HERPES SIMPLEX
1. DEFINISI
Herpes simplex adalah erupsi vesikula pada kulit dan membran mukosa yang
disebabkan oleh virus herpes (Geri Morgan & Carol Hamilton. 2003).
Herpes simplex adalah infeksi yang di sebabkan Herpes simplex virus (HVS) tipe 1
dan tipe 2, meliputi herpes orolabialis dan herpes genitalis. Penularan virus paling
sering terjadi melalui kontak langsung dengan lesi atau sekret genital/oral dari
individu yang terinfeksi (Wolf, dkk. 2008).
Herpes kulit / penyakit herpes simplex adalah penyakit kulit karena infeksi yang
disebabkan oleh jenis virus herpes simplex 1 (HVS-1), virus yang sama yang
menyebabkan luka dingin di bibir (www.kesehatan.com).
2. ETIOLOGI
Herpes simplex disebabkan oleh Herpes Virus Hominis (HSV). Terdapat 2 jenis virus
herpes simplex yang menginfeksi kulit, yaitu HSV-1 dan HSV-2. HSV-1 merupakan
penyebab dari luka di bibir (herpes labialis) dan luka di kornea mata (keratitis herpes
simpleks), biasanya ditularkan melalui kontak dengan sekresi dari atau di sekitar mulut.
HSV-2 biasanya menyebabkan hespes genetalis dan terutama ditularkan melalui kontak
langsung dengan luka selama melakukan hubungan seksual.
Klasifikasi Ilmiah
Famili : Herpesviridae
Subfamili : Alphaherpesvirinae
Genus : Simpleksvirus
Spesies : Virus Herpes Simpleks Tipe 1 dan Virus Herpes simpleks Tipe 2
Replikasi Virus
Virus masuk ke dalam sel melalui fusi antara glikoprotein selubung virus dengan
reseptornya yang terdapat di membran plasma. Selanjutnya nukleokapsid pindah dari
sitoplasma ke inti sel. Setelah kapsid rusak, genom virus dilepas di dalam sel, berubah
dari liniar menjadi sirkular. Sebagai gen langsung ditranskripsikan dan produk RNA-nya
dipindahkan ke sitoplasma. Pada tahap akhir, dengan bantuan protein beta, terjadi
transkripsi dan translasi late genes menjadi protein gamma.
Transkripsi DNA virus menjadi sepanjang siklus replikasi di dalam sel dengan bantua
enzim RNA polimerase sel pejamu dan protein virus lain. Transkrip dalam bentuk DNA
virus inti sel melalui proses eksositotis. Satu kali siklus replikasi berlangsung sekitar 18
jamuntuk herpes simplek.
Relikasi HSV di dalam sel akan menghambat sintesis DNA dan protein selular sejak fase
dini replikasi.
3. MANIFESTASI KLINIK
a. Masa Inkubasi
1) Berkisar 2-24 hari setelah infeksi.
b. Fase Prodromal
1) Berkisar 2-6 minggu.
2) Lesi.
3) Virus bersipat menular.
4) Demam ringan.
c. Fase Vesikel
1) Vesikel pecah, menjadi ulkus dan krusta dalam 48 jam.
2) Lesi dapat sembuh dalam 7-14 hari.
3) Faktor predisposisi diantaranya stress, demam, terpaparnya sinar UV, kelelahan
dan mentruasi.
d. Fase Laten
1) Penyebab infeksi yang luas dan mungkin terjadi pada orang-orang dengan
immunosuppressed.
2) Biasanya menyebabkan herpes tabialis ditandai dengan munculnya vesikula
superfisial yang jelas dasae erythematus, biasanya pada muka atau bibir,
mengelupas dan akan sembuh dalam beberapa hari.
4. PATOFISIOLOGI
Infeksi primer dimulai 2-20 hari mengalami kontak. Infeksi genetalia HSV-1 dan HSV-2
secara klinis identik. Individu dengan riwayatlesi orang dan antibodi HSV-1 cenderung
untuk menderita infeksi HSV-2 yang tidak begitu berat. Infeksi primer
dapatmenimbulkan lesi atau gejala yang ringan atau tidak sama sekali. Akan tetapi pada
wanita, infeksi herpes genetalis primer secara khas ditunjukan oleh adanya vesikel
nultipel pada labia mayora dan minora, menyebar pada perineum dan paha, yang
kemudian berlanjut menjadi tukak yang sangat nyeri.
HSV mempunyai kemampuan untuk reaktivitasi melalui beberapa rangan (misalnya :
demam, trauma, stress emosional, sinar matahari dan menstruasi). HSV tipe 1 dapat aktif
kembali 8-10 kali lebih sering di daerah genetl daripada genitalia. Sementara itu, HSV-1
dapat aktif kembali dan lebih sering pada bagian oral dari pada genital daripada
orolabial. Reaktivitas lebih umum dan parah terjadi pada individu dengan kondisi
penurunan fungsi imun.
PATHWAY
Terlampir
5. KOMPLIKASI
HSV-1
1) Gingivostomatitis herpetik akut
Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak kecil (usia 1-3 tahun) dan terdiri atas
lesi-lesi vesikuloulseratifyang luas dari selaput lendir mulut, demam, lekas marah
dan limfadenopati lokal. Masa inkubasi pendek (sekitar 3-5 hari) dan lesi-lesi
menyembuh dalam 2-3 minggu.
2) Keratojungtivitis
Suatu infeksi awal HSV-1 yang menyerang kornea mata dan dapat mengakibatkan
kebutaan.
3) Herpes Labialis
Terjadi pengelompokan vesikel-vesikel lokal, biasanya pada perbatasan mukokutan
bibir, vesikel pecah, meninggalkan tukak yang rasanya sakit dan menyembuh tanpa
jaringan parut. Lesi-lesi kambuh kembai secara berulang pada berbagai interval
waktu.
HSV-2
1) Herpes Genitalis
Herpes genetalis di tandai oleh lesi-lesi vesikuloulseratif pada penis atau serviks,
vulva, vagina, dan perineum wanita. Lesi terasa sangat nyeri dan di ikuti dengan
demam, malaise, disuria, dan limfadenofati inguinal. Infeksi herpes genetalis dapat
mengalami kekambuhan dan beberapa kasus kekambuhan bersifat asimtomatik.
Bersifat simtomatik ataupun asimtomatik, virus yang dikeluarkan dapat
menularkan infeksi pada pasangan seksual seseorang yang telah terinfeksi.
2) Herpes Neonatal
Herpes neonatal merupakan infeksi HSV-2 pada bayi yang baru lahir. Virus HSV-2
ini ditularkan ke bayi baru lahir pada waktu kelahiran melalui kontak dengan lesi-
lesi herpetik pada jalan lahir. Untuk menghindari infeksi, dilakukan persalinan
melalui bedah caesar terhadap wanit hamil dengan lesi-lesi herpes genetalis.
Infeksi herpes neonatal hampir selalu simtomatik. Dari kasus yang tidak diobati,
angka kematian seluruhnya sebesar 50% (Sardjito, 2003).
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Tes Sitologi
1) Tzanck Test.
2) Pap Smear
Tes ini pengujinya dengan mengorek dari lesi herpes kemudian
menggunakan pewarnaan werght dan giemsa. Pada pemeriksaan ditemukan
sel raksasa khusus dengan banyak nucleus atau partikel khusus yang
membawa virus (inklusi). Mengindikasikan infeksi herpes. Tes ini cepat dan
akurat tapi tidak dapat membedakan antara herpes simplek dan herpes zoster.
B. Virologi
1) Mikroskop Cahaya
Sampel berasal dari sel-sel di dasar lesi, apusan pada permukaan mukosa,
atau dari biopsi, mungkin ditemukan intranuklear inklusi (Lipschutz
inclusion bodies). Sel-sel yang terinfeksi dapat menunjukan sel yang
membesar menyerupai balon (ballooning) dan ditemukan fusi. Pada
percobaan Tzanck dengan pewarnaan Giemsa atau Wirght, dapat ditemukan
sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.
2) Pemeriksaan antigen langsung (imunofluoresensi)
Sel sel dari spesimen di masukan dalam aseton yang dibekukan. Kemudian
pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan cahaya elektron (90% sensitif,
90% spesifik) tetapi, pemeriksaan ini tidak dapat dicocokan dengan kultur
virus.
3) PCR
Test reaksi rantai polimer untuk DNA HSV lebih senditif dibandingkan
kultur viral tradisional (sensitivitasnya >95% dibandingkan dengan kultur
yang hanya 75%). Tetapi penggunaanya dalam mendiagnosis infeksi HSV
belum dilakukan secara reguler, kemungkinan besar karena biayanya mahal.
Tes ini biasanya digunakan untuk mendiagnosis ensefalitis HSV karena
hasilnya yang lebih cepat dibandingkan kultur virus.
4) Kultur virus
Kultur virus dari cairan vesikel pada lesi (+) untuk HSV adalah cara yang
paling baik karena paling sensitif dan spesifik dibanding dengan cara-cara
lain. HSV dapat berkembang dalam 2 sampai 3 hari. Jika tes ini (+), hampir
100% akurat, khususnya juka cairan berasal dari vesikel primer daripada
vesikel rekuren. Pertumbuhan virus dalam sel ditunjukan dengan terjadinya
granulasi sitoplasmik, degenerasi balon dan sel raksasa berinti banyak. Sejak
virus sulit berkembang, hasil tesnya sering (-). Namun cara ini memiliki
kekurangan karena waktu pemeriksaan yang lama dan biayanya yang mahal.
Virus Herpes dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiak. Jika tidak ada
lesi dapat diperiksa antibodi VHS. Pada percobaan Tzanck dengan
pewarnaan Giemsa dari bahan vesikel dapat ditemukan sel datia berinti
banyak dan badan inklusi intranuklear.
C. Tes Serologi
Dapat mengidentifikasi antibodi yang spesifik untuk virus dan jenis, herpes
simplek virus 1 (HSV-1) atau virus simplek 2 (HSV-2). Ketika herpes virus
mengifeksi seseorang, sistem kekebalan tubuh tersebut menghasilkan antibodi
spesifik untuk melawan virus. Adanya antibodi terhadap herpes menunjukan
bahwa seseorang adalah pembawa virus dan mungkin mengirimkan kepada orang
lain.
Tes antibodi terhadap protein yang berbeda yang berkaitan dengan virus herpes
yaitu Glikoprotein GG-1 dikaitkan dengan HSV-1 dan Glikoprotein GG-2
berhubungan dengan HSV-2.
Meskipun Glikoprotein (GG) jenis tes spesifik telah tersedia sejak tahun1999,
banyak tes khusus non tipe tua masih di pasar. CDC merekomendasikan tipe-
spesifik GG tes untuk diagnosa herpes.
Pemeriksaan serologi yang paling akurat bila diberikan 12-16 minggu setelah
terpapar virus. Fitur tes meliputi
1) ELISA
Dasar dari pemeriksaan ELISA adalah adanya ikatan antara antigen dan
antibodi, dimana antigen berasal dari konjugat igC dan antibodi berasal dari
serum spesimen. Setelah spesimen dicuci untuk membersihkan sample dari
material (HRP) kemudian diberi label antibodi igG konjugat. Konjugat ini
dapat mengikat antibodi spesifik HSV-2. Komplek imun dibentuk oleh ikatan
konjugat yang ditambah dengan Tetramethylbenzidine (TMB) yang akan
memberikan reaksi berwarna biru. Asam sulfur ditambahkan untuk
menghentikan reaksi yang akan memberikan reaksi warna kuning.
Pembacaan reaksi dilakukan dengan mikrowell plate reader ELISA dengan
panjang gelombang 450 nm.
Interprestasi hasil :
Jika terdapat antibodi HSV-2 berarti pernah terinfeksi HSV-2, virus
dorman didalam nervus sakralis dan pasien sedang menderita herpes
genitalis.
Jika antibodi HSV-2 tidak ada berarti 95-98% tidak menderita herpes
genitalis kecuali klien baru saja terinfeksi HSV-2 karena antibodi baru
akan membentuk 6 minggu kemudian, bahkan ada beberapa individu (1
diantara 5) baru mampu membentuk antibodi tersebut setelah 6 bulan,
oleh karena itu lebih baik mengulang pemeriksaan 6-8 minggu
kemudian.
Jika terdapat antibodi HSV-1 berarti klien mengalami infeksi HSV-1.
Antibodi ini tidak bisa mendeteksi virus dorman. Pada sebagian besar
orang (>90%) virus berada dalam syaraf mulut dan mata. Beberapa
orang yang mempunyai infeksi HSV-1 pada genital dapat mempunyai
antibodi dari infeksi HSV-1 pada daerah genital.
Jika tidak terdapat antibodi HSV-1 dan HSV-2, berarti klien tidak
terinfeksi HSV-1 maupun HSV-2 tetapi suatu ketika klien mungkin
dapat terinfeksi. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa klien baru
saja terinfeksi tetapi belum terbentuk antibodi.
Pada infeksi primer, antibodi HSV-1 dan HSV-2 dapat terdeteksi pada
hari-hari awal setelah onset dari penyakit. Serokonversi terhadap
kandungan antibodi IgM dan IgG diperlukan sebagai deteksi adanya
infeksi primer, sebagai tambahan IgM dan IgG. Ketika infeksi berjalan,
antibodi IgM dan IgA belum terdeteksi beberapa minggu-bulan ketika
individu tersebut telah mempunyai antibodi IgG yang menetap dalam
tubuhnya untuk seumur hidup dan dalam titer yang tinggi. Pola serologis
yang lain membuktikan kandungan IgG, IgM dan IgA pada kasus
reaktivitasi dari infeksi laten atau periode reinfeksi. Sebagai besar serum
sampel diambil dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi menunjukan
peningkatan antibodi IgG yang signifikan. Peningkatan kadar antibodi
IgA juga sering ditemui, peningkatan serokonversi IgA pada kasus
dimana juga terjadi peningkatan kadar IgG menunjukan bahwa serum
sampel serologik terinfeksi HSV.
2) BIOKIT HSV
Test ini mendeteksi HSV-2 saja. Keunggulan utamanya adalah bahwa hanya
membutuhkan tusukan dan hasil yang disediakan dalam waktu kurang dari 10
menit dan lebih murah.
3) Western Blot Test
Westren Blot Test merupakan test yang sangat akurat untuk mendeteksi
HSV, namun harganya lebih mahal dibangdingkan dengan tes-tes yang lain
dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menginterprestasikannnya.
Test ini merupakan metoda gold standard dalam pemeriksaan antibodi. Tes
ini hanya digunakan sebagai referensi dan konfirmasi apabila tes dengan
ELISA menunjukan hasil yang meragukan. Test ini memiliki ketelitian untuk
menyimpulkan secara spesifik bahwa sample benar benar mengandung
antibodi terhadap protein tertentu dari virus.
9. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Morgan Geri & Hamilton Carol. 2003. Obsetri dan Ginekologi: Panduan Praktik: Edisi
2. Jakarta: ECG.
2. Mutaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta:
Salemba Medika.
3. http://www.kesehatan.com. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2015.
4. Manjur, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aeculapius FK UI. Jakarta.
ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN : HERPES SIMPLEKS
Prognosis Kasus 1
Seorang laki laki , Tn.S berumur 27 tahun datang ke poli kulit dan kelamin rumah
sakit respati dengn keluhan sejak 2 hari yang lalu , muncul benjolan kecil kecil di dahi dan
kelopak mata kiri, mulanya muncul eritema dan bula bula kecil di dahi kiri lalu bertambah
banyak sampai ke kelopak mata kiri kelopak mata terasa nyeri dan berat jika di gerakan ,
Tn.S juga merasakan nyeri di kulit daerah munculnya benjolan , sehari sebelumnya Tn.S
mengeluh tidak enak badan dan demam, Tn.S belum pernah berobat untuk keluhan ini dari
pemeriksaan dermatologi di dapatkan pada daerah region frontalis dan palpebra sinistra
terdapat vasikel dan bula multiple berkelompok, beberapa pecah menjadi erosi dan krusta
kekuningan , dokter menyarankan kepada Tn.S untuk melanjutkan pemeriksaan .
A. PENGKAJIAN
I. Biodata
a. Keluhan Utama
Klien merasakan nyeri dikulit daerah munculnya benjolan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Alasan Masuk Rumah Sakit
klien datang ke poli kulit dan kelamin rumah sakit respati dengan keluhan sejak 2
hari lalu, muncul benjolan kecil – kecil di dahi dan kelpoak mata kiri.
2. Keluhan Pada saat dikaji
Klien merasakan nyeri dikulit daerah munculnya benjolan mulanya muncul
eritema dan bula – bula kecil didahi kiri lalu bertambah banyak sampai ke kelopak
kiri . kelopak mata terasa nyeri dan berat jika digerakan.
3. Keluhan Penyerta
klien merasakan tidak enak badan dan demam.
1. Pemeriksaan Umum
1. Sistem integumen
Terdapat eritema dan bula – bula kecil
- Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Diagnostik
a. Dermatologi
Hasil : Didapatkan pada region frontalis dan palpebra sinistra terdapat vesikel dan
bula multiple berkelompok, beberapa pecah menjadi erosii dan krusta
kekuningan .
V. Analisa Data
(bulae-Bulae)
partikel virus menyerang
- Klien mengeluh tidak
ganglion yang berhubungan
enak badan dan
demam
timbul vase laten yang
Do :
belangsung lama
- Pada region frontalis
dan palpebra sinistra
factor pencetus muncul yaitu
terdapat vesikel dan
demam, trauma, stres
bula multiple
emosional dan menstruasi
berkelompok,
beberapa pecah
HSV mengalami resktivitas dan
menjadi erosi dan
multiplirasi kembali
krusta kekuningan
Nyeri
kurangnya pengetahuan