Anda di halaman 1dari 17

Hervina

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD DR. R.M Djoelham

Kota Binjai

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Sumatera Utara

HERPES GENITALIS
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Herpes genitalis merupakan infeksi pada genital dengan gejala khas

berupa vesikel yang berkelompok dengan dasar eritem bersifat rekuren.

Herpes genitalis terjadi pada alat genital dan sekitarnya (bokong, daerah

anal dan paha). Ada dua macam tipe HSV yaitu : HSV-1 dan HSV-2 dan

keduanya dapat menyebabkan herpes genital. Infeksi HSV-2 sering

ditularkan melalui hubungan seks dan dapat menyebabkan rekurensi dan

ulserasi genital yang nyeri. Tipe 1 biasanya mengenai mulut dan tipe 2

mengenai daerah genital.3

HSV dapat menimbulkan serangkaian penyakit, mulai dari

ginggivostomatitis sampai keratokonjungtivitis, ensefalitis, penyakit

kelamin dan infeksi pada neonatus. Komplikasi tersebut menjadi bahan

pemikiran dan perhatian dari beberapa ahli, seperti: ahli penyakit kulit dan

kelamin, ahli kandungan, ahli mikrobiologi dan lain sebagainya. Infeksi

primer oleh HSV lebih berat dan mempunyai riwayat yang berbeda dengan

infeksi rekuren. Setelah terjadinya infeksi primer virus mengalami masa

laten atau stadium dorman, dan infeksi rekuren disebabkan oleh reaktivasi

virus dorman ini yang kemudian menimbulkan kelainan pada kulit. Infeksi

herpes simpleks fasial-oral rekuren atau herpes labialis dikenali sebagai

fever blister atau cold sore dan ditemukan pada 25-40% dari penderita
Amerika yang telah terinfeksi. Herpes simpleks fasial-oral biasanya

sembuh sendiri. Tetapi pada penderita dengan imunitas yang rendah, dapat

ditemukan lesi berat dan luas berupa ulkus yang nyeri pada mulut dan

esofagus.3

Virus herpes merupakan sekelompok virus yang termasuk dalam

famili herpesviridae yang mempunyai morfologi yang identik dan

mempunyai kemampuan untuk berada dalam keadaan laten dalam sel

hospes setelah infeksi primer. Virus yang berada dalam keadaan laten

dapat bertahan untuk periode yang lama bahkan seumur hidup penderita.

Virus tersebut tetap mempunyai kemampuan untuk mengadakan reaktivasi

kembali sehingga dapat terjadi infeksi yang rekuren.3


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Herpes genitalis merupakan penyakit menular seksual dengan

prevalensi yang tinggi di dunia selama empat dekade terakhir. Herpes

genitalis adalah infeksi genitalia yang disebabkan oleh virus herpes

simpleks (VHS) Terdapat dua macam tipe VHS yang dapat menyebabkan

herpes genitalis yaitu tipe 1 dan tipe 2. Herpes genitalis umumnya

disebabkan oleh herpes simplek virus tipe 2 (herpes virus hominis tipe 2),

tetapi sebagian kecil dapat disebabkan oleh tipe 1. Biasa sering terjadi

pada umur dewasa muda / masa seksual aktif dengan prevalensi wanita

dan pria sama.1,2

2.2. Etiologi

VHS tipe I dan II merupakan virus herpes hominis yang merupakan virus

DNA. Pembagian tipe I dan II berdasarkan karaktersitik pertumbuhan pada media


kultur, antigenic maker, dan lokasi klinis (tempat predileksi). Floward dan

Cushing adalah yang pertama kali mengemukakan bahwa ada hubungan antara

herpes virus hominis dengan sistem saraf. 1

Berdasarkan struktur antigeniknya dikenal 2 tipe virus herpes simpleks:

A. Virus simpleks tipe I (HSV I)

Penyakit kulit/selaput lendir yang ditimbulkan biasanya disebut

herpes simpleks saja, atau dengan nama lain herpes labialis, herpes

febrilis. Biasanya penderita terinfeksi virus ini pada usia kanak-kanak

melalui udara sebagian kecil melalui kontak langsung. Lesi umunya

dijumpai pada tubuh bagian atas. Termasuk mata dan rongga mulut, selain

itu, dapat juga dijumpai didaerah genitalia, yang penularannya lewat

orogenital (oral sex).2

B. Virus simpleks tipe II (HSV II)

Penyakit ditularkan melalui hubungan seksual. Tetapi dapat juga

terjadi tanpa koitus, misalnya dapat terjadi pada dokter/dokter gigi dan

tenaga medik. Lokalisasi lesi umumnya adalah bagian tubuh dibawah

pusar, terutama daerah genitalia lesi eksternal-genital dapat pula terjadi

akibat hubungan seksual orogenital.2

2.3. Epidemiologi

Prevalensi anti bodi dari HSV-1 pada sebuah populasi bergantung

pada faktor-faktor seperti negara, kelas sosial ekonomi dan usia. HSV-1

umumnya ditemukan pada daerah oral pada masa kanak-kanak, terlebih

lagi pada kondisi sosial ekonomi terbelakang. Kebiasaan, orientasi seksual


dan gender mempengaruhi HSV-2. HSV-2 prevalensinya lebih rendah

dibanding HSV-1 dan lebih sering ditemukan pada usia dewasa yang

terjadi karena kontak seksual. Prevalensi HSV-2 pada usia dewasa

meningkat dan secara signifikan lebih tinggi Amerika Serikat dari pada

Eropa dan kelompok etnik kulit hitam dibanding kulit putih.

Seroprevalensi HSV-2 adalah 5 % pada populasi wanita secara umum di

inggris, tetapi mencapai 80% pada wanita Afro-Amerika yang berusia

antara 60-69 tahun di USA.4

Herpes genital mengalami peningkatan antara awal tahun 1960-an dan

1990-an. Di inggris laporan pasien dengan herpes genital pada klinik PMS

meningkat enam kali lipat antara tahun 1972-1994. Kunjungan awal pada

dokter yang dilakukan oleh pasien di Amerika Serikat untuk episode

pertama dari herpes genital meningkat sepuluh kali lipat mulai dari 16.986

pasien di tahun 1970 menjadi 160.000 di tahun 1995 per 100.000 pasien

yang berkunjung.4

Dalam dekade terakhir, investigasi telah cukup didokumentasikan

peningkatan frekuensi herpes genital virus simplex tipe 1 (HSV-1)

dibandingkan dengan infeksi HSV-2. Tren ini telah dilihat baik di Eropa

maupun di Amerika Serikat, dan secara komprehensif didokumentasikan

di New South Wales, Australia, pada p 255 edisi ini STI. Isu yang diangkat

oleh pengamatan ini memiliki implikasi untuk memahami perubahan HSV

seroprevalence dan perilaku seksual dari waktu ke waktu, dan untuk

manajemen pasien dan konseling. Pertama-tama, perlu diakui bahwa


genital HSV-1 infeksi telah umum dikenal. Sebagai contoh, sebuah

penelitian di Jepang perempuan, diterbitkan pada tahun 1976,

didokumentasikan 43% dari herpes genital yang disebabkan oleh HSV-1.

Pada tahun 1977, sebuah studi klinik kesehatan universitas menunjukkan

bahwa 37% dari wanita dengan diagnosis klinis herpes genital memiliki

HSV-1 terisolasi 0,3 di antara orang-orang dengan herpes genital baru,

diperoleh di Seattle pada pertengahan hingga akhir 1980an, 32% memiliki

genital HSV-1 infection. Namun, beberapa penelitian juga dilakukan telah

menunjukkan bahwa proporsi relatif dari genital HSV-1 isolat telah

meningkat bahkan lebih mencolok dalam dua penjelasan dekade. Sehingga

mereka rentan terhadap HSV-1 pada masa remaja, dan peningkatan kontak

oral-genital, atau inisiasi oral seks bukan genital-genital seks, di kalangan

remaja dan dewasa.4

2.4. Faktor Resiko

Faktor pencetus antara lain adalah trauma atau koitus, demam,

stres fisik atau emosi, sinar UV, gangguan pencernaan, alergi makanan dan

obat-obatan dan beberapa kasus tidak diketahui dengan jelas penyebabnya.

Penularan hampir selalu melalui hubungan seksul baik genito genital, ano

genital maupun oro genital. Infeksi oleh HSV dapat bersifat laten tanpa

gejala klinis dan kelompok ini bertanggung jawab terhadap penyebaran

penyakit. Infeksi dengan HSV dimulai dari kontak virus dengan mukosa

(orofaring, serviks, konjungtiva) atau kulit yang abrasi. Replikasi virus


dalam sel epidermis daan dermis menyebabkan destruksi seluler dan

keradangan.7

2.5. Diagnosa

2.5.1. Anamnesa

Umumnya kelainan klinis/keluhan utama adalah timbulnya

sekumpulan vesikel pada kulit atau mukosa dengan rasa terbakar dan gatal

pada tempat lesi, kadang-kadang disertai gejala konstitusi seperti malaise,

demam, dan nyeri otot, dengan masa inkubasi biasanya berkisar antara 2-

12 hari.1

2.5.2. Pemeriksaan dermatologi

Lokasinya : pada wanita, biasanya pada labia mayor, labia minor,

klitoris, dan intoriotus vagina. Pada pria, vesikel biasanya terdapat pada

prepusium, glans penis, dan korpus penis.1

Efloresensi/sifat-sifatnya : vesikel berkelompok diatas daerah

eritematosa pada alat kelamin. Vesikel mudah pecah, meninggalkan ulkus-

ulkus keil, dangkal, dan jika sembuh tidak menimbulkan jaringan parut.1

Gambar herpes genitalis.


2.5.3. Pemeriksaan penunjang

 Gambaran Histopatologi

Vesikel-vesikel pada lapisan prickle (stratum spnosum) berisi

cairan yang mengandung sel-sel epitel akantolitik, leukosit, sel

raksasa, dan fibrin. Vesikel mukosa berbeda dengan vesikel kulit :

vesikel mukosa relatif tidak berisi cairan, jumlah fibrin lebih

banyak, serta sel-sel di atas vesikel lebih tebal dan edema.1

 Pemeriksaan Pembantu/Laboratorium

1. Menemukan badan inklusi pada sediaan apus cairan vesikel

yang dicat dengan giemsa (percobaan tzanck).1

2. Biakan virus pada membran korioalantosis ayam atau kultur

jaringan.1

3. Inokulasi pada bintang.1

4. Mikroskop elektron untuk melihat morfologi virus.1

5. Pemeriksaan serologik :

 Menentukan jenis antibodi spesifik

 Imunofluoresensi untuk menentukan antigen virus dan jenis

imunoglobulinnya.1

6. Pemeriksaan histopatologik.1

2.6. Patogenesis

HSV-1 dan HSV-2 adalah termasuk dalam famili herphesviridae,

sebuah grup virus DNA rantai ganda lipid-enveloped yang berperanan

secara luas pada infeksi manusia. Kedua serotipe HSV dan virus varicella

zoster mempunyai hubungan dekat sebagai subfamili virus alpha-


herpesviridae. Alfa herpes virus menginfeksi tipe sel multiple, bertumbuh

cepat dan secara efisien menghancurkan sel host dan infeksi pada sel host.

Infeksi pada natural host ditandai oleh lesi epidermis, seringkali

melibatkan permukaan mukosa dengan penyebaran virus pada sistem saraf

dan menetap sebagai infeksi laten pada neuron, dimana dapat aktif kembali

secara periodik. Transmisi infeksi HSV seringkali berlangsung lewat

kontak erat dengan pasien yang dapat menularkan virus lewat permukaan

mukosa.6

Infeksi HSV-1 biasanya terbatas pada orofaring, virus menyebar

melalui droplet pernapasan, atau melalui kontak langsung dengan saliva

yang terinfeksi. HSV-2 biasanya ditularkan secara seksual. Setelah virus

masuk ke dalam tubuh hospes, terjadi penggabungan dengan DNA hospes

dan mengadakan multiplikasi serta menimbulkan kelainan pada kulit.

Waktu itu pada hospes itu sendiri belum ada antibodi spesifik. Keadaan ini

dapat mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah yang luas dengan gejala

konstitusi berat. Selanjutnya virus menjalar melalui serabut saraf sensorik

ke ganglion saraf regional dan berdiam di sana serta bersifat laten. Infeksi

orofaring HSV-1 menimbulkan infeksi laten di ganglia trigeminal,

sedangkan infeksi genital HSV-2 menimbulkan infeksi laten di ganglion

sakral. Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus (trigger factor), virus

akan mengalami reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah

infeksi rekuren. Pada saat ini dalam tubuh hospes sudah ada antibodi

spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak

seberat pada waktu infeksi primer.6


2.7. Fatofisiologi

Gejala awalnya mulai timbul pada hari ke 4-7 setelah terinfeksi. Gejala awal

biasanya berupa gatal, kesemutann dan sakit. Lalu akan muncul bercak

kemerahan yang kecil, yang diikuti oleh sekumpulan lepuhan kecil yang terasa

nyeri. Lepuhan ini pecah dan bergabung membentuk luka yang melingkar. Luka

akan membaik dalam waktu 10 hari tetapi bisa meninggalkan jaringan parut. 6

Kelenjar getah bening selangkangan biasanya agak membesar.

Gejala awal ini sifatnya lebih nyeri, lebih lama dan lebih meluas dibandingkan

gejala berikutnya dan mungkin disertai dengan demam dan tidak enak badan. 6

Pada pria, lepuhan dan luka bisa terbentuk di setiap bagian penis, termasuk

kulit depan pada penis yang tidak disunat. Pada wanita, lepuhan dan luka bisa

terbentuk di vulva dan leher rahim. Jika penderita melakukan hubungan seksual

melalui anus, maka lepuhan dan luka bisa terbentuk di sekitar anus atau di dalam

rektum. 6

Pada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita infeksi HIV),

luka herpes bisa sangat berat, menyebar ke bagian tubuh lainnya, menetap selama

beberapa minggu atau lebih dan resisten terhadap pengobatan dengan asiklovir. 6

Gejala-gejalanya cenderung kambuh kembali di daerah yang sama atau di

sekitarnya, karena virus menetap di saraf panggul terdekat dan kembali aktif

untuk kembali menginfeksi kulit. HSV-2 mengalami pengaktivan kembali di

dalam saraf panggul. HSV-1 mengalami pengaktivan kembali di dalam saraf

wajah dan menyebabkan fever blister atau herpes labialis. Tetapi kedua virus bisa

menimbulkan penyakit di kedua daerah tersebut. Infeksi awal oleh salah satu

virus akan memberikan kekebalan parsial terhadap virus lainnya, sehingga gejala

dari virus kedua tidak terlalu berat. 6


2.8. Diagnosis Banding

Semua ulkus pada genetalia seperti : 1

 Sifilis : ulkus lebih besar, bersih dan ada indurasi.


 Ulkus mole : ulkus kotor, merah dan nyeri.
 Limfogranuloma venerum : ulkus sangat nyeri didahului pembengkakan
kelenjar inguinal.
 Balanopostitis : biasanya disertai tanda-tanda radang yang jelas.
 Skabies : rasa gatal lebih berat kebanyakan pada anak-anak.
 Lesi septik dan trauma : didahului riayat trauma.

2.9. Penatalaksanaa

2.9.1. Farmakologi

Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi herpes

genitalis. Obat-obat topikal sering dipakai adalah : povidon yodium,

idoksuridin (IDU). Dapat pula dengan inaktivasi fotodinamik dan larutan

zat warna seperti biru metilen, merah netral atau flavin.1

Lesi inisial : Asiklovir 5x200 mg selama 7 hari


Valasiklovir 2x500 mg selama 7 hari
Famsiklovir 3x500 mg selama 7 hari

Lesi lekuren : Asiklovir 5x200 mg/hari selama 5 hari


Valasiklovir 2x500 mg/hari selama 5 hari

Pengobatan suporesif : Asiklovir 2x400 mg/hari selama 7 hari


Valasiklovir 2x500 mg/hari selama 7 hari
Famsiklovir 2x500 mg/hari selama 7 hari

2.10. Pencegahan dan edukasi

Hingga saat ini tidak ada satupun bahan yang efektif mencegah

HSV. Kondom dapat menurunkan transmisi penyakit, tetapi penularan


masih dapat terjadi pada daerah yang tidak tertutup kondom ketika terjadi

ekskresi virus. Spermatisida yang berisi surfaktan nonoxynol-9

menyebabkan HSV menjadi inaktif secara invitro. Di samping itu yang

terbaik, jangan melakukan kontak oral genital pada keadaan dimana ada

gejala atau ditemukan herpes oral. 5

Secara ringkas ada 5 langkah utama untuk pencegahan herpes genital

yaitu:

 Mendidik seseorang yang berisiko tinggi untuk mendapatkan herpes

genitalis dan PMS lainnya untuk mengurangi transmisi penularan.

 Mendeteksi kasus yang tidak diterapi, baik simtomatik atau

asimptomatik.

 Mendiagnosis, konsul dan mengobati individu yang terinfeksi dan

follow up dengan tepat.

 Evaluasi, konsul dan mengobati pasangan seksual dari individu yang

terinfeksi.

Skrining disertai diagnosis dini, konseling dan pengobatan sangat

berperan dalam pencegahan.5

Menjaga kebersihan lokal, menghindari trauma atau faktor

pencetus.1 pola hidup yang lebih sehat, menjaga higienitas genitelia,

istirahat yang cukup, peningkatan status nutrisi, tidak melakukan

hubungan seksual terlebih dahulu selama luka di kemaluan sebeelum

sembuh.
2.11. Komplikasi

Infeksi herpes genital biasanya tidak menyebabkan masalah kesehatan

yang serius pada orang dewasa. Pada sejumlah orang dengan sistem

imunitasnya tidak bekerja baik, bisa terjadi outbreaks herpes genital yang

bisa saja berlangsung parah dalam waktu yang lama. Orang dengan sistem

imun yang normal bisa terjadi infeksi herpes pada mata yang disebut

herpes okuler. Herpes okuler biasanya disebabkan oleh HSV-1 namun

terkadang dapat juga disebabkan HSV-2. Herpes dapat menyebabkan

penyakit mata yang serius termasuk kebutaan.6

Wanita hamil yang menderita herpes dapat menginfeksi bayinya. Bayi

yang lahir dengan herpes dapat meninggal atau mengalami gangguan pada

otak, kulit atau mata. Wanita hamil dengan herpes dapat mengakibatkan

herpes neonatal disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) atau

herpes virus tipe simpleks 2 jenis virus (HSV-2) sebagai salah dapat

menyebabkan herpes genital pada ibu. Sekitar 50% dari neonatal herpes

disebabkan HSV-1 dan 50% karena HSV-2. Sebagian besar kasus herpes

neonatal terjadi sebagai akibat dari kontak langsung dengan sekret ibu

yang terinfeksi, meskipun dalam 25% kasus kemungkinan sumber Infeksi

postnatal diidentifikasi, biasanya kerabat dekat dari infeksi Postnatal

mother terjadi sebagai akibat dari paparan infeksi herpes oro-labial.6

2.12. Prognosis
Cukup baik meskipun tidak ada pengobatan yang memuaskan

untuk mencegah kekambuhan.1

2.13. Propesionalisme

Membantu mengontrol kesembuhan pasien dengan mengobati pasien

sesuai dosis yang tepat, jika keluhan masih berlanjut silah konsultasikan

kepada dokter spesialis kulit dan kelamin.

BAB III
KESIMPULAN

Herpes genitalis merupakan penyakit menular seksual dengan

prevalensi yang tinggi di dunia selama empat dekade terakhir. Herpes

genitalis adalah infeksi genitalia yang disebabkan oleh virus herpes

simpleks (VHS) Terdapat dua macam tipe VHS yang dapat menyebabkan

herpes genitalis yaitu tipe 1 dan tipe 2. Herpes genitalis umumnya

disebabkan oleh herpes simplek virus tipe 2 (herpes virus hominis tipe 2),

tetapi sebagian kecil dapat disebabkan oleh tipe 1. Biasa sering terjadi

pada umur dewasa muda / masa seksual aktif dengan prevalensi wanita

dan pria sama.1,2

Diagnosis herpes genital secara klinis ditegakkan dengan adanya

gejala khas berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritem dan bersifat

rekuren. Pengobatan dari herpes genital secara umum bisa dengan menjaga

kebersihan lokal, menghindari trauma atau faktor pencetus. Adapun obat-

obat yang dapat menangani herpes genital adalah asiklovir, valasiklovir,

famsiklovir. Prognosi cukup baik meskipun tidak ada pengobatan yang

memuaskan untuk mencegah kekambuhan.1

DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar, R. (2014). Herpes genitalis. Dalam Atlas berwarna saripati penyakit kulit
(Vol. 3, hal. 82-84). Jakarta: EGC.

2.

Alberto, d. m. (2018). Herpes genitalis disertai lesi ekstragenital primer pada gravida
trimester III dengan human immunodefeciency virus (HIV) stadium 1. medicina, 49, 67-
71.

3.

Hendrawan, I. W., & Sakti, P. T. (2017). Venereologi G2PIA0H0 32-33 minggu dengan
herpes genitalis. Jurnak kedokteran Unram, 6, 50-54.

4.
Bonita, L., & Murtiastutik, D. (2017). Penelitian retrospektif : Gambaran klinis herpes
simplek genitalis. fakultas kedokteran universitas airlangga, 30-25.

5. Djojosugito, f. A. (2016). Infeksi Herpes Simplek dalam Kehamilan. fakultas


kedokteran universitas Riau, 10, 1-4.

6.

Jatmiko, A. C., Nurharini, F., Dewi, D. K., & Murtiastutik, D. (2018). Penderita Herpes
Genitalis di Divisi Infeksi Menular Seksual Unit Rawat Jalan Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Dr. Soetomo Surabaya Periode 2015–2017. Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga, 102-108.

7. Suryani, M., & Wijayadi, W. Y. (2017). masalah dan penatalaksanaan herpes


genitalis rekuren. ebers papyrus, 19, 104-115.

Anda mungkin juga menyukai