Anda di halaman 1dari 21

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

PENCEGAHAN KOPING TIDAK EFEKTIF

Disusun oleh :

1. Khilyatud Diniyah 132013143042


2. Dwi Yanti Rachmasari Tartila 132013143043
3. Afita Nur Dwiyanti 132013143044
4. Novita Dwi Andriana 132013143045
5. Handini Indah R. 132013143046
6. Ariska Windi H. 132013143047

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2020

SATUAN ACARA PENYULUHAN


Topik : Koping tidak efektif
Subtopik : Pentingnya Pencegahan Koping tidak
efektif Hari/tanggal : 25 November 2020
Jam : 08.00-08.30 wib (30
menit)
Sasaran : Masyarakat umum
Media : PPT dan Zoom

1. Latar Belakang
Kecenderungan meningkatnya angka gangguan mental psikiatrik dikalangan
masyarakat saat ini dan yang akan terus menjadi masalah sekaligus menjadi tantangan bagi
tenaga kesehatan khususnya komunikasi profesi keperawatan. Ketidakmampuan individu
dalam mengahadapi berbagai masalah social dalam kehidupan (Koping Tidak Efektif)
menimbulkan msalah kejiwaan yang lebih mengacu pada kerusakan interaksi social
menarik diri yaitu seseorang cenderung menyendiri dan sering melamun.
Menurut bebarap penelitian, jika provelensi gangguan jiwa di atas 100 jiwa pertahun
penduduk dunia, maka berarti Indonesia mencapai 264 orang per 1000 penduduk yang
merupakan anggaota keluarga.
Koping melibatkan upaya untuk mengelola situasi yang membebani, memperluas
usaha untuk memecahkan masalah-masalah hidup, dan berusaha untuk mengatasi dan
mengurangi stres. Keberhasilan dalam koping berkaitan dengan sejumlah karakteristik,
termasyk penghayatan mengenai kendali pribadi, emosi positif, dan sumber daya personal.
Pada dasarnya kemampuan hubungan social berkembang sesuai dengan proses tumbuh
kembang individu mulai dari bayi sampai dengan dewasa lanjut, untuk mengembangkan
hubungan social positif. Setiap tugas perkembangan sepanjang daur kehidupan diharapkan
dilalui dengan sukses kemampuan berperan serta proses hubungan diawali dengan
kemampuan saling tergantung.
Oleh karena itu, perawat harus mempunyai kemampuan profesi dalam memberikan
asuhan keperawatan. Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal.

2. Tujuan
a) Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Individu mampu memahami tentang mekanisme koping inefektif dan mampu
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan koping individu inefektif.
b) Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah mendapat materi tentang pencegahan Koping tidak efektif sasaran
diharapkan dapat:
- Mengerti tentang Koping tidak efektif
- Mengerti tentang penyebab Koping tidak efektif
- Mengerti tentang tanda dan gejala Koping tidak efektif
- Mengerti tentang penatalaksaan pada Koping tidak efektif

3. Metode
Ceramah

4. Media
Video

5. Materi
- Pengertian Koping tidak efektif
- Penyebab Koping tidak efektif
- Tanda dan Gejala Koping tidak efektif
- Penatalaksanaan Koping tidak efektif

6. Pelaksanaan
NO WAKTU KEGIATAN KEGIATAN PESERTA
PERSIAPAN
1. Menyiapkan sarana dan
1 5 menit perlengkapan
2. Materi penkes(vide)
3. Set ruangan
PEMBUKAAN 1. Membalas salam
1. Penyampaian salam 2. Mendengarkan
2. Perkenalan 3. Mendengarkan
2 10 menit 3. Menjelaskan topik 4. Mendengarkan
penyuluhan 5. Mendengarkan dan
4. Menjelaskan tujuan menyetujui
5. Kontrak waktu
NO WAKTU KEGIATAN KEGIATAN PESERTA
PENYAJIAN MATERI 1. Menjawab pertanyaan dan
1. Pengertian Koping tidak mengemukakan pendapat
efektif 2. Memperhatikan dan
mendengarkan
2. Etiologi Koping tidak efektif
3. Bertanya dan
3. Manifestasi klinis Koping mengemukakan pendapat
tidak efektif
3 15 menit
4. Komplikasi akibat Koping
tidak efektif ginjal
5. Penatalaksanaan
Koping tidak efektif
6. Pencegahan Koping
tidak efektif

EVALUASI 1. Menjawab pertanyaan


1. Mengevaluasi kembali 2. Menyebutkan kembali
pengetahuan peserta mengenai pencegahan
mengenai materi yang telah Koping tidak efektif
disampaikan
4 5 menit 7. Memintapeserta
menyebutkan
kembali mengenai
pencegahan Koping
tidak efektif

TERMINASI 1. Memperhatikan dan


1. Menyimpulkan hasil mendengarkan
5 5 menit penyuluhan 2. Memperhatikan dan
2. Mengucapkan terima kasih mendengarkan

3. Mengakhiri dengan salam 3. Menjawab salam

7. Pengorganisasian
Pembimbing : Dr. Rizki Fitryasari P.K., S.Kep.Ns., M.Kep
Anggota : Khilyatud Diniyah
Dwi Yanti Rachmasari Tartila
Afita Nur Dwiyanti
Novita Dwi Andriana
Handini Indah R
Ariska Windi H.

8. Evaluasi
1) Evaluasi Struktur
a. Kesiapan materi
b. Kesiapan SAP
c. Kesiapan media: Video
d. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan oleh mahasiswa
e. Tempat dan alat tersedia sesuai perencanaan
f. Peserta hadir ditempat penyuluhan
g. Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di rumah
h. Pengorganisasian penyelenggaraan dilakukan pada hari sebelumnya.
2) Evaluasi Proses
a. Fase dimulai sesuai dengan waktu yang direncanakan.
b. Peserta antusias terhadap materi yang disampaikan oleh penyaji
c. Peserta terlibat aktif dalam kegiatan penyuluhan
d. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar
e. Suasana penyuluhan tertib
f. Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan
3) Evaluasi Hasil
a. Peserta absensi kehadiran.
b. Peserta memahami materi yang telah disampaikan oleh penyaji
c. Ada umpan balik positif dari peserta seperti dapat menjawab pertanyaan
dengan benar yang diajukan penyaji.

Lamiran 1
MATERI PENYULUHAN KOPING TIDAK EFEKTIF
1. Pengertian
Ketidakefektifan Koping adalah ketidakmampuan untuk membentuk penilaian
valid tentang stresor, ktidakadekuatan pilihan respons yang dilakukan , dan/ atau
ketidakmampuan untuk menggunakan sumber daya yang tersedia. (Herdman, 2012)
Koping individu inefektif adalah kerusakan perilaku adaptif dan kemampuan
untuk memecahkan masalah pada seseorang dalam memenuhi tuntutan-tuntutan dan
peran-peran kehidupan.(Townsend, 1998)
Koping individu inefektif adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
atau beresiko mengalami suatu ketidakmampuan dalam menangani stressor internal
atau lingkungan dengan adekuat karena ketidakadekuatan sumber-sumber
(fisik,psikologis,perilaku dan atau kognitif) (Carpenito, 2000).

2. Penyebab Koping tidak efektif


Penyebab dari koping tidak efektif adalah dimana seseorang tidak dapat mengatasi
atau menyelesaikan masalah pada diri individu itu sendiri, dengan faktor pencetus :
a) Krisis situasional
b) Krisis maturasi
c) Sistem pendukung yang tidak memadai
d) Model-model peran negatif
e) Kemunduran mental ringan sampai sedang
f) Abnormalitas SSP tertentu, seperti adanya neurotoksin, epilepsi, serebral palsi,
atau penyimpangan prilaku neurologis lainnya.
g) Perkembangan ego terbelakang
h) Harga diri rendah
i) Kelainan fungsi dan sistem keluarga
j) Lingkungan yang tidak terorganisir dan semrawut
k) Penganiayaan dan pengabaian anak

3. Tanda dan Gejala Koping tidak efektif


Tanda dan gejala yang biasa ditemukan pada klien adalah :
a) Mengingkari masalah
b) Harga diri rendah
c) Penolakan
d) Perasaan malu dan bersalah
e) Perasaan tidak berdaya
f) Klien mengatakan bila mempunyai masalah sering dipendam dalam hati tampak
diam
g) Klien jarang berkomunikasi dengan teman satu ruangan

4. Cara Mengatasi Koping tidak efektif ketika Hamil


Efektivitas suatu strategi coping dipengaruhi oleh jenis masalah yang dihadapi, namun
ada sejumlah cara agar Anda dapat mengatasi masalah dengan efisien, diantaranya:
a. Berpikir positif dengan melihat suatu masalah sebagai kesempatan untuk
mendapatkan pengalaman dan belajar.
b. Berusaha tenang – hindari reaksi berlebihan terhadap stress saat pertama kali
Anda mengalaminya. Hal ini dapat dilakukan dengan menarik napas dan
menenangkan diri dahulu sebelum membuat pilihan atau mengambil keputusan.
c. Menerima diri sendiri dan orang lain – pahami bahwa tidak ada orang yang
sempurna dan setiap orang dapat berbuat kesalahan.
d. Pelajari kesalahan – setiap kesalahan dapat membuat Anda membuat keputusan
yang lebih baik di waktu yang akan datang.
e. Objektif – Sadari dan pahami dengan tepat terkait masalah apa yang sebenarnya
sedang dialami dengan mengesampingkan perasaan stress atau tertekan yang
ditimbulkan.
f. Komunikasi – hindari memendam amarah, pendapat, atau emosi negatif terlau
sering. Cobalah mengomunikasikan masalah secara baik-baik dengan seseorang
yang bersangkutan.
g. Jalin hubungan baik dengan orang lain – dukungan sosial sangat diperlukan
dalam membantu Anda dalam memecahkan masalah ataupun mencapai tujuan.
h. Bangun pengendalian diri dan disiplin – kedua hal ini merupakan hal penting
dalam konsistensi mencapai tujuan.
TAK

(TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK)

A. Pengertian

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) adalah manual, rekreasi, dan teknik


kreatif untuk memfasilitasi pengalaman seseorang serta meningkatkan
respon sosial dan harga diri. Terapi aktivitas kelompok merupakan salah
satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok pasien
yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Terapi aktivitas
kelompok dibagi sesuai dengan kebutuhan yaitu, stimulasi persepsi,
sensori, orientasi realita, sosialisasi dan penyaluran energi (Keliat &
Akemat, 2016).
B. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang
menggunakan aktivitas mempersepsikan berbagai stimulasi yang terkait
dengan pengalaman dengan kehidupan untuk didiskusikan dalam
kelompok. Tujuan dari terapi ini untuk membantu pasien yang
mengalami kemunduran orientasi, menstimuli persepsi dalam upaya
memotivasi proses berfikir dan afektif serta mengurangi perilaku
maladaptif (Sutejo, 2017). Hasil diskusi kelompok dapat berupa
kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.
C. Kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
a) Tujuan
(1) Tujuan Umum

Pasien dapat meningkatkan kemampuan diri dalam mengontrol halusinasi


dalam kelompok secara bertahap.
(2) Tujuan Khusus

(a) Pasien dapat mengenal halusinasi.

(b) Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan menghardik.

(c) Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.

(d) Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.

(e) Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik


b) Kriteria Anggota Kelompok

Menurut Sustrami dan Sundari (2014), kriteria anggota kelompok yang


sesuai yaitu :
(a) Pasien yang mengalami halusinasi pendengaran.
(b) Pasien halusinasi pendengaran yang sudah terkontrol.
(c) Pasien yang dapat diajak kerjasama.
c) Proses Seleksi
(a) Berdasarkan observasi dan wawancara.
(b) Menindak lanjuti asuhan keperawatan.
(c) Informasi dan keterangan dari pasien sendiri dan perawat.
(d) Penyelesian masalah berdasarkan masalah keperawatan
(e) Pasien cukup kooperatif dan dapat memahami pertanyaan yang diberikan.
(f) Mengadakan kontrak dengan pasien.
d) Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari, tanggal
Waktu
Tempat
e) Nama Anggota Kelompok
f) Media dan Alat
(a) Boardmarker/spidol
(b) Whiteboard/papan tulis
(c) Kertas
(d) Bolpoin
g) Metode
(a)Diskusi
(b)Bermain peran
h) Susunan Pelaksana
Berikut peran perawat dan uraian tugas dalam terapi aktivitas kelompok
menurut Sutejo (2017) adalah sebagai berikut :
(a)Leader
(b)Co-leader
(c)Fasilitator
(d)Observer

g) Uraian Tugas
1. Leader
a) Membacakan tujuan dan peraturan kegiatan terapi aktifitas
kelompok sebelum kegiatan dimulai.
b) Memberikan memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok
dan memperkenalkan dirinya.
c) Mampu memimpin terapi aktifitas kelompok dengan baik dan
tertib.
d) Menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam kelompok.
e) Menjelaskan permainan.
2. Co-Leader
a) Menyampaikan informasi dari fasilitatorke leader tentang
aktifitas pasien.
b) Membantuleader dalam memimpin permainan.
c) Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang.
d) Memberikan reward bagi kelompok yang menyelesaikan
perintah dengan cepat.
e) Memberikan punishment bagi kelompok yang kalah.
3. Fasilitator
a) Memfasilitasi pasien yang kurang aktif.
b) Memberikan stimulus pada anggota kelompok.
c) Berperan sebagai role play bagi pasien selama kegiatan.

4. Observer
f) Mengobservasi dan mencatat jalannya proses kegiatan.
g) Mencatat perilaku verbal dan non verbal pasien selama kegiatan berlangsung.
h) Mencatat peserta yang aktif dan pasif dalam kelompok.
i) Mencatat jika ada peserta yang drop out dan alasan drop out.
h) Setting Tempat

L CLO

P
P

F F

P P

F P F

Keterangan :
L : Leader F : Fasilitator
CL : Co-Leader O :Observer
P :Pasien

Gambar 2.2 Setting Tempat TAK


Sumber : Sutejo (2017)
i) Sesi TAK Stimulasi Persepsi menurut Wahyu dan Ina (2010) adalah :

(e) Sesi I : Mengenal halusinasi

(f) Sesi II : Mengontrol halusinasi dengan teknik menghardik

(g) Sesi III : Mengontrol halusinasi dengan membuat jadwal kegiatan

(h) Sesi IV : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap

(i) Sesi V : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.

j) Tahap TAK stimulasi persepsi halusinasi pendengaran menurut Keliat dan


Akemat (2016) adalah sebagai berikut :

1) Tahap Persiapan
a) Memilih pasien sesuai dengan kriteria melalui proses seleksi,
yaitu pasien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi
pendengaran.
b) Membuat kontrak dengan pasien.
c) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Tahap Orientasi
d) Salam terapeutik
(1) Salam dari perawat kepada pasien.
(2) Perkenalkan nama dan panggilan perawat (pakai
papan nama).
(3) Menanyakan nama dan panggilan semua pasien
(beri papan nama).
e) Evaluasi/validasi
Menanyakan perasaan pasien saat ini.
f) Kontrak
(1) Perawat menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan,
yaitu menegenal suara-suara yang didengar. Jika pasien sudah
terbiasa menggunakan istilah halusinasi, gunakan kata “halusinasi”
(2) Perawat menjelaskan aturan main berikut.
(a) Jika ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin
kepada perawat.
(b) Lama kegiatan 45 menit.
(c) Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai
selesai.
g)Tahap Kerja
1) Sesi I : mengenal halusinasi.
(2)Perawat menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu

mengenal suara-suara yang didengar tentang isinya, waktu

terjadinya, situasi terjadinya, dan perasaan pasien pada saat

terjadi.

(3)Perawat meminta pasien untuk menceritakan tentang

halusinasinya, mulai dari pasien yang ada di sebelah kanan

perawat secara berurutan berlawanan jarum jam sampai

semua pasien mendapat giliran. Hasilnya ditulis di whiteboard.


(4)Beri pujian pada pasien yang melakukan dengan baik.

(5)Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan

pasien dari suara yang biasa didengar.

2) Sesi II : mengontrol halusinasi dengan teknik menghardik.

(1)Perawat menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu

cara pertama mengontrol halusinasi dengan teknik

menghardikan

(2)Perawat meminta pasien untuk menyebutkan cara yang

selama ini digunakan untuk mengatasi halusinasinya,

menyebutkan efektivitas cara, mulai dari pasien yang ada di

sebelah kanan perawat secara berurutan berlawanan jarum

jam sampai semua pasien mendapat giliran. Hasilnya ditulis

di whiteboard.

(3)Perawat menjelaskan dan memperagakan cara mengontrol

halusinasi dengan teknik menghardik yaitu kedua tangan

menutup telinga dan berkata “Diamlah suara-suara palsu,

aku tidak mau dengar lagi”.

(4)Perawat meminta pasien untuk memperagakan teknik

menghardik, mulai dari pasien yang ada di sebelah kanan

perawat sampai semua pasien mendapat giliran

(5)Beri pujian setiap kali pasien selesai memperagakan


g) Sesi III : mengontrol halusinasi dengan membuat jadwal kegiatan.

(1) Perawat menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu cara

kedua mengontrol halusinasi dengan membuat jadwal

kegiatan. Jelaskan bahwa dengan melakukan kegiatan yang

teratur akan mencegah munculnya halusinasi.

(2) Perawat meminta pasien menyampaikan kegiatan yang biasa

dilakukan sehari-hari, dan tulis di whiteboard.

(3) Perawat membagikan formulir jadwal kegiatan harian.

Perawat menulis formulir yang sama di whiteboard.

(4) Perawat membimbing satu persatu pasien untuk membuat

jadwal kegiatan harian, dari bangun pagi sampai tidur malam.

Pasien menggunakan formulir, perawat menggunakan

whiteboard.

(5) Perawat melatih pasien memperagakan kegiatan yang telah

disusun.

(6) Perawat meminta pasien untuk membacakan jadwal yang

telah disusun. Berikan pujian dan tepuk tangan bersama

untuk pasien yang sudah selesai membuat jadwal dan

membacakan jadwal yang telah dibuat.

(7) Perawat meminta komitmen masing-masing pasien untuk

melaksanakan jadwal kegiatan yang telah disusun dan

memberi tanda M kalau dilaksanakan, tetapi diingatkan

terlebih dahulu oleh perawat, dan T kalau tidak dilaksanakan


h) Sesi IV : mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.

(1) Perawat menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu cara

ketiga mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.

Jelaskan bahwa pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain

untuk mencegah halusinasi.

(2) Perawat meminta tiap pasien menyebutkan orang yang biasa

dan bisa diajak bercakap-cakap.

(3) Perawat meminta pasien menyebutkan pokok pembicaraan

yang biasa dan bisa dilakukan.

(4) Perawat memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi

muncul “Suster, ada suara di telinga, saya mau ngobrol saja

dengan suster” atau “Suster saya mau ngobrol tentang

kegiatan harian saya”.

(5) Perawat meminta pasien untuk memperagakan percakapan

dengan orang disebelahnya.

(6) Berikan pujian atas keberhasilan pasien.

(7) Ulangi (5) dan (6) sampai semua mendapat giliran.


i) Sesi V : mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.

(1)Perawat menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu cara

terakhir mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.

Jelaskan bahwa pentingnya patuh minum obat yaitu

mencegah kambuh karena obat memberi perasaan tenang,

dan memperlambat kambuh.

(2)Perawat menjelaskan kerugian tidak patuh minum obat, yaitu

penyebab kambuh.

(3)Perawat meminta pasien menyampaikan obat yang diminum


dan waktu meminumnya. Buat daftar di whiteboard.

(4)Perawat menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar

obat, benar waktu, benar pasien, benar cara, benar dosis.

(5)Minta pasien untuk menyebutkan lima benar cara minum

obat, secara bergiliran.

(6)Berikan pujian pada paisen yang benar

(7)Mendiskusikan perasaan pasien setelah teratur minum obat

(catat di whiteboard).

(8)Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah salah

satu cara mencegah halusinasi atau kambuh.

(9)Menjelaskan akibat/kerugian tidak patuh minum obat, yaitu

kejadian halusinasi atau kambuh.

(10) Minta pasien menyebutkan kembali keuntungan patuh

minum obat dan kerugian tidak patuh minum obat.

(11) Memberi pujian tiap kali pasien benar.

(j) Tahap Terminasi

a) Evaluasi

(1) Perawat menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti

TAK.

(2) Perawat menanyakan jumlah cara mengontrol halusinasi

yang selama ini dipelajari.

(3) Perawat memberikan pujian atas keberhasilan pasien.

b) Tindak lanjut

Menganjurkan pasien menggunakan empat cara mengontrol

halusinasi.

c) Kontrak yang akan datang


Perawat mengakhiri sesi TAK stimulasi persepsi untuk mengontrol
halusinasi.
(1)Buat kesepakatan baru untuk TAK yang lain sesuai indikasi

pasien.

(k)Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi dilakukan saat TAK berlangsung, khususnya pada

tahap kerja. Formulir evaluasi atau lembar observasi pada TAK sesuai

sesi yang dilakukan.


Daftar Pustaka

Carpenito,Lynda Juall. (2000).Buku Saku Diagnosa Keperawatan .Jakarta :EGC


Herdman, T. Heather.(2012). Diagnosa Keperawatan:Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta : EGC
Keliat, B.A., Akemat. (2016). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas
Kelompok.Jakarta: EGC.
Sutejo. (2017). Keperawatan Kesehatan Jiwa Prinsip dan Praktik Asuhan
Keperawatan.Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Townsend, Mary C. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri.Edisi 3. Jakarta : EGC
Sustrami, D., Sri S. (2014).Efektifitas Pelaksanaan Terapi Aktifitas Kelompok
Stimulasi Persepsi Halusinasi Terhadap Kemampuan Pasien Skizofrenia Dalam
Mengontrol Halusinasi Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwa Menur
Surabaya. Jurnal Kesehatan, Vol. 6.

Anda mungkin juga menyukai