Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Herpes simpleks virus (HSV) dapat berupa kelainan pada daerah

orolabial atau herpes orolabialis serta daerah genital dan sekitarnya atau

herpes genitalis, dengan gejala khas berupa adanya vesikel berkelompok di

atas dasar makula eritematosa.1

Herpes simpleks genitalis merupakan salah satu infeksi menular seksual

(IMS) yang paling sering menjadi masalah karena sukar disembuhkan, sering

berulang (rekuren), juga karena penularan penyakit ini dapat terjadi pada

seseorang tanpa gejala atau asimptomatis. 1,2

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) Pada tahun 2012,

diperkirakan 3,7 miliar orang di bawah usia 50 tahun, atau 67% dari populasi,

memiliki infeksi HSV-1. Diperkirakan prevalensi infeksi tertinggi di Afrika

(87%) dan terendah di Amerika (40-50%). Herpes genital yang disebabkan

oleh HSV-2 saat ini sedang menjadi masalah global dan diperkirakan 417 juta

orang di seluruh dunia hidup dengan infeksi HSV pada 2012. Prevalensi

infeksi HSV-2 diperkirakan tertinggi di Afrika (31,5%), diikuti oleh Amerika (

14,4%). Terbukti meningkat dengan bertambahnya usia, meskipun jumlah

tertinggi orang yang baru terinfeksi adalah remaja3.

Pada kasus ini pasien mengalami 2 penyakit yang bersamaan yaitu HSV

dan candidiasis vulvo vaginitis , dimana pada Center of Disease Control

mengatakan pada pasien yang mengalami vaginitis maka akan memiliki resiko

mengalami infeksi menular seksual seperi chlamydia , gonore , serta HSV dan

1
2

meningkatkan resiko terjadi nya infertilitas15. Pasien yang mengalami vaginitis

baik yang disebebkan oleh bakteri maupun jamur akan mengalami penurunan

dari sistem pertahanan di area vagina. Hal ini yang menyebabkan wanita

dengan vaginitis akan lebih mudah mengalami infeksi menular seksual16.

Penegakan diagnosis penyakit ini dapat dilakukan melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Penting untuk dapat

melakukan diagnosis dengan benar serta penatalaksanaan yang tepat pada


1,3
pasien herpes simpleks genitalis. Pengobatan secara dini dan tepat dapat

memberikan prognosis yang lebih baik, yaitu masa penyakit berlangsung lebih

singkat dan angka kejadian rekurensi menurun. Pemberian edukasi juga

merupakan aspek penting dalam penanganan herpes simpleks genitalis. Pasien

harus disarankan untuk kontrol ulang, disarankan untuk tidak melakukan

hubungan seksual selama lesi dan gejala masih ada, pemakaian kondom serta

memeriksakan pasangan seksualnya. Semua itu adalah upaya untuk mencegah

transmisi dari penyakit ini. 1,4


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Herpes Simpleks

Virus herpes simpleks (HSV) adalah virus DNA beruntai ganda yang

merupakan anggota Alphaherpesvirinae, subfamili dari famili herpesviridae.

Nama "herpes" berasal dari kata Yunani yang berarti "merayap". HSV

memiliki subtipe herpes simpleks virus tipe 1 (HSV-1) dan virus herpes

simpleks tipe 2 (HSV-2) yang masing-masing menyebabkan lesi di rongga

mulut dan genitalia. Tingkat prevalensi infeksi HSV di seluruh dunia

diperkirakan sekitar 65-90%. Virus herpes simpleks tipe 1 menjadi patogen

dan sangat menular yang memiliki kapasitas tinggi dalam menghancurkan

fungsi sel inang. HSV-1 bekerja dengan penyumbatan ekspresi protein seluler

dan sintesis protein virus secara efektif. Herpes simplek disebut juga fever

blister, cold sore, herpes febrilis, herpes labialis, herpes progenitalis. 1,4,8

2.2 Epidemiologi

Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita

dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh virus herpes simplek

tipe 1 biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi tipe 2 biasanya

terjadi pada dekade II atau III dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas

seksual. 4,8,9

Berdasarkan data WHO Pada 2012, diperkirakan 3,7 miliar orang di

bawah usia 50 tahun, atau 67% dari populasi, memiliki infeksi HSV-1.

Diperkirakan prevalensi infeksi tertinggi di Afrika (87%) dan terendah di

Amerika (40-50%). Sehubungan dengan infeksi HSV-1 genital, 140 juta orang
4

berusia 15-49 tahun diperkirakan memiliki infeksi HSV-1 genital di seluruh

dunia pada tahun 2012, tetapi prevalensi bervariasi berdasarkan wilayah.

Sebagian besar infeksi HSV-1 genital diperkirakan terjadi di Amerika, Eropa

dan Pasifik Barat, di mana HSV-1 dapat menginfeksi sampai usia dewasa. Di

wilayah lain, misalnya di Afrika, sebagian besar infeksi HSV-1 didapat pada

masa kanak-kanak, sebelum usia aktif seksual. 3

Herpes genital yang disebabkan oleh HSV-2 adalah masalah global dan

diperkirakan 417 juta orang di seluruh dunia hidup dengan infeksi virus

tersebut pada 2012. Prevalensi infeksi HSV-2 diperkirakan tertinggi di Afrika

(31,5%), diikuti oleh Amerika ( 14,4%). Terbukti meningkat dengan

bertambahnya usia, meskipun jumlah tertinggi orang yang baru terinfeksi

adalah remaja. Lebih banyak wanita yang terinfeksi HSV-2 daripada pria.

Pada 2012 diperkirakan 267 juta wanita dan 150 juta pria hidup dengan infeksi

tersebut. Penularan HSV secara seksual lebih efisien dari pria ke wanita

daripada dari wanita ke pria. 3

Mayoritas pasien herpes simpleks genitalis di Divisi IMS URJ Kesehatan

Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode tahun 2011-2015

adalah wanita, yaitu sebesar 85,3% dan pasien laki-laki hanya 14,7% dari

seluruh pasien herpes simpleks genitalis. Hal ini disebabkan karena perbedaan

anatomi yang menyebabkan luas permukaan mukosa di area genital yang

terkena pada wanita lebih besar dibanding pada pria sehingga persepsi yang

lebih tinggi dari ketidaknyamanan terhadap lesi lebih tinggi pada wanita

dibandingkan pada pria. Distribusi kelompok umur yaitu kelompok umur 25-

34 tahun sebanyak 44 pasien (43,1%), disusul kelompok umur 15-24 tahun

sebanyak 38 (37,2%). Hal ini terjadi karena herpes simpleks genitalis


5

ditularkan melalui kontak seksual baik genito-genital atau oro-genital,

sehingga kelompok umur yang memiliki aktivitas seksual aktif merupakan

faktor risiko untuk terkena penyakit ini. 5

2.3 Transmisi Virus

Infeksi terjadi dengan inokulasi virus ke permukaan mukosa yang rentan

(misalnya : orofaring, serviks, konjungtiva) atau melalui retakan kecil di kulit.

Perlu diingat bahwa HSV adalah virus yang mudah inactivated pada suhu

kamar atau dengan pengeringan. Penyebaran HSV-1 dari sekresi oral ke area

kulit, atau kulit dengan kulit yang terdapat mikrolesi sehingga hal ini cukup

bahaya pada pekerjaan tertentu (misal dokter gigi, laboratorium). Sedangkan

HSV-2 transmisi virus melalui kontak seksual. 6,7,8

2.4 Etiologi dan Patogenesis

HSV-1 dan HSV-2 adalah anggota family Herpes viridae, sekelompok

double-stranded lipid-envelope yang termasuk virus DNA. Kedua serotipe

HSV adalah anggota subfamili virus α-Herpesviridae. α-Herpesvirus

menginfeksi beberapa tipe sel dalam kultur, tumbuh dengan cepat dan secara

efisien menghancurkan sel-sel inang. Infeksi pada host ditandai dengan lesi

pada epidermis, seringkali melibatkan permukaan mukosa yang kemudian

dilanjutkan penyebaran virus ke sistem saraf dan pembentukan infeksi laten

(virus yang dapat kembali teraktivasi).1

Penularan HSV tergantung dari kontak dari individu yang negatif HSV

dengan individu yang positif HSV. Virus harus menyentuh permukaan mukosa

atau kulit yang terbuka/terabrasi agar infeksi dapat terjadi. Proses tersebut

ialah infeksi primer yang keparahan infeksinya dapat dinilai dari ukuran,
6

jumlah, luas lesi, dimana semakin besar lesinya kemungkinan terjadinya

rekurensi juga semakin besar. 6,8,9

Infeksi HSV dapat dibagi menjadi tiga tahapan: (1) infeksi akut, (2)

pembentukan dan pemeliharaan latensi, dan (3) reaktivasi virus. Selama

infeksi akut, virus bereplikasi pada permukaan mukokutan, menghasilkan lesi

primer dibagian tersebut kemudian virus menyebar dengan cepat menuju

terminal saraf sensorik,. 1,4,8 (Gambar 1)

Virus yang sudah mencapai target host akan menempel pada permukaan

sel secara autoinokulasi dan masuk ke dalam sel melalu proses endositosis

atau fagositosis. Target lokasi virus tergantung jenisnya dan masih belum

diketahui alasannya. Setelah berhasil memasuki sel virus akan mengeluarkan

pre-exiting cell enzyme untuk menghilangkan atau merusak kapsul virus

sehingga asam nukleat virus dapat keluar dan menginvasi sel. 8,9,10

Herpes simplek virus termasuk virus DNA, dengan karakter yang lebih

kompleks. Virus DNA dapat mentranlate mRNA nya dengan sel polymerase

sehingga proses replikasi dapat terjadi. Saat proses replikasi, produk protein

virus juga dihasilkan dimana protein ini memberi sinyal pada respon tubuh

seperti humoral dan cell mediated imun repson untuk memberikan pertahan

tubuh sehingga muncul respon inflamasi lokal. Pada saat replikasi dapat

terbentuk virus hingga jutaan dalam setiap sel, dimana setiap virus mampu

menyebar ke sel-sel disekitarnya ataupun menuju ke pembuluh darah untuk

penyebaran sistemik (viremia). Sel yang pertama kali terinfeksi akan

mengalami lytic infection yaitu hancur atau rusak. 8,9,10

Selain itu virus DNA dapat bereplikasi pada epidermis dan dermis. Saat

replikasi virus memenuhi sel dan sel terinfeksi menyebabkan sitoplasma


7

edema dan dinding sel melebar (ballooning degeneration) sehingga terbentuk

vesikel dinding tebal. Adanya infiltrasi dari PMN lekosit terbentuk beberapa

pustul dan peradangan local, hal ini sebenarnya sebagai proses pencegahan

agar virus tidak semakin menyebar terutama melalui pembuluh darah. 8,9,10

Infeksi HSV awal sering subklinis tanpa lesi yang tampak. Setelah virus

mencapai celah neuroepitel dan memasuki neuron, virus tersebut atau hanya

nukleokapsidnya menuju badan sel saraf ganglia secara intra aksonal

(retrograde axonal) yang kemudian laten. Pada saat fase laten, virus tidak

mengeluarkan protein virus sehingga tidak dikenali oleh system pertahanan

tubuh. Beberapa kondisi menyebakan virus teraktivasi dan menuju nervus

perifer sesuai dengan ganglianya dan terjadi proses infeksi lagi (infeksi

rekuren). Kondisi tersebut antara lain pada individu dengan imunosupresi

seperti : pada individu dengan tranplantasi organ, individu dengan terapi

kemoterapi atau radiasi, HIV, penggunaan kortikosteroid jangka panjang dan

atopi eczema. 7,8,9

Untuk infeksi HSV-1, ganglia trigeminal paling sering terinfeksi,

meskipun ekstensi ke ganglia serviks inferior dan superior juga dapat terjadi.

Infeksi genital melalui ganglia dorsalis sacral (S2-S5) sangat sering terjadi.

Waktu terjadinya infeksi virus ke ganglia dorsalis dari inoklusinya pada

jaringan perifer belum diketahui, tetapi diketahui masa inkubasi virusnya

selama 3 – 7 hari.4,7

Replikasi virus terjadi pada ganglia dan jaringan saraf selama infeksi

primer. Setelah inokulasi awal ganglion saraf, virus menyebar ke permukaan

kulit mukosa lainnya melalui migrasi sentrifugal. Virion menular melalui saraf

sensorik perifer. Mode penyebaran ini menjelaskan karakteristik


8

perkembangan lesi baru yang jauh dari lesi awal pada pasien dengan genital

primer atau orofasial. Penyebaran virus dapat terjadi melalui autoinokulasi

sehingga memungkinkan perluasan penyakit lebih lanjut. Viremia hadir sekitar

25% infeksi HSV-2 primer, dan keberadaannya dapat mempengaruhi riwayat

alami penyakit HSV-2 dalam lokasi, tingkat keparahan dan frekuensi

reaktivasi. Studi terbaru menunjukkan bahwa tingkat reaktivasi dipengaruhi

faktor-faktor seperti penderita dengan immunocompromised atau memiliki

penyakit kronis. 7,8,9,10

Antibodi yang berkembang setelah infeksi awal HSV mencegah infeksi

ulang dengan tipe virus yang sama sehingga seseorang dengan riwayat infeksi

orofasial yang disebabkan oleh HSV-1 tidak dapat tertular herpes whitlow atau

infeksi genital yang disebabkan oleh HSV-1. 7 (Gambar 2)

2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis HSV tergantung dari lokasi masuknya virus dan

bagaimana imun host tersebut. infeksi primer HSV pada individu yang belum

mempunyai kekebalan terhadap HSV biasanya memberikan gambaran klinis

yang lebih parah, muncul gejala sistemik dan memiliki potensi yang tinggi

terjadinya komplikasi HSV daripada kemungkinan rekuren infeksi.1

 Manifestasi berdasarkan lokasi :

1. Infeksi Orofasial

Herpetic gingivostomatitis dan faringitis sering berkaitan dengan

infeksi primer virus HSV-1. Orofasial herpes akibat HSV-2 sering

dikaitkan dengan kontak orogenital pada orang dewasa. Gejala primer oral

herpes seperti sariawan, lesi ulseratif yang mengenai palatum mole dan

durum, lidah dan mukosa buccal serta area lain di sekitar wajah. Seringkali
9

sulit dibedakan dengan faringitis akibat Streptococcus. Gejala lain seperti

demam, malaise, hipersalivasi, myalgia, odinofagi dan adenopati servikal. 1

(Gambar 3)

Reaktivasi virus melibatkan daerah pada wajah, perioral, terutama

bibir dan sepertiga luar bibir bawah. Lokasi wajah tersering hidung, dagu

dan pipi. Pada individu yang sering mengalami kekambuhan timbulnya

lesi berbeda-beda setiap episodenya. Pasien imunokompenten cenderung

tidak mengalami lesi rekuren pada intraoral tetapi dan berupa vesikel kecil

dan ulserasi pada gingiva atau palatum durum. 1

Perkembangan lesi herpes terbagi berdasarkan gambaran yang

muncul: prodromal, eritema dan papul merupakan tahap perkembangan;

vesikel, ulserasi dan krusta merupakan tahap penyakit; pengelupasan dan

muncul residual merupakan tahap resolusi. Lesi biasanya hilang dalam

waktu 5 – 15hari. Faktor pemicu munculnya rekuren herpes oral yaitu

stres, penyakit kronis, paparan sinar matahari, trauma, kelelahan dan

menstruasi. 1 (Gambar 4)

2. Infeksi Genital

Herpes genital merupakan gambaran utama dari infeksi HSV-2 tetapi

dapat juga akibat infeksi HSV-1 pada 10%-40% kasus, terutama akibat

kontak orogenital.1 (Gambar 5)

Gambaran klinis menunjukkan kesamaan pada fase akut herpes

genital akibat HSV-1 dan HSV-2. Tahap evolusi menunjukan vesikel,

pustule dan ulserasi kemerahan yang membutuhkan waktu sekitar 2 -3

minggu untuk penyembuhannya. Pada laki-laki, lesi sering pada gland

penis atau corpus penis sedangkan pada perempuan pada vulva, perineum,
10

vagina ataupun serviks. Selain gejala tersebut juga terdapat rasa nyeri,

gatal, dysuria, uretral atau vaginal discharge dan limfadenopati inguinal.

Gejala sistemik umumnya demam, nyeri kepala, malaise dan myalgia.1

(Gambar 6)

Tingkat rekuren akibat infeksi HSV-2 pada genital sangat bervariasi

pada setiap individu. Angka kejadian rekuren HSV-2 16kali lebih tinggi

dibandingkan HSV-1. Umunya muncul setelah bulan-bulan pertama

hingga tahun terakhir infeksi primer. 1

 Manifestasi infeksi HSV berdasarkan tingkat infeksi:

1. Infeksi primer

Tempat predileksi HSV 1 pada daerah pinggang ke atas terutama

daerah mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak –anak dengan

inoklusi secara tiba-tiba misalnya kontak kulit dengan perawat, dokter

gigi, orang yang mengigit jari (herpetic whit-low). Virus ini sebagai

penyebab herpes ensefalitis. Infeksi primer oleh HSV 2 predileksi daerah

pinggang ke bawah terutama daerah genital, juga dapat menyebabkan

herpes meningitis dan infeksi neonates. 4

Daerah predileksi ini sering kacau karena adanya cara hubungan

seksual seperti orogenital, sehingga herpes yang terdapat pada daerah

genital kadang-kadang disebabkan oleh HSV tipe 1 sedangkan daerah

mulut dan rongga mulut oleh HSV tipe 2. 4 (Gambar 7)

Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3

minggu dan disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise dan

anoreksia dan dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getal bening

regional. Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok


11

di atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan

kemudian mejadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang-kadang

mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatrik. Pada

perabaan tidak ada indurasi. 4

2. Fase laten

Pada penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HSV dapat

ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. 4

3. Infeksi rekurens

Infeksi ini berarti HSV pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan

tidak aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit

sehingga menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu dapat berupa

trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dan

sebagainya), trauma psikis (gangguan emosional, menstruasi) dan dapat

pula timbul akibat jenis makanan dan minuman yang merangsang. 4

Gejala klinis yang timbul lebih ringan dari infeksi primer dan

berlangsung kira-kira 7 sampai 10 hari. Sering ditemukan gejala prodromal

lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan nyeri. Infeksi

rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau tempat lain

disekitarnya (non-loco).4

Infeksi lebih berbahaya jika mengenai mata (herpes keratitis) atau menyerang

saraf pusat (herpes ensephalitis). Individu dengan kekebalan tubuh yang menurun

atau imunokompromised seperti pada bayi baru lahir atau penderita HIV sangat

rentan terhadap infeksi HSV sampai dapat terjadi komplikasi. 7


12

2.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan

laboratorium. Pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :

1. Tzank smear

Merupakan pemeriksaan untuk diagnosis HSV dengan cepat akan

tetapi tingkat kesensitifannya lebih rendah daripada kultur dan

pemeriksaan antibodi. Gambarannya menunjukkan multinucleated

giant cells. (Gambar 8)

2. Kultur virus. Sensitivitas kultur sebesar 67-70% bila sediaan diambil

dari vesikel, 32% bila sediaan pustul, dan hanya positif sebesar 17%

bila sediaan diambil dari krusta.

3. Deteksi antigen (dengan enzyme immunoassay atau fluorescent

antibody), atau PCR DNA HSV.

4. Serologi IgM dan IgG anti-HSV 1 dan 2

2.7 Diagnosis Banding

Herpes simpleks di sekitar mulut dibedakan dengan impetigo

vesikobulosa, sedangkan di daerah genital dibedakan dengan ulkus durum dan

ulkus molle.1

Ulkus mole adalah penyakit infeksi genitalia akut yang disebabkan oleh

Haemophilus ducreyi, dengan gejala klinis khas berupa ulkus pada tempat

masuk dan seringkali disertai supurasi kelenjar getah bening regional. Ulkus

mole sering juga disebut chancroid, soft chancre, soft sore. Masa inkubasi

sekitar 3 sampai 7 hari dan jarang lebih dari 10 hari13 14. Tidak terdapat gejala

prodromal. 4 Awalnya berupa papul yang lembut dan dikelilinginya eritema.

Setelah 24 sampai 48 jam menjadi pustul, erosi dan ulkus. Ulkus multipel
13

yang bervariasi antara 1 mm sampai 2 cm, lunak dalam perabaan, tidak

terdapat indurasi, berbentuk cawan, pinggir tidak rata, bergaung. Dasar dari

ulkus adalah granulomatosa dengan eksudat purulen, kotor dan rapuh, nyeri

dan mudah berdarah. Predileksi biasanya pada daerah genital pria pada

preputium, sulkus koronal, frenulum dan glans penis, dapat juga terjadi di

dalam uretra, skrotum, perineum atau anus. Pada perempuan, bisa muncul lesi

pada labia minora, vestibuli, anus, klitoris dan fourchette. Ulkus dari dinding

vagina dan serviks jarang terjadi. Lesi ekstragenital jarang terjadi tetapi telah

dilaporkan pada mulut, jari, payudara dan paha bagian dalam. Meskipun

ulkus ini bersifat destruktif dan invasif, Haemophilus ducreyi tidak menyebar

secara sistemik13.Penderita ulkus mole memerlukan pengobatan sistemik.

Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention, antibiotik yang

dapat diberikan pada penderita ulkus mole terdapat pada tabel dibawah ini15.
14

2.8 Penatalaksanaan

Erupsi kulit oleh herpes simpleks yang ringan tanpa komplikasi tidak

memerlukan perawatan, cukup menggunakan antiseptik atau antibiotik topikal

pada lesi kulit dapat mengurangi risiko infeksi bakteri sekunder. Pemberian

topikal harus membersihkan bagian krusta baru diberikan obatnya, dapat

berupa: bacitracin, mupirocin atau asam fusidat. Pada erupsi kulit yang parah

dan berulang, terapi antivirus diperlukan.9,10

Sampai saat ini belum ada terapi yang memberikan penyembuhan radikal,

artinya tidak ada obat yang dapat mencegah episode rekuren dengan tuntas.

Beberapa obat antivirus efektif melawan infeksi HSV dengan menghambat

sintesis DNA virus sehingga perkembangbiakan/replikasi herpesvirus terhenti.

Walaupun demikian, HSV tetap bersifat laten di ganglia sensorik, dan angka

kekambuhannya tidak jauh berbeda pada orang yang diobati dengan yang

tidak diobati.1,4,8

Salah satu obat yang efektif untuk infeksi Herpes Simpleks Virus adalah

Acyclovir dalam bentuk topikal, intravena, dan oral yang kesemuanya berguna

untuk mengatasi infeksi (klinis hanya bermanfaat bila penyakit sedang aktif)

bekerja untuk mengurangi menyebarnya virus, mengurangi rasa sakit dan

mempercepat waktu penyembuhan pada infeksi genital primer dan infeksi

herpes berulang, dosisnya 5x 200mg sehari selama 5 hari. Pemberian cream

acyclovir 5gr 5 – 6x sehari selama 4 hari dapat mengurangi durasi serangan

virusnya. Pemberian secara parenteral terutama untuk penyakit berat atau jika

timbul komplikasi pada organ dalam. Valacyclovir dan famciclovir baru-baru

ini diberi lisensi untuk beredar sebagai pasangan acyclovir dengan efikasi

yang sama. Jika terjadi ulserasi dapar dilakukan kompres.1,4,9,10


15

Pada individu dengan sistem kekebalan menurun atau mereka yang sering

mengalami rekuren akan baik jika diberikan obat antivirus seperti asiklovir,

famciclovir, dan valacyclovir dosis rendah dengan pemberian jangka panjang

sebagai pencegahan kejadian herpes simplek dengan komplikasi. Orang-orang

yang telah lama menderita oral rekuren atau herpes genital atau manifestasi

klinis berat dapat melanjutkan penggunaan obat antivirus untuk mengurangi

frekuensi dan tingkat keparahan rekuren. 4,9,10 (Gambar 9)

Cara pemberian berdasarkan PERDOSKI 2017 sebagai berikut :

• Nonmedikamentosa

Pada dasarnya semua tatalaksana non medikamentosa adalah sama untuk

seluruh perjalanan infeksi yaitu :

a. Pasien diberi edukasi tentang perjalanan penyakit yang mudah menular

terutama bila ada lesi, dan infeksi ini dapat berulang; karena itu indikasi

abstinens; lakukan penapisan untuk IMS lain dan HIV, notifikasi pasangan

tetapnya.

b. Proteksi individual, anjurkan penggunaan kondom dan busa spermisidal.

c. Sedapat mungkin hindari faktor pencetus.

d. Bila pasien sudah merasa terganggu dengan kekerapan infeksi dan ada

kecurigaan terjadi penurunan kualitas hidup, indikasi untuk konsul

psikiatri.

• Medikamentosa

Obat-obat simtomatik:

1. Pemberian analgetika, antipiretik dan antipruritus disesuaikan dengan

kebutuhan individual
16

2. Penggunaan antiseptik sebagai bahan kompres lesi atau dilanjutkan dalam

air dan dipakai sebagai sit bath misalnya povidon jodium yang bersifat

mengeringkan lesi, mencegah infeksi sekunder dan mempercepat waktu

penyembuhan.

• HG lesi episode pertama lesi primer

1. Asiklovir: 5x200 mg/hari selama 7-10 hari atau asiklovir: 3x400

mg/hari selama 7-10 hari.

2. Valasiklovir: 2x500-1000 mg/hari selama 7-10 hari.

3. Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7-10 hari.

4. Kasus berat perlu rawat inap: asiklovir intravena 5 mg/kgBB tiap 8 jam

selama 7-10 hari.

• HG rekuren

1. Lesi ringan: terapi simtomatik

2. Lesi berat:

- Asiklovir 5x200 mg/hari, per oral selama 5 hari atau asiklovir: 3x400

mg/hari selama 5 hari, atau asiklovir 3x800 mg/hari selama 2 hari.

- Valasiklovir 2x500 mg selama 5 hari

- Famsiklovir 2x125 mg/hari selama 5 hari

3. Rekurensi 6 kali/tahun atau lebih: diberi terapi supresif

- Asiklovir 2x400 mg/hari

- Valasiklovir 1x500 mg/hari

- Famsiklovir 2x250 mg/hari

• HG pasien imunokompromais

1. Pengobatan untuk kasus ini memerlukan waktu yang lebih lama,

pengobatan diberikan hingga gejala klinis menghilang.


17

2. Asiklovir oral dapat diberikan dengan dosis 5x400 mg/hari selama 5-10

hari atau hingga tidak muncul lesi baru.

3. Valasiklovir 2x1000 mg/hari

4. Famsiklovir 2x500 mg/hari.11

Tabel 1. Obat-Obatan pada Herpes Simpleks

Obat Dosis Efek Samping Kategori


Kehamilan dan
Menyusui
5 x 200mg/hari Mual, muntah,
selama 7 – 10 hari ruam kulit, sakit
kepala, sangat
Acyclovir Kategori B
jarang insufisien
renal dan
neurotoksisitas
2 x 500 – Mual, diare, ruam,
1000mg/hari sakit kepala,
selama 7 – 10 hari sangat jarang
Valacyclovir Kategori B
insufisien renal
dan
mikroangiopati
3 x 250 mg/hari Mual, sakit
selama 7 – 10 hari kepala, diare,
Famcyvlovir Kategori B
urtikaria, ruam

2.9 Komplikasi

- Herpes ensefalitis atau meningitis dapat terjadi tanpa gambaran lesi di kulit

- Herpes simplek diseminata : terjadi pada bayi baru lahir atau individu

dengan daya imun yang tidak adekuat dengan vesikel luas pada seluruh

tubuh bayi

- Eczema herpeticum : individu dengan eczema atopi sangat rentan

mengalami infeksi herpes simpleks

- Herpes simpleks dapat menyebabkan ulkus dendritik pada kornea yang

dapat menimbulkan skar pada kornea


18

- Pada beberapa individu, infeksi herpes simplek rekuren dapat disertai

eritema multiforme.10

2.10 Prognosis

Lesi oral atau genital biasanya sembuh sendiri dalam 7 sampai 14 hari.

Infeksi mungkin lebih parah dan bertahan lebih lama pada orang yang

memiliki kondisi yang melemahkan sistem kekebalan tubuh.6

Setelah infeksi terjadi, virus menyebar ke sel-sel saraf dan menetap dalam

tubuh seumur hidup seseorang. Mungkin akan kembali dan menyebabkan

gejala, atau kambuh. Rekuren dapat dipicu oleh kelebihan sinar matahari

(UV), demam, stres, penyakit akut, obat-obatan atau kondisi yang

melemahkan sistem kekebalan tubuh (seperti kanker, HIV/AIDS, atau

penggunaan kortikosteroid).6
19

BAB III

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien

Nama : Ny. TA

Umur : 23 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Sidoarjo

Suku : Jawa

Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Pekerjaan : IRT

Tanggal Pemeriksaan : 28 November 2019

2.2 Anamnesis

2.2.1 Keluhan utama

Nyeri di vagina dan keputihan

2.2.2 Perjalanan penyakit

Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RS Siti Khadijah

Sepanjang pada tanggal 28 November 2019. Pasien mengeluh di area

kewanitaan nyeri serta keluar keputihan yang banyak. Nyeri dirasakan

sejak kurang lebih 4 hari hari ini. Awalnya nyeri masih bisa di tahan ,

namun semakin lama nyeri bertambah , dibuat aktivitas semakin nyeri.

Kurang lebih 1 hari sebelum nyeri muncul pasien merasa badan terasa

demam dan pegal-pegal.


20

Keluhan keputihan juga dirasakan pasien sejak 3 hari yang lalu ,

berwarna putih susu , konsistensi kental dan terlihat seperti permukaan

susu pecah, terasa gatal dan berbau amis. Pasien terakhir berhubungan

dengan suami 1 minggu yang lalu. Riwayat penggunaan KB tidak ada ,

penggunaan sabun cuci vagina tidak ada , penggunaan pantyliner tidak

ada.

2.2.3 Riwayat Pengobatan

Tidak ada

2.2.4 Riwayat penyakit dahulu

DM (-) , Konsumsi Steroid (-) , Konsumsi Antibiotik Jangka Panjang (-)

2.2.5 Riwayat penyakit keluarga

Suami tidak ada keluhan seperti ini

2.2.6 Riwayat sosial

Pasien menikah kurang lebih sudah 1 tahun. Suami bekerja di luar kota ,

pulang 1 bulan sekali

2.3 Pemerikasaan fisik

2.3.1 Statuts Generalis

Keadaan umum : Cukup

Kesadaran : Compos mentis

BB : 60 kg

Kepala : Dalam batas normal

Leher : Dalam batas normal

Thoraks : Dalam batas normal

Abdomen : Dalam batas normal

Ekstremitas Atas : Dalam batas normal


21

Ekstremitas Bawah : Dalam batas normal

Aksila : Dalam batas normal

Punggung : Dalam batas normal

Inguinal : Dalam batas normal

Genital : Lihat status lokalis

2.3.2 Status Lokalis

Lokasi :

Regio Labia minora

Efloresensi:

Erosi eritematosa

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan (-)

2.5 Resume

Pasien Ny TA usia 23 datang dengan keluhan nyeri di area vagina serta

keputihan. Keluhan nyeri dirasakan sejak 4 hari yang lalu yang semakin lama

semakin bertambah. Saat nyeri muncul pasien merasa tubuh nya demam.

Selain itu pasien mengeluh keputihan yang banyak , berwarna putih.

Konsistensi kental seperti susu pecah, gatal serta berbau amis. Suami pasien

bekerja di luar kota dan pulang ke rumah satu bulan sekali. Terakhir pasien

berhubungan dengan suami sekitar 1 minggu yang lalu.

2.6 Diagnosis

a. Diagnosis Primer : Herpes Simplex Genitalia

b. Diagnosis Sekunder : Candidiasis Vulvo Vaginalis

2.7 Diagnosis Banding


22

Pemfigus Vulgaris , Infeksi Streptococcus

2.8 Planning diagnosis

2.9 Planning terapi

 Non-medikamentosa :

 Istirahat yang cukup

 Konsumsi makanan yang bergizi

 Minum multivitamin untuk menambah kekebalan tubuh

 Medikamentosa

R/ Acyclovir 400mg No XX1


S 3 dd caps I

R/ Mefinal 500mg No X
S 3 dd caps I prn

R/ Itrakonazole 100mg No XXVIII


S 2 dd caps II

2.10 Monitoring

 Keadaan umum pasien

 Nyeri

 Keputihan

2.11 Edukasi

- Memberitahu kepada pasien tentang penyakitnya.

- Memberitahu pasien bahwa penyebab penyakit adalah infeksi virus

yang dapat menular melalui hubungan seksual.

- Memberitahu pasien bahwa ada kemungkinan suami pasien juga

terdapat virus yang sama , sehingga lebih baik suami pasien diajak
23

untuk berobat agar tidak menyebabkan infeksi berulang kepada

pasien.

- Memberitahu pasien selama masih ada lesi lebih baik pasien tidak

berhubungan seksual dulu dengan suami atau bisa menggunakan

kondom.

- Menjaga kebersihan vagina , dengan rutin mengganti celana dalam

saat basah. Hindari penggunaan pantyliner maupun sabun

pembersih vagina.

2.12 Prognosis

Penyebab penyakit adalah virus sehingga dapat sembuh dengan self

limiting disease. Pemberian antivirus dan meningkatkan kekebalan tubuh

dapat mempercepat proses penyembuhan.


24

Lampiran : Status Lokalis

Periksa tanggal 28 November 2019


25

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini penegakan diagnosis dapat dilakukan berdasarkan hasil dari

anamnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan anamnesis pasien ada beberapa

poin yang dapat memperkuat diagnosis yaitu mengeluh ada nyeri di area

kewanitaan sejak 3 hari , serta terakhir berhubungan dengan suami kurang lebih 7

hari yang lalu. Masa inkubasi HSV adalah sekitar 3-7 hari setelah terjadi kontak

seksual. Selain itu gejala klinis yang lain seperti adanya keterlibatan sistemik
4 7
seperti demam , malaise , dan myalgia yang muncul saat fase akut infeksi .

Pasien mengatakan belum pernah mengeluhkan seperti ini sebelumnya , ada

kemungkinan bahwa ini adalah infeksi primer karena jika dilihat dari gejala yang

muncul lebih berat, terdapat fase prodormal , serta muncul setelah ada kontak

seksual. Selain itu berdasarkan epidemiologi yang disebutkan di beberapa

literatur bahwa infeksi HSV tipe 2 lebih banyak ditemukan pada wanita (85%)

daripada laki-laki (14,7%) dengan usia 20-30 tahun yang aktif dalam hubungan

seksual 5.

Penatalaksanaan pada pasien dalah pemberian Acyclovir sebanyak

3x400mg per hari. Acyclovir yang merupakan antivirus yang bekerja untuk

menghambat terjadinya proliferasi dari HSV. Meskipun herpes simplex

merupakan penyakit akibat virus dimana dapat sembuh sendiri (Self Limiting

Disease) pada beberapa literatur lesi dapat sembuh sendiri dalam waktu 6 – 10

hari. Namun Acyclovir dapat memperpendek durasi penyakit dan memperingan

gejala. Seperti pada penelitian dimana pasien herpes simplex yang mendapat

terapi Acyclovir dan placebo di dapatkan hasil durasi penyembuhan lesi pada
26

pasien dengan acyclovir adalah 12 hari sedangkan pada placebo 16 hari. Gejala

sitemik yang muncul pada pasien placebo selama 6 hari sedangkan pada pasien

dengan acyclovir hanya dalam 3 hari1.

Terapi lain yang di dapatkan oleh pasien ini adalah antinyeri yaitu Mefinal

500mg yang diminum 3x1 per hari selama masih ada nyeri. Asam mefenamat

yang terkandung dalam mefinal merupakan golongan NSAID dimana efek

analgetik nya lebih kuat dibandingkan efek antiinflamasi. Efek samping yang

disebabkan oleh Asam mefenamat antara lain iritasi pada mukosa lambung serta

dispepsia. Sehingga penggunaan obat ini tanyakan terlebih dahulu apakah pasien

memiliki riwayat gastritis serta penggunaan asam mefenamat lebih baik setelah

makan untuk meminimalkan terjadinya iritasi lambung.

Selain diagnosis primer yaitu herpes simplex pasien juga mendapatkan

terapi untuk diagnosis sekunder yaitu Kandidiasis Vulvo Vaginitis. Vaginitis atau

infeksi pada vagina menyebabkan mikrobiota di dalam vagina menjadi tidak

seimbang. Terutama adanya peningkatan jamur di dalam vagina merupakan suatu

indikais bahwa sistem proteksi di dalam vagina menurun sehingga tidak mampu

mengkontrol jumlah jamur di dalam vagina. Penurunan proteksi pada vagina

menyebabkan infeksi menular seksual lebih mudah terjadi. Sehingga banyak kasus

dimana pasien dengan vaginitis seperti bv atau kvv mengalami co-infection

dengan IMS seperti gonore , chlamydia , serta HSV. Penegakan KVV memang

cukup hanya dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik karena bentuk

dari discharge yang sangat khas. Namun tidak menutup kemungkinan perlu

dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti KOH 10%. Pada pasien mendapatkan

terapi Itrakonazole 100mg 2x2 tablet per hari sebagai anti jamur. Itrakonazole

merupakan anti jamur dalam golongan triazol yang memiliki mekanisme kerja
27

dengan mengganggu sintesis ergosterol dengan cara menginhibisa enzim P450.

Spektrum itrakonazol sangat luas sehingga bisa digunakan untuk segala jenis

jamur (Aspergillosis sp., Blastomyces dermatidis, Candida sp., Cossidiodes

immitis, Cryptococcus neoformans, Histoplasma capsulatum, Malassezia furfur,

Paracoccidiodes brasiliensis, Scedosporium apiospermum dan Sporothrix

schenckii)12.
28

BAB V

KESIMPULAN

Teori Kasus

Epidemiologi  HSV 2 lebih banyak di  Pasien adalah wanita


temukan pada wanita berusia 23 tahun
karena penularan seksual  Pasien baru menikah sekitar
dari pria ke wanita lebih 1 tahun yang lalu.
efisien Sebelumnya pasien tidak
 Infeksi HSV 2 sekunder pernah mengeluhkan
lebih sering pada usia kondisi seperti ini.
periode II dan III dan aktif
seksual
Manifestasi  Lesi mengalami involusi ,  Gambaran lesi berupa erosi
Klinis mulai vesikel , pustul , pada area labia minor, gatal
kemudian erosi atau ulcer , panas, keputihan
eritematosa. Lesi akan  Pasien mengalami demam
terasa gatal , nyeri , dysuria, dan pegal-pegal sebelum
dan panas , serta di ikuti keluhan nyeri di vagina
peningkatan discharge muncul
vagina.
 Pada lesi primer gejala yang
muncul akan lebih berat
seperti ada keterlibatan
sistemik seperti muncul
demam , nyeri kepala ,
myalgia, dan malaise.
Terapi  Self Limiting diesease,  Acyclovir 400mg 3x1
tanpa terapi lesi dapat  Mefinal 500mg 3x1 prn
sembuh dalam waktu 6-10  Itrakonazol 100mg 2x2
hari.
 Acyclovir 200 mg 5x1
Acyclovir 400 mg 3x1
Valacyclovir 1000mg 2x1
Famciclovir 250mg 3x1
29

DAFTAR PUSTAKA

1. Marques R. Herpes simplex. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,

Leffel DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general

medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2012. p. 4444-68.

2. Murtiastutik D. Herpes simpleks genitalis. Dalam: Barakbah J,

Lumintang H, Martodiharjo S, editors. Buku ajar infeksi menular

seksual. Surabaya: Airlangga University Press; 2008. h.149-156.

3. WHO, WHO Guidelines for the treatment of Genital Herpes Simplex

Virus ed.Geneva: WHO; 2016. p. 3-4.

4. Indriatmi, Wresti., 2018, Herpes Simpleks dalam Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin Edisi-7, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

5. Bonita, Laissa., Murtiastutik, Dwi., 2017, Penelitian Retrospektif:

Gambaran Klinis Herpes Simpleks Genitalis, Berkala Ilmu Kesehatan

Kulit dan Kelamin – Periodical of Dermatology and Venereology, Vol

9 ; 1, pp. 30 -35

6. Parks G. Genital herpes. In: Nelson AL, Woodward JA, editors.

Sexually Transmitted Disease: A Practical Guide For Primary Care.

New York: Humana Press; 2013. p. 47–70.

7. Mustafa, Murtaza., et al, 2016, Herpes simplex virus infections,

Pathophysiology and Management, IOSR Journal of Dental and

Medical Sciences, Vol 15, pp 85 -91

8. Kumar, S. P., Chandy, M. L., Shanavas, M., Khan, S., & Suresh, K. V,

2016, Pathogenesis and life cycle of herpes simplex virus infection-


30

stages of primary, latency and recurrence. Journal of Oral and

Maxillofacial Surgery, Medicine, and Pathology, 28(4), 350–353.

doi:10.1016/j.ajoms.2016.01.006

9. Burns, Tony., et al, 2010, Viral Infection in Rook's textbook of

Dermatology 8-edition, UK: Blackwell Publishing Ltd.

10. RichardB.Weller, HamishJ.A.Hunter, MargaretW.Mann, 2015,

Clinical Dermatology Fifth edition, USA : John Wiley & Sons Ltd

11. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di

Indonesia, 2017, Jakarta : PERDOSKI

12. Bennet JE. 2006. Antimicrobial Agents: Antifungal Agents. In Brunton


LL, Lazo JS, Parker KL. Goodman & Gilman's: The Pharmacological
Basis Of Therapeutics. 11th Ed. New York: Mc Graw-Hill
13. Judanarso J. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin (Edisi VI). Editor:
Djuanda, Hamzah, Aisah. Jakarta: FK UI.2011.Hal 417-421
14. Cunningham FG, et al. Obstetri Williams. Edisi 23. Jakarta:
EGC.2013.Hal 1313
15. Gerberding JL. 2006 Morbidity and Mortality Weekly Report:
Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines. Atlanta.
Department of Health and Human Services Centers for Disease
Control and Prevention.
16. Jenifer E. Allsworth, Jeffrey F. Peipert. 2011. Severity of Bacterial
Vaginosis and the Risk of Sexually Transmitted Infection. Washington.
Mosby

LAMPIRAN
31

Gambar 1. A : Infeksi Primer, B : Reaktivasi Infeksi6

Gambar 2. Lokasi tersering infeksi HSV6

Gambar 3. Primary herpetic gingivostomatitis1


32

Gambar 4. Infeksi rekuren HSV pada orofasial1

Gambar 5. Herpes genital primer dengan vesikel.1

Gambar 6. Herpes genital sekunder dengan A: sentral krusta ; B : erosi pada

labia.1
33

Gambar 7. Herpetic wit-low.1

Gambar 8. Multinucleated giant cell pada perwarnaan dengan Giemsa

menunjukkan gambaran virus HSV.1


34

Gambar 9. Penatalaksanaan HSV.

Anda mungkin juga menyukai