BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
1 Manfaat teoritis
Penulis diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang
definisi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, serta tatalaksana Herpes Zoster.
2 Manfaat praktis
Penulisan ini dapat menjadi bahan rujukan bagi dokter klinis dalam menangani
pasien Herpes Zoster.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. X
Umur : X tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan :-
Agama :-
Alamat :-
Status perkawinan :-
Suku :-
Tanggal Pemeriksaan : 2020
No. Reg : ---***
2.2 Anamnesis
1. Keluhan utama : timbul bercak merah & muncul plentingan berisi air
2. Riwayat penyakit sekarang
Kulit bagian perut kemerahan dan muncul plentingan berisi air
Keluhan disertai dengan rasa panas, nyeri dan cenut cenut.
Riwayat perjalanan penyakit :
a. sejak kapan muncul keluhan?
b. Awal munculnya lokasi lesi di mana?
c. Sejak kapan lesi tersebut muncul?
d. Apakah lesi mudah pecah? Jika iya apakah mengeluarkan cairan?
Gatal, perih?
e. Skala Gatal/nyeri/perih dari 1-10 berapa?
f. adakah hal yang membuat keluhan memberat dan berkurang?
g. Apakah lesi menjalar ke lokasi lain?
h. apakah ada keluhan yg sama terjadi pada lokasi lainnya?
i. apakah ada keluhan sebelum muncul lesi? Misalkan panas, nyeri,
perih, mati rasa, demam, nyeri otot, gatal?
4
2. Status Lokalis
Efluoresensi :
Regio thoracalis anterior & posterior sinistra lesi multiple vesikel dasar plak
eritematous ukuran bervariasi, diameter 1-2 cm atau lebih, bentuk tidak teratur,
permukaan kesan rata dengan peninggian diatas permukaan kulit, batas tegas,
konsistensi lunak berisi cairan mudah pecah, penyebaran lokalisata sesuai
dermatome.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.2. Etiologi
Varicella zoster virus adalah virus yang menyebabkan cacar air (Chicken pox) dan
Herpes zoster (Shingles / cacar ular / cacar api / dompo). Varicella merupakan infeksi
primer yang terjadi pada individu yang terpapar dengan varicella zoster virus. Pada 3-5
hari 1000 individu, varicella zoster virus mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi
reaktivasiyang dikenal dengan nama Herpes zoster atau Shingles. 2 VZV memiliki
klasifikasi taksonomi sebagai berikut:
Kelas : Kelas I (dsDNA)
Famili : Herpesviridae
Upafamili : Alphaherpesvirinae
Genus : Varicellaovirus
Spesies : Human Herpes Zoster
8
3.3. Epidemiologi
Tingginya infeksi varicella di Indonesia terbukti pada studi yang dilakukan Jufri, et al
tahun 1995-1996, dimana 2/3 dari populasi berusia 15 tahun seropositive terhadap antibodi
varicella. Dari total 2232 pasien herpes zoster pada 13 rumah sakit pendidikan di Indonesia
(2011-2013). Puncak kasus HZ terjadi pada usia 45-64 tahun (37.95% dari total kasus HZ).
Trend HZ cenderung terjadi pada usia yang lebih muda, gender wanita mempunyai angka
insiden lebih tinggi. Total kasus NPH (neuralgia paska HZ/Neuralgia Post Herpes) adalah
593 kasus (26.5% dari total kasus HZ). Puncak kasus NPH pada usia 45-64 yaitu 250 kasus
NPH (42% dari total kasus NPH).1
Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang
dipersarafi oleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian tubuh,
yang tersering di daerah ganglion torakalis.
Lesi dimulai dengan makula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papulpapul dan
dalam waktu 1224 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah
menjadi pustul yang akan mengering menjadi krusta dalam 7-10 hari. Krusta dapat
bertahan sampai 23 minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini biasanya nyeri
segmental juga menghilang.
Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ketiga dan kadang-kadang sampai hari
ketujuh.
Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan makula hiperpigmentasi dan jaringan
parut (pitted scar)
Erupsi umumnya disertai nyeri (6090% kasus)
10
Gambar 2.3 Herpes zoster Close up of classical lesions. Grouped vesicles at different
stages of development on an erythematous base In a dermatomal distribution on the
abdomen.
11
Gambar 2.4. Herpes zoster (A) A 67-year old male witt. dermatomal zoster in the frontal
and maxillary branch of the trigeminal nerve. Bullae, vesicle, and hemorrhagic crusts are seen.
Note tremendous swelling of eye lids. (B) Mucosal lesions in another patient with
involvement of the left maxillary branch of the trigeminal nerve. Unilateral erosions on the
palate.
Gambar 2.6. Herpes zoster:atrophic scar. A 80-year-old male with a history of herpes
zoster 1 year previously. Deep dermatomal (V1) scars are seen on the left forehead at the
site of prior zoster.
3.5. Patofisiologi
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varicella zoster (VZV). Virus
DNA ini adalah virus yang menyebabkan penyakit cacar air (chicken pox) yang merupakan
infeksi awal sebelum sesorang mengalami herpes zoster. Jadi herpes zoster hanya dapat
muncul pada seseorang yang telah mengalami cacar air sebelumnya. Setelah episode cacar air
telah sembuh, varicella zoster akan bersifat laten di dalam badan sel saraf kemudia varicella
menyebar secara sentripetal ke sensori fiber dan sensori ganglia. Virus tesebut dorman dan
tanpa menimbulkan gejala.
Virus dapat menyebar dari satu atau lebih ganglion mengikuti dermatom saraf
(daerah pada kulit yang disarafi oleh satu spinal nerve) yang menimbulkan tanda dan
gejala pada kulit berupa cluster atau gerombolan benjolan yang kecil yang kemudian
menjadi blister. Blister-blister tersebut akan terisi cairan limfa dan kemudian pecah lalu
menjadi krusta dan menghilang. Postherpatic neuralgia terkadang terjadi dikarenakan
kerusakan pada saraf. Sistem imun akan mengeliminasi sebagian besar virus sehingga
seseorang dapat dikatakan sembuh. Meskipun tanda dan gejala telah tidak ada, namun
virus akan tetap bersifat laten pada ganglion saraf (ganglion dorsal root maupun ganglion
gasseri) pada dasar tengkorak. Apabila sistem imun menurun virus akan mengalami
multiplikasi dan menyebar sepanjang ganglion menyebabkan nekrosis di neuron yang
ditandai oleh neulagia.
13
Gambar 2.8. (A) Herpes Simpleks (B) Allergic contact dermatitis (C) Allergic venenata
3.8. Penatalaksanaan3
Dalam Penatalaksanaan pasien dengan HZ, dapat dilakukan 6 A:
Attract patient early
Asses patient fully
Antiviral therapy
Analgetik
Antidepressant/antikonvulsant
Allay anxietas-counselling
Attract patient early
o Pasien :untuk mendapatkan hasil pengobatan yang optimal, pengonbatan
sedini mungkin dalam 72 jam setelah erupsi kulit.
o Dokter :diagnosis dini dari anamnesis dan pemeriksaan fisik secara
seksama dan lengkap
Asses patient fully
Memeperhatikan kondisi khusus psien misalya usia lanjut, resiko NPH, risiko
komplikasi mata, sindrom Rasay Hunt, kemungkinan imunokomprimais, kemungkinan
defisit motorik dan kemungkinan terkenanya organ dalam.
Antiviral therapy
16
o Pengobatan dapat dilanjutkan dengan terapi suresi terutama bila gejala klinik
belum menghilang : berikan asiklovir 2 x 400mg/hari atau Vaasiklovir 500
mg/hari
o Peningkatan sistem imun :
1. Pemberian imunomodulator sperti interferon
2. Pemberian isoprinosine
o Supportif sel jaringan mencegah stress jaringan dan apoptosis :
1. Antioksidan
2. Memperbaiki protein dan karbohidrat.
Catatan : lama pemberian antiviral sampai stadium krustasi.
Dosis Asiklovir anak
< 12 tahun : 30 mg/KgBB 7 hari
>12 tahun : 60 mg/KgBB 7 hari
Analgesic
o Nyeri Ringan : Paracetamol/NSID
o Nyeri sedang sampai berat : kombinasi opioid ringan (tramadol, kodein)
Allay anxietas-counselling
o Edukasi mengenai penyakit herpes zoster untuk mengurangi kecemasan serta
ketidak-pahaman pasien tentang penyakit dan komplikasinya.
o Mempertahankan kondisi mental dan aktivitas fisik agar tetap optimal
o Memberikan perhatian dapat membantu pasien mengatasi penyakitnya.
Pengobatan topikal
o Menjaga lesi kulit agar kering dan bersih
o Hindari antibiotik topikal kecuali ada infeksi sekunder
o Rasa tidak nyaman, kompresi basah dingin steril/losio kalamin
o Asklovir topikal tidak efektif
Terapi Suportif
o Istirahat, makan cukup
o Jangan digaruk
o Memakai pakaian longgar
o Tetap mandi.
18
3.9. Komplikasi
1. Kompliksi kutaneus
Infeksi Sekunder : dapat menghambat penyembuhan dan pembentukan
jaringan parut (selulitis, impetigo dll)
Gangren superfisialis : menunjukkan HZ yang berta, mengakibatka hambatan
penyembuhan dan pembentukan jaringan parut.
2. Komplikasi Neurologis
Neuralgia pasca herpes (NPH) :
Nyeri yang menetap di dermatom yang terkena 3 bulan setelah erupsi HZ
menghilang. Insidensi NPH berkisar 10-40% dari kasus HZ. NPH merupakan
aspek HZ yang paling mengganggu pasien secara fungsional dan psikologi.
Pasien dengan NPH akan mengalami nyeri konstan (terbakar, nyeri,
berdenyut), nyeri intermiten (tertusuk-tusuk), dan nyeri yang dipicu stimulus
seperti allodinia (nyeri yang dipicu stimulus normal seperti sentuhan dll).
Risiko NPH meningkat pada usia >50 tahun (27x lipat) ; nyeri prodormal lebih
lama atau lebih hebat, erupsi kulit lebih hebat (luas dan berlangsung lama) atau
intensitas nyerinya lebih berat. Risiko lain : distribusi di daerah oftalmik,
ansietas, depresi, kurangnya kepuasan hidup, wanita, diabetes. Walaupun
mendapat terapi antivirus, NPH tetap terjadi pada 10-20% pasien HZ, dan
sering kali refrakter terhadap pengobatan, walau pengobatan sudah optimal,
40% tetap merasa nyeri
Meningoensefalitis, arteritis granulomatosa, mielitis, motor mneuropati (defisit
motorik), stroke dan bell’s palsy.
3. Komplikasi mata
Keterlibatan saraf trigeminal cabang pertama menyebabkan HZ oftalmikus,
terjadi pada 10-25% dari kasus HZ, yang dapat menyebabkan hilangnya
penglihatan, nyeri menetap lam, dan/atau luka parut.
Keratitis (2/3 dari pasien HZO), konjungtivitis, uveitis, episkleritis, skleritis,
koroiditis, neuritis optika, renitis, retraksi kelopak, ptosis, dan glaukoma.
19
5. Viseral
Dipertimbangkan bila ditemukan nyeri abdomen dan distensi abdomen.
Komplikasi visceral pada HZ jarang terjadi, komplikasi yang dapat terjadi
misalnya hepatitis, miokarditis, pericarditis, artitis.
3.10. Pencegahan
Pada anak imunokompeten yang telah menderita varicella tidak diperlukan tindakan
pencegahan, tetapi tindakan pencegahan ditujukan pada kelompok yang beresiko tinggi
untuk menderita varicella yang fatal seperti neonatus, pubertas ataupun orang dewasa,
dengan tujuan untuk mencegah ataupun mengurangi gejala varicella. Tindakan pencegahan
yang dapat diberikan yaitu :
1. Imunisasi pasif
Menunggunakan VZIG (Varicella zoster immunoglobulin). Pemberiannya dalam waktu
3 hari (kurang dari 96 jam) setelah terpajan VZV, pada anak-anak imunokompeten terbukti
mencegah varicella sedangkan pada anak imunokompremais pemberian VZIG dapat
meringankan gejala varicella. Dosis 125 U/10kgBB (dosis minimum : 125 U dan dosis
maximum : 625 U). Pemberian secara IM tidak diberikan IV. Perlindungan yang didapat
bersifat sementara. VZIG dapat diberikan pada:
a. Anak-anak yang berusia < 15 tahun yang belum pernah menderita varicella atau
herpes zoster.
b. Bayi yang baru lahir, ibunya menderta varicella dalam kurun waktu 5 hari sebelum
atau 48 jam setelah melahirkan.
c. Bayi premature dan bayi usia ≤14 hari yang ibunya belum pernah terkena varicella
atau herpes zoster.
d. Anak-anak yang menderita leukimia atau lymphoma yang belum pernah menderita
varicella.
2. Imunisasi aktif
Vaksinasinya menggunakan vaksin varicella virus (oka strain) dan kekebalan yang
didapat bisa bertahan hingga 10 tahun. Daya proteksi melawan varicella bekisar 71-100%.
Vaksin efektif jika diberikan pada umur ≥ 1tahun dan rekomendasikan diberikan pada usia
12-18 bulan. Anak yang berusia ≤13 tahun yang tidak menderita varicella
direkomendasikan diberikan dosis tunggal dan anak lebih tua diberikan dosis dengan jarak
21
4-8 minggu. Pemberian secara subcutan. Efek samping seperti demam ataupun reaksi lokal
seperti ruam makulopapular atau vesikel, terjadi 3-5% anak-anak dan timbul 10-21 hari
setelah pemberian pada lokasi penyuntikan. Vaksin varicella adalah Varivax. Tidak boleh
diberikan pada wanita hamil oleh karena dapat menyebablan terjadinya kongenital
varicella.
Metode pencegahan dapat berupa :
Dengan cara pemakaian asiklovir jangka panjang dengan dosis supresi. Misalnya,
asiklovir sering diberikan sebagai obat pencegahan pada penderita leukimia yang akan
melakukan transplantasi sumsum tulang dengan dosis 5 x 200 mg/hari, dimulai 7 hari
sebelum tranplantasi sampai 15 hari sesudah transplantasi.
Pemberian vaksinasi dengan vaksin VZV hidup yang dilemahkan (Zostavax®) , sering
diberikan pada orang lanjut usia untuk mencegah terjadnya penyakit, meringankan
beban penyakit serta menurunkan terjadinya komplikasi NPH.
22
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Infeksi VZV dapat menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varicella dan herpes zoster.
Varicella sering dijumpai pada anak-anak sedangkan herpes zoster lebih sering dijumpai
pada usia yang lebih tua. Penanganan yang tepat dari ke dua penyakit diatas dapat
mencegah timbulnya komplikasi yang berat pada anak-anak dan pada orang dewasa.
Pemberian imunisasi pasif maupun aktif pada anak-anak, dapat mencegah dan
mengurangi gejala penyakit yang timbul. Dan pencegahan pada herpes zoster juga dapat
dilakukan dengan peberian aksiklovir jangka panjang dan pemberian vaksin.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi penulis
Penulis diharapkan selalu menambah pengetahuannya tentang Herpes Zoster.
4.2.2 Bagi akademisi
Dalam makalah referat ini hanya dibahas sebagian kecil dari penjelasan tentang
tentang Herpes Zoster, makalah ini bisa digunakan sebagai pelengkap dan penunjang
untuk referensi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusponegoro et all. Buku Panduan Herpes Zoster di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. 2014.
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 7, Cetakan pertama. 2015. Penerbit:
Badan Penerbit FK UI.
3. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology Seventh Edition. 2013.
Penerbit: Mc Graw Hill.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). Panduan
Praktik Klinik. 2017. Ruko Gland Salemba.
5. Lusiana et all. Tes Tzanck di Bidang Dermatologi dan Venereologi. Departemen Ilmu
Kesehatan kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia.