Anda di halaman 1dari 22

Dosen Pengajar : Asri Dwi Novianti, S.Kep., Ns., M.

Kep

KEPERAWATAN MATERNITAS II
HERPES GENITAL

OLEH KELOMPOK 19
1. VIVIN ( P201901075 )
2. HILDA ( P201901076 )

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
KENDARI
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
HERPES GENITAL
I. Konsep Medis
A. Pengertian herpes genital
Herpes merupakan nama kelompok virus herpesviridae yang dapat
menginfeksi manusia. Infeksi virus herpes dapat ditandai dengan munculnya
lepuhan kulit dan kulit kering. Jenis virus herpes yang paling terkenal adalah
herpes simplex virus atau HSV. Herpes simplex dapat menyebabkan infeksi pada
daerah mulut, wajah, dan kelamin (herpes genitalia). (Whitley dkk, 2018)
Genital herpes, juga umumnya disebut "herpes" adalah infeksi virus oleh
herpes simplex virus (HSV) yang ditularkan melalui kontak intim dengan lapisan-
lapisan yang ditutupi lendir dari mulut atau vagina atau kulit genital. Virus
memasuki lapisan-lapisan atau kulit melalui robekan-robekan mikroskopik. Sekali
didalam, virus berjalan ke akar-akar syaraf dekat sumsum tulang belakang (spinal
cord) dan berdiam disana secara permanen. (Whitley dkk, 2018)
Ketika seseorang yang terinfeksi mempunyai perjangkitan herpes, virus
berjalan menuruni serabut-serabut syaraf ke tempat dari asal infeksi. Ketika ia
mencapi kulit, kemerahan dan lepuhan-lepuhan (blisters) yang khas terjadi.
Setelah perjangkitan awal, perjangkitan-perjangkitan yang berikut cenderung
menjadi sporadik. Mereka mungkin terjadi mingguan atau bahkan tahunan
berpisahan. (Whitley dkk, 2018)

B. Etiologi
Herpes genitalis disebabkan oleh HSV atau herpes virus hominis (HVH),
yang merupakan anggota dari famili herpesviridae.
Adapun tipe-tipe dari HSV :
1) Herpes simplex virus tipe I : pada umunya menyebabkan lesi atau luka pada
sekitar wajah, bibir, mukosa mulut, dan leher.
2) Herpes simplex virus tipe II : umumnya menyebabkan lesi pada genital dan
sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha). Herpes simplex virus tergolong
dalam famili herpes virus, selain HSV yang juga termasuk dalam golongan ini
adalah Epstein Barr (mono) dan varisela zoster yang menyebabkan herpes
zoster dan varicella. Sebagian besar kasus herpes genitalis disebabkan oleh
HSV-2, namun tidak menutup kemungkinan HSV-1 menyebabkan kelainan
yang sama. Pada umumnya disebabkan oleh HSV-2 yang penularannya secara
utama melalui vaginal atau anal seks. Beberapa tahun ini, HSV-1 telah lebih
sering juga menyebabkan herpes genital. HSV-1 genital menyebar lewat oral
seks yang memiliki cold sore pada mulut atau bibir, tetapi beberapa kasus
dihasilkan dari vaginal atau anal seks. ( Sutardi, 2012 )

C. Manifestasi Klinis
Infeksi awal dari 63% HSV-2 dan 37% HSV-1 adalah asimptomatik.
Simptom dari infeksi awal (saat inisial episode berlangsung pada saat infeksi awal)
simptom khas muncul antara 3 hingga 9 hari setelah infeksi, meskipun infeksi
asimptomatik berlangsung perlahan dalam tahun pertama setelah diagnosa di
lakukan pada sekitar 15% kasus HSV-2. Inisial episode yang juga merupakan
infeksi primer dapat berlangsung menjadi lebih berat. Infeksi HSV-1 dan HSV-2
agak susah dibedakan. Tanda utama dari genital herpes adalah luka di sekitar
vagina, penis, atau di daerah anus. Kadang-kadang luka dari herpes genital muncul
di skrotum, bokong atau paha. Luka dapat muncul sekitar 4-7 hari setelah infeksi
( Saenang, 2004 )
Gejala dari Herpes disebut juga outbreaks, muncul dalam dua minggu
setelah orang terinfeksi dan dapat saja berlangsung untuk beberapa minggu.
Adapun gejalanya sebagai berikut :
1. Nyeri dan disuria
2. Uretral dan vaginal discharge
3. Gejala sistemik (malaise, demam, mialgia, sakit kepala)
4. Limfadenopati yang nyeri pada daerah inguinal
5. Nyeri pada rektum, tenesmus
Tanda (sign) :
1. Eritem, vesikel, pustul, ulserasi multipel, erosi, lesi dengan krusta tergantung
pada tingkat infeksi.
2. Limfadenopati inguinal
3. Faringitis
4. Cervisitis ( Saenang, 2004 ).
Herpes genital primer
Infeksi primer biasanya terjadi seminggu setelah hubungan seksual
(termasuk hubungan oral atau anal). Tetapi lebih banyak terjadi setelah interval
yang lama dan biasanya setengah dari kasus tidak menampakkan gejala. Erupsi
dapat didahului dengan gejala prodormal, yang menyebabkan salah diagnosis
sebagai influenza. Lesi berupa papul kecil dengan dasar eritem dan berkembang
menjadi vesikel dan cepat membentuk erosi superfisial atau ulkus yang tidak nyeri,
lebih sering pada glans penis, preputium, dan frenulum, korpus penis lebih jarang
terlihat. ( Douglas, 2012 )
Herpes genital rekuren
Setelah terjadinya infeksi primer klinis atau subklinis, pada suatu waktu bila
ada faktor pencetus, virus akan menjalani reaktivasi dan multiplikasi kembali
sehingga terjadilah lagi rekuren, pada saat itu di dalam hospes sudah ada antibodi
spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala tidak seberat infeksi primer.
Faktor pencetus antara lain: trauma, koitus yang berlebihan, demam, gangguan
pencernaan, kelelahan, makanan yang merangsang, alkohol, dan beberapa kasus
sukar diketahui penyebabnya. Pada sebagian besar orang, virus dapat menjadi aktif
dan menyebabkan outbreaks beberapa kali dalam setahun. HSV berdiam dalam sel
saraf di tubuh kita, ketika virus terpicu untuk aktif, maka akan bergerak dari saraf
ke kulit kita. Lalu memperbanyak diri dan dapat timbul luka di tempat terjadinya
outbreaks ( Douglas, 2012 )
Mengenai gambaran klinis dari herpes progenitalis : gejaia klinis herpes
progenital dapat ringan sampai berat tergantung dari stadium penyakit dan
imunitas dari pejamu. Stadium penyakit meliputi : Infeksi primer —- stadium
laten —- replikasi virus —- stadium rekuren Manifestasi klinik dari infeksi
HSV tergantung pada tempat infeksi, dan status imunitas host. Infeksi primer
dengan HSV berkembang pada orang yang belum punya kekebalan sebelumnya
terhadap HSV-1 atau HSV -2, yang biasanya menjadi lebih berat, dengan gejala
dan tanda sistemik dan sering menyebabkan komplikasi. Berbagai macam
manifestasi klinis:
a. infeksi oro-fasia
b. infeksi genital
c. infeksi kulit lainnya
d. infeksi okular
e. kelainan neurologis
f. penurunan imunitas
g. herpes neonatal ( Douglas, 2012 )

D. Patofisiologi
Patofisiologi herpes simpleks dimulai dengan infeksi virus, namun cara
transmisi virus sedikit berbeda antara Herpes simplex virus (HSV) tipe 1 dan tipe
2. Infeksi virus HSV tipe 1 terutama ditularkan melalui kontak langsung dengan
saliva yang terkontaminasi atau sekret tubuh orang yang terinfeksi. Sementara
HSV Tipe 2 terutama menular saat hubungan seksual. ( Kohn , 2017 )
Virus HSV sangat pandai mengelabui sistem imun tubuh manusia melalui
beberapa mekanisme. Salah satunya adalah dengan menginduksi terakumulasinya
molekul CD1d pada antigen presenting cells. Normalnya, molekul-molekul CD1d
akan ditransportasikan ke permukaan sel, dimana antigen dipresentasikan sebagai
reaksi dari stimulasi natural killer T-cells yang kemudian memediasi respon imun.
Ketika molekul CD1d terkumpul di dalam sel, respon imun menjadi terhalang.
( Kohn, 2017 )
HSV juga memiliki beberapa mekanisme lain yang dapat menurunkan
regulasi berbagai macam sel imun dan sitokin. HSV mampu menyebabkan infeksi
cytolytic, sehingga terjadi perubahan patologis karena nekrosis sel dan reaksi
inflamasi. Cairan berkumpul di antara lapisan epidermis dan dermis, sehingga
terjadi pembentukan vesikel. Cairan kemudian diabsorbsi dan meninggalkan
keropeng. Penyembuhan dapat terjadi tanpa meninggalkan parut. Dapat pula
terbentuk ulkus dangkal akibat ruptur vesikel pada membran mukosa.(Kohn, 2017)

E. Komplikasi
Infeksi herpes genital biasanya tidak menyebabkan masalah kesehatan
yang serius pada orang dewasa. Pada sejumlah orang dengan sistem imunitasnya
tidak bekerja baik, bisa terjadi outbreaks herpes genital yang bisa saja berlangsung
parah dalam waktu yang lama. Orang dengan sistem imun yang normal bisa terjadi
infeksi herpes pada mata yang disebut herpes okuler. Herpes okuler biasanya
disebabkan oleh HSV-1 namun terkadang dapat juga disebabkan HSV-2. Herpes
dapat menyebabkan penyakit mata yang serius termasuk kebutaan. (Saenang,
2017)
Wanita hamil yang menderita herpes dapat menginfeksi bayinya. Bayi yang
lahir dengan herpes dapat meninggal atau mengalami gangguan pada otak, kulit
atau mata. Bila pada kehamilan timbul herpes genital, hal ini perlu mendapat
perhatian serius karena virus dapat melalui plasenta sampai ke sirkulasi fetal serta
dapat menimbulkan kerusakan atau kematian pada janin. Infeksi neonatal
mempunyai angka mortalitas 60%, separuh dari yang hidup menderita cacat
neurologis atau kelainan pada mata ( Saenang, 2004 ) .

F. Pemeriksaan
Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana adalah Tes Tzank
diwarnai dengan pengecatan giemsa atau wright, akan terlihat sel raksasa berinti
banyak. Sensitifitas dan spesifitas pemeriksaan ini umumnya rendah. Cara
pemeriksaan laboratorium yang lain adalah sebagai berikut :
1. Histopatologis
Vesikel herpes simpleks terletak intra epidermal, epidermis yang
terpengaruh dan inflamasi pada dermis menjadi infiltrat dengan leukosit dan
eksudat sereus yang merupakan kumpulan sel yang terakumulasi di dalam stratum
korneum membentuk vesikel. ( Saenang , 2004 )
2. Pemeriksaan serologis ( ELISA dan Tes POCK )
Beberapa pemeriksaan serologis yang digunakan:
a. ELISA mendeteksi adanya antibodi HSV-1 dan HSV-2
b. Tes POCK untuk HSV-2 yang sekarang mempunyai sensitivitas yang tinggi.
(Saenang , 2004 )
3. Kultur virus
Kultur virus yang diperoleh dari spesimen pada lesi yang dicurigai masih
merupakan prosedur pilihan yang merupakan gold standard pada stadium awal
infeksi. Bahan pemeriksaan diambil dari lesi mukokutaneus pada stadium awal
(vesikel atau pustul), hasilnya lebih baik dari pada bila diambil dari lesi ulkus atau
krusta. Pada herpes genitalis rekuren hasil kultur cepat menjadi negatif, biasanya
hari keempat timbulnya lesi, ini terjadi karena kurangnya pelepasan virus,
perubahan imun virus yang cepat, teknik yang kurang tepat atau keterlambatan
memproses sampel. Jika titer dalam spesimen cukup tinggi, maka hasil positif
dapat terlihat dalam waktu 24-48 jam. ( Saenang, 2004 )

G. Penatalaksanaan
Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi herpes
genitalis, namun pengobatan secara umum perlu diperhatikan, seperti :
1. menjaga kebersihan lokal
2. menghindari trauma atau faktor pencetus
Penggunaan idoxuridine mengobati lesi herpes simpleks secara lokal
sebesar 5% sampai 40% dalam dimethyl sulphoxide sangat bermanfaat. Namun,
pengobatan ini memiliki beberapa efek samping, di antaranya pasien akan
mengalami rasa nyeri hebat, maserasi kulit dapat juga terjadi. ( Saenang, 2004 )
Meskipun tidak ada obat herpes genital, penyediaan layanan kesehatan anda
akan meresepkan obat anti viral untuk menangani gejala dan membantu mencegah
terjadinya outbreaks. Hal ini akan mengurangi resiko menularnya herpes pada
partner seksual. Obat-obatan untuk menangani herpes genital adalah :
a) Asiklovir
Pada infeksi HVS genitalis primer, asiklovir intravena (5 mg/kg BB/8 jam
selama 5 hari), asiklovir oral 200 mg (5 kali/hari saelama 10-14 hari) dan
asiklovir topikal (5% dalam salf propilen glikol) dsapat mengurangi lamanya
gejala dan ekskresi virus serta mempercepat penyembuhan.(4,5)
b) Valasiklovir
Valasiklovir adalah suatu ester dari asiklovir yang secara cepat dan hampir
lengkap berubah menjadi asiklovir oleh enzim hepar dan meningkatkan
bioavaibilitas asiklovir sampai 54%.oleh karena itu dosis oral 1000 mg
valasiklovir menghasilkan kadar obat dalam darah yang sama dengan asiklovir
intravena. Valasiklovir 1000 mg telah dibandingkan asiklovir 200 mg 5 kali
sehari selama 10 hari untuk terapi herpes genitalis episode awal.(4,5,9)
c) Famsiklovir
Adalah jenis pensiklovir, suatu analog nukleosida yang efektif menghambat
replikasi HSV-1 dan HSV-2. Sama dengan asiklovir, pensiklovir memerlukan
timidin kinase virus untuk fosforilase menjadi monofosfat dan sering terjadi
resistensi silang dengan asiklovir. Waktu paruh intrasel pensiklovir lebih
panjang daripada asiklovir (>10 jam) sehingga memiliki potensi pemberian
dosis satu kali sehari. Absorbsi peroral 70% dan dimetabolisme dengan cepat
menjadi pensiklovir. Obat ini di metabolisme dengan baik. ( Saenang, 2004 )
Pencegahan
Hingga saat ini tidak ada satupun bahan yang efektif mencegah HSV.
Kondom dapat menurunkan transmisi penyakit, tetapi penularan masih dapat
terjadi pada daerah yang tidak tertutup kondom ketika terjadi ekskresi virus.
Spermatisida yang berisi surfaktan nonoxynol-9 menyebabkan HSV menjadi
inaktif secara invitro. Di samping itu yang terbaik, jangan melakukan kontak oral
genital pada keadaan dimana ada gejala atau ditemukan herpes oral. Secara ringkas
ada 5 langkah utama untuk pencegahan herpes genital yaitu :
1. Mendidik seseorang yang berisiko tinggi untuk mendapatkan herpes genitalis
dan PMS lainnya untuk mengurangi transmisi penularan.
2. Mendeteksi kasus yang tidak diterapi, baik simtomatik atau asimptomatik.
3. Mendiagnosis, konsul dan mengobati individu yang terinfeksi dan follow up
dengan tepat.
4. Evaluasi, konsul dan mengobati pasangan seksual dari individu yang
terinfeksi.
5. Skrining disertai diagnosis dini, konseling dan pengobatan sangat berperan d
alam pencegahan. ( Saenang, 2004 )

II. Konsep Keperawatan


A. Pengkajian
1. Biodata ( Sutardi, 2012 ) :
a. Umur : dapat terjadi pada segala umur.
b. Pekerjaan : bagi orang-orang yang sering berganti-ganti pasangan seks.
2. Keluhan Utama :
Nyeri atau gatal di area alat kelamin atau bokong, nyeri saat buang air kecil
3. Riwayat Penyakit
a. Sekarang : Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien. Pada
beberapa kasus,timbul lesi/vesikel perkelompok pada penderita yang
mengalami demam atau penyakit yang disertai peningkatan suhu tubuh atau
pada penderita yang mengalami trauma fisik maupun psikis. Penderita
merasakan nyeri yang hebat, terutama pada aera kulit yang mengalami
peradangan berat dan vesikulasi hebat.
b. Dahulu : Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami penyakit
herpessimplek atau memiliki riwayat penyakit seperti ini.
c. Keluarga : Ada anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus ini.
( Sutardi, 2012 )
4. Kebutuhan Psikososial
Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada bagian muka atau
yang dapat dilihat oleh orang, biasanya mengalami gangguan konsep diri. Hal itu
meliputi perubahan citra tubuh, ideal diri tubuh, ideal diri, harga diri,penampilan
peran, atau identitas diri. Reaksi yang mungkin timbul adalah:
a. Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh.
b. Menarik diri dari kontak sosial.
c. Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.
5. Kebiasaan Sehari-hari
Dengan adanya nyeri, kebiasaan sehari-hari klien juga dapat mengalami
gangguan, terutama untuk istirahat/tidur dan aktivitas. Terjadi gangguan BAB dan
BAK pada herpes simpleks genitalis. Penyakit ini sering diderita oleh klien yang
mempunyai kebiasaan menggunakan alat-alat pribadi secara bersama-sama atau
klien yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan seksual dengan berganti-
ganti pasangan. ( Sutardi, 2012 )
6. Pemeriksaan fisik ( Sutardi, 2012 )
a. Kedaaan Umum : luas, lokasi timbulnya lesi, dan daya tahan tubuh klien. Pada
kondisi awal/ saat proses peradangan,dapat terjadi peningkatan suhu tubuh
atau demam dan perubahan tanda-tanda vital yang lain.
b. Kulit : adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri, edema di sekitar lesi,
dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder.
c. Genetalis :
1) Inpeksi : Pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan adalah
bagian glans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus. Sedangkan pada
wanita, daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayora dan minora,
klitoris, introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk,
ukuran / luas,warna, dan keadaan lesi.
2) Palpasi : kelenjar limfe regional, periksa adanyapembesaran; pada beberapa
kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limferegional.
B. Diagnosa Keperawatan
Berikut ada beberapa Diagnosa keperawatan pada Herpes genetalis
(Wilkinson. 2015 ) :
1. Nyeri Akut b/d Agens Cedera Biologis, adanya infeksi virus.
2. Kerusakan Integritas Kulit b/d ulkus pada kulit
3. Resiko infeksi b/b masuknya virus Herpes
4. Hipertermia b/d penyakit
5. Keletihan b/d malaise
6. Ansietas b/d gelisah
7. Defisiensi Pengetahuan b/d Kurangnya pajanan informasi

D. Rencana Keperawatan
Berikut intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan yang dapat
terjadi pada herpes genetalis ( Bulecek , 2013 ) :
1. Diagnosa I : Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
kriteria hasil:
a. Mengetahui faktor penyebab nyeri
b. Mengetahui permulaan terjadinya nyeri
c. Menggunakan tindakan pencegahan
d. Melaporkan gejala
e. Melaporkan kontrol nyeri
Intervensi
a. Lakukan pengkajian nyeri secara menyeluruh meliputi lokasi, durasi, kualitas,
keparahan nyeri dan factor pencetus nyeri.
b. Observasi ketidaknyamanan non verbal.
c. ajarkan untuk teknik nonfarmakologi misal relaksasi, guide imajeri, terapi
musik, distraksi.
d. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidak nyamanan misal suhu, lingkungan, cahaya, kegaduhan.
e. Kolaborasi : pemberian Analgetik sesuai indikasi
1. Diagnosa II : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ulkus pada kulit
Kriteria hasil :
a. integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur,
hidrasi dan pigmentasi)
b. tidak ada luka / lesi pada kulit
c. perfusi jaringan yang baik
d. menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya sedera berulang
e. mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
f. menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
Intervensi
a. anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
b. hindari kerutan pada tempat tidur
c. jaga kebersihan kulit ag ar tetap bersih dan kering
d. mobilisasi pasien (ubah posisi pasien ) setiap 2 jam sekali
e. monitor kulit akan adanya kemerahan
f. oleskan lotion atau minyak / baby oil pada daerah yang tertekan
g. monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
ASUHAN KEPERAWATAN
HERPES GENITAL
Contoh Kasus :
Ny S , usia 19 tahun, G2P1A0H0 32-33 minggu datang kerumah sakit
dengan keluhan utama bintil-bintil di daerah kemaluan. Keluhan ini sudah
dirasakan sejak 5 hari yang lalu. Awalnya, keluhan bintil-bintil berukuran kecil
berisi cairan bening disertai warna kemerahan disekitarnya dan nyeri, kemudian
semakin membesar dan cairan bening berubah keruh seperti nanah dan dirasakan
semakin nyeri terutama bila disentuh atau terkena gesekan, dan terdapat beberapa
bintil yang sudah pecah.
Ny S juga mengeluhkan adanya cairan bewarna kekuningan dan kental pada
bekas bintil-bintil yang pecah. Pasien juga mengeluhkan adanya demam ketika
bintil bintil muncul, sakit kepala, lemas, dan pegal-pegal. Pasien juga
mengeluhkan nyeri atau terasa panas saat berkemih. Pasien menyangkal pernah
mengalami keluhan serupa.
Ny S mengaku hanya melakukan hubungan seksual dengan suami. Suami
pasien bekerja sebagai buruh bangunan dan sering keluar kota untuk pekerjaan
tersebut. Hubungan seksual terakahir dengan suami dilakukan sekitar 2 minggu
yang lalu tanpa menggunakan kondom.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan didapatkan tanda vital dalam batas
normal. Pada pemeriksaan status dermatologis pada labia mayora didapatkan
tampak vesikel berisi cairan seropurulen dan ulkus dangkal tertutup cairan
purulen, dasar eritema, berbatas tegas. Berdasarkan kasus tersebut, buatlah
diagnosa, luaran dan intervensi berdasarkan buku SDKI, SLKI dan SIKI?
No Tanda Dan Gejala Etiologi Masalah
Keperawatan
1
DS: Gejala Penyakit Gangguan Rasa
- Ny S mengeluh bintil- Nyaman
bintil didaerah kemaluan
- Ny S juga mengeluhkan
nyeri atau terasa panas
saat berkemih.
- Ny S juga mengeluhkan
adanya cairan bewarna
kekuningan dan kental
pada bekas bintil-bintil
yang pecah.
- Ny S mengeluhkan adanya
demam ketika bintil bintil
muncul, sakit kepala,
lemas, dan pegal-pegal
DO:
- tanda vital dalam batas
normal. Pada pemeriksaan
status dermatologis pada
labia mayora didapatkan
tampak vesikel berisi
cairan seropurulen dan
ulkus dangkal tertutup
cairan purulen, dasar
eritema, berbatas tegas.
DIAGNOSA KEPERAWATAN:
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit dibuktikan dengan :
DS:
- Ny S mengeluh bintil-bintil didaerah kemaluan
- Ny S juga mengeluhkan nyeri atau terasa panas saat berkemih.
- Ny S juga mengeluhkan adanya cairan bewarna kekuningan dan kental pada
bekas bintil-bintil yang pecah.
- Ny S mengeluhkan adanya demam ketika bintil bintil muncul, sakit kepala,
lemas, dan pegal-pegal

DO:
- tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan status dermatologis pada
labia mayora didapatkan tampak vesikel berisi cairan seropurulen dan ulkus
dangkal tertutup cairan purulen, dasar eritema, berbatas tegas.

Diagnosa Luaran Keperawatan Intervensi


Keperawatan Keperawatan
Gangguan rasa Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
nyaman berhubungan keperawatan selama 2x24 observasi
dengan gejala penyakit jam, diharapkan status - Identifiksi lokasi ,
dibuktikan dengan : kenyamanan meningkat karakteristik ,
DS: dengan kriteria luaran: durasi , frekuensi ,
- Ny S mengeluh Kriteria Awal targe kualitas . intensitas
hasil t
bintil-bintil didaerah nyeri
kesejahtraa 2 4
kemaluan n psikologi - Identifikasi skala
- Ny S juga keluhan 4 2 nyeri
mengeluhkan nyeri atau tidak - Identifikasi faktor
terasa panas saat nyaman yang
berkemih. iritabilitas 4 2 memeperberat dan
- Ny S juga pola 2 4 memperingan nyeri
mengeluhkan adanya eliminasi - Identifikasi
cairan bewarna pengaruh budaya
kekuningan dan kental terhadap respon
pada bekas bintil-bintil nyeri
yang pecah. terapeutik
- Ny S - kontrol lingkungan
mengeluhkan adanya yang memperberat
demam ketika bintil rasa nyeri (mis.
bintil muncul, sakit Suhu ruangan,
kepala, lemas, dan pencahayaan ,
pegal-pegal kebisingan
- fasilitasi istrahat
DO: dan tidur
- tanda vital
dalam batas normal. edukasi
Pada pemeriksaan - jelaskan
status dermatologis penyebab , periode
pada labia mayora ,dan pemicu nyeri
didapatkan tampak - jelaskan strategi
vesikel berisi cairan meredakan nyeri
seropurulen dan ulkus anjurkan
dangkal tertutup cairan memonitor nyeri
purulen, dasar eritema, secara mandiri
berbatas tegas. - anjurkan
mennggunakan
analgetik secara
tepat
- ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri .

ANALISIS JURNAL

A. Latar Belakang
Herpes genetalis (HG) adalah infeksi akut pada genital dan sekitarnya yang
disebabkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV) terutama tipe-2 ( dapat pula oleh
tipe 1 ) dengan gejala berupa vesikel berkelompok di atas dasar eritematosa.
Penyakit ini cenderung bersifat rekuren , life-long infection. (Suryani , 2013 ).
Manifestasi klinis dapat dipengaruhi oleh faktor hospes, pajanan HSV
sebelumnya , episode terdahulu dan tipe virus. Masa tunas dapat berlangsung
antara 2-26 hari dengan gejala yang timbul dapat bersifat berat atau asimptomatik.
Faktor risiko untuk HG yang disebabkan oleh HSV-2 berkaitan erat dengan jumlah
pasangan seksual , masa seksual aktif, homoseksual, ras kulit hitam, adanya
riwayat infeksi menular seksual (IMS) sebelumnya (Suryani , 2013 ).
Herpes Genital Rekuren (HGR) umum-nya dapat terjadi , lebih ringan dan
lebih bersifat local dari lesi episode pertama karena telah ada anti-bodi spesifik ,
sehingga penyembuhan juga akan berlangsung lebih cepat. Faktor pencentus
kekambuhan diantaranya adanya trauma , infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) ,
radiasi ultraviolet , neuralgia trigeminal , pasca operasi intracranial karena
penyakit ini , operasi gigi, atau oleh tindakan dermabrasi , dan kadang-kadang
seorang wanita mendapat kekambuhan saat menstruasi (Suryani , 2013 ).
Pengobatan yang diberikan dapat menjadi 3 bagian yaitu pengobatan
profilkasis , pengobatan non spesifik , yaitu pengobatan antivirus terhadap virus
herpes. Pengobatan yang diberikan secara dini dapat mengurangi gejala sistemik
dan mencegah perluasan ke saluran genital atas (Suryani , 2013 ).
Herpes genital merupakan salah satu penyakit IMS yang sering menjadi
masalah karena sukar disembuhkan , sering rekuren , juga karena penularan
penyakit ini dapat terjadi pada penderita tanpa gejala atau asimptomatis.
Morbiditas utama dari HGR adalah frekuensi rekurensinya yang dapat menjadi
sangat tinggi, kronis, dan efeknya terhadap hubungan personal dan kehidupan
seksual pasien . sampai sekarang belum ada obat yang ampuh untuk mencegah
rekurensi (Suryani , 2013 ).
B. PICO
P = Herpes Genitalis
I = Terapi
C = -
O = Recurrent

C. Pertanyaan Klinis
Berdasarkan PICO yang dibuat , maka dapat tersusun pertanyaan klinis
“Apakah pemberian terapi untuk pasien dapat menurunkan angka kejadian
rekurensi herpes genitalis .

D. Proses Pencarian Literatur


Proses Pencarian literatur dilakukan dengan menggunakan google
cendekiawan dengan menggunakan kata “ herpes genitalis “ memperoleh hasil
1000 jurnal . dari 1000 hasil jurnal yang ditampilkan , selanjutnya memilih dengan
3 kata kunci : herpes genitalis , terapi , recurrent .dan dengan pertimbangan tahun
terbitan yaitu kurang dari 7 tahun .full paper serta tersedia dengan abstrak dan isi
dalam jurnal tersebut mampu menjawab pertanyaan klinis yang ditegakkan . jurnal
yang dipilih yaitu “Masalah dan penatalaksanaan herpes genitalis rekuren”

E. Kritisi Jurnal
a) Ringkasan artikel
Infeksi herpes genitalis dimulai bila sel epitel mu-kosa saluran epitel
pejamu yang rentan terpajan virus yang ada dalam lesi atau secret genital orang
yang terinfeksi . VHS segera menjadi inaktif pada keadaan suhu kamar dan
suasana kering, sehingga tidak dapat ditularkan melalui udara atau bahan-bahan
lain . virus akan melekat pada sel epitel , kemudian masuk dengan cara
meleburkan diri dengan membrane sel. Sekali masuk di dalam sel akan terjadi
replikasi yang menghasilkan lebih banyak virion yang menyebabkan kematian sel.
Pada waktu bersamaan, virus memasuki ujung saraf sensoris yang mensarafi
saluran genital. Virion kemudian ditrans-porta-si ke inti sel neuron di ganglia
sensorik yaitu ganglia dorsalis sakralis (Suryani , 2013 ).
Dalam menagani kasus HGR , langkah pertama adalah mengakkan
diagnosis yang bila memungkinkan ditunjang dengan pemeriksaan laboratotium
diagnosis secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel
berkelompok dengan dasar eritem dan bersifat rekuren (Suryani , 2013 ).
Terdapat banyak pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis infeksi HSV , antara lain biakan virus, imunofloresensi
langsung , teknik molekuler, dan pemeriksaan serologi . pemeriksaan laboratorium
yang paling sederhana adalah pemeriksaan tes Tzanck yang diwarnai dengan
pewarnaan Giemsa, Wright atau Papanicolaou . kulit atau mukosa dari lesi herpes
yang di duga , di ambil dan ditempatkan pada kaca objek. Di lihat dengan
mikroskop cahaya untuk melihat adanya perubahan sitologi yang diinduksi virus,
termasuk karakteristik adanya sel raksasa berinti banyak. Tes Tzank merupakan
metode diagnosis yang efisien dan murah. Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan
ini umumnya rendah (Suryani , 2013 ).
Pengobatan yang diberikan dapat dibagi menjadi 3 bagian :
1. Pengobatan profilaksis , yaitu meliputi penjelasan kepada pasien tentang
penyakitnya, proteksi individual, menghindari faktor – faktor pencentus
psikoterapi .
2. Pengobatan non spesifik, yaitu yang bersifat simtomatis.
3. Pengobatan spesifik , yaitu pengobatan antivirus terhadap virus herpes. 3 obat
antivirus yang efektif yaitu asiklovir, valasiklovir dan famsikolovir.
Valasiklovir merupakan derivat ester L-valil dari asiklovir dan diabsorpsi lebih
cepat Semua pasien dengan episode pertama sebaiknya diobati dengan antivirus
oral . pengobatan yang diberikan secara dini dapat mengurangi gejala sistemik
dan mencegah perluasan ke saluran genital atas (Suryani , 2013 ).
Pencegahan HGR masih merupakan masalah terutama pada wanita wanita
hamil dan penderita imunokompromais. Insidens kekambuhan infeksi HG yang
tinggi sering menimbulkan rasa nyaman, keluhan gatal dan nyeri pada daerah
inguinal serta menimbulkan stress psikologik dalam kehidupan personal dan sex
life yang memberatkan penderita . berdasarkan hal tersebut infeksi HG dapat
menimbulkan morbiditas, dan bahkan mortalitas yang bermakna pada pasien
imunokompromais. Kemajuan terbaru di bidang kedokteran telah meningkatkan
pemahaman tentang gambaran klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan terbaru saat
ini meliputi pencegahan, simptomatik, dan terapi antivirus berdasarkan keparahan
klinis dan keadaan umum pasien. Diperlukan kepatuhan yang tinggi dari penderita
untuk secara rutin mengkonsumsi antivirus harian dalam waktu cukup lama
sehingga dapat menghasilkan output yang baik dalam mencegah HGR (Suryani ,
2013 ).
b). Saran terhadap artikel
Dalam artikel jurnal ini sebaiknya dijelaskan bagaiamana pencegahan untuk
meminimalisir terjadinya rekurensi herpes genital terutama pada wanita hamil dan
penderita imunokompromais maupun yang belum mengetahui penyakit tersebut .
c). Implikasi Terhadap Pelayanan Keperawatan
Berdasarkan beberapa studi dapat dimplikasikan dalam pelayanan
keperawatan tentang terapi antivirus oral harian (chronic suppressive therapy ).
pada pasien dengan HG yang seringkali rekuren (4-12 kali pertahun ) efektif dalam
mencegah HGR. Terapi jangka panjang ini aman bagi pasien dan mecegah 65-85%
rekurensi selama terapi dilanjutkan dan setelah 5-7 tahun pengobatan dapat
dihentikan . hal ini menguntungkan pasien karena dapat bebas dari gejala dan
memberikan keuntungan psikososial. Pada kasus pasangan monogami, terapi
antivirus oral harian pada orang yang terinfeksi akan mengurangi penularan
penyakit pada pasangannnya yang tidak terinfeksi . Medikasi topical untuk infeksi
VHS secara umum tidak terlalu efektif. Pensiklovir topikal diberikan setiap 2 jam
selama 4 hari dapat mempercepat waktu penyembuhan .
DAFTAR PUSTAKA
Bulecek, Buther, & Dochterman. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC).
Edisi: 5. Yogyakarta: mocomedia.
Douglas, Fleming, Quillan M, Johnson E.R, Nahmias A.J, Aral SO, et al. 2012.
Herpes Simplex Virus Type 2 in the United States. Journal of Medicine. 337
(16)
Kohn, Melissa. 2017. Herpes Simplex in Emergency Medicine Clinical
Presentation.
Moohed, Johnson, & Maas 2013. Nursing Outcomes Classificatoin (NOC). Edisi:
6. Yogyakarta: EGC
Saenang RH, Djawad K, & Amin S. 2004. Herpes Genetalis. Dalam: Amiruddin
MD, editor. Penyakit Menular seksual. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Univesitas Hasanuddin hal.179-196.
Suryani M , Wijayadi LY . 2013 . Masalah Dan Penatalaksanaan Herpes Genitalis
Rekuren. Jurnal Ebers Papyrus. (19) 2
Sutardi H. 2012 . Herpes Simplex Manifestasi Klinis dan Pengobatan. Dalam:
Ebers papyrus Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran
Univ.Tarumanagara. 4(1)
Whitley, Richard , Baines, & Joel . 2018. Clinical management of herpes simplex
virus infections: past, present, and future.
Wilkinson. 2015. Diagnosa Keperawatan- Nanda. Edisi: 10. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai