Anda di halaman 1dari 23

SATUAN ACARA PENYULUHAN

DETEKSI DINI KANKER SERVIKS


DI RUANG KEMOTERAPI INSTALASI ONKOLOGI TERPADU
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

Oleh:

Disusun oleh:

1. Adam Cahyani (132013143001)


2. Handini Indah (132013143046)
3. Ariska Windy H. (132013143047)
4. Nabiila Rahma U. (132013143048)
5. Rizky Try Kurniawati. (132013143051)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA
2021
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik   : Deteksi Dini Kanker Serviks


Hari/Tanggal  :  Jumat, 30 April 2021
Waktu  : 30 Menit
Pelaksana  : Mahasiswa Keperawatan Unair kelompok C1B3
Tempat : Ruang Kemoterapi Instalasi Onkologi Terpadu RSUA Surabaya
Sasaran  : Keluarga pasien dan pasien yang berada di ruang kemoterapi
Instalasi Onkologi Terpadu RSUA Surabaya

I. Latar Belakang
Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks.
Serviks merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk
silindris, menonjol dan berhubungan dengan vagina melalui ostium
uteri eksternum (Kemenkes, ND).
Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah 454.000
kasus (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2011). Data ini didapatkan dari
registrasi kanker berdasarkan populasi, registrasi data vital, dan data otopsi verbal
dari 187 negara dari tahun 1980 sampai 2010. Per tahun insiden dari kanker
serviks meningkat 3.1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980. Ditemukan sekitar
200.000 kematian terkait kanker serviks, dan 46.000 diantaranya adalah wanita
usia 15-49 tahun yang hidup di negara sedang berkembang.
Kanker serviks merupakan kanker peringkat kedua setelah kanker payudara
yang berkisar 10% dari seluruh kanker pada wanita. Kanker serviks merupakan
penyebab utama kematian akibat kanker di usia reproduktif pada wanita di negara
negara berkembang. Angka morbiditas dan mortalitas akibat kanker serviks tidak
pernah menurun di negara-negara berkembang karena skrining yang buruk.
Berdasarkan GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki urutan ke- 7
secara global dalam segi angka kejadian (urutan ke urutan ke- 6 di negara kurang
berkembang) dan urutan ke-8 sebagai penyebab kematian (menyumbangkan 3,2%
mortalitas, sama dengan angka mortalitas akibat leukemia). Kanker serviks
menduduki urutan tertinggi di negara berkembang, dan urutan ke 10 pada negara
maju atau urutan ke 5 secara global. Di Indonesia kanker serviks
menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak berdasar data dari
Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar 12,7%.
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita
penderita baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk dan
setiap tahun terjadi 40 ribu kasus kanker serviks. Kejadian kanker serviks akan
sangat mempengaruhi hidup dari penderita dan keluarganya serta juga akan sangat
mempengaruhi sektor pembiayaan kesehatan oleh pemerintah. Oleh sebab itu
peningkatan upaya penanganan kanker serviks, terutama dalam bidang deteksi
dini sangat diperlukan oleh setiap pihak yang terlibat.

II. Tujuan Instruksional Umum


Setelah diberikan penyuluhan, diharapkan pasien dan keluarga dapat
memahami mengenai upaya deteksi dini kanker serviks

III. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mendapatkan penjelasan tentang Deteksi Dini Kanker Serviks,
peserta penyuluhan diharapkan mampu:
a. Menjelaskan Pengertian Kanker Serviks
b. Menjelaskan Faktor Risiko dan Etiologi Kanker Serviks
c. Menjelaskan Klasifikasi Kanker Serviks
d. Menjelaskan Tanda dan Gejala Kanker Serviks
e. Menjelaskan Deteksi Dini pada Kanker Serviks

IV. Sasaran
Sasaran dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan ini adalah pasien dan atau
keluarganya di ruang Kemoterapi Instalasi Onkologi Terpadu Rumah Sakit
Universitas Airlangga Surabaya

V. Materi
(terlampir)
VI. Metode
Metode dalam penyuluhan ini adalah :
Membagikan video edukasi dan diskusi pada grup Whatsapp/instagram

VII. Media
Media yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan ini adalah:
Video edukasi

VIII. Pengorganisasian Kegiatan


Pembimbing Klinik   : Esa Rilasti, Amd. Kep
Pembimbing Pendidikan : Lingga Curnia Dewi S.Kep.Ns., M.Kep
Moderator  : Handini Indah Rahmawati
Penyuluh  : Nabiila Rahma U.
Observer  : Ariska Windy H.
Notulen  : Adam Cahyadi
Fasilitator  : Rizky Try Kurniawati

Job Description Pengorganisasian
1. Moderator 
a. Bertanggung jawab atas kelancaran acara 
b. Membuka dan menutup acara
c. Mengatur waktu penyajian sesuai dengan rencana kegiatan
d. Mengatur jalannya diskusi
2. Penyuluh 
a. Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan bahasa yang mudah
dipahami oleh peserta
b. Memotivasi peserta untuk tetap aktif dan memperhatikan proses
penyuluhan
c. Menjawab pertanyaan peserta.
3. Fasilitator
a. Menjawab pertanyaan jika ada peserta yang bertanya kepadanya.
b. Memotivasi peserta untuk bertanya materi yang belum jelas
c. Menjelaskan tentang istilah atau hal-hal yang dirasa kurang jelas bagi
peserta
d. Memotivasi peserta untuk aktif dalam prosesdiskusi
4. Observer dan Notulen 
a. Mencatat nama, alamat dan jumlah peserta
b. Mencatat pertanyaan yang diajukan peserta
d. Mengevaluasi hasil penyuluhan dengan rencana penyuluhan

Plan of  Action (POA) Tahapan dan Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta


No. Tahap Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta
1. Pra Mahasiswa profesi Bergabung dalam
kegiatan menyiapkan fasilitas grup
penyuluhan seperti: whatsaap/instagram
grup whatsapp/login
instagram untuk
penyuluhan
2. Pembukaan 5 - Mengucapkan salam - Menjawab salam
menit pembuka dan - Menyimak hal-hal
memperkenalkan diri yang disampaikan
- Menyampaikan di dalam grup
tujuan dan whatsapp
maksud penyuluhan
- Menjelaskan kontrak
waktu dan
mekanisme
- Menyebutkan materi
penyuluhan
3. Pelaksanaan 15 - Memberikan - Membaca dan
menit penjelasan terkait : mendengarkan
a.Pengertian kanker materi
serviks penyuluhan
b. etiologi dan faktor - Memberikan
risiko kanker serviks pertanyaan terkait
c. klasifikasi kanker materi yang
serviks dijelaskan.
d. deteksi dini kanker
serviks
e. tatalaksana kanker
serviks

- Diskusi tanya jawab

4. Penutup 10 - Melakukan evaluasi -Menjawab


menit pemahaman akan pertanyaan yang
materi kepada peserta diajukan
penyuluhan -Menjawab salam
- Menyimpulkan materi penutup
- Salam penutup

Evaluasi
1. Kriteria Struktural.
a. Kontrak waktu dan tempat diberikan satu hari sebelum acara dilaksanakan 
b. Pengumpulan SAP dilakukan satu hari sebelum pelaksanaan penyuluhan
c. Peserta hadir pada waktu yang telah ditentukan
d. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan oleh mahasiswa yang bekerja
sama dengan Tim Perawat Ruang Kemoterapi.
e. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum dan
saat penyuluhan dilaksanakan.
2. Kriteria Proses.
a. Acara dimulai tepat waktu 
b. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
c. Peserta mengikuti kegiatan sesuai dengan aturan yang telah dijelaskan
d. Peserta mendengarkan dan memperhatikan penyuluhan
e. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan POA  (Plan of Action)
f. Pengorganisasian berjalan sesuai dengan job description

3. Kriteria Hasil:
a. Ada umpan balik positif dari peserta, seperti dapat menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh pemateri (penyaji)
b. Peserta ikut aktif dalam proses diskusi
c. Peserta mampu menjawab dengan benar sebanyak 75% dari pertanyaan
penyaji

(Lampiran)
MATERI PENYULUHAN
DETEKSI DINI KANKER SERVIKS
I. Pengertian Kanker Serviks

Kanker serviks (sering disebut juga dengan kanker mulut/leher rahim)

merupakan keganasan (kanker) yang berawal dari mulut rahim (serviks), yaitu

bagian bawah Rahim (uterus) yang bermuara pada bagian atas vagina (Soetomo,

2014).

Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, yaitu suatu

daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim

yang terletak antara rahim (uterus)dengan liang senggama (vagina) (Rama

Diananda, 2007). Kanker ini biasanya terjadi pada wanita yang telah berumur,

tetapi bukti statistik menunjukkan bahwa kanker leher rahim dapat juga

menyerang wanita yang berumur antara 20-40 tahun.


II. Etiologi dan Faktor Risiko Kanker Serviks

Penyebab kanker serviks diketahui adalah virus HPV (Human Papilloma

Virus) sub tipe onkogenik, terutama sub tipe 16 dan 18 (Komisi Penanggulangan
Kanker Indonesia, ND). Adapun faktor risiko terjadinya kanker serviks antara

lain:

1) Usia

Saat ini telah diketahui di beberapa negara bahwa puncak insidensi lesi

prakanker serviks terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penelitian lain di

RSCM menunjukkan insiden kanker serviks meningkat sejak usia 25-34

tahun dan puncaknya pada usia 35-44 tahun, sementara di Indonesia

(1994) pada usia 45-54 tahun. Pada penelitian lain secara retrospektif di

Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung untuk periode Januari 2000 sampai

dengan Juli 2001 dengan interval umur mulai 21 sampai 85 tahun (N=307)

(Rini, 2009).

2) Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan muda

Telah lama diketahui bahwa umur sangat berpengaruh terhadap proses

reproduksi. Umur yang dianggap optimal untuk reproduksi antara 20-35

tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rotkin, menghubungkan

terjadinya karsinoma serviks dengan usia saat seorang wanita mulai aktif

berhubungan seksual., dikatakan pula olehnya karsinoma serviks

cenderung muncul bila saat mulai aktif berhubungan seksual pada saat usia

kurang dari 17 tahum dan usia antara 15-20 tahun merupakan periode yang

rentan.

Periode rentan ini berhubungan dengan kiatnya proses metaplasia pada

pubertas, sehingga bila ada yang mengganggu proses metaplasia tersebut

misalnya infeksi akan memudahkan beralihnya proses menjadi dysplasia

yang lebih berpotensi terjadinya keganasan. Christoperson dan Parker


menemukan perbedaan statistic bermakna antara wanita yang menikah di

usia 15-19 tahun dibandingkan yang menikah di usia 20-24 tahun, pada

golongan pertama cenderung untuk terkena kanker serviks. Baron dan

Richat pada penelitian dengan mengambil sampel 7000 wanita di Barbara

Hindia Barat, cenderung menduga epitel serviks remaja sangat rentan

terhadap bahan-bahan karsinogenik yang ditularkan melalui hubungan

seksual dibanding epitel serviks wanita dewasa.

Penelitian Marwi di Yogyakarta juga menunjukkan 63,1% penderita

karsinoma serviks menikah pada usia 15-19 tahun, hasil serupa juga

dilaporkan oleh Sutomo di Semarang.

3) Jumlah paritas lebih banyak lebih berisiko mengalami kanker

Kehamilan yang optimal adalah kehamilan anak lebih dari tiga, Kehamilan

setelah tiga anak memiliki risiko yang menigkat. Penelitian menunjukkan

bahwa paritas tinggi merupakan salah satu faktor risiko terkena kanker

serviks, Bukhari L dan Hadi A menyebutkan bahwa golongan wanita yang

bersalin 6 kali atau lebih mempunyai risiko menderita kanker serviks 1,9

kali lebih besar daripada golongan wanita yang bersalin anatara 1-5 kali,

meskipun hal ini merupakan faktor risiko namun hal tersebut harus

dijadikan perhatian untuk mendeteksi terhadap golongan ini. Kehamilan

dan persalinan yang melebihi 3 orang dan jarak kehamilan terlalu dekat

akan meningkatkan kejadian kanker serviks. Adanya multiparitas diduga

menyebabkan penurunan daya tahan tubuh. Pada penelitian di Swedia

memperlihatkan bahwa tingkat rekurensi meningkat pada paritas lebih dari

tiga.
4) Tingkat Pendidikan Rendah

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seorang dan

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran

dan pelatihan. Tingkat pendidikan seseorang dapat mendukung dan

mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang dan taraf pendidikan yang

rendah selalu berhubungan dengan informasi dan pengetahuan yang

terbatas, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula

pemahaman seseorang terhadap informasi yang didapat dan

pengetahuannya pun semakin tinggi. Pendidikan yang rendah

menyebabkan seseorang tidak peduli terhadap program kesehatan yang

ada, sehingga mereka tidak mengenal bahwa yang mungkin terjadi.

Walaupun ada sarana yang baik belum tentu mereka tahu

menggunakannya. Dengan pendidikan yang tinggi maka semakin banyak

seseorang mengetahui tentang permasalahan yang menyangkut perbaikan

lingkungan dan hidupnya.

5) Penggunaan jangka panjang kontrasepsi hormonal

Penggunaan alat kontrasepsi hormonal merupakan salah satu faktor risiko

terjadinya kanker leher rahim. Pada kontrasepsi hormonal terdapat 2

hormon yang terlibat yaitu hormon estrogen sintetik dalam bentuk etinil

estradiol dan mestranol serta hormon progesteron sintetik dalam bentuk

norethrindone,noretinodrel,etinodiol, dan norgestrel (Guyton, 2007).

Kontrasepsi hormonal dibedakan menjadi 2 yaitu kontrasepsi hormonal

kombinasi dan non-kombinasi. Kontrasepsi hormonal kombinasi

menggunakan gabungan kedua hormon sintetik tersebut contohnya pil,


implant, dan suntik 1 bulan, sedangkan kontrasepsi non kombinasi hanya

menggunakan salah satunya (progesteron), contohnya suntik 3 bulan (Rati,

2010). Kombinasi hormonal pada alat kontrasepsi dapat bertindak sebagai

kofaktor dalam proses infeksi kanker leher rahim. Estrogen berfungsi

untuk meningkatkan laju pembelahan sel dalam epitel duktus sehingga

meningkatkan probabilitas mutasi yang terjadi, sedangkan progesteron dan

progestagens dapat meningkatkan efek ini. Selain itu, kontrasepsi

hormonal akan membuat kekentalan lendir pada leher rahim. Kekentalan

lendir tersebut, akan memperlama keberadaan suatu agen karsinogenik di

leher rahim, yang terbawa melalui hubungan seksual, termasuk adanya

virus HPV (Urban et al., 2012). Pada faktor penggunaan alat kontrasepsi

pil diketahui bahwa 95,5% responden yang menggunakan pil kontrasepsi ≥

4 tahun, dinyatakan positif lesi prakanker leher rahim. Penggunaan pil

kontrasepsi ≥ 4 tahun berisiko 42 kali untuk mengalami kejadian lesi

prakanker leher rahim dibanding kelompok responden yang menggunakan

pil kontrasepsi < 4 tahun. Uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan

yang signifikan antara lama penggunaan pil kontrasepsi dengan kejadian

lesi prakanker leher rahim (p ≤ 0,05) (Wahyuningsih & Mulyani, 2014).

Sedangkan peningkatan risiko kanker leher rahim yang berhubungan

dengan penggunaan suntik progesteron ditemukan pada lama penggunaan

lebih dari 5 tahun (Urban et al., 2012).

6) Riwayat kanker serviks pada keluarga

Bila seorang wanita mempunyai saudara kandung atau ibu yang

mempunyai kanker serviks, maka ia mempunyai kemungkinan 2-3 kali


lebih besar untuk juga mempunyai kanker serviks dibandingkan orang

normal. Beberapa peneliti menduga hal ini berhubungan dengan

berkurangnya kemampuan untuk melawan infeksi HPV.

7) Berganti-ganti pasangan seksual

Perilaku sesksual berupa berganti pasangan seks akan meningkatkan

penularan penyakit kelamin. Penyakit yan ditularkan seperti infeksi human

papilloma virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya

kanker serviks, penis, dan vulva. Risiko terkena kanker serviks menjadi 10

kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih.

Di samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor

penularan penyakit kelamin yang juga ditularkan melalui hubungan

seksual. Sumber lain juga mengungkapkan bahwa pada prinsipnya setiap

pria memiliki protein spesifik berbeda pada spermanya. Protein tersebut

dapat menyebabkan kerusakan pada sel epitel serviks. Sel epitel serviks

akan mentoleransi dan mengenali protein tersebut tetapi jika wanita itu

melakukan hubungan dengan banyak pria maka akan banyak sperma

dengan protein spesifik berbeda yang akan menyebabkan kerusakan tanpa

perbaikan dari sel serviks sehingga akan menghasilkan luka. Adanya luka

akan mempermudah infeksi HPV. Risiko terkena kanker leher rahim

menjadi 10 kali lipat lebih besar pada wanita yang mempunyai partner sex

6 orang atau lebih (Novel, 2010).

8) Merokok

Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks

dibandingkan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan lendir


serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang

ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurukan daya tahan serviks di

samping merupakan ko-karsinogen infeksi virus.

9) Defisiensi vitamin

Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin

dapat meningkatkan risiko terjadinya dysplasia ringan dan sedang, serta

mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita

yang makanannya rendah vitami

10) Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, iritasi menahun

11) Pemakaian DES (dietilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah

keguguran (banyak digunakan pada tahun 1940-1970).

12) Infeksi herpes genetalis atau klamidia menahun.

13) Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan papsemar

secara rutin, makanan yang kurang sehat, dll).

III. Klasifikasi Kanker

Klasifikasi Stadium menurut FIGO


0 Karsinoma in situ (karsinoma preinvasif)
I Karsinoma serviks terbatas di uterus (ekstensi ke korpus

uterus dapat diabaikan)


IA Karsinoma invasive didiagnosis hanya dengan mikroskop.

Semua lesi yang terlihat secara makroskopik, meskipun

invasi hanya superfisial, dimasukkan ke dalam stadium IB


IA1 Invasi stroma tidak lebih dari 3 mm kedalamannya dan 7

mm atau kurang pada ukuran secara horizontal


IA2 Invasi stroma lebih dari 3 mm dan tidak lebih dari 5 mm
dengan penyebaran horizontal 7 mm atau kurang
IB Lesi terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau secara

mikroskopik lesi lebih besar dari IA2


IB1 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter

terbesar 4 cm atau kurang


IB2 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter

terbesar lebih dari 4 cm


II Invasi tumor keluar dari uterus tetapi tidak sampai ke

dinding panggul atau mencapai 1/3 bawah vagina.


IIA Tanpa invasi ke parametrium
IIA1 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter

terbesar 4,0

cm atau kurang
IIA2 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter

terbesar

lebih dari 4,0 cm


IIB Tumor dengan invasi ke parametrium
III Tumor meluas ke dinding panggul/ atau mencapai 1/3

bawah

vagina dan/atau menimbulkan hidronefrosis atau afungsi

ginjal
IIIA Tumor mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak mencapai

dinding panggul
IIIB Tumor meluas sampai ke dinding panggul dan / atau

menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal


IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rektum

dan/atau meluas keluar panggul kecil (true pelvis)


IVB Metastasis jauh (termasuk penyebaran pada peritoneal,

keterlibatan dari kelenjar getah bening supraklavikula,

mediastinal, atau para aorta, paru, hati, atau tulang)

IV. Tanda dan Gejala


Pada umumnya, lesi prakanker belum memberikan gejala. Bila telah

menjadi kanker invasif, gejalan yang paling umum adalah perdarahan (contact

bleeding, perdarahan saat berhubungan intim) dan keputihan. Perdarahan juga

dapat terjadi di luar masa haid dan pasca menopause. Jika tumornya besar, dapat

terjadi infeksi dan menimbulkan cairan berbau yang mengalir keluar dari vagina.

Pada stadium lanjut, gejala dapat berkembang menjadi nyeri pinggang atau perut

bagian bawah karena desakan tumor di daerah pelvik ke arah lateral sampai

obstruksi ureter, bahkan sampai oligo atau anuria. Gejala lanjutan bisa terjadi

sesuai dengan infiltrasi tumor ke organ yang terkena, misalnya: fistula

vesikovaginal, fistula rektovaginal, edema tungkai, nyeri kepala dan gangguan

kesadaran (otak), sesak atau batuk darah (paru), tulang (nyeri atau patah), hati

(nyeri perut kanan atas, kuning, atau pembengkakan), dan lain-lain.

V. Deteksi Dini

WHO mengindikasikan skrining deteksi dini kanker leher rahim dilakukan

pada kelompok berikut ini :

a. Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah

menjalani tes sebelumnya, atau pernah menjalani tes 3 tahun

sebelumnya atau lebih.

b. Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes

sebelumnya.

c. Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam,

perdarahan pasca sanggama atau perdarahan pasca menopause atau

mengalami tanda dan gejala abnormal lainnya.


d. Perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada leher rahimnya.

Interval skrining yang direkomendasikan oleh WHO yaitu :

a) Bila skrining hanya mungkin dilakukan 1 kali seumur hidup maka

sebaiknya dilakukan pada perempuan antara usia 35 – 45 tahun.

b) Untuk perempuan usia 25- 45 tahun, bila sumber daya

memungkinkan, skrining hendaknya dilakukan tiap 3 tahun sekali.

c) Untuk usia diatas 50 tahun, cukup dilakukan 5 tahun sekali.

d) Bila 2 kali berturut-turut hasil skrining sebelumnya negatif,

perempuan usia diatas 65 tahun, tidak perlu menjalani skrining.

e) Tidak semua perempuan direkomendasikan melakukan skrining

setahun sekali

Di Indonesia interval pemeriksaan IVA adalah 5 tahun sekali. Jika hasil

pemeriksaan negatif maka dilakukan ulangan 5 tahun dan jika positif maka

dilakukan ulangan 1 tahun kemudian (Depkes RI, 2007).

Berdasarkan Komisi Nasional Penanggulangan Kanker Indonesia, deteksi

lesi prakanker serviks terdiri dari berbagai metode :

1. Papsmear (konvensional atau liquid-base cytology /LBC),

Pap smear merupakan porsedur klinik untuk memeriksa sel yang berasal

dari serviks. Tujuan utama dari pemeriksaan ini untuk menilai adanya

perubahan sel yang abnormal yang mungkin berasal dari kanker serviks

atau sebelum berkembang menjadi kanker (lesi prakanker).

Manfaat papsmear antara lain, yaitu:

a. Evaluasi sitohormonal

b. Mendiagnosis peradangan
c. Identifikasi organisme penyebab peradangan

d. Mendiagnosis kelainan prakanker (displasia) leher rahim dan kanker

leher rahim dini atau lanjut (karsinoma/invasif)

e. Memantau hasil terapi

Adapun wanita-wanita sasaran tes pap smear (Sukaca, 2009) yaitu:

a. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berusia muda sudah


menikah atau belum menikah namun aktivitas seksualnya sangat
tinggi.
b. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berganti ganti pasangan
seksual atau pernah menderita infeksi HIV atau kutil kelamin.
c. Setiap tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun.
d. Setiap tahun untuk wanita yang memakai pil KB.
e. Pap tes setahun sekali bagi wanita antara umur 40-60 tahun.
f. Sesudah 2 kali pap tes (-) dengan interval 3 tahun dengan catatan
bahwa wanita resiko tinggi harus lebih sering menjalankan pap
smear.
g. Sesering mungkin jika hasil pap smear menunjukkan abnormal
sesering mungkin setelah penilaian dan pengobatan prakanker
maupun kanker serviks.

Sedangkan tempat pemeriksaan pap smear menurut Sukaca 2009 dapat


dilakukan di:

a. Rumah sakit pemerintah.


b. Rumah sakit swasta.
c. Laboratorium swasta, dengan harga yang cukup terjangkau.
d. Tempat-tempat yang menyediakan fasilitas pap smear.

Bila hasil pada pasien pap smear ternyata positif, maka harus
dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi terarah dan patologi. Pap smear
sudah dapat menemukan kanker leher rahim. Meskipun masih ada
tingkat pra kanker (stadium dini). Dengan pemeriksaan ini bisa
memberikan harapan kesembuhan 100%. Sebaliknya pada penderita
yang datang terlambat, harapan untuk sembuhpun terlampau sulit.

2. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

Selain tes pap, metode yang seringkali digunakan adalah tes IVA

(Inspeksi Visual Asetat). Tes pap memiliki sensitivitas 51% dan

spesifitas 98%. Selain itu, pemeriksaan pap-smear masih memerlukan

penunjang laboratorium sitology dan dokter ahli patologi yang relative

memerlukan waktu dann biaya besar. Sedangkan IVA memiliki

sensitivitas sampai 96% dan spesifitas 97% untuk program yang

dilaksanakan oleh tenaga medis yang terlatih. Hal ini menunjukkan

bahwa IVA memiliki sensitivitas yang hampir sama dengan sitology

serviks sehingga dapat menjadi metode skrining yang efektif pada negara

berkembang seperti di Indonesia.

Tes IVA adalah tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka

(asam asetat 2%) dan larutan iosium lugol pada serviks dan melihat

perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya adalah

melihat adanya sel yang mengalami dysplasia sebagai salah satu metode

skrining kanker serviks.

Adapun kontraindikasi tidak direkomendasikan pada wanita

pascamenopause, karena daerah zona transisional seringkali terletak

kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan inspekulo.

Menjalani tes kanker atau prakanker dianjurkan pada semua wanita

berusia 30-45 tahun. Kanker serviks menempati angka tertinggi di antara

wanita berusia 40 hingga 50 tahun, sehingga tes harus dilakukan pada


usia dimana lesi prakanker lebih mungkin terdeteksi, biasanya 10 sampai

20 tahun lebih awal. Wanita yang memiliki faktor risiko juga merupakan

kelompok yang paling penting untuk mendapatkan pelayanan tes.

Waktu pelaksanaan tes IVA dapat dilakukan kapan saja dalam

siklus menstruasi, termasuk saat menstruasi, pada masa kehamilan, dan

saat asuhan nifas atau paska keguguran.

Metode pemeriksaan IVA: pemeriksaan inspeksi visual dengan

asam asetat (IVA) adalah pemeriksaannya mengamati serviks yang telah

diberi asma asetat/ asam cuka 3-5% secara inspekulo dan dilihat dengan

penglihatan mata langsun. Pemeriksaan ini pertama kali diperkenalkan

oleh Hinselman (1952) dengan cara memulas serviks dengan kapas yang

telah dicelupkan ke dalam asam asteat 3-5%. Pemberian asam asetat itu

akan mempengaruhi epitel abnormal, bahkan juga akan meningkatkan

cairan osmolaritas ekstraseluler. Cairan ekstraseluler yang bersifat

hipertonik akan menarik cairan intraseluler sehingga membrane akan

kolaps dan jarak antar sel semakin dekat. Sebagai akibatnya, jika

permukaan epitel mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan diteruskan ke

stroma, tetapi dipantulkan keluar sehinga permukaan epitel abnormal

akan berwarna putih, disebut juga epitel putih. JIka makin putih dan

makin jelas, maka makin tinggi derajat histologiknya. Demikian pula

makin tajam batasnya makin tinggi derajat kelainan jaringannya.


VI. Penatalaksanaan Kanker Serviks

Penanganan pada kanker serviks tergantung pada stadium kanker,

ukuran tumor, usia, dan status kesehatan secara umum., serta apakah

penderita masih menginginkan untuk memiliki anak di kemudian hari.

Pada skrining dengan tes Pap smear, temuan hasil abnormal

direkomendasikan untuk konfirmasi diagnostik dengan pemeriksaan

kolposkopi. Bila diperlukan maka dilanjutkan dengan tindakan Loop

Excision Electrocauter Procedure (LEEP) atau Large Loop Excision of

the Transformation Zone (LLETZ) untuk kepentingan diagnostik

maupun sekaligus terapeutik. Bila hasil elektrokauter tidak mencapai

bebas batas sayatan, maka bisa dilanjutkan dengan tindakan konisasi atau

histerektomi total.
DAFTAR PUSTAKA

Clinical Practice Guidelines in Oncology V.2.2013. National Comprehensive


Cancer Network
European Society Gyncology Oncology (ESGO), Algorithms for management of
cervical cancer, 2011.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. INFODATIN :Pusat Data dan Informas
Kementerian Kesehatan RI: Situasi Penyakit Kanker. Jakarta: Pusat Data
dan Informasi Kemenkes RI.
Komite Penanggulangan Kanker Nasional. ND. Panduan Penatalaksanaan
Kanker Serviks. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Pedoman Pelayanan Medik Kanker Ginekologi, Kanker Serviks, ed-2,2011, hal
19-28.

Anda mungkin juga menyukai