Anda di halaman 1dari 15

LAPORA PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA HERPES GENITALIS

Dosen Pembimbing :

Harrys Bachtiar, S.Kep ., Ners., M.K.M

Disusun Oleh:

Ariska Windy H. 132013143047

PROGRAM PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AILANGGA

SURABAYA

2020
A. DEFINISI

Herpes merupakan nama kelompok virus


herpesviridae yang dapat menginfeksi manusia.
Infeksi virus herpes dapat ditandai dengan
munculnya lepuhan kulit dan kulit kering. Jenis
virus herpes yang paling terkenal adalah herpes
simplex virus atau HSV. Herpes simplex dapat
menyebabkan infeksi pada daerah mulut, wajah,
dan kelamin (herpes genitalia).

Genital herpes, juga umumnya disebut "herpes"


adalah infeksi virus oleh herpes simplex virus
(HSV) yang ditularkan melalui kontak intim dengan
lapisan-lapisan yang ditutupi lendir dari mulut atau
vagina atau kulit genital. Virus memasuki lapisan-
lapisan atau kulit melalui robekan-robekan
mikroskopik. Sekali didalam, virus berjalan ke akar-
akar syaraf dekat sumsum tulang belakang (spinal
cord) dan berdiam disana secara permanen.

Ketika seseorang yang terinfeksi mempunyai


perjangkitan herpes, virus berjalan menuruni serabut-
serabut syaraf ke tempat dari asal infeksi. Ketika ia
mencapi kulit, kemerahan dan lepuhan-lepuhan
(blisters) yang khas terjadi. Setelah perjangkitan awal,
perjangkitan-perjangkitan yang berikut cenderung menjadi sporadik. Mereka mungkin terjadi
mingguan atau bahkan tahunan berpisahan.

(Whitley, Richard and Baines, Joel, 2018)


B. ETIOLOGI

Herpes genitalis disebabkan oleh HSV atau herpes virus hominis (HVH), yang
merupakan anggota dari famili herpesviridae. Adapun tipe-tipe dari HSV :
1. Herpes simplex virus tipe I : pada umunya menyebabkan lesi atau luka pada sekitar
wajah, bibir, mukosa mulut, dan leher.
2. Herpes simplex virus tipe II : umumnya menyebabkan lesi pada genital dan sekitarnya
(bokong, daerah anal dan paha).
Kedua tipe virus ini memiliki karakteristik hidup dalam keadaan dorman di tubuh pasien
dan dapat aktif kembali secara periodik, dalam setahun HSV 1 mampu aktif kembali sebanyak
0-1 kali, sedangkan HSV 2 sebanyak 4-5 kali. Infeksi terjadi melalui sentuhan kulit atau cairan
tubuh dengan penderita herpes genital. Setelah 4-7 hari masa inkubasi, akan muncul vesikel
berisi cairan pada daerah kelamin, perineum, bokong, paha atas, dan sekitar anus. Pada
umumnya disebabkan oleh HSV-2 yang penularannya secara utama melalui vaginal atau anal
seks. Beberapa tahun ini, HSV-1 telah lebih sering juga menyebabkan herpes genital. HSV-1
genital menyebar lewat oral seks yang memiliki cold sore pada mulut atau bibir, tetapi beberapa
kasus dihasilkan dari vaginal atau anal seks. ( Sutardi, 2012 )

C. MANIFESTASI KLINIS

Infeksi awal dari 63% HSV-2 dan 37% HSV-1 adalah asimptomatik. Simptom dari
infeksi awal (saat inisial episode berlangsung pada saat infeksi awal) simptom khas muncul
antara 3 hingga 9 hari setelah infeksi, meskipun infeksi asimptomatik berlangsung perlahan
dalam tahun pertama setelah diagnosa di lakukan pada sekitar 15% kasus HSV-2. Inisial
episode yang juga merupakan infeksi primer dapat berlangsung menjadi lebih berat. Infeksi
HSV-1 dan HSV-2 agak susah dibedakan.
Tanda utama dari genital herpes adalah luka di sekitar vagina, penis, atau di daerah anus.
Kadang-kadang luka dari herpes genital muncul di skrotum, bokong atau paha. Luka dapat
muncul sekitar 4-7 hari setelah infeksi.
Gejala dari Herpes disebut juga outbreaks, muncul dalam dua minggu setelah orang
terinfeksi dan dapat saja berlangsung untuk beberapa minggu. Adapun gejalanya sebagai
berikut :
1. Nyeri dan disuria
2. Uretral dan vaginal discharge
3. Gejala sistemik (malaise, demam, mialgia, sakit kepala)
4. Limfadenopati yang nyeri pada daerah inguinal
5. Nyeri pada rektum, tenesmus
Tanda (sign) :
1. Eritem, vesikel, pustul, ulserasi multipel, erosi, lesi dengan krusta tergantung pada
tingkat infeksi.
2. Limfadenopati inguinal
3. Faringitis
4. Cervisitis
( Saenang, 2004 )

D. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi herpes simpleks dimulai dengan infeksi virus, namun cara transmisi virus
sedikit berbeda antara Herpes simplex virus (HSV) tipe 1 dan tipe 2. Infeksi virus HSV tipe 1
terutama ditularkan melalui kontak langsung dengan saliva yang terkontaminasi atau sekret
tubuh orang yang terinfeksi. Sementara HSV Tipe 2 terutama menular saat hubungan seksual.
Virus HSV sangat pandai mengelabui sistem imun tubuh manusia melalui beberapa
mekanisme. Salah satunya adalah dengan menginduksi terakumulasinya molekul CD1d
pada antigen presenting cells. Normalnya, molekul-molekul CD1d akan ditransportasikan ke
permukaan sel, dimana antigen dipresentasikan sebagai reaksi dari stimulasi natural killer T-
cells yang kemudian memediasi respon imun. Ketika molekul CD1d terkumpul di dalam sel,
respon imun menjadi terhalang.
HSV juga memiliki beberapa mekanisme lain yang dapat menurunkan regulasi berbagai
macam sel imun dan sitokin. HSV mampu menyebabkan infeksi cytolytic, sehingga terjadi
perubahan patologis karena nekrosis sel dan reaksi inflamasi. Cairan berkumpul di antara
lapisan epidermis dan dermis, sehingga terjadi pembentukan vesikel. Cairan kemudian
diabsorbsi dan meninggalkan keropeng. Penyembuhan dapat terjadi tanpa meninggalkan parut.
Dapat pula terbentuk ulkus dangkal akibat ruptur vesikel pada membran mukosa (Melissa,
2017).
E. KOMPLIKASI

Infeksi herpes genital biasanya tidak menyebabkan masalah kesehatan yang serius pada
orang dewasa. Pada sejumlah orang dengan sistem imunitasnya tidak bekerja baik, bisa terjadi
outbreaks herpes genital yang bisa saja berlangsung parah dalam waktu yang lama. Orang
dengan sistem imun yang normal bisa terjadi infeksi herpes pada mata yang disebut herpes
okuler. Herpes okuler biasanya disebabkan oleh HSV-1 namun terkadang dapat juga
disebabkan HSV-2. Herpes dapat menyebabkan penyakit mata yang serius termasuk kebutaan.
Wanita hamil yang menderita herpes dapat menginfeksi bayinya. Bayi yang lahir
dengan herpes dapat meninggal atau mengalami gangguan pada otak, kulit atau mata. Bila pada
kehamilan timbul herpes genital, hal ini perlu mendapat perhatian serius karena virus dapat
melalui plasenta sampai ke sirkulasi fetal serta dapat menimbulkan kerusakan atau kematian
pada janin. Infeksi neonatal mempunyai angka mortalitas 60%, separuh dari yang hidup
menderita cacat neurologis atau kelainan pada mata.
( Saenang, 2004 )

F. PEMERIKSAAN

Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana adalah Tes Tzank diwarnai dengan
pengecatan giemsa atau wright, akan terlihat sel raksasa berinti banyak. Sensitifitas dan
spesifitas pemeriksaan ini umumnya rendah. Cara pemeriksaan laboratorium yang lain adalah
sebagai berikut:
1. Histopatologis
Vesikel herpes simpleks terletak intra epidermal, epidermis yang terpengaruh dan
inflamasi pada dermis menjadi infiltrat dengan leukosit dan eksudat sereus yang
merupakan kumpulan sel yang terakumulasi di dalam stratum korneum membentuk
vesikel.
2. Pemeriksaan serologis ( ELISA dan Tes POCK )
Beberapa pemeriksaan serologis yang digunakan:
a. ELISA mendeteksi adanya antibodi HSV-1 dan HSV-2
b. Tes POCK untuk HSV-2 yang sekarang mempunyai sensitivitas yang tinggi.
3. Kultur virus
Kultur virus yang diperoleh dari spesimen pada lesi yang dicurigai masih merupakan
prosedur pilihan yang merupakan gold standard pada stadium awal infeksi. Bahan
pemeriksaan diambil dari lesi mukokutaneus pada stadium awal (vesikel atau pustul),
hasilnya lebih baik dari pada bila diambil dari lesi ulkus atau krusta.
Pada herpes genitalis rekuren hasil kultur cepat menjadi negatif, biasanya hari keempat
timbulnya lesi, ini terjadi karena kurangnya pelepasan virus, perubahan imun virus yang
cepat, teknik yang kurang tepat atau keterlambatan memproses sampel. Jika titer dalam
spesimen cukup tinggi, maka hasil positif dapat terlihat dalam waktu 24-48 jam. ( Saenang,
2004 )

G. PENATALAKSANAAN

Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi herpes genitalis, namun
pengobatan secara umum perlu diperhatikan, seperti :
1. menjaga kebersihan lokal
2. menghindari trauma atau faktor pencetus
Penggunaan idoxuridine mengobati lesi herpes simpleks secara lokal sebesar 5% sampai 40%
dalam dimethyl sulphoxide sangat bermanfaat. Namun, pengobatan ini memiliki beberapa efek
samping, di antaranya pasien akan mengalami rasa nyeri hebat, maserasi kulit dapat juga
terjadi. Meskipun tidak ada obat herpes genital, penyediaan layanan kesehatan anda akan
meresepkan obat anti viral untuk menangani gejala dan membantu mencegah terjadinya
outbreaks. Hal ini akan mengurangi resiko menularnya herpes pada partner seksual. Obat-
obatan untuk menangani herpes genital adalah :
a) Asiklovir
Pada infeksi HVS genitalis primer, asiklovir intravena (5 mg/kg BB/8 jam selama 5 hari),
asiklovir oral 200 mg (5 kali/hari saelama 10-14 hari) dan asiklovir topikal (5% dalam salf
propilen glikol) dsapat mengurangi lamanya gejala dan ekskresi virus serta mempercepat
penyembuhan.(4,5)
b) Valasiklovir
Valasiklovir adalah suatu ester dari asiklovir yang secara cepat dan hampir lengkap
berubah menjadi asiklovir oleh enzim hepar dan meningkatkan bioavaibilitas asiklovir
sampai 54%.oleh karena itu dosis oral 1000 mg valasiklovir menghasilkan kadar obat
dalam darah yang sama dengan asiklovir intravena. Valasiklovir 1000 mg telah
dibandingkan asiklovir 200 mg 5 kali sehari selama 10 hari untuk terapi herpes genitalis
episode awal.(4,5,9)
c) Famsiklovir
Adalah jenis pensiklovir, suatu analog nukleosida yang efektif menghambat replikasi
HSV-1 dan HSV-2. Sama dengan asiklovir, pensiklovir memerlukan timidin kinase virus
untuk fosforilase menjadi monofosfat dan sering terjadi resistensi silang dengan asiklovir.
Waktu paruh intrasel pensiklovir lebih panjang daripada asiklovir (>10 jam) sehingga
memiliki potensi pemberian dosis satu kali sehari. Absorbsi peroral 70% dan
dimetabolisme dengan cepat menjadi pensiklovir. Obat ini di metabolisme dengan baik. (
Saenang, 2004 )

H. PENCEGAHAN
Hingga saat ini tidak ada satupun bahan yang efektif mencegah HSV. Kondom dapat
menurunkan transmisi penyakit, tetapi penularan masih dapat terjadi pada daerah yang tidak
tertutup kondom ketika terjadi ekskresi virus. Spermatisida yang berisi surfaktan nonoxynol-9
menyebabkan HSV menjadi inaktif secara invitro. Di samping itu yang terbaik, jangan
melakukan kontak oral genital pada keadaan dimana ada gejala atau ditemukan herpes oral.
Secara ringkas ada 5 langkah utama untuk pencegahan herpes genital yaitu :
1. Mendidik seseorang yang berisiko tinggi untuk mendapatkan herpes genitalis dan PMS
lainnya untuk mengurangi transmisi penularan.
2. Mendeteksi kasus yang tidak diterapi, baik simtomatik atau asimptomatik.
3. Mendiagnosis, konsul dan mengobati individu yang terinfeksi dan follow up dengan tepat.
4. Evaluasi, konsul dan mengobati pasangan seksual dari individu yang terinfeksi.
5. Skrining disertai diagnosis dini, konseling dan pengobatan sangat berperan dalam
pencegahan. ( Saenang, 2004 )
PATHWAY / WOC

Defisit pengetahuan

Ansietas

Risiko Infeksi

Gangguan Integritas
jaringan/kulit

Nyeri akut Intoleransi


aktivitas
Hipertermia

Commented [Ma1]:
ASUHAN KEPERAWATAN
HERPES GENITALIS

A. Pengkajian

1. Identitas Klien

Nama :

Usia :

Jenis Kelamin :

Suku/Bangsa :

Agama :

Pekerjaan :

Alamat :

Tanggal MRS :

Diagnosa Medis :

Keluhan Utama : Gatal dan nyeri pada kemaluan

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Klien mengeluh adanya rasa tidak nyaman dan adanya lepuhan yang bergerombol dan
dikelilingi oleh daerah kemerahan membentuk sebuah gelembung cair pada daerah
kemaluannya. Sebelumnya klien mengalami gatal-gatal selama 4 hari. Klien mengeluh
nyeri di daerah kemaluannya apalagi saat BAK.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini, pasien juga tidak memiliki
alergi. Jika merasa gatal biasanya diolesi minyak kayu putih bisa hilang dengan sendirinya.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Anggota keluarga pernah terkena herpes simpleks sebelumnya, tapi herpes menyerang
daerah bibir dan sekitarnya. Dua minggu yang lalu penyakitnya kambuh tapi sekarang
sudah sembuh.
5. Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan TTV

Tekanan Darah :

Nadi :

RR :

Suhu :

b) Pemeriksaan B1 – B6

B1 ( Breathing )

Ø Inspeksi : Simetris, statis, dinamis

Ø Palpasi : Sterm fremitus kanan = kiri

Ø Perkusi : Sonor seluruh lapang paru

Ø Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan ( - )

B2 ( Blood )

Ø Inspeksi : Simetris, statis, dinamis

Ø Palpasi : Teraba normal

Ø Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal

Ø Auskultasi : Normal (S1 S2 tunggal)

B3 ( Brain )

Kesadaran composmentis (GCS : 4-5-6)

B4 ( Bladder )

Disuria, BAK 5x sehari, adanya lepuhan yang bergerombol dan dikelilingi oleh daerah
kemerahan membentuk sebuah gelembung cair pada daerah kemaluan.

B5 ( Bowel )

Ø Inspeksi : Datar

Ø Palpasi : Supel, tidak ada massa


Ø Perkusi : Timpani

Ø Auskultasi : Bising usus ( + )

B6 ( Bone )

Tidak ditemukan lesi atau odem pada ekstrimitas atas maupun bawah. Kulit lembab, bersih,
turgor baik, tidak terdapat pitting edema, warna kulit sawo matang, tidak ada
hiperpigmentasi.

6. Pola Aktivitas Sehari-hari


a) Pola Manajemen Kesehatan

Pasien mengatakan jika ada keluarga yang sakit maka segera dibawa tempat pelayanan
kesehatan terdekat baik itu poliklinik maupun dokter.

b) Pola Tidur dan Istirahat

Sebelum sakit pasien tidak ada keluhan dengan kebiasaan tidurnya yaitu 6- 8 jam/ hari.
Ketika sakit pasien kadang mengeluh kesulitan untuk tidur karena merasakan nyeri dan
gatal pada daerah genetalia.

c) Pola Aktivitas

Pasien mampu beraktivitas seperti biasanya, tapi agak mengurangi aktivitasnya karena
pasien merasakan nyeri saat berjalan.

d) Pola Seksualitas dan Reproduksi

Pasien berjenis kelamin perempuan, sudah menikah dan mempunyai seorang anak. Selama
sakit pola seksualitas terganggu.

7. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan mengeluh
nyeri (D.0077)
b) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis ditandai dengan
kerusakan jaringan atau lapisan kulit (D.0192)
c) Risiko infeksi berhubungan dengan kerurasan integritas kulit (D.0142)
8. Intervensi
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi

Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Nyeri (I.08238)


keperawtan selama 3 x 24 jam Observasi:
diharapkan masalah yeri akut dapat 1. Identifikasi lokasi, karateristik, durasi,
teratasi dengan kriterian hasil: frekuensi, kualitas, intersitas nyeri.
Tingkat nyeri (L.08066) 2. Identifikasi skala nyeri
 Keluhan nyeri menurun (skala 0-2) 3. Identifikasi faktor yang memperberat
 Gelisah menurun (5) dan memperingan nyeri
 Frekuensi nadi membaik (60-100) Terapeutik:
4. Kontrol ligkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. suhu, ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
5. Fasilitasi istirahat dan tidur
6.Pertimbangakan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi:
7 Jelaskan strategi meredakan nyeri
8. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian analgesik, jika
perlu.

Setelah dilakukan tindakan asuhan Perawatan intregitas kulit (I.11353)


keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi:
diharapkan masalah gangguan intregitas 1. Identifikasi penyebab gangguan
kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil: intregitas kulit (mis. perubahan sirkulasi,
Intregitas kulit dan jaringan (L.14125) perubahan status nutrisi, penurunan
 Kerusakan jaringan menurun (5) kelembaban, suhu lingkungan ekstrem,
 Kemerahan menurun (5) penurunan mobilitas)
 Terkstur membaik (5) Terapeutik:
2. Bersihkan perenial dengan air hangat,
terutama selama periode diare
3. Gunakan produk berbahan ringan/allami
dan hipoalergik pada kulit sensitif
4. Hindari produk berbahan dasar alkohol
pada kulit kering
Edukasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. Anjurkan menghindari asupan buah dan
sayuran
7. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya
Kolaborasi
8. Kolaborasi dengan dokter terkait
pemeberian obat anti viral bagi klien.

Setelah dilakukan tindakan asuhan Perawatan luka (I. 14564)


keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi:
diharapkan masalah keperawatan risiko 1. Monitor tanda-tanda infeksi
infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil: Terapeutik:
Tingkat infeksi (L.14137): 2. Bersihkan dengan cairan
 0 0
Demam menurun (36,5 C-37,5 C) 3. Berikan salep yang dianjurkan ke kulit
 Kemerahan menurun (5) atau lesi
 Vesikel menurun (5) 4. Berikan suplemen vitamin dan mineral
Edukasi:
5. Jelaskan tanda gejala infeksi
6. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
kalori dan protein
Kolaborasi:
7. Kolaborasi peberian antibiotik, jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Bulecek, Buther, dan Dochterman. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Edisi: 5.
Yogyakarta: mocomedia.

Douglas, Fleming, Quillan M, Johnson E.R, Nahmias A.J, Aral SO, et al. Herpes Simplex Virus
Type 2 in the United States 1976 – 1994. In the New England Journal of Medicine,
Vol.337(Number 16), Massachutes : Massachutes Medical Society, Oktober 16 1997, p
1105-11.

Kohn, Melissa. Herpes Simplex in Emergency Medicine Clinical Presentation. 2017. Available
from : https://emedicine.medscape.com/article/783113-clinical#b4

Moohed, Johnson, dan Maas. 2013. Nursing Outcomes Classificatoin (NOC). Edisi: 6.
Yogyakarta: EGC

Saenang RH, Djawad K, Amin S. Herpes Genetalis. Dalam: Amiruddin MD, editor. Penyakit
Menular seksual. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedoktera
Univesitas Hasanuddin; 2004. hal.179-196.

Sutardi H. Herpes Simplex Manifestasi Klinis dan Pengobatan. Dalam: Ebers papyrus Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Univ.Tarumanagara, Vol 4 No.1 1998.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Tarumanagara; 1998.p.31-41.

Saenang RH, Djawad K, Amin S. Herpes Genetalis. Dalam: Amiruddin MD, editor. Penyakit
Menular seksual. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedoktera
Univesitas Hasanuddin; 2004. hal.179-196.

Tim Pakja SDKI DPP PPNI. 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat.

Tim Pakja SIKI DPP PPNI. 2017. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat.
Tim Pakja SLKI DPP PPNI. 2017. Standart Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat.

Whitley, Richard and Baines, Joel. Clinical management of herpes simplex virus infections:
past, present, and future. Version 1. F1000Res. 2018; 7: F1000 Faculty Rev-1726. Available
from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6213787/

Wilkinson. 2015. Diagnosa Keperawatan- Nanda. Edisi: 10. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai