Anda di halaman 1dari 10

Penyakit Herpes Genitalis

Muhammad Nugra Anggono Prasetya


Nim : 102014227
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat 11510

Abstrak
Virus herpes merupakan sekelompok virus yang termasuk dalam famili herpesviridae yang
mempunyai morfologi yang identik dan mempunyai kemampuan untuk berada dalam
keadaan laten dalam sel hospes setelah infeksi primer. HSV terdapat dua tipe, tipe satu terjadi
pada anak anak dan tipe dua menyerang manusia yang sudah aktif secara seksual. Virus yang
berada dalam keadaan laten dapat bertahan untuk periode yang lama bahkan seumur hidup
penderita. Virus tersebut tetap mempunyai kemampuan untuk mengadakan reaktivasi kembali
sehingga dapat terjadi infeksi yang rekuren.
Kata kunci: virus herpes, HSV 1, HSV 2.

Abstract
The herpes virus is a group of viruses belonging to the family of herpesviridae which have
identical morphology and have the ability to be latent in the host cell after primary infection.
HSV has two types, type one occurs in children and type two attacks humans who are
sexually active. Viruses that are in a latent state can last for a long period of time even for a
patient's lifetime. The virus still has the ability
Keywords: herpes virus, HSV 1, HSV 2.

Pendahuluan
Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita dengan frekuensi
yang tidak berbeda, infeksi primer oleh virus herpes simpleks (HSV) tipe I biasanya dimulai
pada anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasanya terjadi pada dekade II atau III, dan
berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual. Insidens infeksi primer HSV-1 yang
menyebabkan herpes labialis paling banyak terjadi pada masa kanak-kanak, dimana 30-60%
anak-anak biasanya terekspos oleh virus ini. Jumlah kejadian infeksi HSV-1 meningkat
seiring dengan bertambahnya usia dan mayoritas ditemukan pada orang dewasa berusia 30

tahun atau lebih dengan HSV-2 seropositif. Infeksi HSV-2 berhubungan dengan perilaku
seksual. Antibodi terhadap HSV-2 sangat jarang ditemukan sebelum terjadi aktivitas seksual
dan meningkat secara terus menerus setelahnya.

Anamnesis
Anamnesis merupakan komunikasi yang dilakukan oleh dokter sebagai pemeriksa
dengan pasien yang mempunyai tujuan untuk mendapatkan informasi tentang penyakit yang
diderita dan informasi lainnya yang berkaitan sehingga dokter dapat mengarahkan diagnosis
pasien.
Pada kasus ini seorang pasien laki-laki terdapat luka lecet dibagian batang
kemaluannya terasa perih namun tidak gatal.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil pasien laki-laki dengan keadaan umum sakit
sedang, kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital dalam keadaan batas normal. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan luka pada regio penis, terdapat vesicle yang mudah pecah,
ukuran <0,5 cm, terdapat cairan serosa, batas tegas, warna sekitar vesicle hiperemis, terdapat
erosi miliar sampai lentikular.

Epidemiologi

Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita dengan
frekuensi yang tidak begitu berbeda. Infeksi primer oleh virus herpes simpleks (HSV) tipe I
biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasanya terjadi pada
dekade II atau III, dan berhubungan dengan peningkatan aktifitas seksual. Antibodi terhadap
HSV-1 meningkat dengan usia dimulai pada masa kanak-kanak dan berkorelasi dengan status
sosial ekonomi, ras, dan kelompok budaya. Pada usia 30 tahun, 50% dari individu dalam
status sosial ekonomi tinggi dan 80% dalam status sosial ekonomi lebih rendah ditemukan
seropositif. Antibodi terhadap HSV-2 mulai muncul pada masa pubertas, berhubungan
dengan tingkat aktivitas seksual. Survei kesehatan terbaru nasional yang dilakukan di
Amerika Serikat mengungkapkan prevalensi axntibodi HSV-2 dalam 45% dari ras kulit
hitam, 22% dari ras Meksiko-Amerika, dan 17% dari ras kulit putih.1

Etiologi

Penyebab herpes disebabkan oleh virus Human Herpes Virus (HHV). Virus herpes
merupakan virus yang merupakan anggota dari famili Herpesviridae. Terdapat 2 tipe dari
HSV yaitu :

1. Herpes simplex virus tipe I: umumnya menyebabkan lesi atau luka pada
sekitar wajah, bibir, mukosa mulut, dan leher. Tidak di tularkan secara
seksual.
2. Herpes simplex virus tipe II: umumnya menyebabkan lesi pada genital, yang
ditularkan secara seksual.
Sebagian besar kasus herpes genitalis disebabkan oleh HSV-2, namun tidak menutup
kemungkinan HSV-1 menyebabkan kelainan yang sama. Pada umumnya disebabkan oleh
HSV-2 yang penularannya secara utama melalui vaginal atau anal seks. Beberapa tahun ini,
HSV-1 telah lebih sering juga menyebabkan herpes genital. HSV-1 genital menyebar lewat
oral seks yang memiliki cold sore pada mulut atau bibir, tetapi beberapa kasus dihasilkan dari
vaginal atau anal seks.2

Diagnosis Kerja
Secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel berkelompok.
Gejala dan tanda dihubungkan dengan HSV-2. Diagnosis dapat ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan tzank smear
dengan ditemukannya sel datia berinti banyak. 3

Gejala Klinis
Pada infeksi herpes simplex virus terdapat 3 tingkat yaitu :
1. Infeksi Primer
Predileksi pada HSV tipe 1 terdapat di daerah pinggang ke atas terumata pada
daerah mulut dan hidung, biasanya pada usia anak anak. HSV tipe 2 mempunyai
tempat predileksi di daerah pinggang kebawah, terutama pada daerah genital. Daerah
predileksi ini sering kacau dikarena kan ada cara berhubungan seksual seperti oro-
genital sehingga herpes yang terdapat di daerah genital bisa disebabkan karena HSV
tipe 1 sedangkan di daerah mulut dan rongga mulut dapat disebabkan HSV tipe 2.
Infeksi primer berlangsung lebih lama sekitar 3 minggu dan sering disertai oleh gejala
sistemik seperti demam, malaise, anoreksia dan dapat ditemukan pembengkakan
kelenjar getah bening regional. Kelainan klinis yang dijempai berupa vesikel yang
berkelompok diatas kulit yang sebab dan eritematosa, berisi cairan yang jernih dan
kemudia menjadi seropurulen dapat menjadi krusta dan kadang mengalami ulserasi
yang dangkal biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak terdapat indurasi.
Kadang-kdang dapat timbul infeksi sekunder sehingga memberi gambaran yang tidak
jelas, umumnya didapati pada orang yang kekurangan antibodi virus herpes simpleks.
Pada wanita ada laporan yang mengatakan bahwa 80% infeksi HSV pada genitalia
eksterna disertai infeksi pada serviks.4
2. Fase Laten
Fase ini berarti pada penderita tidak ditemukan gejala klinis, akan tetapi HSV
dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis.4
3. Infeksi Rekurens
Infeksi ini berarti HSV pada ganglion dorsalis dalam keadaan tidak aktif
dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga menimbulkan
gejala klinis. Meksime pacu itu dapat berupa trauma fisik (demam, infeksi, kurant
tidur, hubungan seksual). Gejala klinis yang timbul lebih ringan daripada infeksi
primer dan berlangsung kira-kira 7 sampai 10 hari. Sering ditemukan gejala
prodromal lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal dan nyeri. Infeksi
rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau tempat lain atau
disekitarnya (non loco). 4

Patogenesis
HSV-1 dan HSV-2 adalah termasuk dalam famili herpesviridae; sebuah grup virus
DNA rantai ganda lipid-enveloped yang berperan secara luas pada infeksi manusia. Kedua
serotipe HSV dan virus varisela zoster mempunyai hubungan dekat sebagai subfamili virus
alpha herpesviridae. Alfa herpes virus menginfeksi tipe sel multipel, bertumbuh cepat dan
secara efisien menghancurkan sel host dan infeksi pada sel host. Infeksi pada natural host
ditandai oleh lesi epidermis, seringkali melibatkan permukaan mukosa dengan penyebaran
virus pada sistem saraf dan menetap sebagai infeksi laten pada neuron, dimana dapat aktif
kembali secara periodik. Transmisi infeksi HSV seringkali berlangsung lewat kontak erat
dengan pasien yang dapat menularkan virus lewat permukaan mukosa.5

Gambar 1. Patogenesis HSV


Infeksi HSV-1 biasanya terbatas pada orofaring. Virus menyebar melalui droplet
pernapasan, atau melalui kontak langsung dengan saliva yang terinfeksi. HSV-2 biasanya
ditularkan secara seksual. Setelah virus masuk ke dalam tubuh hospes, terjadi penggabungan
dengan DNA hospes dan mengadakan multiplikasi serta menimbulkan kelainan pada kulit.
Waktu itu pada hospes itu sendiri belum ada antibodi spesifik. Keadaan ini dapat
mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah yang luas dengan gejala konstitusi berat.
Selanjutnya virus menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf regional dan
berdiam di sana serta bersifat laten. Infeksi orofaring HSV-1 menimbulkan infeksi laten di
ganglia trigeminal, sedangkan infeksi genital HSV-2 menimbulkan infeksi laten di ganglion
sakral. Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus virus akan mengalami reaktivasi dan
multiplikasi kembali sehingga terjadilah infeksi rekuren. Pada saat ini dalam tubuh hospes
sudah ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak
seberat pada waktu infeksi primer. Faktor pencetus tersebut antara lain adalah trauma atau
koitus, demam, stress fisik atau emosi, sinar UV, gangguan pencernaan, alergi makanan dan
obat-obatan dan beberapa kasus tidak diketahui dengan jelas penyebabnya. Penularan hampir
selalu melalui hubungan seksul baik genito-genital, anogenital maupun orogenital. Infeksi
oleh HSV dapat bersifat laten tanpa gejala klinis dan kelompok ini bertanggung jawab
terhadap penyebaran penyakit. Infeksi dengan HSV dimulai dari kontak virus dengan
mukosa. Replikasi virus dalam sel epidermis dan dermis menyebabkan destruksi seluler dan
peradangan.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis infeksi HSV dapat dilakukan secara seologik
dan virologik. Pemeriksaan secara serologik dilakukan pemeriksaan ELISA untuk
menentukan titer antibodi igM, igG untuk HSV 1 dan HSV 2 yang bertujuan untuk
menentukan apakah sudah terjadinya infeksi secara primer atau terjadi reaktivasi.
Pemeriksaan yang lebih akurat adalah pemeriksaan Western Bolt untuk mendeteksi infeksi
HSV yang merupakan gold standar dalam pemeriksaan antibodi karena dapat membedakan
antara HSV 1 dan HSV 2. Tetapi tes ini hanya sebagai referensi dan konfirmasi jika
pemeriksaan ELISA meragukan.
Pemeriksaan virologi, dengan berbagai macam cara seperti menggunakan. Mikroskop
cahaya, imunofloresensi, PCR, dan kultur virus. Pemeriksaan yang paling baik dengan
sensitivitas dan spesifisitas tinggi adalah kultur virus dari cairan lesi pada lesi kulit. Jika hasil
positif menunjukan hampir 100% akurat, terutama bila cairan berasal dari vesikel primer.
Tetapi pemeriksaan tersebut membutuhkan waktu lama dan biayanya sangat mahal. Tzanck
test. Pada percobaan Tzanck dengan pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel datia berinti
banyak dan badan inklusi intranuklear. Pemeriksaan ini berguna untuk diagnosis cepat
(biasanya dalam 1 jam). Tes ini tidak dapat membedakan HSV-1 dan HSV-2.

Pemeriksaan tzank smear, Pada percobaan Tzanck dengan pewarnaan Giemsa dapat
ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear namun tes ini tidak dapat
membedakan HSV-1 dan HSV-2. 6

Diagnosis Banding
1. Sifilis Primer
Merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum, sangat
kronik dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat menyerang hampir semua alat
tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten, dan dapat
ditularkan dari ibu ke janin. Pada anamnesis diketahui masa inkubasi, tidak terdapat
gejala konstitusi, demikian pula gejala setempat yaitu tidak ada rasa nyeri. Terdapat
erosi, soliter, bulat/lonjong. Kelainan dapat nyeri jika disertai infeksi sekunder.
Kelenjar regional dapat membesar, indolen, tidak berkelompok, tidak ada periadenitis,
tanpa supurasi. 7

2. Ulkus bacterial
Merupakan penyakit menular seksual yang ditandai dengan ulkus genitalis
nekrotik yang sangat nyeri. . Penyakit ini disebabkan oleh Haemophilus ducreyi,
bakteri gram-negatif berbentuk basil anaerob yang sangat infektif. Bakteri ini masuk
ke dalam kulit melalui mukosa yang tidak intak dan menyebabkan reaksi inflamasi. H.
Ducreyi ditularkan secara seksual melalui kontak langsung dengan lesi purulen dan
dengan autoinokulasi pada daerah nonseksual misalnya mata dan kulit. Penyakit ini
biasanya dimulai dengan papul inflamasi berukuran kecil pada tempat inokulasi,
beberapa hari kemudian, papul akan berubah menjadi ulkus yang sangat nyeri pada
penyakit ini tidaka da stadium vesikle. Tanpa pengobatan, lesi dapat bertahan
beberapa minggu sampai beberapa bulan, dan dapat berkomplikasi menjadi
limfadenopati supuratif.8

Tata Laksana
Tujuan terapi pada penyakit herpes genitalis ialah untuk mempersingkat gejala klinis,
mencegah terjadinya komplikasi, mencegah timbulnya dan menghilangkan stadium laten atau
kekambuhan dan menurun kan transmisi. Terapi paliatif dan suportif memegang peran yang
sangat penting. Rasa nyeri dan tidak nyaman biasanya akan berkurang dengan menggunakan
air garam hangat ditambahkan dengan analgesik, antipiretik atau anti pruritik. Obat pilihan
untuk herpes genitalis adalah asiklovir, valasiklofir dan famsiklovir oral untuk pasien yang
baru terkena infeksi pertama kalinya. Pemberian terapi secara terus menerus akan
mengurangi frekuensi dan kekambuhan mencapai 70-90% pada penderita.9
1. Idoksuridin.
Pada lesi yang dini dapat menggunakan obat topikal berupa salap/krim yang
mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P) dengan cara
aplikasi, yang sering dengan interval beberapa jam. Analog timidin, dimasukkan
ke dalam DNA virus menggantikan timidin mengakibatkan cacat sintesis DNA &
akhirnya penghambatan replikasi virus dan juga menghambat timidilat fosforilase.
2. Asiklovir
Asiklovir merupakan analog sintetik dari guanin yang digunakan dalam
pengobatan dan pencegahan dari penyakit infeksi akibat virus herpes simpleks
atau varicella zoster. Asiklovir bekerja secara spesifik terhadap virus herpes
dengan cara mekanisme kerja mengganggu sintesis DNA dan menghambat
replikasi virus.9
 Infeksi primer
a. Asiklovir 400 mg per oral 3x1 selama 7-10 hari/asiklovir 200 mg per
oral 5x1 selama 7-10 hari.9
 Infeksi rekuren
(Terapi Episodik)
a. Asiklovir 400 mg per oral 3x1 selama 5 hari atau
b. Asiklovir 800 mg per oral 2x1 selama 5 hari atau
c. Asiklovir 800 mg per oral 3x1 selama 2 hari.

(Terapi Supresi)
a. Asiklovir 400 mg per oral 2x1.9
3. Famsiklovir
dapat menghambat sintesis / replikasi DNA virus. Digunakan untuk melawan
virus herpes simpleks.
 Infeksi primer
a. Famsiklovir 250 mg per oral 3x1 selama 7-10 hari.
 Infeksi Rekuren
(Terapi episodik)
a. Famsiklovir 125 mg per oral 2x1 selama 5 hari.
(Terapi suspresi)
a. Famsiklovir 250 mg per oral 2x1.9
4. Valasiklovir
 Infeksi primer
a. Valasiklovir 1 gr per oral 2x1
 Infeksi rekuren
a. Valasiklovir 500 mg per oral 2x1 selama 3-5 hari atau
b. Valasiklovir 1 gr per oral 1x1 selama 5 hari.
 Infeksi supresi
a. Valasiklovir 500 mg atau 1000 mg per oral 1x1.9

Edukasi
Pasien dengan herpes genitalis harus di edukasi untuk menghindari hubungan seksual
selama gejala masih muncul dan setelahnya menggunakan kondom antara perjangkitan
gejala. Terapi supresi dengan antiviral dapat menjadi pilihan untuk individu yang peduli
transmisi pada pasangannya.

Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan penyakit herpes genitalis yaitu:10
a. Infeksi menular seksual lainnya. Memiliki luka genitalis meningkatkan risiko
penularan atau tertular infeksi menular seksual lainnya, termasuk virus AIDS.
b. Infeksi TORCH dan infeksi bayi baru lahir. Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi
dapat terkena virus selama proses kehamilan dan kelahiran. Selama hamil, dapat
menyebabkan kelainan seperti infeksi TORCH lain, sepertio mikrosefali,
mikroftalmia, kalsifikasi intrakranial, dan korioretinitis. Hal ini dapat
menyebabkan kerusakan otak, kebutaan atau kematian bagi bayi yang baru lahir.
Masalah kandung kemih. Dalam beberapa kasus, luka yang berhubungan dengan
herpes genitalis dapat menyebabkan peradangan di sekitar uretra, pipa yang
mengalirkan urin dari kandung kemih ke dunia luar. Pembengkakan dapat menutup
uretra selama beberapa hari, membutuhkan pemasangan kateter untuk menguras
kandung kemih .
c. Meningitis. Dalam kasus yang jarang, infeksi HSV menyebabkan radang selaput
dan cairan serebrospinal di sekitar otak dan sumsum tulang belakang.
d. Inflamasi rektal (proktitis). Herpes genitalis dapat menyebabkan peradangan pada
lapisan rektum, terutama pada pria yang berhubungan seks dengan laki-laki.

Prognosis
Kematian yang disebabkan oleh infeksi HSV jarang terjadi. Infeksi primer yang segera
diobati mempunyai prognosis lebih baik, sedangkan infeksi rekuren hanya dapat dibatasi
frekuensi kambuhnya. Terapi antivirus secara efektif dapatmenurunkan manifestasi klinis
pada herpes genitalis.

Kesimpulan
Dalam scenario ini seorang laki laki terkena penyakit herpes genitalis dengan
gambaran vesicle berkelompok dengan dasar eritema. Diagnosis ini dapat ditegakan dengan
anamnesis, pemeriksaan penunjang. Minum obat secara efektif akan membantu
penyembuhan penyakit tersebut.
Daftar Pustaka
1. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, et al. Herpes Genitalis. Dalam:
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, et al. Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008. Hal 273-4.

2. Melancon JM. Herpes Simplex. In: Arndt KA, Hsu JTS, Alam M, Bhatia A, Chilukuri
S. Manual of Dermatologic Therapeutics. 8th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2014. P.150-9.
3. Oentari Widyaningsih, Menaldi LS. Kapita selekta kedokteran jilid 1. Edisi 4:Media
Aesculapius: 2014. h. 308

4. Indriatmi Westi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 7:Fakultas Kedokteran
universitas indonesia 2018. h. 478-9
5. Corey L, Wald A. Herpes simplex viruses. Dalam: Kasper DL, Fauci A. Harrison’s
Infectiois disease. 18th ed. New York:McGraw-Hill;2008

6. Hadisaputro Soeharjo. Ilmu penyakit dalam jilid 1. Edisi 6: interna publishing 2014.h.
742
7. Djuanda Adhi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi7:Fakultas kedokteran
universitas indonesia 2018.h 455-7.
8. Indriatmi Westi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 7:Fakultas Kedokteran
universitas indonesia 2018. h. 475-7.
9. Departemen Farmakologi Universitas Kristen Krida Wacana. Buku Ajar Farmakologi.
Edisi 1: Fakultas kedokteran kristen krida wacana 2016. h. 130
10. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2008. Hal. 381-3.

Anda mungkin juga menyukai