan cepat
membentuk erosi superfisial atau ulkus yang tidak nyeri, lebih sering
pada glans penis, preputium, dan frenulum, korpus penis lebih jarang
terlihat.
b) Herpes genital rekuren
Setelah terjadinya infeksi primer klinis atau subklinis, pada
suatu waktu bila ada faktor pencetus, virus akan menjalani reaktivasi
dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah lagi rekuren, pada saat itu
di dalam hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang
timbul dan gejala tidak seberat infeksi primer.
Faktor pencetus antara lain: trauma, koitus yang berlebihan,
demam, gangguan pencernaan, kelelahan, makanan yang merangsang,
alkohol, dan beberapa kasus sukar diketahui penyebabnya. Pada
sebagian besar orang, virus dapat menjadi aktif dan menyebabkan
outbreaks beberapa kali dalam setahun. HSV berdiam dalam sel saraf
di tubuh kita, ketika virus terpicu untuk aktif, maka akan bergerak dari
saraf ke kulit kita. Lalu memperbanyak diri dan dapat timbul luka di
tempat terjadinya outbreaks.
Mengenai gambaran klinis dari herpes progenitalis : gejaia
klinis herpes progenital dapat ringan sampai berat tergantung dari
stadium penyakit dan imunitas dari pejamu. Stadium penyakit
meliputi : Infeksi primer —- stadium laten —- replikasi virus —-
stadium rekuren
Manifestasi klinik dari infeksi HSV tergantung pada tempat
infeksi, dan status imunitas host. Infeksi primer dengan HSV
berkembang pada orang yang belum punya kekebalan sebelumnya
terhadap HSV-1 atau HSV -2, yang biasanya menjadi lebih berat,
dengan gejala dan tanda sistemik dan sering menyebabkan komplikasi.

e. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana adalah Tes Tzank
diwarnai dengan pengecatan giemsa atau wright, akan terlihat sel raksasa
berinti banyak. Sensitifitas dan spesifitas pemeriksaan ini umumnya rendah.
Cara pemeriksaan laboratorium yang lain adalah sebagai berikut.
1) Histopatologis
Vesikel herpes simpleks terletak intraepidermal, epidermis yang
terpengaruh dan inflamasi pada dermis menjadi infiltrat dengan leukosit dan
eksudat sereus yang merupakan kumpulan sel yang terakumulasi di dalam
stratum korneum membentuk vesikel.
2) Pemeriksaan serologis ( ELISA dan Tes POCK )
Beberapa pemeriksaan serologis yang digunakan :
a) ELISA mendeteksi adanya antibodi HSV-1 dan HSV-2
b) Tes POCK untuk HSV-2 yang sekarang mempunyai sensitivitas yang
tinggi.
3) Kultur virus
Kultur virus yang diperoleh dari spesimen pada lesi yang dicurigai
masih merupakan prosedur pilihan yang merupakan gold standard pada
stadium awal infeksi. Bahan pemeriksaan diambil dari lesi mukokutaneus pada
stadium awal (vesikel atau pustul), hasilnya lebih baik dari pada bila diambil
dari lesi ulkus atau krusta.
Pada herpes genitalis rekuren hasil kultur cepat menjadi negatif,
biasanya hari keempat timbulnya lesi, ini terjadi karena kurangnya pelepasan
virus, perubahan imun virus yang cepat, teknik yang kurang tepat atau
keterlambatan memproses sampel. Jika titer dalam spesimen cukup tinggi,
maka hasil positif dapat terlihat dalam waktu 24-48 jam.

f. Komplikasi
Infeksi herpes genital biasanya tidak menyebabkan masalah kesehatan
yang serius pada orang dewasa. Pada sejumlah orang dengan sistem
imunitasnya tidak bekerja baik, bisa terjadi outbreaks herpes genital yang bisa
saja berlangsung parah dalam waktu yang lama. Orang dengan sistem imun
yang normal bisa terjadi infeksi herpes pada mata yang disebut herpes okuler.
Herpes okuler biasanya disebabkan oleh HSV-1 namun terkadang dapat juga
disebabkan HSV-2. Herpes dapat menyebabkan penyakit mata yang serius
termasuk kebutaan.
Wanita hamil yang menderita herpes dapat menginfeksi bayinya. Bayi
yang lahir dengan herpes dapat meninggal atau mengalami gangguan pada
otak, kulit atau mata.(12) Bila pada kehamilan timbul herpes genital, hal ini
perlu mendapat perhatian serius karena virus dapat melalui plasenta sampai ke
sirkulasi fetal serta dapat menimbulkan kerusakan atau kematian pada janin.
Infeksi neonatal mempunyai angka mortalitas 60%, separuh dari yang hidup
menderita cacat neurologis atau kelainan pada mata.

g. Penatalaksanaan
Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi herpes
genitalis, namun pengobatan secara umum perlu diperhatikan, seperti :
1) menjaga kebersihan lokal
2) menghindari trauma atau faktor pencetus
Penggunaan idoxuridine mengobati lesi herpes simpleks secara lokal
sebesar 5% sampai 40% dalam dimethyl sulphoxide sangat bermanfaat.
Namun, pengobatan ini memiliki beberapa efek samping, di antaranya pasien
akan mengalami rasa nyeri hebat, maserasi kulit dapat juga terjadi.
Meskipun tidak ada obat herpes genital, penyediaan layanan kesehatan
anda akan meresepkan obat anti viral untuk menangani gejala dan membantu
mencegah terjadinya outbreaks. Hal ini akan mengurangi resiko menularnya
herpes pada partner seksual. Obat-obatan untuk menangani herpes genital
adalah :
1) Asiklovir (Zovirus)
2) Famsiklovir
3) Valasiklovir (Valtres)
Asiklovir
Pada infeksi HVS genitalis primer, asiklovir intravena (5 mg/kg BB/8
jam selama 5 hari), asiklovir oral 200 mg (5 kali/hari saelama 10-14 hari) dan
asiklovir topikal (5% dalam salf propilen glikol) dsapat mengurangi lamanya
gejala dan ekskresi virus serta mempercepat penyembuhan.
Valasiklovir
Valasiklovir adalah suatu ester dari asiklovir yang secara cepat dan
hampir lengkap berubah menjadi asiklovir oleh enzim hepar dan meningkatkan
bioavaibilitas asiklovir sampai 54%.oleh karena itu dosis oral 1000 mg
valasiklovir menghasilkan kadar obat dalam darah yang sama dengan asiklovir
intravena. Valasiklovir 1000 mg telah dibandingkan asiklovir 200 mg 5 kali
sehari selama 10 hari untuk terapi herpes genitalis episode awal.
Famsiklovir
Adalah jenis pensiklovir, suatu analog nukleosida yang efektif
menghambat replikasi HSV-1 dan HSV-2. Sama dengan asiklovir, pensiklovir
memerlukan timidin kinase virus untuk fosforilase menjadi monofosfat dan
sering terjadi resistensi silang dengan asiklovir. Waktu paruh intrasel
pensiklovir lebih panjang daripada asiklovir (>10 jam) sehingga memiliki
potensi pemberian dosis satu kali sehari. Absorbsi peroral 70% dan
dimetabolisme dengan cepat menjadi pensiklovir. Obat ini di metabolisme
dengan baik.
h. Pencegahan
Hingga saat ini tidak ada satupun bahan yang efektif mencegah HSV.
Kondom dapat menurunkan transmisi penyakit, tetapi penularan masih dapat
terjadi pada daerah yang tidak tertutup kondom ketika terjadi ekskresi virus.
Spermatisida yang berisi surfaktan nonoxynol-9 menyebabkan HSV menjadi
inaktif secara invitro. Di samping itu yang terbaik, jangan melakukan kontak
oral genital pada keadaan dimana ada gejala atau ditemukan herpes oral.
Secara ringkas ada 5 langkah utama untuk pencegahan herpes genital
yaitu:
1) Mendidik seseorang yang berisiko tinggi untuk mendapatkan herpes genitalis
dan PMS lainnya untuk mengurangi transmisi penularan.
2) Mendeteksi kasus yang tidak diterapi, baik simtomatik atau asimptomatik.
3) Mendiagnosis, konsul dan mengobati individu yang terinfeksi dan follow up
dengan tepat.
4) Evaluasi, konsul dan mengobati pasangan seksual dari individu yang
terinfeksi.
5) Skrining disertai diagnosis dini, konseling dan pengobatan sangat berperan
dalam pencegahan.

III. Herpes Zoster a. Pengertian


Merupakan kelainnan inflamatorik viral dimana virus penyebabnya
menimbulkan erupsi vesikular yang terasa nyeri disepanjang distribusi saraf
sensorik dari satu atau lebih ganglion posterior. Infeksi ini disebabkan oleh
virus varisela yang dikenal sebagain virus varisela zoster. Virus ini merupakan
anggota kelompok virus DNA. Virus cacar air dan herpes zoster tidak dapat
dibedakan sehingga diberi nama varisela zoster.
b. Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan
tergolong virus berinti DNA. Virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk
subfamili alfa herpes viridae. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas
menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menyebabkan lesi vaskular.
c. Patofisiologi
Sesudah seseorang menderita cacar air, virus varisela zoater yang
diyakini sebagai penyebab terjadinya penyakit ini hidup secara inaktif
(dormant) didalam sel – sel saraf didekat otak dan medula spinalis. Kemudian
hari ketika virus yang laten ini mengalami reaktivitasi, virus berjalan lewat
saraf perifer ke kulit. Virus varisela dormant diaktifkan dan timbul vesikel –
vesikel meradang unilateral di sepanjang satu dermatom. Kulit disekitarnya
mengalami edema dan perdarahan. Kedaan ini biasanya didahului atau disertai
nyeri hebat dan atau rasa terbakar.
Meskipun setiap saraf dapat terkena tetapi saraf terakal, lumbal, atau
kranial agaknya paling sering terserang. Herpes zoster dapat berlangsung,
kurang lebih 3 minggu.
Adanya keterlibatan saraf perifer secara lokal memberikan respon
nyeri, kerusakan integritas jaringan terjadi akibat vesikula. Respon sistematik
memberikan manifestasi peningkatan suhu tubuh, perasaan tidak enak badan,
dan gangguan gastrointestinal. Respon psikologis pada kondisi adanya lesi
pada kulit memberikan respon kecemasan dan gangguan gambaran diri.

Patoflow herpes zoster

virus varisela zoster masuk

infeksi primer pada nasofaring

virus tereplikasi & disebark


an
kedalam darah

terjadi viremia (pemularan yang


bersifat nya terbatas & asimetris)
kemudian virus masuk ke retikulud
endothelia system

mengandalkan replikasi kedua bersifat


viremia lebih luas dan simtomik

virus menyebar kekulit

anti body dalam darah masih tinggi anti body menurun dibawah titik kritis

terjadi reaktivitas pada virus


sehingga resktivitas dan virus yang
laten dapat di netralisir

vesikula yang terbesar

respon inflamasi lokal respon inflamasi


respon psikologis
sistemik

kerusakan kerusakan GG gastrointestinal mual & kondisi kerusakan jaringan kulit


saraf perifer integritas jaringan anoreksia

nyeri ketidakseimbangan nutrisi GG gambaran diri


GG istirahat dan
kurang dari kebutuhan
tidur

(Mutaqin,Arif.2012. sistem integumen. Jakarta : Salemba medika)

d. Tanda dan Gejala


Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang keluarnya erupsi seperti
sakit kepala,malaise, dan demam. Gambaran yang paling khas pada herpes
zhoster adalah erupsi yang lokalista dan hampir selalu unilateral. Keluhan
yang berat biasanya terjadi pada usia tua. Pada anak-anak (jarang), hanya
timbul keluhan ringan dan erupsinya cepat menyembuh. Menurut daerah
penyerangannya dikenal ;
1) herpes zhoster oftalmika ; menyerang dahi dan sekitar mata.
2) Herpes zhoster servikalis menyerang pundak dan lengan.
3) Herpes zhoster torakalis menyerang dada dan perut.
4) Herpes zhoster lumbalis menyerang bokongdan paha.
5) Herpes zhoster sakralis menyerang sekitar anus dan genital.
6) Herpes zhoster otikum menyerang telinga.

e. Komplikasi
Herpes zoster tidak menimbulkan komplikasi pada kebanyakan orang.
Bila timbul komplikasi, hal-hal berikut dapat terjadi:
1. Neuralgia pasca herpes. Ini adalah komplikasi yang paling umum. Nyeri
saraf (neuralgia) akibat herpes zoster ini tetap bertahan setelah lepuhan
kulit menghilang. Masalah ini jarang terjadi pada orang yang berusia di
bawah 50. Rasa nyeri biasanya secara bertahap menghilang dalam satu
bulan tetapi pada beberapa orang dapat berlangsung berbulan-bulan bila
tanpa pengobatan.
2. Infeksi kulit. Kadang-kadang lepuhan terinfeksi oleh bakteri sehingga
kulit sekitarnya menjadi merah meradang. Jika hal ini terjadi maka Anda
mungkin perlu antibiotik.
3. Masalah mata. Herpes zoster pada mata dapat menyebabkan peradangan
sebagian atau seluruh bagian mata yang mengancam penglihatan.
4. Kelemahan/layuh otot. Kadang-kadang, saraf yang terkena dampak
adalah saraf motorik dan saraf sensorik yang sensitif. Hal ini dapat
menimbulkan kelemahan (palsy) pada otot-otot yang dikontrol oleh saraf.
5. Komplikasi lain. Misalnya, infeksi otak oleh virus varisela-zoster, atau
penyebaran virus ke seluruh tubuh. Ini adalah komplikasi yang sangat
serius tapi jarang terjadi. Penderita herpes zoster dengan sistem kekebalan
tubuh lemah lebih berisiko mengembangkan komplikasi langka ini.

f. Pemeriksaan diagnostik
Secara laboratorik, pemeriksaan sedian apus secara tzanc membantu
menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak demikian
pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop
elektron,serta tes serologik.
g. Penatalaksanaan
Asiklovir telah menujukan keefektifan dalam menurunkan keperahan
dari infeksi varisela (baik cacar air atau herpes zoster ) pada pasien dengan
makalah imunosupresi. Obat ini juga dianjurkan pada pejamu dengan imun
yang kompeten dengan varisela penomonia yang terlihat pada cacar air. Saat
ini, imun anak dan orang dewasa dengan bentuk cacar air lebih ringan telah
diatasi dengan asiklovir oral denagan penurunan gejala. Dalam hal ini,
keuntungan asiklovir untuk pengobatan manifestasi herpes zoster pada pasien
dengan imun kompoten masih dalam penelitian.

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Asuhan Keperawatan Menurut Teori A. Diagnosa keperawatan


a. Gangguan integritas jaringan kulit berhubungan dengan adanya ulkus pada
genitalis
b. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan sekunder dari ulkus mole,
pascadrainase
c. Hipertermi berhubungan dengan respons sistemik dan ulkus mole
d. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan resiko penyebaran infeksi , serta
infeksi berulang.
e. Gangguan gambaran diri (citra diri) berhubungan dengan perubahan struktur
kulit genitalia sekunder dari ulkus mole
B. Rencana keperawatan
a. Gangguan integritas jaringan kulit berhubungan dengan adanya ulkus pada
genitalis
Tujuan : Dalam 7X24 jam integritas kulit membaik secara optimal kriteria
evaluasi : - pertumbuhan jaringan membaik dan lesi berkurang
Intervensi Rasional

Kaji kerusakan jaringan kulit yang Menjadi data dasar untuk memberikan informasi
terjadi pada klien intervensi perwatan yang akan di gunakan

Lakukan tindakan peningkatan integritas Perawatan lokasl kulit merupakan


jaringan penatalaksanaan keperawatan yang penting
Kompres lesi dengan cairan NaCl di Kompresi dengan cairan nrman saline dan
lakukan pada seluruh lesi dan harus di mempercepat proses penyembuhan luka dan
laksanakan dengan hati-hati sekali pda ulkus mole. Pada setiap pergantian kasa ,
daerah yang erosif perawat melakukan pengguyuran pda kasa
sampai basah agar lebih mudah dalam melepas
kasa yang menempel kuat pada sisi lesi mulai
mongering

Tingkat asupan nutrisi Diet TKTP di perlukan untuk meningkatkan


asupan dari kebutuhan pertumbuhan jaringan

Evaluasi kerusakan jaringan dan Apabila masih belum mencapai dari kriteria
perkembangan pertumbuhan jaringan evaluasi 7 x 24 jam , maka perlu di kaji ulang
factor-faktor menghambat pertumbuhan dan
perbaikan lesi

b. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan sekunder dari ulkus mole,


pascadrainase

Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang / hilang atau teradaptasi

Kriteria hasil :

-secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat di adaptasi . skala


nyeri : 0-1(0-4)
Intervensi rasional

Kaji nyeri dengan pendekatan Menjadi parameter dasar untuk


mengetahui sejauh mana rencana
PQRST
intervensi yang di perlukan dan
sebagai evaluasi keberhasilan dari
intervensi manajemen nyeri

keperawatan
Jelaskan dan bantu pasien dengan Pendekatan dengan menggunakan
tindakan pereda nyeri relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
telah menunjukan keektefin dalam
nonfarmakologi dan noninfasif mengurangu nyeri

Lakukan mennejemen nnyeri


keperawatan :

• Atur posisi fisiologis • Posisi fisiologi akan


meningkatkan asupan 02 ke
jaringan yang mebgalami
peradangan. Pengaturan posisi
idealnya adalah pada arah
yang berlawanan dengan letak
dari lesi. Bagian tubuh yang
mengalami inflamasi local di
lakukan imobilisasi untuk
menurunkan respons
peradangan dan meningkatkan
kesembuhan
• Istirahatkan klien
• Istirahat di perlukan selama
fase akut. Kondsi ini akan
meningkatkan suplai darah
pada jaringan yang mengalami
• Manajemen lingkungan peradangan
lingkungan tenang dan batasi
pengunjung • Lingkungan tennang akan
menurunkan stimulus nyeri
eksternal dan pembatasan
pengunjung akan membantu
meningkatkan kondisi O2
ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung

:
yang berada di ruangan

• Ajarkan teknik relaksasi


pernapasan dalam
• Meningkatkan asupan O2
sehingga akan menurunkan
nyeri sekunder dari
• Ajarkan teknik distraksi pada
saat nyeri peradangan

• Distraksi (penglihan perhatian)


dapat menurunkan stimulus
internal dengan mekanisme
peningkatan produksi endofren
dan enkefalin yang dapat
memblok reseptor nyeri untuk
tdak dikirimkan ke korteks
serebri sehingga menurunkan
persepsi nyeri

Lakukan manajemen sentuhan Manajemen sentuhan pada saat nyeri


berupa sentuhan dukungan psikologis
dapat membantu menurunkan nyeri

Kolaborasi dengan dokter untuk Analgetik memblok lintasam myeri


pemberian analgetik sehingga myeri akan berkurang

c. Hipertermi berhubungan dengan respons sistemik dan ulkus mole


Tujuan : dalam waktu 1X 24 jam perawatan suhu tubuh menurun
Kriteria hasil : suhu tubuh normal 36-37o c
Intervensi Rasional

Monitor suhu tubuh pasien Peningkatan suhu tubuh menjadi


stimulus rangsang kejang pada pasien

tetanus
Beri kompres dingin di kepala dan Memberikjan respons dingin pada
aksila pusat pegatur panas dan pada
pembuluh darah besar

Pertahankan asupan cairan minimal Selain sebagai pemenuhan hidrasi


2.500 ml sehari tubuh, juga akan meningkatkan
pengeluaran panas tubuh melalui
system perkemihan , sehingga panas
tubuh tubuh juga dapat keluar melalui
urine

Kolaborasi pemberian analgetik – Anlgetik di perlukan untuk penurunan


antipiretik respon nyeri antipiretik di perlukan
untuk menurunkan panas tubuh dan
memberikan perasaan nyaman pada
pasien

d. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan resiko penyebaran infeksi , serta


infeksi berulang.
Tujuan : terpenuhinya pengetahuan pasien tentang kondisi penyakit
Kriteria hasil : - mengungkapkan pengertian tentang proses infeksi , tindakan
yang di butuhkan dengan kemungkinan penularan
- Mengenal perubahan gaya hidup/ tin gkah laku untuk mencegah terjadinya
penularan
Intervensi Rasional

Beritahukan pasien /orang terdekat Informasi di butuhkan untuk


mengenai dosis aturan dan efek meningkatkan perawatan diri, untuk
pengobatan ; serta pembatasan menambah kejelasan efektifitas
aktivitas seksual yang dapat di pengobatan dan mencegah penularan.
lakukan Pasien harus sangat di sarankan untuk
menghindari kontak seksual
sementara sampau ulkus sudah kering
karena mereka sangat menular dan
dapat menyebabkan wabah
masyarakat

Jelaskan tentang pentingnya Pemberian antivirus di rumah di


butuhkan untuk mengurangi invasi
pengobatan antivirus
virus pada kulit

Meningkatkan cara hidup sehat seperti Meningkatkan system imun dan


intake makanan yang baik , pertahanan terhadap infeksi
keseimbangan antara aktivitas dan
istirahat , monitor status kesehatan dan
adanya infeksi

Beritahu pasien bahwa mereka dapat Dengan mengetahui kondisi , maka


menulari orang lain perlu di perhatikan tindakan higienis
rutin seperti pemakaian alat pribadi

Identifikasi sumber-sumber Keterbatasan aktivitas dapat


pendukung yang memungkinkan mengganggu kemampuan pasien
untuk memenuhi kebutuhan
untuk mempertahankan perawatan di seharihari
rumah yang di butuhkan

e. Gangguan gambaran diri (citra diri) berhubungan dengan perubahan struktur


kulit genitalia sekunder dari ulkus mole
Tujuan : dalam waktu 1x 24 jam citra diri pasien meningkat
Kriteria hasil : - mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang
terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu
menyatakan penerimaan diri terhadap situasi

Intervensi rasional

Kaji perubahan dan gangguan Menentukan bantuan individual


persepsi dan hubungan dengan derajat dakam menyusun rencan perawatan
ketidakmampuan atau pemilihan intervensi
Bina hubungan terapeutik Hubungan terapeutik antara
professional pelayanan kesehatan dan
oenderita ulkus mole merupakan
hubungan yang mencakup pendidikan
serta dukungan. Pasien harus lebih
memiliki keyakinan diri dan
pemberdayaan dalam melaksankan
program terapi, serta menggunakan
strategi koping yang membantu
mengatasi perubahan pada konsep di
sertai citra tubuh yang di timbulkan
oleh penyakit ulkus mole tersebut

Bantu pasien untuk mendapatkan Pengenalan terhadap strategi koping


mekanisme koping yang efektif yangf berhasil di jalankan oleh
penderita ulkus mole lainnya dan
saran-saran untuk mengurangi atau
menghadapi situasi penuh stress di
rumah , sekolah atau temoat kerja
akan memfasilitasi ekspetasi pasien
yang lebih positif dan kesediannya
untuk memahami sifat penyakit yang
kronik tersebut

Anjurkan orang yang terdekat untuk Menghidupkan kembali perasaan


mengijinkan pasien melakukan kemandirian dan membantu
sebanyak-banyaknya hal-hal untuk perkembangan harga diri , serta
dirinya memengaruhi proses rehabilitasi.

Dukung perilaku atau usaha seperti Pasien dapat beradaptasi terhadap


peningkatan minat atau partisipasi perubahan dan pengertian tentang
peran individu masa mendatang
dalam aktifitas rehabilitasi

2. Asuhan Keperawatan Menurut Kasus


Skenario

Seorang wanita umur 25 tahun datang kerumah sakit dengan keluhan adanya
rasa nyeri (seperti terbakar atau tertusuk) dan gatal – gatal dan adanya lepuhan yang
dikelilingi oleh daerah kemerahan membentuk sebuah gelembung cair pada daerah
leher dan genetalia. Sebelumnya hasil dari pemeriksaan fisik pada daerah kemaluan
dan leher terdapat bintil – bintil merah berisi cairan. Wanita tersebt didiagnosa
menderita Herpes.

Data fokus
Data subjektif Data objektif
1. Klien mengatakan adanya nyeri seperti 1. Kesadran
tertusuk dan terbakar di tubuhnya. E: 6 M: 5 V: 4
2. Klien mengatakan skala nyeri sedang 2. k/u : lemah 3. TTV
(6) Td: 120/80
3. Klien mengatakan nyerinya hilang N: 80x/menit
timbul RR: 20x/ menit
4. Klien mengtakan tersa gatal- gatal dan S: 380 C
adanya lepuhan pada daerah leher 4. Klien terlihat meringis kesakitan
5. Klien mengtakan adanya kemerahan 5. Klien terlihat menggaruk
membentuk sebuah gelembung cair bagian lehernya
pada daerha leher dan genitalnya 6. Klien terlihat gelisah
7. Klien terlihat kurus
Data Tambahan : 8. Klien terlihat nyeri pada bagian
6. Kemungkinan Klien mengatakan takut lehernya
dengan penyakitnya 9. Klien terlihat adanya kemerahan dan
7. Kemungkinan klien mengatakan membentuk gelmbng cair pada daerah
gelisah setiap melihat penyakitnya leher dan genitalianya
8. Kemungkinan klien mengatakan BB 10. Klien terlihat malaise
menurun dari 50 kg menjadi 42 kg.
9. Kemungkinan klien mengatakan

makan sering tidak habis karena tidak nafsu


makan.
Analisa Data
No Data fokus Masalah Etiologi
1. DS : Kemungkinan klien Gangguan Nutrisi Intake tidak
a. mengatakan BB kurang dari yang
adekuat
menurun dari 50 kg kebutuhan tubuh
menjadi 42 kg.
b. Kemungkinan klien
mengatakan makan sering
tidak habis karena tidak nafsu
makan.
DS :
a. Kesadran
a. E: 6 M: 5 V: 4
b. k/u : lemah
c. TTV
Td: 120/80
N: 80x/menit
RR: 20x/ menit
S: 380 C
d. Klien terlihat kurus
e. Klien terlihat malaise

2. DS: Nyeri Kerusakan jaringan


a. Klien mengatakan sekunder ditandai
adanya
adanya eritema, dan
nyeri seperti tertusuk dan bula
terbakar di tubuhnya.
b. Klien mengatakan skala nyeri
sedang (6)
c. Klien mengatakan nyerinya
hilang tibul
d. Klien mengtakan tersa gatal-
gatal dan adanya lepuhan pada
daerah leher.
e. Klien mengtakan adanya
kemerahan membentuk
sebuah gelembung cair pada
daerha leher dan genitalnya
DO:
a. Kesadran
E: 6 M: 5 V: 4
b. k/u : lemah
c. TTV
Td: 120/80
N: 80x/menit
RR: 20x/ menit
S: 380 C
d. Klien terlihat meringis
kesakitan
e. Klien terlihat menggerakan
bagian lehernya

f. Klien terlihat nyeri pada


bagian lehernya

g. Klien terlihat adanya


kemerahan dan membentuk
gelmbng cair pada daerah
leher dan genitalianya

3. DS: Gangguan integritas Reaksi


a. Klien mengtakan tersa gatal- jaringan kulit inflamasi
ditandai dengan
gatal dan adanya lepuhan pada Adanya eritema dan
daerah leher bula pada leher dan
genitalis
b. Klien mengtakan adanya
kemerahan membentuk
sebuah gelembung cair pada
daerha leher dan genitalnya

DO:
a.
Kesadran E:
6 M: 5 V: 4
b. K/u : lemah
c. TTV
Td: 120/80
N: 80x/menit
RR: 20x/ menit
S: 380 C
d. Klien terlihat meringis
kesakitan
e. Klien terlihat menggerakan
bagian lehernya

f. Klien terlihat gelisah


g. Klien terlihat nyeri pada
bagian lehernya

h. Klien terlihat adanya


kemerahan dan membentuk
gelmbng cair pada daerah
leher dan genitalianya

4. DS : Cemas Adanya lesi pada


a. Kemungkinan Klien kulit
mengatakan takut dengan
penyakitnya.
b. Kemungkinan klien
mengatakan gelisah setiap
melihat penyakitnya.
DO :
a. Kesadaran
E: 6 M: 5 V: 4
b. K/u : lemah
c. TTV
Td: 120/80
N: 80x/menit
RR: 20x/ menit
S: 380 C
d. Klien terlihat gelisah

Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat
2. Nyeri b.d kerusakan jaringan respon sekunder ditandai adanya eritema, dan bula.
3. Gangguan integrias kulit b.d reaksi inflamasi ditandai dengan adanya eritema dan bula
pada leher dan genitalis
4. Cemas b.d adanya lesi pada kulit

Intervensi Keperawatan

1. Gangguan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan asupan nutrisi pasien
terpenuhi.
Kriteria hasil :
- pasien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat.
- pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya
- tidak terjadi penurunan berat badan lebih dari ½ kg dalam kalori.

Intervensi Rasional
Kaji status nutrisi pasien, turgor kulit, Mengvalidasi dan menetapkan derajat
BB, dan derajat penurunan berat badan, masalah untuk menetapkan pilihan
integritas mukosa oral, kemapuan
menelan, riwayat mual/ muntah dan intervensi yang tepat.
diare.

Fasilitasi pasien memperoleh diet yang Memperhitungkan keinginan individu


biasa yang disukai pasien (sesuai dapat memperbaiki asupan nutrisi
indikasi)

Pantau intake dan output, timbang beraqt Berguna dalam mengukur keefektifan
badan secara periodic(sekali seminggu). nutrisi dan dukungan cairan

Lakukan dan ajarkan perawatan mulut Menurunkan rasa tak enak karena sisa
sebelum dan sesudah makan, serta makanan, sisa sputum atau obat untuk
sebelum dan sesudah intervensi / pengobatan system respirasi yang dapat
pemeriksaan peroral. merangsang pusat muntah.

Fasilitasi pemberian diet TKTP, berikan Memaksimalkan asupan nutrisi tampa


dalam porsi kecil tapi sering. kelehan dan energy besar, serta
menurunkan iritasi saluran cerna.

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk Merencanakan diet dengan kandungan


menetapkan komposisi dan jenis diet nutrisi yang adekuat untuk memenuhi
yang tepat. peningkatan kebutuhan energy dan kalori
sehubungan dengan status hipermetabolik
pasien.

Kolaborasi untuk pemberian Multivitamin bertujuan untuk memenuhi


multivitamin. kebutuhan vitamin yang tinngi respon
sekunder dan peningkatan laju
metabolism umum.

2. Nyeri b.d kerusakan jaringan respon sekunder ditandai adanya eritema, dan bula.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang / hilang atau teradaptasi
Kriteria hasil :
-secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat di adaptasi . skala nyeri :
01(0-4)
Intervensi rasional

Kaji nyeri dengan pendekatan Menjadi parameter dasar untuk


PQRST mengetahui sejauh mana rencana
intervensi yang di perlukan dan
sebagai evaluasi keberhasilan dari
intervensi manajemen nyeri
keperawatan

Jelaskan dan bantu pasien dengan Pendekatan dengan menggunakan


tindakan pereda nyeri relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
telah menunjukan keektefin dalam
nonfarmakologi dan noninfasif mengurangu nyeri

Lakukan mennejemen nnyeri


keperawatan :
 Posisi fisiologi akan
 Atur posisi fisiologis meningkatkan asupan 02 ke
jaringan yang mebgalami
peradangan. Pengaturan posisi
idealnya adalah pada arah yang
berlawanan dengan letak dari
lesi. Bagian tubuh yang
mengalami inflamasi local di
lakukan imobilisasi untuk
menurunkan respons
peradangan dan meningkatkan
 kesembuhan

 Istirahat di perlukan selama


fase akut. Kondsi ini akan
Istirahatkan klien
meningkatkan suplai darah
pada jaringan yang mengalami

 peradangan

Lingkungan tennang akan
Manajemen lingkungan :
menurunkan stimulus nyeri
lingkungan tenang dan batasi
eksternal dan pembatasan
pengunjung
pengunjung akan membantu
meningkatkan kondisi O2
ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung
yang berada di ruangan

 
Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan asupan O2
pernapasan dalam sehingga akan menurunkan
nyeri sekunder dari
 peradangan
Ajarkan teknik distraksi pada
saat nyeri

Distraksi (penglihan perhatian)
dapat menurunkan stimulus
internal dengan mekanisme
peningkatan produksi endofren
dan enkefalin yang dapat
memblok reseptor nyeri untuk
tdak dikirimkan ke korteks
serebri sehingga menurunkan
persepsi nyeri
Lakukan manajemen sentuhan Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan psikologis
dapat membantu menurunkan nyeri

Kolaborasi dengan dokter untuk Analgetik memblok lintasam myeri


pemberian analgetik sehingga myeri akan berkurang

3. Gangguan integrias kulit b.d reaksi inflamasi ditandai dengan adanya eritema dan bula
pada leher dan genitalis
Tujuan : Dalam 7X24 jam integritas kulit membaik secara optimal
kriteria evaluasi : - pertumbuhan jaringan membaik dan lesi berkurang

Intervensi Rasional

Kaji kerusakan jaringan kulit yang Menjadi data dasar untuk memberikan informasi
terjadi pada klien intervensi perwatan yang akan di gunakan

Lakukan tindakan peningkatan integritas Perawatan lokasl kulit merupakan


jaringan penatalaksanaan keperawatan yang penting

Kompres lesi dengan cairan NaCl di Kompresi dengan cairan nrman saline dan
lakukan pada seluruh lesi dan harus di mempercepat proses penyembuhan luka dan
laksanakan dengan hati-hati sekali pda ulkus mole. Pada setiap pergantian kasa ,
daerah yang erosif perawat melakukan pengguyuran pda kasa
sampai basah agar lebih mudah dalam melepas
kasa yang menempel kuat pada sisi lesi mulai
mongering

Tingkat asupan nutrisi Diet TKTP di perlukan untuk meningkatkan


asupan dari kebutuhan pertumbuhan jaringan

Evaluasi kerusakan jaringan dan Apabila masih belum mencapai dari kriteria
perkembangan pertumbuhan jaringan evaluasi 7 x 24 jam , maka perlu di kaji ulang
factor-faktor menghambat pertumbuhan dan
perbaikan lesi

4. Cemas b.d adanya lesi pada kulit


Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan pasien dapat hilang Kriteria hasil :
- pasien menyatakan kecemasan berkurang.
- mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang
mempengaruhinya, koperatif terhadap tindakan, wajah rileks.
Intervensi Rasional
Kaji tanda verbal dan nonverbal Reaksi verbal/ nonverbal dapat menujukan
kecemasan, damping pasien dan lakukan rasa agitasi, marah, dan gelisah.
tindakan bila menujukan prilaku merusak.

Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa


marah, menurunkan kerja sama, dan
mungkin memperlambat penyembuhan.

Mulai melakukan tindakan untuk Mengurangi rangsangan eksternal yang


mengurangi kecemasan. Beri lingkungan tidak perlu.
yang tenang dan suasana penuh istirahat.

Tingkat kan kontrol sensasi pasien Control sensasi pasien (dan dalam
menurunkan ketakutan) dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan
pasien, menekankan pada penghargaan
terhadap sumber – sumber koping
(pertahanan diri) yang positif, membantu
latihan relaksasi dan teknik – teknik
pengelihatan, serta memberikan respon
balik yang positif.
Orientasikan pasien terhadapprosedur rutin Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
dan aktivitas yang diharapkan.
\
Beri kesempatan kepada pasien untuk Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
mengungkapkan kecemasannya. kekhawatiran yang tidak diekspresikan.

Berikan privasi untuk pasien dan orang Member waktu untuk mengekpresikan
terdekat. perasaan, menghilangkan cemas, dan
prilaku adaptasi. adanya keluarga dan
teman – teman yang dipilih pasien melayani
aktivitas dan pengelihatan (misalnya
membaca akan menurunkan perasaan
terisolasi).

Kolaborasi: Meningkatkan relaksasi dan menurunkan


kecemasan.
Berikan anti cemas sesuai indikasi cth
Diazepam
DERMATITIS

1. Definisi

Dermatitis adalah suatu reaksi peradangan kulit yang karakteristik terhadap


berbagai rangsangan endogen ataupun eksogen

2. Klasifikasi
Didasarkan atas criteria patogenik, walaupun kebanyakan untuk penyakit tidak
diketahui. Dermatitis dibagi atas dua tipe endogen (konstitusional) dan eksogen. Ada
lagi yang membagi tiga endogen, eksogen dan penyebab yang tidak di ketahui.
Contoh dermatitis endogen adalah dermatitis atopic, dermatitis seboroik, liken
simpleks kronis, dermatitis non spesifik (pompoliks, dermatitis numuler, dermatitis
xeroik, dermatitis ortosensitisasi) dan dermatitis karena obat. Sedangkan contoh
dermatitis eksogen adalah dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik,
dermatitis fotoalergik, dermatitits infektif, dan dermatofitid.

a. Dermatitis Atopic 1) Pengertian

Adalah dermatitis yang terjadi pada orang yang mempunyai riwayat


atopi. Atopi berasal dari bahasa Yunani, yang berarti penyakit aneh atupun
hipersensitivitas abnormal untuk melawan factor-faktor lingkungan, dijumpai
pada penderita ataupun keluarganya, tanpa sensitisasi yang jelas sebelumnya.
Diatetis atopic ditandai dengan adanya reaksi yang berlebihan terhadap
rangsangan dari lingkungan sekitarnya, seperti bahan iritan, allergen, dan
kecenderungan untuk memperoduksi IgE. IgE serum lebih tinggi pada
penderita DA dibandingkan penderita keadaan atopic lainnya dan paling tinggi
pada penderita DA serta penyakit pernapasan yang alergik. Istilah dermatitis
atopic diperkenalkan pertama sekali oleh Wise and Sulzberger pada tahun
1993.
2) Manifestasi Klinis

Dermatitis atopic merupakan bentuk eczema yang paling sering


dijumpai. Penyakit ini mengenai kira-kira 2-3% anak. Dermatitis atopic
merupakan salah satu dari bentuk eczema. Karakteristiknya adalah rasa gatal,
eritem, dan ada perubahan histologik dengan sel radang yang bular, dan ada
edea epidermal spongiotik.

Dermatitis atopic dibedakan dari eczema lainnya karena DA dapat


dijumpai pada bayi yang masih muda. Distribusinya adalah muka dan lipatan
kulit, seperti fosa kubiti dan fosa poplitea, dan sering ada riwayat atopi pada
dirinya ataupun keluarganya, seperti asma atau rinokunjungtivitas.

Penderita mempunyai tingkat ambang rasa gatal yang rendah. Gejala


lainnya yang dijumpai pada 70% penderita adalah factor predisposisi untuk
kelainan atopic, seperti asma, konjungtivitas alergik, rinitis alergik, beberapa
kasus terdapat urtikaria dan reaksi terhadap makanan. Rekasi ini adalah reaksi
diperantarai oleh immunoglobulin E (hipersensitivtas alergik tipe 1) terhadap
bahan topical, bahan hirupan, ataupun yang dimakan. Alergi terhadapa
makanan tertentuk merupakan gejala eczema atopic pada bayi dan anak. Pada
anak yang lebih besar dan dewasa, dijumpai hasil yang positif pada tes kulit
prik danradio alergosorben terhadap allergen sekitar, seperti tunggu debu
rumah. Delapan puluh persen penderita dapat menunjukkan reaksi
hipersensitivitas tipe I dan yang spesifik, kadar immunoglobulin E-nya
meningkat.

Karkteristik lain penyakit ini adalah perjalanan penyakit yang kronik


dan sering kambuh, serta membaik ketika umur bertambah. Kira-kira 50%
penderiat eczema atopic asimtomatik, atau menyembuh sendiri bersama
dengan meningkatnya umur atau pada saat pubertas.

Distribusi eczema atopic pada tubuh biasanya simetrik dan


berbedabeda localisasinya sesuai dengan umur. Pada fase bayi (2 bulan- 2
tahun) biasanya lesi di jumpai pada kulit kepala, muka, daerah popok, dan
daerah ekstensor ektremitas. Lesinya biasanya berwarna merah, vesikuler,
basah, dan berkrusta. Sedangkan eczema pada fase usia anak (3-10 tahun)
dijumpai daerah lipatan, seperti fosa kubiti, fosa poplitea, badan, dan leher.
Lesinya kurang begitu merah, kering, lebih banyak papula, sering mulai terjadi
linkenifikasi. Pada fase dewasa dan dewasa muda (12-23 tahun). Erupsinya
dapat dijumpai pada lipatan muka, leher dan dada bagian atas dapat pula
dijumpai di tangan, kelopak mata, dan daerah putting susu. Karena seringnya
ditemukan disebut eczema fleksurarum. Kelainan kulit likenifikasi berwarna
kecoklatan dan abu-abu. Karena kulit kering, bila di garuk dapat terjadi infeksi
sekunder.

c) Etiologi

Dermatitis atopic dan kelainan atopic lainnya dapat dipindahkan melalui


transplantasi sumsum tulang. Hal ini menegaskan bahwa sel darah merupakan vector
untuk manifestasi kelainan kulin

1. Faktor keturunan
Di duga dermatitis atopic di turunkan secara dominan autosomal, resesif
autosomal, dan multifaktorial
2. Faktor Imunologi
Gangguan imunologi yang menonjol pada DA adalah adanya peningkatan
produksi IgE karena aktivitas limfosit T yang meningkat. Aktivitas limfosit
meningkat karena pengaruh dari IL-4 sementara itu produksi IL-4 dipengaruhi
oleh aktivitas sel T Helper. Sel TH2 akan merangsang sel Buntuk memproduksi
IgE. Sitokin dihasilkan IL-2 dan IL-4. Jadi pada DA, TH2 mempunyai peran yang
menonjol pada proses patrogenesis DA. Imunopatologi DA sangat kompleks. IgE
meningkat pada 80% penderita DA. Perlu diketahui bahwa pada DA, selain
melalui reksi hipersensitivitas tipe I, IgE juga dapat bertindak sebagai penangkap
antigen dan reaksi IgE-Mediated delayed type hypersensitivity.
Sel langerhans (APC) menyerahkan antigen sel T dan menyebabkan Sel T
menjadi aktif. Hasilnya adalah produksi limfokin. Antigen, dapat berupa tungau
debu rumah (TDR), berikatan dengan IgE yang menempel pada permukaan
membrane sel Langerhans. Menempelnya molekul immunoglobulin pada sel
Langerhans melalui suatu reseptor disebut Fc_iR. Keberadaan Fc_iR pada dinding
membrane sel Langerhans epidermal ini mempunyai kaitan dengan perana sel
Langerhans sebagai sel penyaji antigen.
Pada penderita dermatitis atopic, sel Th2 aktif memproduksi II-5 yang
mempengaruhi migrasi eosinofil. Karena efek in vivo II-5 menyerupai efek
ECFA,eosinofil pada penderitaDA menjadi lebih prominen jumlah dan
efektivitasnya. Dengan demikian, II-5 ini selain merangsang sel B juga
merangsang sel eosinofil untuk bergerak ke daerah yang sedang mendapat paparan
antigen inhalan.

Pengobatan
1. Tindakan Umum
Dinasehatkan untuk memberitahukan rencana pengobatan yang akan diberikan
kepada pasien ataupun orang tua penderita. Pada penderita DA, sebaiknya
dilakukan gerak jalan sedikit ataupun latihan gerak badan ringan untuk
menghilangkan kegelisahan ataupun stress.
Kelembaban ruangan dipertahankan 50-60% untuk menghidari pengeringan
kulit.
Syarat-syarat dasar pengobatan DA :
a. Pada eksaserbasi yang berat, sebaiknya penderita pindah lingkungan
(misalnya rumah sakit)
b. Pengobatan Balneotherapeutic regimen (mandi berendam dengan air
yangtelah di tambah bahan minyak, mandi dengan air dingin untuk
menghilangkan gatal pada malam hari).
c. Hindari rangsangan pada kulit (seperti tidak boleh menggaruk setelah
mandi pakai celana dalam yang lembut, hindari pakaian dari bahan wol
dan bahan sintetik)
d. Bila eczemanya basah, sebaiknya pasien menggunakan sarung tangan dari
katun.
e. Hindari bahan pemberisih yang dapat merangsang kulit.
f. Bila harus memakai sarung tangan plastic pada waktu bekerja, sebaiknya
dalam waktu singkat saja ( misalnya dalam kamar mandi ).

Hindari dan kenali factor pencetus

a. Makanan susu, soya, telur, gandum, ikan, udang, beef, ayam, coklat
b. Aeroalergen : D.pteronissinus
c. Mikroba
d. Factor psikis
2. Tahap-tahap pengobatan
Tahap 1
a. Kortikosteroid yang potensi sedang
b. Mandi : dua kali sehari dengan air hangat dan sebantar
Kulit kering : salap emulsifikan
Kulit yang kurang kering : sol. Ter
Emolien : paraffin, krim aquos, urea, laktar, silicon.
c. Anthihistamin :
Klorfeniramine 2-4 mg, 3 kali sehari hydroxizine : 5-10 mg 3 kali sehari pada
anak sekolah, jangan diberikan yang non-sedatif : ceftrizine, loratadin,
astemizol, terfenadin, (bersama dengan eritromissinn
menimbulkan aritmia).
d. Antibiotika oral : Kloxasilin, eritromissin, sefalosporin. Antibiotika topical
: asam fusidat, salap mupirosin.

Tahap 2

a. Steroid oral
b. Rawat, kompres
c. Terapi foto : PUVA B (disukai) di gelomban yang pendek (UVB)
d. Lihat alergi makanan (pric dan RAST/Radioallergosorbent test terhadap
makanan )
e. Steroid dosis denyut intravenous 20mg/kg/hari, untuk 3 hari

Tahap 3

a. Siklosporin
b. Metotretexat
c. Injeksi gamma interferon
d. Injeksi Timopentin
e. Papaverin, menstabilkan sel mas
f. Natamycine
g. Siklosporin topical
h. Hindari diet, psikoterapi
Pengobatan nonsteroid

Pengobatan ini dapat berupa antiflogistik/ antimicrobial


a. Preparat tar
1. Pix lithantracis (5-10%)
2. Liquor carbones detergens (2-20%)
3. Ichtamol 2-10%
b. Antiseptik
c. Antibiotika
1. Aminogliksid gentamisin, basitrasin,
2. Makrolid : eritromisin, klindamisin
3. Klortetrasiklin 2-5%
4. Asam fusidat

II. DERMATITIS SEBORIK

Definisi

Dermatitis seborik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada daerah
tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka, kronik dan
superficial.

Etiologi

Penyebabnya belum diketahui pasti. Hanya didapati aktivitas kelenjar sebasea


berlebihan. Dermatitis seborik dijumpai pada bayi dan pada usia setelah pubertas.
Kemungkinan ada pengaruh hormone. Pada bayi dijumpai hormone transplasentra
meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar
hormone ini menurun. Penelitian lain menunjukkan bahwa pityrosporum ovale
( Malassezia ovale), jamur lipofilik banyak jumlahnya pada penderita dermatitis
seborik. Pengobatan dengan ketokonazole 2% akan menurunkan jumlah jamur ini dan
menyembuhkan penyakit ini. Juga didapati bahwa perbandingan komposisi lipid di
kulit berubah. Jumlah kolesterol, trigliserida, paraffin meningkat, dan kadar squelen,
asam lemak bebas dan wax ester menurun.banyak factor disangka sebagai penyebab
penyakit ini, seperti factor iklim, genetic, lingkungan, hormone, dan neurologic.

Manifestasi Klinik

Dermatitis seborik ini mempunyai predileksi pada daerah yang berambut,


karena banyak kelenjar sebasea, yaitu kulit kepala, retroaurikula, alis mata, bulu mata,
sulkus nasolabialis, telinga, leher, dada, daerah lipatan, aksila, inguinal, glutea di
bawah buah dada. Distribusinya biasanya bilateral dan simetris berupa bercak ataupun
plakat dengan batas yang tidak jelas, eritem ringan dan sedang, skuama berminya dan
kekuningan. Dermatitis seborik jarang menyebabkan kerontokan rambut. Terjadi
perubahan komposisi produk kelenjar sebase, sehingga bakteri komensal yang ada
dipermukaan kulit dapat berkembang biak seperti pityrosporon ovale dan spesies
piokok.

Ruamnya berbeda-beda, sering ditemukan pada kulit yang berminyak.


Ruamnya berupa skuama yang berminyak, berwarna kekuningan, dengan batas yang
tak jelas dan dasar berwarna merah (eritem)

Pada dermatitis seboroik ringan, hanya didapati skuama pada kulit kepala. Skuama
berwarna putih dan merata tanpa eritem.

Dermatitis seborik berat dapat mengenai alis mata, kening, pangkal hidung,sulkus
nasolabialis, belakang telinga, daerah dan daerah diantara scapula. Blefaritis ringan
sering terjadi. Bila lebih berkembang lagi, lesinya dapat mengenai daerah ketiak,infra
mamma,sekitar pusar (umbilicus),daerah anogenital,lipatan gluteus dan daerah
inguinal.

Menurut daerah leisnya,dermatitis seroboik ini dibagi tiga :

1. Seboroik kepala
Pada daerah berambut , dijumpai sukama yang berminyak dengan warna
kekuning-kiningan sehingga rambut saling melengket kadang-kadang dijumpai
krusta yang disebut Pityriasis Oleosa (Pityriasis Steatoides). Kadang-kadang
skuamanya kering dan berlapis-lapis dans sering lepas sendiri disebut pitiriasis
sika(ketombe). Bisa pula jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok, sehingga
terjadi alopesia dan rasa gatal. Perluasan bisa sampai ke belakang telibga (retro
aurikularis). Bila meluas,lesinya dapat sampai dahi,disebut korona seboroik.
Dermatitis seboroik yang dijumpai pada kepala bayi disebut topi buaian (cradle
cap).
2. Seboroik Muka
Pada daerah mulut,palpebra,sulkus nasolabial, dagu dll. Terdapat macula eritem
yang diatasnya dijumpai skuama berminya berwarna kekuning-kuningan. Bila
sampai palpebra, bisa terjadi blefaritis. Sering dijumpai pada wanita. Bila didapati
daerah berambut, seperti dagu dan ata bibir dapat terjadi folikulitis. Hal ini sering
dijumpai pada laki-laki yang sering mencukur janggut dan kumisnya. Seboroik
muka daerah jenggot disebut sikosis barbe.
3. Seboroik badan dan sel-sela
Jenis ini mengenai daerah presternal, interskapula,
ketiak,inframmma,umbilicus,krukal (lipatan paha,perineum nates). Dijumpai ruam
berbentuk macula eritema yang pada permukaanya ada skuama berminya warna
kekuning-kuningan. Pada daerah badan,lesinya bisa berbentuk seperti lingkaran
dengan penyembuhan sentral. Didaerah intertigo,kadang-kadang bisa timbul fisura
sehingga menyebabkan infeksi sekunder.

Pengobatan

1. Tindakan umum
Penderita harus diberitahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan sering
kambuh. Harus fihindari factor pencetus,seperti stress emosional, makanan
berlemak an sebagainya.
2. Pengobatan topical
Digunakan shampoo mengandung sulfur atau asam salisi dan selenium sulfide
2% , 2-3 kali seminggu selama 5-10 menit. Atau dapat diberikan shampoo yang
mengandung sulfur, asam salisil, zing pirition 1-2 %. Kemudian krim untuk
tempat yang tidak berambut atau losio/gel kortikosteriod yang diberikan jang yang
berpotensi tinggi, terutama untuk daerah muka. Dapat juga diberikan salap yang
mengandung asam salisil 2%, sulfur 4% dan ter 2%, ketokonazol. Pada bayi dapat
diberikan asam salisil 3-5% dalam minyak mineral.
3. Pengobatan sistemik
Dapat diberikan anti histamine ataupun sedative. Pada keadaan yang berat dapat
diberikan kortikosteroid sistemik. Kalau ada infeksi sekunder dapat diberikan
antibiotika.

III. DERMATITIS KONTAK


DEFINISI

Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang


menempel pada kulit.

JENIS

Dikenal 2 macam dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan


dermatitis kontak alergik. Keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. Dermatitis
iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, jadi kerusakan kulit terjadi
langsung tanpa didahului proses sensititasi. Sebaliknya dermatitis kontak alergik
terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensititasi terhadap suatu alergin.

DERMATITIS KONTAK IRITAN (DKI)

EPIDEMIOLOGI

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup
banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja) namun
angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak
penderita dengan kelainan ringan tidak dapat berobat atau bahkan tidak mengeluh.

ETIOLOGI

Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut diterjen, minyak pelumas, asam alkali dan serbuk kayu.
Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut,
konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor
yang dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang), adanya
oklusi menyebabkan kulit lebih pemeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis.
Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikutberperan. Faktor individu juga ikut
berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan ketebalan kulit diberbagai tempat
menyebabkan perbedaan permeabilitas, usia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut
lebih muda teriritasi), ras(kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin
(insidens DKI lebih banyak pada wanita) penyakit kulit yang pernah atau sedang
dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun), misalnya dermatits atopik.
GEJALA KLINIS

Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan
kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis . selain itu juga
banyak faktor yang mempengaruhi sebagaimana yang telah disebutkan yaitu faktor
individu ( misalnya ras, usia, lokasi,penyakit kulit lain) faktor lingkungan (suhu dan
kelembaban udara). Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tersebut ada
yang mengklasifikasi DKI menjadi 10 macam, yaitu DKI akut, lambat akut (acute
delayed ICD), reaksi iritan, kumulatif, traumateratif,eksikasi ekzematik, pustular,
akneformis, noneritematosa dan subyektif. Ada pula yang membaginya menjadi 2
kategori yaitu kategori mayor terdiri atas DKI akut termasuk luka bakar kimiawi dan
DKI kumulatif. Kategori lain terdiri dari atas: DKI lambat akut, reaksi iritasi,DKI
traumatik,DKI eritematosa, dan DKI subyektif.

• DKI akut
Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut.
Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat dan asam
hidroklorid atau basa kuat misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya
terjadinya karena kecelakaan dan reaksi segera timbul. Intensitas reaksi sebanding
dengan konsentrasi dan lamanya kontak dengan iritan, terbatas pada tempat
kontak kulit terasa pedih, panas rasa terbakar, kelainan terlihat berupa eritema
edema, bula ,mungkin juga nekrosis. Pinggir kelainan kulit berbatas tugas dan
pada umumnya asimetris.

• DKI akut lambat


Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru muncul 8 sampai
24 jam atau lebih setelah kontak. Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI akut
lambat,misalnya podofilin,antralin, tretinoin, etiten oksida, benzalkonium klorida,
asam hidrofluorat. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu
serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata) penderita baru
merasa pedih esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sore harinya,sudah
menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.

• DKI Kumulatif
Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi nama lain ialah DKI kronis.
Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (faktor
fisis ,misalnya gesekan trauma mikro,kelembaban rendah, panas atau dingin juga
bahan misalnya deterjen, sabun , pelarut, tanah bahkan juga air). DKI Kumulatif
mungkin terjadi karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi sautu bahan seacar
sendiri tidak sukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi baru mampu bila
bergabung dengan faktor lain. Kalinan baru nyata setelah kontak
bermingguminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian,sehingga
waktu dan rentetan kontak merupakan faktor penting.
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema,skuama , lamabt laun kulit tebal
(hiperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya
kulit dapat retak seperti luka iris (fisur).

• Reaksi iritan
Reaksi iritan merupakan dermititis iritan subklinis pada seseorang yang terpajan
dengan pekerjaan basah, misalnya penata rambut dan pekerja logam dalam
beberpa bulan pertama pelatihan. Kelainan kulit monomorf dapat
berupa,skuama,eritema,vesikel,pustul dan erosi. Umumnya dapat sembuh sendiri
menimbulkan penebalan kulit (skin hardening), kadang dapat berlanjut menjadi
DKI kumulatif.

• DKI Traumatik
Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau leserasi. Gejala
seperti dermatitis numularis, penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu. Paling
sering terjadi ditangan.

• DKI noneritematosa
DKI noneritematosa merupakan bentuk subklinis DKI, ditandai perubahan fungsi
sawar startum korneum tanpa disertai kelainan klinis.

• DKI Subyektif
Juga disebut DKI sensori kelainan kulit tidak terlihat namun penderita merasa
seperti tersengat (pedih) tebakar (panas) setelah kontak dengan bahan kimia
tertentu, misalnya asam laktat.
Pengobatan

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan


iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi, serta menyingkirkan faktor
yang memperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna dan tidak terjadi
komplikasi, maka DKI tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan
topikal, mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.
Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat diberikan
kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison atau untuk kelainan yang kronis dapat
diawali dengan koertikosteroid yang lebih kuat.
Pemaiakan alat pelindung diri adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan
bahan iritan, sebagai salah satu upaya pencegahan.

DERMATITIS KONTAK ALERGIK (DKA)

Menurut gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi


hipersensitifitas tipe lambat (tipe 4) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang
menembus lapisan kulit.

ETIOLOGI

Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul


umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan alergen yang belum diproses, disebut
hapten, bersifat lipofiliksangat reaktif dapat menebus stratum komeum sehingga
mencapai sel epidermis dibawahnya (sel hidup). Berbagai faktor berpengaruh dalam
timbulnya DKA, misalnya potensi sensitisasi alegen, dosis perunit area luas daerah
yang terkena, lama pajanan,okulasi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum dan
pH. Juga faktor individu, misalnya nkeadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan
stratum korneum, ketebalan epidermis)status imunologik (misalnya sedang menderita
sakit, terpajan sinar matahari).

Gejala Klinis
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak
eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau
bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). DKA
akut ditempat tertentu misalnya kelopak mata, penis,skrotum,eritema dan edema lebih
dominan daripada vesikel. Pada yang kronis terlihat kulit
kering,berskuama,papul ,likenifikasi dan mungkin juga fisur,batasnya tidak jelas.
Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis mungkin
penyebabnya juga campuran. DKA dapat meluas ke tempat lain,misalnya dengan cara
autosensitisasi. Skalp ,telapak tangan dan kaki relatif terhadap DKA.

Pengobatan

Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya
pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab an menekan
kelainan kulit yang timbul.
Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan
pada DKA akut yang ditandai dengan eritema, edema vesikel atau bula serta eksudatif
(medidans),misalnya prednison 30 mg/hari. Umumnya kelainan kulit akan mereda
setelah beberapa hari. Sedangkan larutan garam faal atau larutan air salisil 1:1000.
Untuk DKA ringan atau DKA akut yang telah mereda (setelah mendapat pengobatan
kortikosteroid sistemik),cukup diberikan kortikosteroid atau makrolaktam
(pimercrolimus atau tacrolimus) secara topikal.

IV. DERMATITIS STATIS

Dermtitis sekunder akibat insufiensi kronik vena (atau hipertensi vena) tungkai
bawah.

Gambaran Klinis
Akibat tekanan vena meningkat pada tungkai bawah, akan terjadi pelebaran
vena atau va rises dan edema. Lambat laun kulit berwarna merah kehitaman an timbul
purpura (karena ekstravasasi sel darah merah merah dalam dermis), dan
hemosiderosis. Edema dan varises mudah terlihat bila openderita lama berdiri.
Kelainan dian secara bertahap akan meluas keatas sampai dibawah lutut dan kebawah
sampai dipunggung kaki. Dalam perjalanan selanjutnya terjadi perubahan ekzematosa
berupa eritema,skuama, kadang eksudasi dan gatal. Bila telah berlangsuung lama kulit
akan menjadi tebal dan fibrotik meliputi sepertiga tungkai bawah, sehingga tampak
seperti botol yang terbalik, keadaan ini disebut lipodermatosklerosis.
Dermatitis statis dapat mengalami komplikasi berupa ulkus diatas maleolus
disebut ulkus vonosum atau ulkus varikosum dapat pula mengalami infeksi
sekunder,misalnya selulitis. Dermatitis statis dapat diperberat karena mudah teriritasi
oleh bahan kontaktan atau mengalami autosensitisasi.

Pengobatan

Untuk mengatasi edema tungkai dinaikkan waktu tidue dan waktu duduk. Bila
tidur kaki diangkat diatas permukaan jantung selama 30 menit, dilakukan 3 hingga 4
kali sehari, maka edema akan menghilang/mengurang dan mikrosirkulasi akan
membaik. Dapat pula bila malam hari, kaki tempat tidur disebelah bawah di ganjal
dengan balok setinggi 15 sampai 20 cm(sedikit lebih tinggi daripada letak kor).
Apabila sedang menjalankan aktivasi, memakai kaos kaki penyangga varises atau
pembalut elastis.
Eksudat dikompres dan setelah kering diberi krim kortikosteroid potensi
rendah sampai sedang. Anblotika sistemik diberikan untuk mengatasi infeksi
sekunder.
PATFLOW DERMATITIS

Sabun, deterjan, Alergen


Zat Kimia Sensitizen

Sel langerhans & mikrofag


Iritan Primer

Mengiritasi Timbul Sel T


kulit

Sensitivitas Sel T oleh


Peradangan Kerusakan
sel limfe
kulit integritas

Reaksi hipersensitivitas
Infeksi Nyeri Ggn Citra tipe II
tubuh

Terpajan ulang

Sel efektor
mengeluarkan
KOMPLIKASI

1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

2. Infeksi sekunder
(Arif Mutaaqqin, 2006. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
PENGKAJIAN DIAGNOSTIK
Tujuan dari pengkajian diagnostik adalah dilakukan untuk membedakan dari
impetigo, kontak dermatitis dan herpes simpleks. Pengkajian diagnostik yang bisa
diklakukan, meliputi hal-hal berikut ini.
1. Tzanck Smear : mengidentiffikasikan virus herpes tetapi tidak dapat membedakan
herpes zoster dan herpes simpleks.
2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibodi : digunakaan untuk membedakan diagnosis
herpes virus.
3. Immunofluororescent : mengidentifikasi varisela di sel kulit.
4. Pemeriksaan Histopatologik : tes yang digunakan untuk menegakkan diagnosa.
5. Pemeriksaan Mikroskop Elektron.
6. Kultur Virus

LABORATURIUM
Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin,
globulin
Urin : pemerikasaan histopatologi. (Arif Mutaaqqin, 2006. Asuhan Keperawatan Gangguan
Sistem Integumen).

PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pengobatan Topikal
Pengobatan topikal merupakan merupakan golongan azol dapat dikombinasikan
dengan regimen desonide (satu dosis per hari secara dua minggu) untuk terapi
dermatitis pada wajah. Dapat juga diberikan salep yang mengandung asam salisil
2%, sulfur 4%. Pada bayi dapat diberikan asam salisil 3-5%.
2. Pengobatan sistemik
Dapat diberikan antihistamin ataupun sedatif.pemberian dosis rendah dari terapi
oral bromidal dapat membantu penyembuhan. Terapi oral yang menggunakan
dosis rendah dari preparat hemopoetik yang mengandung potasium bromida,
sodium bromida, nikel sulfatt, dan sodiumclorida dapat memberikan perubahan
yang berrti dalam penyembuhan DS dan setelah pengunaan 10 minggu. Pada
keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid sistemik, dosis prenidsolan
2030 mg sehari, jika ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan kalau ada infeksi
sekunder dapat diberikan antibiotik.
(Arif Mutaaqqin, 2006. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen)

ASUHAN KEPERAWATAN

1) DS : 1. Klien mengatakan gatal

2.Klien mengatakan

3. Klien mengeluh gatal setiap habis mencuci

Data tambahan

4.Kemungkinan klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakit.

5.Kemungkinan klien bingung cara mengatasinya.

2). DO: 1. Terlihat adanya edema

2.Klien tampak gatal

3. Daerah gatal terlihat merah

4. Klien tampak bingung

5. Terlihat adanya skuama Data tambahan

TD 120/80 mmHg RR 80 N 22 S 37®C

Analisa Data
Data Problem Etiologi

1. DS : Gangguan rasa nyaman Berhubungan dengan


- Klien mengatakan gatal pruritus
- Klien mengeluh gatal
setiap habis mencuci DO:
- Klien tampak gatal
- Daerah gatal terlihat
merah

2. DS :
- Klien mengatakan gatal Kemerahan pada kulit
Gangguan integritas kulit
DO :
- Klien tampak gatal
- Daerah gatal terlihat
merah

3. DS :
- Kemungkinan klien
Kurangnya pengetahuan Tidak adekuat sumber
mengatakan tidak
informasi
mengetahui tentang
penyakit.
- Kemungkinan klien
bingung cara
mengatasinya.
DO :
- Klien tampak bingung
- Terlihat adanya skuama

Diagnosa

1) Pruritus berhubungan denganberhubungan dengan iritasi dermal


2) Gangguan Intergritas kulit berhubungan dengan kemerahan pada kulit.
3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang adekuatnya sumber informasi.

Intervensi

1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kemerahan pada kulit

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kemerahan pada kulit.


INTERVENSI RASIONAL
tingkatkan asupan nutrisi diet TKTP diperlukan untuk
meningkatkan asupan dari kebutuhan
pertumbahan jaringan.

evaluasi kerusakan jarinan dan apabila masih belum mencapai kriteria


perkembangan pertumbuhan jaringan evaluasi 5x24 jam maka perlu dikaji
ulang faktor-faktor penghambat
pertumbuhan dan perbaikan dari lesi.

lakukan intervensi untuk perawatan ditempat khusus untuk


mencegah komplikasi mencegah infeksi. Monitor dan evaluasi
adanya tanda dan gejala komplikasi.
Pemantauan yang ketat terhadap TTV dan
pencatatan setiap perubahan yang serius
pada fungsi respiratorius, renal, atau
gastrointestinal dapatt mendeteksi dengan
cepat dimulainya suatu infeksi.

kolaborasi untuk pemberian kolaborasi pemberian glukokortikoid


kortikosteroid misalnya methil prednisolon 80-120mg
per oral ( 1,5 – 2 mg/ kg/BB/ hari).

kolaborasi untuk pemberian antibiotik pemberian antibiotik untuk infeksi


dengan sebaiknya antibiotik yang
diberikan berdasarkan hasil kultur kulit,
mukosa, dan sputum. Dapat dipakai
injeksi gentamisin 2-3x 80 mg IV
(11,5mg/KgBB) setiap pemberian.

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang adekuatnya sumber


informasi.
NO Intervensi Rasional

1 Beri penekanan akan pentingnya pengenalan Harapan yang terbesar


dini tanda-tanda melanoma untuk mengendalikan
penyakit terletak pada
pendidikan pasien
mengenai pengenalan
tanda-tanda dini
melanoma. Pasien yang
berisiko harus diajarkan
untuk memeriksa kulit dan
data mereka sebulan sekali
dengan cara sistematis.

2 Identifikasi sumber-sumber pendukung yang Keterlibatan keluarga


memungkinkan untuk mempertahankan terhadap cara-cara untuk
perawatan dirumah yang dibutuhkan. mendeteksi melanoma
akan meningkatkan risiko
metastasis yang lebih
berat.

3 Ajarkan tentang tanda-tanda Tanda bahaya melanoma


bahaya melanoma berikut ini :
Perubahan pada ukuran,
warna, bentuk, atau garis
bentuk nevus, permukaan
nevus atau kulit disekitar
nevus.

Anda mungkin juga menyukai