Anda di halaman 1dari 9

Herpes Simplex Virus (HSV 1 & 2)

KP : B
Oleh :
Rona Rihadah (1130124)
Dianifta Hanis Wulandari (1130250)
Serly Febrianti (1130277)
Muhammad Fajerin (113

Fakultas Farmasi
Universitas Surabaya
2015
1

1. STRUKTUR VIRUS
Virus herpes simpleks tipe 1 dan 2 merupakan
bagian dari famili virus yang dapat menyebabkan
herpes pada manusia. Virus ini berukuran ukuran
besar,

berkapsul,

dengan

selaput

nukleus

icosahedral, mengandung 162 kapsomer dengan inti


asam deoksiribonukleat (DNA). Genom virus terdiri
atas dua komponen untuk berikatan yaitu komponen
L (panjang) dan S (pendek). Masing masing
komponen dapat berikatan satu sama lain membentuk empat isomer. Setiap VHS mengandung
salah satu dari keempat isomer tersebut dan masing masing isomer tersebut memiliki virulensi
yang sama terhadap sel penjamu. Asam deoksiribo nukleat VHS tipe 1 dan 2 umumnya kolinear
dan genom genom kedua virus ini adalah homolog, sehingga dapat terjadi reaksi silang antara
glikoprotein VHS tipe 1 dan 2, meskipun masing masing virus memiliki antigen tersendiri.
Glikoprotein glikoprotein pada permukaan VHS sebagai perantara melekatnya VHS dan
penetrasinya ke dalam sel penjamu sehingga menrangsang respon imun. Sebelas glikoprotein
telah diidentifikasi (gB, gC, gD, gE, gG, gH, gI,gJ, gK, gL, and gM), dan diduga gN sebagai
yang ke-duabelas. Spesifisitas antigen virus yang ditentukan oleh gG yang menentukan
perbedaan respon antibodi terhadap infeksi VHS tipe 1 dan 2.

2. SIKLUS HIDUP / REPLIKASI

Virus masuk ke dalam sel melalui fusi antara glikoprotein selubung virus dengan
reseptornya yang terdapat di membran plasma. Selanjutnya nukleokapsid pindah dari
sitoplasma ke inti sel. Setelah kapsid rusak, genom virus dilepas di dalam inti sel, berubah dari
liniar menjadi sirkular. Sebagian gen langsung ditranskripsikan dan produk RNA-nya
2

dipindahkan ke sitoplasma. Pada tahap akhir, dengan bantuan protein beta, terjadi transkripsi
dan translasi late genes menjadi protein gamma.
Transkripsi DNA virus terjadi sepanjang siklus replikasi di dalam sel dengan bantuan
enzim RNA polimerase sel pejamu dan protein virus lain. Transkrip dalam bentuk DNA virus
selanjutnya dirakit menjadi virion pada membran inti sel. Virion selanjutnya dilepaskan ke luar
inti sel melalui proses eksositosis. Satu kali siklus replikasi berlangsung sekitar 18 jam untuk
herpes simpleks.
Replikasi HSV di dalam sel akan menghambat sintesis DNA dan protein selular sejak
fase dini replikasi. Virus baru yang terbentuk akan dilepaskan dari sel dan menginfeksi sel
lain.

3. PATOGENESIS
Infeksi terjadi melalui inokulasi virus pada permukaan mukosa yang rentan. Virus akan
melekat pada sel epitel kemudian masuk dengan cara meleburkan diri di dalam membran.
Sekali di dalam sel, terjadi replikasi yang menghasilkan lebih banyak virion yang menyebabkan
kematian sel. Virus juga memasuki ujung saraf sensorik. Virion kemudian ditransportasi ke inti
sel neuron di ganglia sensorik. Virion
dalam neuron yang terinfeksi akan
bereplikasi menghasilkan progeni atau
virus akan memasuki keadaan laten tak
bereplikasi. Neuron yang terinfeksi akan
mengirim balik virus progeni ke lokasi
kulit

tempat

dilepaskannya

virion

sebelumnya dan menginfeksi sel epitel


yang berdekatan dengan ujung saraf,
sehingga terjadi penyebaran virus dan
jejas sel.nfeksi oleh HSV-1 dan HSV-2
akan menginduksi glikoprotein yang berhubungan pada permukaan sel-sel yang terinfeksi.
Setelah terjadi infeksi, sistem imunitas humoral dan selular akan terangsang oleh glikoprotein
antigenik untuk menghasilkan respon imun. Respon imun dapat membatasi replikasi virus s
ehingga infeksi akut dapat membaik. Respon ini tidak dapat mengeliminasi infeksi laten yang
menetap dalam ganglia seumur hidup pejamu. Latensi semata tidak menimbulkan penyakit,
namun infeksi laten dapat mengalami reaktivasi sehingga menghasilkan virion yang bila
dilepas dari ujung saraf dapat menginfeksi sel epitel di dekatnya untuk menghasilkan lesi kulit
3

rekurens atau pelepasan virus asimtomatik. Reaktivasi HSV-1 sering terjadi dari ganglion
trigeminus, sedangkan HSV-2 dari ganglion sakralis.
Faktor pemicu terjadinya reaktivasi dapat berupa demam, kelelahan, sinar ultra violet,
trauma mekanik, bahan kimia, hormon, menstruasi, hubungan seksual, stres emosional, dan
keadaan imunokompromais.
Penularan lesi orolabial terjadi melalui droplet dan kontak langsung dengan lesi atau
saliva yang mengandung virus.Penularan lesi genital dimulai bila sel epitel mukosa saluran
genital pejamu yang rentan terpajan virus yang terdapat dalam lesi atau sekret genital orang
yang terinfeksi. Walaupun herpes orolabialis paling sering disebabkan oleh HSV-1 dan herpes
genitalis terutama disebabkan oleh HSV-2, kadang-kadang HSV-2 dapat mengakibatkan lesilesi oral, demikian pula HSV-1 dapat menyebabkan lesi genital. Hal ini dikaitkan dengan
aktivitas seksual secara orogenital. Semua individu seropositif HSV-2 secara intermiten akan
mereaktivasi HSV di saluran genitourin selama hidupnya, baik sebagai infeksi simtomatik,
infeksi simtomatik namun tidak dikenal sebagai herpes, atau sebagai infeksi subklinis

3.1 Manifestasi
a. HERPES OROFASIAL

Infeksi primer
Infeksi primer dapat bersifat subklinis, tetapi pada beberapa keadaan menimbulkan

manifestasi berat di daerah oral disebut gingivostomatitis herpetika primer.


Gingivostomatitis herpetika adalah manifestasi infeksi HSV-1 orofasial primer yang
tersering, ditandai lesi khas vesikoulseratif oral dan atau perioral, kebanyakan mengenai anakanak umur 1-5 tahun. Gejala prodromal berupa demam, sakit kepala, malaise, nausea, dan
muntah-muntah disertai rasa tidak nyaman di mulut. Satu sampai dua hari setelah gejala
prodromal, timbul lesi-lesi lokal berupa vesikel kecil berkelompok di mukosa mulut,
berdinding tipis dikelilingi oleh peradangan. Vesikel cepat pecah meninggalkan ulkus dangkal
dan bulat yang nyeri di sekitar rongga mulut. Lesi dapat mengenai seluruh bagian mukosa
mulut. Selama perlangsungan penyakit, vesikel dapat bersatu menjadi lesi yang lebih besar
dengan tepi tidak teratur. Gambaran khas adalah ginggivitis marginalis akut, generalisata,
edema, dan eritema ginggiva, kadang-kadang disertai beberapa ulkus pada gingiva. Pada
pemeriksaan, faring posterior akan tampak kemerahan dengan pembesaran kelenjar getah
bening submandibular dan servikal.

Gejala ekstra oral berupa vesikel berkelompok pada bibir dan kulit di sekitar sirkum oral.
Setelah beberapa hari lesi akan ditutupi krusta kekuningan. Stomatitis herpetika akut pada
anak-anak yang sehat bersifat swasirna. Demam biasanya akan hilang dalam 3-4 hari dan lesi
akan sembuh dalam 10 hari, walaupun dalam waktu 1 bulan masih dapat ditemukan virus dalam
saliva.

Infeksi rekuren
Herpes simpleks labialis (cold sore/fever blisters) adalah bentuk herpes orofasial rekuren

yang paling sering terjadi, berupa vesikel-vesikel pada batas luar vermilion dan kulit
sekitarnya. Gejala dimulai dengan rasa perih diikuti oleh timbulnya vesikel berkelompok dalam
24 jam, pecah, terjadi erosi superfisial, kemudian akan ditutupi krusta. Nyeri dan rasa tidak
nyaman terjadi pada beberapa hari pertama; lesi sembuh dalam waktu kurang dari 2 minggu
tanpa jaringan parut. Pelepasan virus terus berlansung 35 hari setelah lesi sembuh. Herpes
labialis rekuren terjadi pada 50-75% individu-individu yang terkena infeksi HSV di mulut,
terjadi tiga kali lebih sering pada pasien dengan demam dibandingkan pasien tanpa demam.
Herpes intra oral rekuren merupakan bentuk rekuren berupa lesi pada intra oral
khususnya daerah mukosa yang berkeratin. Predileksi pada palatum durum regio premolar dan
molar, dapat juga timbul pada bagian fasial dan bukal gingiva. Vesikel mudah pecah, terletak
unilateral, tidak melewati garis tengah.

b. HERPES GENITALIS

Herpes genitalis primer episode pertama


Episode pertama akan tampak secara klinis dalam waktu 2-21 hari setelah inokulasi. Bila

seseorang belum pernah terpajan HSV sebelumnya (seronegatif) maka akan disebut sebagai
infeksi primer. Episode pertama seringkali disertai gejala-gejala sistemik, lesi dan pelepasan
virus yang berlangsung lama, mengenai banyak tempat di genital maupun di luar genital. Pasien
dengan infeksi primer (infeksi pertama kali dengan HSV-2 maupun HSV-1) umumnya
mengalami penyakit yang lebih parah dibandingkan pasien yang telah mengalami infeksi HSV1 sebelumnya.
Infeksi primer HSV-2 dan HSV-1 genital ditandai dengan gejala sitemik dan lokal yang
lama. Gejala sistemik muncul dini berupa demam, nyeri kepala, malaise, dan mialgia. Gejala
lokal utama berupa nyeri, gatal, rasa terbakar, disuria, duh tubuh, vagina atau uretra serta
pembesaran dan rasa nyeri pada kelenjar getah bening inguinal. Lesi kulit berbentuk vesikel
berkelompok dengan dasar eritem di labia minora, introitus, meatus uretra, serviks pada wanita;
batang dan glans penis pada pria atau perineum, paha, dan bokong pada pria dan wanita.
Vesikel ini mudah pecah dan menimbulkan erosi multipel. Masa pelepasan virus berlangsung
kurang lebih 12 hari. Tanpa infeksi sekunder, penyembuhan terjadi secara bertahap dalam
waktu kurang lebih 18 sampai 20 hari, tetapi bila ada infeksi sekunder penyembuhan
memerlukan waktu lebih lama dan meninggalkan jaringan parut.

Herpes genitalis non-primer episode pertama


Sebagian besar populasi pernah terpajan oleh HSV-1 maupun HSV-2 sebelumnya.

Individu demikian telah seropositif pada saat episode pertama, sehingga disebut non-primer.
Diagnosis klinis episode pertama non-primer sukar dibedakan dengan episode rekuren. Secara
umum, episode pertama non-primer menyerupai rekurensi yaitu lebih ringan daripada infeksi
primer, dengan masa tunas yang lebih panjang.

Herpes genitalis rekuren


Tingkat rekurensi bervariasi diantara individu. Rekurensi cenderung lebih sering terjadi

pada bulan pertama atau tahun pertama setelah infeksi awal.


Lesi rekuren biasanya terbatas pada satu sisi dan gejala klinis yang ringan. Lamanya
pelepasan virus berlangsung kurang dari 5 hari, penyembuhan juga lebih cepat.

Herpes genitalis atipikal


Manifestasi herpes genital atipikal sering dijumpai, berupa fisura, furunkel, ekskoriasi,

dan eritema vulva nonspesifik disetai rasa nyeri dan gatal pada wanita. Pada pasien pria berupa
fisura linier pada preputium, dan bercak merah pada glans penis. Lesi ekstragenital umumnya
mengenai bokong, sela paha, dan paha

Reaktivasi subklinis/asimtomatik HSV


Pelepasan virus (viral shedding) subklinis menjadi masalah serius pada herpes genitalis

karena berpotensi tinggi dalam transmisi virus. Lokasi viral shedding pada keadaan
asimtomatik umumnya di kulit penis, uretra, perianal pada pria dan di vulva, uretra, serviks,
serta perineum pada wanita.

4. PENGOBATAN
Infeksi HSV tipe 1 : Asiklovir memberikan hasil yang baik untuk infeksi oral-labial. Pada
HSV ensefalitis, pemberian asiklovir IV maupun vidarabin IV dapat meningkatkan survival
rate. Dalam hal ini asiklovir lebih unggul dari vidarabin. Untuk HSV tipe 1 yang menimbulkan
keratokonjungtivitis, dapat diberikan antivirus topikal pada mata seperti vidarabin atau obat
lama idoksuridin 0,1%. Terakhir ada antivirus topikal trifluridin yang lebih baik dan kurang
toksik.
Infeksi HSV tipe 2 : Tipe 2 ini biasanya menimbulkan herpes genitalis. Bentuk primer
dari herpes genitalis dapat diobat dengan asiklovir yang menghasilkan penyembuhan dan
7

hilangnya rasa nyeri lebih cepat. Obat asiklovir diberikan topikal 5% dalam bentuk salep,
dioleskan 5-6 kali/hari selama 10 hari. Sebagai terapi oral, 9 kali/hari 200 mg asiklovir. Bentuk
herpes genitalis yang rekuren tidak dapat dihambar oleh asiklovir. Pemberian topikal asiklovir
sama sekali tidak efektif sedangkan pemberian oral memberikan efek yang sedang.
Mekanisme kerja : Asiklovir diambil secara selektif oleh sel yang terinfeksi virus herpes.
Untuk mengaktifkan asiklovir obat ini harus diubah dahulu ke bentuk monofosfat oleh timidin
kinase milik virus tersebut. Afinitas asiklovir terhadap timidin kinase asal virus herpes ini 200
kali lebih besar dari yang asal sel manusia atau mamalia. Setelah terbentuk asiklovir
monofosfat (asiklo-GMP) fosforilasi beriktnya dilakukan dengan enzim dari sel hospes
menjadi asiklo-GDP dan terakhir asiklo-GTP bentuk akhir inilah yang secara selektif
menghambat DNA polimerase virus dengan berkompetisi terhadap desoksiguanosin-trifosfat.
Selain itu asiklo-GTP juga diinkorforasi ke dalam DNA virus yang sedag memanjang yang
mengakibatkan trminasi biosintesis rantai DNA virus. Resistesi alamiah terhadap beberapa
strain dai virus herpes simpleks dan varisela zoster jarang, tetapi dapat timbul bila strain itu
merupakan mutan defisien timidin kinase. Virus herpes lainnya yakni CMV (cytomegaloirus)
dan EBV (epstin-barr virus) tidak membutuhkan enzim timidin kinase untuk replikasi, dengan
demikian ambatan oleh asiklovir hanya terbatas. Replikasi EBV dihambat sebagian karena
DNA polimerase EBV sangat sensitif terhadap asiklo-GTP.

DAFTAR PUSTAKA
Yuliantini , Tri. DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA ENSEFALITIS HERPES
SIMPLEKS. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
Mitaart , Adolf H. INFEKSI HERPES PADA PASIEN IMUNOKOMPETEN. Bagian/SMF
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Sam Ratulangi/RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado
Gerard J. Tortora, Berdell R. Funke, Christine L. Case. 2013. Microbiology an Introduction
eleventh edition. Pearson : United States of America
Shors, Teri. 2013. Undestanding Viruses Second Edition. LLC : United States of America

Anda mungkin juga menyukai