Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai jenis flora normal terdapat di dalam rongga mulut yang membentuk
mikroflora oral komensial. Mikroflora ini biasanya mengandung bakteri, mikroplasma, jamur,
dan protozoa, yang keseluruhannya dapat menimbulkan infeksi oportunistik simtomatik
tergantung pada faktor-faktor lokal atau daya pertahanan tubuh pejamu yang rendah infeksi.
Beberapa penyakit mulut yang dapat terjadi akibat infeksi yaitu Cheilitis angularis yang
disebabkan oleh Stafilokokus aureus dan Candida albicans, kandidiasis akibat infeksi jamur
yang didominasi golongan Candida albicans, serta herpes labialis dan gingivostomatitis
herpetika primer yang terjadi akibat infeksi virus herpes simpleks tipe1 dan 2, apabila terjadi
kontak mukokutan langsung dari sekresi-sekresi yang terinfeksi virus ini maka penularan
infeksi dapat terjadi.
Virus herpes simpleks termasuk jenis patogen yang dapat menyesuaikan diri dengan
tubuh host. Ada dua jenis yaitu herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) dan tipe 2 (HSV-2).
Keduanya berkaitan erat tetapi berbeda dalam gambaran epidemiologinya. HSV-1 dikaitkan
dengan penyakit orofacial, sedangkan HSV-2 dikaitkan dengan penyakit genital.
Sekitar 80% dari infeksi herpes simpleks tidak menunjukkan gejala. Gejalainfeksi
dapat

dicirikan

dengan

rekurensi

yang

sering

terjadi

pada

host

yangimmunocompromised .Herpes simpleks virus (HSV) adalah virus DNA yang patogen pada
manusia yang secara intermitten dapat teraktivasi kembali. Setelah replikasi di kulit atau
mukosa, virus menginfeksi ujung saraf lokal dan menuju ke ganglion yang kemudian menjadi
laten hingga teraktivasi kembali.
Prevalensi infeksi HSV di seluruh dunia telah meningkat selama beberapa dekade
terakhir, membuatnya menjadi permasalahan kesehatan masyarakat. Deteksi dini infeksi
herpes simpleks dan inisiasi awal dari terapi adalah sangat penting dalam pengelolaan
penyakit ini. Oleh karena itu ketika pasien datang ke dokter gigi harus dilakukan diagnosa
dengan tepat untuk menentukan penanganan penyakit sehingga mengembalikan kenyamanan
penderita.

1.2 Skenario
SKENARIO IV
Penyakit Mulut
Pasien wanita umur 17 tahun, datang dengan keluhan luka-luka pada mulutnya sejak
dua hari yang lalu. Sebelum muncul luka tersebut, penderita demam dan flu, kemudian
mereda dan muncul lepuh-lepuh yang kemudian pecah dan menimbulkan luka yang nyeri.
Sebelumnya penderita belum pernah sakit seperti ini.
Klinis :
Gingiva RA/RB, mukosa pipi ka/ki, dasar mulut, vestibulum, mukosa labial
atas/bawah : ulser multipel, bergerombol, diameter 1 mm, tengah putih, tepi kemerahan
dan tidak beraturan, sakit.
1.3 Mapping

Anamnesa

Pemeriksaa

klinis

penunjang

etiologi

Prognosa

diagnosa

Rencana

1.4 Learning Objective

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang prosedur anamnesa


2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang prosedur pemeriksaan klinis

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang prosedur pemeriksaan


penunjang
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi dan prognosis dari kasus di
skenario
5. Mahasiswa mampumemahami dan menjelaskan diagnosa dan rencana perawatan pada
kasus di skenario

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Virus Herpes Simpleks adalah virus DNA yang dapat menyebabkan infeksi akut pada
kulit yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab. Ada
2 tipe virus herpes simpleks yang sering menginfeksi yaitu HSV-Tipe I (Herpes Simplex
Virus Type I) dan HSV-Tipe II (Herpes Simplex Virus Type II).

HSV-Tipe I biasanya menginfeksi daerah mulut dan wajah (Oral Herpes), sedangkan
HSV-Tipe II biasanya menginfeksi daerah genital dan sekitar anus (Genital Herpes). HSV-1
menyebabkan munculnya gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada mukosa mulut,
wajah, dan sekitar mata. HSV-2 atau herpes genital ditularkan melalui hubungan seksual dan
menyebakan gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada membran mukosa alat kelamin.
2.2 Etiologi
Penyebab infeksi adalah Virus herpes simpleks termasuk dalam famili herpesviridae,
subfamili alphaherpesvirinae. genus Simpleksvirus, spesies HSV tipe 1 dan tipe 2, keduanya
dapat dibedakan secara imunologis (terutama kalau digunakan antibody spesifik atau
antibody monoklonal). HSV tipe 1 dan tipe 2 juga berbeda kalau dilihat dari pola
pertumbuhan dari virus tersebut pada kultur sel, embryo telur dan pada binatang percobaan.
Pembungkus berasal dari selaput inti sel yang terinfeksi. Pembungkus ini mengandung lipid,
karbohidrat, dan protein.
Transmisi dapat terjadi tidak hanya saat gejala manifestasi HSV aktif, tetapi juga dari
pengeluaran virus dari kulit dalam keadaan asimptomatis. Puncak beban DNA virus telah
dilaporkan terjadi setelah 48 jam, dengan tidak ada virus terdeteksi di luar 96 jam setelah
permulaan gejala. Secara umum, gejala muncul 3-6 hari setelah kontak dengan virus, namun
mungkin tidak muncul sampai untuk satu bulan atau lebih setelah infeksi.
Manusia adalah reservoir alami dan tidak ada vektor yang terlibat dalam transmisi.
HSV ditularkan melalui kontak pribadi yang erat dan infeksi terjadi melalui inokulasi virus
ke permukaan mukosa yang rentan (misalnya, oropharynx, serviks, konjungtiva) atau melalui
luka kecil di kulit. Virus ini mudah dilemahkan pada suhu kamar dan pengeringan.
2.3. Patogenesis
Infeksi virus Herpes simpleks ditularkan oleh dua spesies virus, yaitu virus Herpes
simpleks-I (HSV-1) dan virus Herpes simpleks II (HSV-2). Virus ini merupakan kelompok
virus DNA rantai ganda. Infeksi terjadi melalui kontak kulit secara langsung dengan orang
yang terinfeksi virus tersebut. Transmisi tidak hanya terjadi pada saat gejala manifestasi HSV
muncul, akan tetapi dapat juga berasal dari virus shedding dari kulit dalam keadaan
asimptomatis.
Pada infeksi primer, kedua virus Herpeks simpleks , HSV 1 dan HSV-2 bertahan di
ganglia saraf sensoris . Virus kemudian akan mengalami masa laten, dimana pada masa ini
virus Herpes simpleks ini tidak menghasilkan protein virus, oleh karena itu virus tidak dapat
4

terdeteksi oleh mekanisme pertahanan tubuh host. Setelah masa laten, virus bereplikasi
disepanjang serabut saraf perifer dan dapat menyebabkan infeksi berulang pada kulit atau
mukosa.
Virus Herpes simpleks ini dapat ditularkan melalui sekret kelenjar dan secret genital
dari individu yang asimptomatik, terutama di bulan-bulan setelah episode pertama penyakit,
meskipun jumlah dari lesi aktif 100-1000 kali lebih besar.
Herpes simplex virus sangat menular dan disebarkan langsung oleh kontak dengan
individu yang terinfeksi virus tersebut. Virus Herpes simpleks ini dapat menembus epidermis
atau mukosa dan bereplikasi di dalam sel epitel.
Virus Herpes simpleks 1 (HSV-1) biasanya menyerang daerah wajah (non genitalia)
dan virus Herpes simpleks 2 (HSV-2) biasanya menyerang alat kelamin. perubahan patologis
sel epidermis merupakan hasil invasi virus herpes dalam vesikel intraepidermal dan
multinukleat sel raksasa. Sel yang terinfeksi mungkin menunjukkan inklusi intranuklear.
2.4 Gejala Klinis
Episode pertama (infeksi pertama) dari infeksi HSV adalah yang paling berat dan
dimulai setelah masa inkubasi 4-6 hari. Gelala yang timbul, meliputi nyeri, inflamasi dan
kemerahan pada kulit (eritema) dan diikuti dengan pembentukan gelembung-gelembung yang
berisi cairan. Cairan bening tersebut selanjutnya dapat berkembang menjadi nanah, diikuti
dengan pembentukan keropeng atau kerak (scab).
Kira-kira 10% dari infeksi primer, muncul sebagai suatu penyakit dengan spektrum
gejala klinis yang beragam, ditandai dengan panas dan malaise sampai 1 minggu atau lebih,
mungkin disertai dengan gingivostomatitis yang berat diikuti dengan lesi vesikuler pada
orofaring, keratoconjunctivitis berat, dan disertai munculnya gejala dan komplikasi kulit
menyerupai eczema kronis, meningoencephalitis. HSV 1 sebagai penyebab sekitar 2%
faringotonsilitis akut, biasanya sebagai infeksi primer.
HSV I primer biasanya asimptomatik. Gejala prodormal yang diberikan diantaranya
demam, menggigil, terdapat lmphadenopathy servikal, ditemukan ulkus di dalam mulut pada
permukaan ginggiva. Pada HSV I Sekunder (Lesi labial rekuren) gejala prodormal yang
muncul diantaranya gatal, rasa terbakar, kesemutan selama 12-36 jam. Kemudian ada
pembentukan vesikel. Vesikel pecah, menjadi ulkus dan krusta dalam 48 jam. Lesi dapat
sembuh dalam 7-14 hari. Faktor predisposisi HSV I sekunder ini diantaranya stress, sakit
demam, terpapar sinar UV, kelelahan dan menstruasi .

Reaktivasi infeksi laten biasanya menyebabkan herpes labialis (demam blister atau
cold sores) ditandai dengan munculnya vesikula superfisial yang jelas dengan dasar
erythematous, biasanya pada muka atau bibir, mengelupas dan akan sembuh dalam beberapa
hari. Reaktivasi dipercepat oleh berbagai macam trauma, demam, perubahan psikologis atau
penyakit kambuhan dan mungkin juga menyerang jaringan tubuh yang lain; hal ini terjadi
karena adanya circulating antibodies, dan antibodi ini jarang sekali meningkat oleh karena
reaktivasi. Penyebaran infeksi yang luas dan mungkin terjadi pada orang-orang dengan
immunosuppressed.

BAB 3
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE

3.1 PROSEDUR DIAGNOSIS

Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan subyektif dan obyektif. Suatu


perawatan dapat dilaksanakan setelah diagnosa ditegakkan. Pada prosedur diagnosa
kasus dapat dilakukan dengan rangkaian sesuai pada kartu pasien. Kartu status
merupakan media yang dapat digunakan sebagai sarana penelitian, komunikasi antar
perofesional (dokter/dokter gigi) dan catatan medis penderita.
A. Identifikasi penderita meliputi nama pasien yang ditulis lengkap dengan gelar,
alamat dan telepon untuk mengetahui tempat tinggal penderita, pekerjaan atau
sekolah, alamat dan telepon, umur pasien, serta jenis kelamin pasien. Pada skenario
maka didapatkan penderita adalah perempuan berumur 25 tahun datang ke dokter
gigi.
B. Anamnesa

Riwayat kesehatan gigi dan mulut yang meliputi :


a. Keluhan utama pasien sebagai alasan spesifik pasien untuk datang ke
dokter gigi. Keluhan utama dicatat secara singkat.
b. Anamnesa yang berisi uraian singkat kronologis timbulnya keluhan utama,
menggambarkan proses perjalanan penyakit, menjawab pertanyaan apa,
kapan, dimana, bagaimana dan mengapa.
c. Daftar pertanyaan kesehatan umum pasien diisi oleh operator untuk
mencari data adanya kelainan sistemik secara subyektif. Khusus bagi
wanita ditanyakan tentang apakah datang dalam kondisi hamil dan
kelahirannya diperkirakan kapan.
Pada skenario didapatkan keluhan pasien datang ke dokter gigi adalah lukaluka pada mulut. Anamnesa perjalanan penyakit gejala lepuh-lepuh yang
kemudian pecah dan menimbulkan luka didahului demam dan flu sehingga
penyakit pasien di skenario diduga berasal dari infeksi virus di rongga mulut..

C. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan Ekstra Oral


7

Merupakan pemeriksaan obyektif terdiri dari kondisi fisik, tanda-tanda vital,


dan pemeriksaan regional.
a. Kondisi fisik diisi keadaan fisik pasien datang meliputi baik, lemah, dan
kesadaran.
b. Tanda-tanda vital meliputi tekanan darah yang dapat dilakukan dengan
spigmomanometer, nadi asteri radialis dengan jari, pernafasan dada,
temperatur dan berat badan pasien. Nilai normal untuk masing-masing
pemeriksaan adalah tekanan darah 120/80 mmHg, nadi arteri radialis 6872 tiap menit, pernafasan dada 18-20, temperatur 36-370C dan berat
badan ideal disesuaikan tinggi badannya. Pemeriksaan fisik regional
meliputi pemeriksaan ekstraoral dan intraoral. Pemeriksaan ekstra oral
meliputi kepala dan leher normal ataukah tidak. Intraoral meliputi bibir,
mukosa bukal, lidah, dasar mulut, palatum durum, tonsil, orofaring,
gingiva. Pemeriksaan ekstraoral dan intraoral dilakukan dengan inspeksi
pada lokasi anatomis wajah, leher, kelenjar getah bening, palpasi untuk
mengetahui tekstur, suhu, konsistensi, nyeri, hubungan dengan jaringan
sekitar. Keadaan abnormal pada kelenjar seperti pembengkakan
diindikasikan oleh karena adanya penyebaran infeksi atau tumor ganas di
kelenjar limfe atau adanya penyakit di kelenjar limfe itu sendiri.

Pemeriksaan Intra Oral


Pemeriksaan jaringan lunak dan keras dapat dilakukan dengan inspeksi,
palpasi dan punctie (jika diperlukan). Pada kasus di skenario dijelaskan
gingiva bengkak, merah dan sakit ketika dipalapasi Keadaan abnormal pada
pemeriksaan

intraoral

diindikasikan

adanya

kelainan

sistemik

yang

bermanifestasi di rongga mulut. Bibir pucat sebagai salah satu tanda adanya
penyakit anemia yang diderita pasien. Bibir kebiruan/sianosis terkadang
mengindikasikan adanya penyakit jantung. Lidah yang tampak berwarna
kuning menunjukkan adanya penyakit tipus. Serta gingiva yang dapat
mengalami perdarahan spontan terkdang mengindikasikan adanya leukimia
dan hipertensi. Pada skenario dijelaskan status lokalis intraoral pasien adalah
gingival rahang atas dan rahang bawah(RA/RB), mukosa pipi kanan dan kiri,
8

dasar mulut, vestibulum, mukosa labial atas dan bawah, ulser multiple,
bergerombol, diameter 1mm, tengah putih, tepi kemerahan, tidak beraturan
dan sakit.
D. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Digunakan untuk melihat membantu diagnosa pada kelainan di dalam
rongga mulut ketika pemeriksaan visual masih ragu-ragu. Hasil foto
rontgen memberikan gambaran mengenai kondisi gigi-gigi, jaringan keras
maupun jaringan lunak di rongga mulut.
b. Pemeriksaan histopatologis
Pemeriksaan histopatologis dilakukan untuk mengetahui kondisi patologis
yang dicurigai ada pada rongga mulut.

c. Pemeriksaan laboratorium
1. Tes Tzank diwarnai dengan pengecatan Giemsa atau Wright, terlihat sel
raksasa berinti banyak. Pemeriksaan ini tidak sensitif dan tidak
spesifisik.
2. Kultur virus. Sensitivitasnya rendah dan menurun dengan cepat saat lesi
menyembuh.

3. Deteksi DNA HSV dengan Polymerase chain reaction (PCR), lebih


sensitif dibandingkan kultur virus.
4. Tes serologik IgM dan IgG tipe spesifik. IgM baru dapat dideteksi
setelah 47 hari infeksi, mencapai puncak setelah 24 minggu, dan
menetap selama 23 bulan, bahkan sampai 9 bulan. Sedangkan, IgG baru
dapat dideteksi setelah 23 minggu infeksi, mencapai puncak setelah 46
minggu, dan menetap lama, bahkan dapat seumur hidup.
Tidak ditemukannya antibodi HSV pada sampel serum akut dan
ditemukannya IgM spesifik HSV atau peningkatan 4 kali antibodi IgG
selama fase penyembuhan menunjukkan diagnosis HSV primer.
Ditemukannya IgG antiHSV pada serum akut, IgM spesifik HSV dan
peningkatan IgG anti-HSV selama fase penyembuhan merupakan
diagnostik infeksi HSV rekuren.
3.2 Etiologi dan Prognosis
Diagnosis pada pasien dalam skenario sesuai hasil pemeriksaan subjektif, dan objektif
yang meliputi pemeriksaan klinis dan penunjang adalah herpes simpleks. Sesuai hasil
anamnesa pasien yaitu gejala didahului demam dan flu sehingga diduga etiologi berasal dari
infeksi bakteri maupun virus, sesuai hasil diagnosis maka penyebab penyakit pasien berasal
dari infeksi virus herpes simpleks. Virus herpes simpleks termasuk dalam famili
herpesviridae, subfamili alphaherpesvirinae. genus Simpleksvirus, spesies HSV tipe 1 dan
tipe 2, keduanya dapat dibedakan secara imunologis (terutama kalau digunakan antibody
spesifik atau antibody monoklonal). HSV tipe 1 dan tipe 2 juga berbeda kalau dilihat dari
pola pertumbuhan dari virus tersebut pada kultur sel, embryo telur dan pada binatang
percobaan. Pembungkus berasal dari selaput inti sel yang terinfeksi. Pembungkus ini
mengandung lipid, karbohidrat, dan protein.
Transmisi dapat terjadi tidak hanya saat gejala manifestasi HSV aktif, tetapi juga dari
pengeluaran virus dari kulit dalam keadaan asimptomatis. Puncak beban DNA virus telah
dilaporkan terjadi setelah 48 jam, dengan tidak ada virus terdeteksi di luar 96 jam setelah
permulaan gejala. Secara umum, gejala muncul 3-6 hari setelah kontak dengan virus, namun
mungkin tidak muncul sampai untuk satu bulan atau lebih setelah infeksi.
Manusia adalah reservoir alami dan tidak ada vektor yang terlibat dalam transmisi.
HSV ditularkan melalui kontak pribadi yang erat dan infeksi terjadi melalui inokulasi virus

10

ke permukaan mukosa yang rentan (misalnya, oropharynx, serviks, konjungtiva) atau melalui
luka kecil di kulit. Virus ini mudah dilemahkan pada suhu kamar dan pengeringan.
Lesi oral atau genital biasanya sembuh sendiri dalam 7 sampai 14 hari. Infeksi
mungkin lebih parah dan bertahan lebih lama pada orang yang memiliki kondisi yang
melemahkan sistem kekebalan tubuh. Adanya penyakit sistemik juga dapat memperburuk
prognosis.
Setelah infeksi terjadi, virus menyebar ke sel-sel saraf dan menetap dalam tubuh
seumur hidup seseorang. Mungkin akan kembali dan menyebabkan gejala, atau kambuh.
Rekuren dapat dipicu oleh kelebihan sinar matahari (UV), demam, stres, penyakit akut, obatobatan atau kondisi yang melemahkan sistem kekebalan tubuh (seperti kanker, HIV/AIDS,
atau penggunaan kortikosteroid).

3.3 Rencana perawatan


Dalam bidang kedokteran gigi, perawatan terhadap pasien HSV dapat dilakukan dengan
mengihilangkan keluhan sakit pada lesi rongga mulut.
- Pemberian BBG (RSGM UNEJ) : Benzocain Boraks Gliserin ini memiliki efek
anastesia, antimikroba dan dapat melindungi permukaan lesi
- Pada lesi rongga mulut yang susah dijangkau dapat diberi obat kumur khusus untuk
ulser
- Pemberian antibiotik doxycycline
- Peningkatan sistem imunn tubuh dengan memberi multivitamin atau imunomodulator.

11

BAB 4
KESIMPULAN

Salah satu penyakit mulut yang sering terjadi di masyarakat yaitu Herpes
simpleks. Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus Herpes Simpleks tipe 1 yang
bermanifestasi pada rongga mulut. Pada infeksi primer, kedua virus Herpeks simpleks ,
HSV 1 dan HSV-2 bertahan di ganglia saraf sensoris. Virus kemudian akan mengalami
masa laten, dimana pada masa ini virus Herpes simpleks ini tidak menghasilkan protein
virus, oleh karena itu virus tidak dapat terdeteksi oleh mekanisme pertahanan tubuh
host. Setelah masa laten, virus bereplikasi disepanjang serabut saraf perifer dan dapat
menyebabkan infeksi berulang pada kulit atau mukosa. Adapun gejala dari infeksi HSV
diawali masa prodormal, dan kemudian muncul vesikel-vesikel pada mukosa rongga
mulut. Selanjutnya vesikel akan pencah membentuk ulser multipel dengan tengah putih
dan tepi kemerahan yang sakit. Dalam penegakan diagnosa dilakukan beberapa prosedur
pemeriksaan, diawali dengan anamnesis kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan
klinis secara ekstra dan intra oral. Setelah ditegakkan diagnosa akhir, maka dapat
ditentukan prosedur perawatan yang dibutuhkan.

12

TINJAUAN PUSTAKA

Davey, Patrick. 2002. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga


Greenberg, Martin S, dkk. 2008. Burkets Oral Medicine eleventh edition. India : Decker Inc.
Jornad, Richard C,K., Lewis Michael A.O. 2004. A Color Handbook of Oral
Medicine.London: Manson Publishing.
Cawson, Odell. 2002. Cawsons Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine Edisi 7.
London : Churchill Livingstone.

13

Anda mungkin juga menyukai