Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Herpes zoster (HZ) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi virus varisela
zoster (VVZ) yang laten berdiam terutama dalam sel neuronal dan kadang-kadang di dalam
sel satelit ganglion radiks dorsalis dan ganglion sensorik saraf kranial; menyebar ke dermatom
atau jaringan saraf yang sesuai dengan segemen yang dipersarafinya. Selama fase reaktivasi,
dapat terjadi infeksi VVZ di dalam sel mononuklear darah tepi yang biasanya subklinis.
Penyebab reaktivasi tidak sepenuhnya dimengerti tetapi diperkirakan terjadi pada kondisi
gangguan imunitas selular. Faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan reaktivasi adalah:
pajanan VVZ sebelumnya (cacar air, vaksinasi), usia lebih dari 50 tahun, keadaan
imunokompromais, obatobatan imunosupresif, HIV/AIDS, transplantasi sumsum tulang atau
organ, keganasan, terapi steroid jangka panjang, stres psikologis, trauma dan tindakan
pembedahan.2
Kejadian HZ meningkat secara dramatis seiring dengan bertambahnya usia. Kira-kira 30%
populasi (1 dari 3 orang) akan mengalami HZ selama masa hidupnya, bahkan pada usia 85
tahun, 50 % (1 dari 2 orang) akan mengalami HZ. Insidens HZ pada anakanak 0.74 per 1000
orang per tahun. Insidens ini meningkat menjadi 2,5 per 1000 orang di usia 20-50 tahun (adult
age), 7 per 1000 orang di usia lebih dari 60 tahun (older adult age) dan mencapai 10 per 1000
orang per tahun di usia 80 tahun.2

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Herpes Zoster ?
2. Apa etiologi dan patofisiologi dari Herpes Zoster?
3. Bagaimana penegakan diagnosis Herpes Zoster?
4. Bagaimana tatalaksana Herpes Zoster?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi Herpes Zoster
2. Mengetahui etologi dan patofisiologi Herpes Zoster
3. Mengetahui penegakan diagnosis Herpes Zoster
4. Mengetahui tatalaksana Herpes Zoster
2

1.4 Manfaat
1 Manfaat teoritis
Penulis diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang
definisi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, serta tatalaksana Herpes Zoster.

2 Manfaat praktis
Penulisan ini dapat menjadi bahan rujukan bagi dokter klinis dalam menangani
pasien Herpes Zoster.
3

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. X
Umur : X tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan :-
Agama :-
Alamat :-
Status perkawinan :-
Suku :-
Tanggal Pemeriksaan : 2020
No. Reg : ---***
2.2 Anamnesis
1. Keluhan utama : timbul bercak merah & muncul plentingan berisi air
2. Riwayat penyakit sekarang
 Kulit bagian perut kemerahan dan muncul plentingan berisi air
 Keluhan disertai dengan rasa panas, nyeri dan cenut cenut.
 Riwayat perjalanan penyakit :
a. sejak kapan muncul keluhan?
b. Awal munculnya lokasi lesi di mana?
c. Sejak kapan lesi tersebut muncul?
d. Apakah lesi mudah pecah? Jika iya apakah mengeluarkan cairan?
Gatal, perih?
e. Skala Gatal/nyeri/perih dari 1-10 berapa?
f. adakah hal yang membuat keluhan memberat dan berkurang?
g. Apakah lesi menjalar ke lokasi lain?
h. apakah ada keluhan yg sama terjadi pada lokasi lainnya?
i. apakah ada keluhan sebelum muncul lesi? Misalkan panas, nyeri,
perih, mati rasa, demam, nyeri otot, gatal?
4

j. apakah pasien pernah tersengat oleh hewan di daerah dekat lesi?

3. Riwayat penyakit dahulu


 Riwayat penyakit sistemik: DM (___), Hipertensi (___)
 Riwayat HIV/AIDS (___)
 Riwayat infeksi Virus Varicella Zoster (___)
 Riwayat keganasan (___)
 Riwayat penyakit yang sama (___)
4. Riwayat pengobatan
------
5. Riwayat Alergi :
 Obat : disangkal
 Makanan : disangkal
6. Riwayat Penyakit Keluarga
• Disangkal
7. Riwayat life style :
------
8. Pengkajian Fungsi :
 Penglihatan : normal
 Pendengaran : normal
 Penciuman : normal
9. Riwayat Sosial :
 Tinggal bersama : --
 Hubungan antara anggota keluarga : --
 Hubungan dengan teman sebaya : --
 Pekerjaan : --

2.3 Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum
Status gizi tampak baik, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), TTV
dalam batas normal, anatomi fisiologi organ lain dalam batas normal
5

2. Status Lokalis

Efluoresensi :
Regio thoracalis anterior & posterior sinistra  lesi multiple vesikel dasar plak
eritematous ukuran bervariasi, diameter 1-2 cm atau lebih, bentuk tidak teratur,
permukaan kesan rata dengan peninggian diatas permukaan kulit, batas tegas,
konsistensi lunak berisi cairan mudah pecah, penyebaran lokalisata sesuai
dermatome.

2.4 Planning (Pemeriksaan Penunjang)


- Pemeriksaan laboratorium :
 Darah lengkap
 Urine lengkap
 GDA
 Tzank Smear
 Polymerase Chain Reaction (PCR)
 Direct Fluorescent Assay (DFA)
 Biopsi Kulit
2.5 Diagnosis Banding
 Dermatitis Kontak
 Dermatitis venenata
 Varicella
 Herpes simpleks
 Impetigo bullosa
6

2.6 Diagnosis Kerja


Herpes Zoster Regio Torakalis
2.7 Planning (Penatalaksanaan)
1. Sistemik
Pilihan antivirus
- Asiklovir oral 5x800 mg/hari selama 7-10 hari.
- Dosis asiklovir anak <12 tahun 30 mg/kgBB/hari selama 7 hari, anak >12 tahun 60
mg/kgBB/hari selama 7 hari.
- Valasiklovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari
- Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7 hari
Simptomatik
- Nyeri ringan: parasetamol 3x500 mg/hari atau NSAID.
- Nyeri sedang-berat: kombinasi dengan tramadol atau opioid ringan.
- Pada pasien dengan kemungkinan terjadinya neuralgia pasca herpes zoster selain
diberi asiklovir pada fase akut, dapat diberikan:
o Antidepresan trisiklik (amitriptilin dosis awal 10 mg/hari ditingkatkan 20 mg
setiap 7 hari hingga 150 mg. Pemberian hingga 3 bulan, diberikan setiap
malam sebelum tidur
o Gabapentin 300 mg/hari 4-6 minggu
o Pregabalin 2x75 mg/hari 2-4 minggu.
2. Topikal
- Stadium vesikular: bedak salisil 2% untuk mencegah vesikel pecah atau bedak
kocok kalamin untuk mengurangi nyeri dan gatal.
- Bila vesikel pecah dan basah dapat diberikan kompres terbuka denganlarutan
antiseptik dan krim antiseptik/antibiotik.
- Jika timbul luka dengan tanda infeksi sekunder dapat diberikan krim/salep
antibiotik.
2.8 Prognosis
Dubia ad bonam
7

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi Herpes Zoster


Herpes zoster merupakan penyakit neurokutan dengan manifestasi erupsi vesikuler
berkelompok dengan dasar eritemtosa disertai nyeri, nyeri radikular unilateral yang
umumnya terbatas di satu dermatom. Herpes zoster merupakan manifestasi reaktivsi
infeksi laten endogen virus varicella zoster di dalam neuron ganglion sensoris radiks
dorsalis, ganglion saraf kranialis, atau ganglion saraf autonomik yang menyebar ke
jaringan saraf dan kulit dengan segmen yang sama.2

3.2. Etiologi
Varicella zoster virus adalah virus yang menyebabkan cacar air (Chicken pox) dan
Herpes zoster (Shingles / cacar ular / cacar api / dompo). Varicella merupakan infeksi
primer yang terjadi pada individu yang terpapar dengan varicella zoster virus. Pada 3-5
hari 1000 individu, varicella zoster virus mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi
reaktivasiyang dikenal dengan nama Herpes zoster atau Shingles. 2 VZV memiliki
klasifikasi taksonomi sebagai berikut:
Kelas : Kelas I (dsDNA)
Famili : Herpesviridae
Upafamili : Alphaherpesvirinae
Genus : Varicellaovirus
Spesies : Human Herpes Zoster
8

Gambar 2.1 Morfologi dan Struktur Varicella Zoster Virus

3.3. Epidemiologi
Tingginya infeksi varicella di Indonesia terbukti pada studi yang dilakukan Jufri, et al
tahun 1995-1996, dimana 2/3 dari populasi berusia 15 tahun seropositive terhadap antibodi
varicella. Dari total 2232 pasien herpes zoster pada 13 rumah sakit pendidikan di Indonesia
(2011-2013). Puncak kasus HZ terjadi pada usia 45-64 tahun (37.95% dari total kasus HZ).
Trend HZ cenderung terjadi pada usia yang lebih muda, gender wanita mempunyai angka
insiden lebih tinggi. Total kasus NPH (neuralgia paska HZ/Neuralgia Post Herpes) adalah
593 kasus (26.5% dari total kasus HZ). Puncak kasus NPH pada usia 45-64 yaitu 250 kasus
NPH (42% dari total kasus NPH).1

3.4. Gejala Klinis1


Gejala prodromal
Berlangsung 1- 5 hari. Keluhan biasanya diawali dengan nyeri pada daerah dermatom
(gambar 2.2) yang akan timbul lesi dan dapat berlangsung dalam waktu yang bervariasi.
Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung terusmenerus atau sebagai serangan yang
hilang timbul. Keluhan bervariasi dari rasa gatal, kesemutan, panas, pedih, nyeri tekan,
hiperestesi sampai rasa ditusuktusuk.
Selain nyeri, dapat didahului dengan cegukan atau sendawa. Gejala konstitusi berupa
malaise, sefalgia, other flu like symptoms yang biasanya akan menghilang setelah erupsi
kulit timbul. Kadangkadang terjadi limfadenopati regional.
Ruam kulit
9

 Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang
dipersarafi oleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian tubuh,
yang tersering di daerah ganglion torakalis.
 Lesi dimulai dengan makula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papulpapul dan
dalam waktu 1224 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah
menjadi pustul yang akan mengering menjadi krusta dalam 7-10 hari. Krusta dapat
bertahan sampai 23 minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini biasanya nyeri
segmental juga menghilang.
 Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ketiga dan kadang-kadang sampai hari
ketujuh.
 Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan makula hiperpigmentasi dan jaringan
parut (pitted scar)
 Erupsi umumnya disertai nyeri (6090% kasus)
10

Gambar 2.2 Dermatome peta kulit saraf sensorik perifer

Gambar 2.3 Herpes zoster Close up of classical lesions. Grouped vesicles at different
stages of development on an erythematous base In a dermatomal distribution on the
abdomen.
11

Gambar 2.4. Herpes zoster (A) A 67-year old male witt. dermatomal zoster in the frontal
and maxillary branch of the trigeminal nerve. Bullae, vesicle, and hemorrhagic crusts are seen.
Note tremendous swelling of eye lids. (B) Mucosal lesions in another patient with
involvement of the left maxillary branch of the trigeminal nerve. Unilateral erosions on the
palate.

Gambar 2.5. Herpes zoster cervikal distribution (C 2 to C 5) A 65-year-old female being


treated with prednisone for polymyalglarheumatic has pain· fullesions for 5 days.
Dermatomal groupe and confluent vesicles on the left neck, upper chest and shoulder.
12

Gambar 2.6. Herpes zoster:atrophic scar. A 80-year-old male with a history of herpes
zoster 1 year previously. Deep dermatomal (V1) scars are seen on the left forehead at the
site of prior zoster.

3.5. Patofisiologi
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varicella zoster (VZV). Virus
DNA ini adalah virus yang menyebabkan penyakit cacar air (chicken pox) yang merupakan
infeksi awal sebelum sesorang mengalami herpes zoster. Jadi herpes zoster hanya dapat
muncul pada seseorang yang telah mengalami cacar air sebelumnya. Setelah episode cacar air
telah sembuh, varicella zoster akan bersifat laten di dalam badan sel saraf kemudia varicella
menyebar secara sentripetal ke sensori fiber dan sensori ganglia. Virus tesebut dorman dan
tanpa menimbulkan gejala.
Virus dapat menyebar dari satu atau lebih ganglion mengikuti dermatom saraf
(daerah pada kulit yang disarafi oleh satu spinal nerve) yang menimbulkan tanda dan
gejala pada kulit berupa cluster atau gerombolan benjolan yang kecil yang kemudian
menjadi blister. Blister-blister tersebut akan terisi cairan limfa dan kemudian pecah lalu
menjadi krusta dan menghilang. Postherpatic neuralgia terkadang terjadi dikarenakan
kerusakan pada saraf. Sistem imun akan mengeliminasi sebagian besar virus sehingga
seseorang dapat dikatakan sembuh. Meskipun tanda dan gejala telah tidak ada, namun
virus akan tetap bersifat laten pada ganglion saraf (ganglion dorsal root maupun ganglion
gasseri) pada dasar tengkorak. Apabila sistem imun menurun virus akan mengalami
multiplikasi dan menyebar sepanjang ganglion menyebabkan nekrosis di neuron yang
ditandai oleh neulagia.
13

Gambar 2.7. phase on VZV in Human body


3.6. Diagnosis Banding
Stadium Praerupsi
Nyeri akut segmental sulit dibedakan dengan nyeri yang timbul karena penyakit
sistemik sesuai dengan lokasi anatomik.
Stadium Erupsi
Herpes simpleks, dermatitis venenata, dermatitis kontak, bila terjadi nyeri di daerah
setinggi jantung, dapat salah diagnosis dengan angina pektoris pada herpes zoster fase
prodormal.
14

Gambar 2.8. (A) Herpes Simpleks (B) Allergic contact dermatitis (C) Allergic venenata

3.7. Pemeriksaan Penunjang4,5


Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa test yaitu :
1 Tzanck smear
 Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian
diwarnai dengan pewarnaan yaitu hemtoxylin-eosin, giemsa’s, wright’s,
toluidine blue ataupun papanicolaou’s dengan menggunakan mikroskop cahaya
akan dijumpai multinucleated giant cells.
 Pemeriksaa ini sensitifitasnya sekitar 84%.
 Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes
simpleks virus.

Gambar 2.9 Sel Datia berinti banyak pada lesi varicella

2 Direct fluorescent assay (DFA)


 Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk
krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.
 Hasil pemeriksaan cepat
 Membutuhkan mikroskop fluorescence
 Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.
15

 Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks


virus.
3 Polymerase chan reaction (PCR)
 Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.
 Dengan metode ini dapat digunakan dengan berbagai jenis preparat seperti
scraping dasar vesikel dan apabila sudah terbentuk krusta dapat juga digunakan
sebagai preparat, dan CSF.
 Sensitifitasnya berkisar 97-100%
 Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster.
4 Biopsi kulit
Hsil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi
sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya
lymphocytic infiltrate.

3.8. Penatalaksanaan3
Dalam Penatalaksanaan pasien dengan HZ, dapat dilakukan 6 A:
 Attract patient early
 Asses patient fully
 Antiviral therapy
 Analgetik
 Antidepressant/antikonvulsant
 Allay anxietas-counselling
Attract patient early
o Pasien :untuk mendapatkan hasil pengobatan yang optimal, pengonbatan
sedini mungkin dalam 72 jam setelah erupsi kulit.
o Dokter :diagnosis dini dari anamnesis dan pemeriksaan fisik secara
seksama dan lengkap
Asses patient fully
Memeperhatikan kondisi khusus psien misalya usia lanjut, resiko NPH, risiko
komplikasi mata, sindrom Rasay Hunt, kemungkinan imunokomprimais, kemungkinan
defisit motorik dan kemungkinan terkenanya organ dalam.
Antiviral therapy
16

Antiviral diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada :


o Usia < 50 tahun
o Dengan risiko terjadinya NPH
o HZO/ syndrom Ramsay Hunt/ HZ servikal/ HZ sakral
o Imunokompremais, diseminata/ generalisata, dengan komplikasi.
o Anak-anak, usia <50 tahun dan perempuan hamil diberikan terapi antiviral bila
disertai: risiko terjadinya NPH, HZO/ syndrome Ramsay Hunt,
imunokompromais, diseminata/generalisata, dengan komplikasi.
Pengobatan antiviral:
o Asiklovir dewasa :5 x 800 mg/hari selama 7-10 hari atau
o Asiklovir iv 3x 10 mg/kgBB/hari
o Valasiklovir untuk dewasa 3x1 gram/hari selama 7 hari atau
o Famsiklovir untuk dewasa: 3x250 mg/hari selama 7 hari
Catatan khusus :
 Pemberian antivirus masih dapat diberikan setelah 27 jam bila msih timbul lesi
baru/ terdapat vesikel berumur < 3 hari.
 Bila disertai keterlibatan organ viseral diberikan asiklovir intravena 10
mg/kgBB, 3 x perhari selama 5-10 hari. Asiklovr dilarutkan dalam 100 cc
NaCL 0.9% dan diberkan tetes selama satu jam.
 Untuk wanita hamil diberikan asiklovir
 Untuk herpes zoster dengan paralisis fasial/kranial, polineuritis, dan
keterlibatan SSP dikombinaskan dengan kortikosteroid walaupun
keuntungannya belum dievaluasi secara sistematis.
Pengobatan Antivirus pada pasien imunokompromais
o Asiklovir dewasa : 4-5 x 800 mg/hari atau
o Asiklovir iv 3 x 10 mg/kgBB/ari pada highly, imunokompomais,
multisemental/diseminata.
o Valasiklovir untuk dewasa : 3 x 1 gram/hari atau
o Famsiklovir untuk dewasa : 3 x 500 mg/hari
o Pada kasus yang hebat selain pemberian IV acyclovir ditambah interferon
Alpha 2a
o Asiklovir resisten diberi Foscarnet
17

o Pengobatan dapat dilanjutkan dengan terapi suresi terutama bila gejala klinik
belum menghilang : berikan asiklovir 2 x 400mg/hari atau Vaasiklovir 500
mg/hari
o Peningkatan sistem imun :
1. Pemberian imunomodulator sperti interferon
2. Pemberian isoprinosine
o Supportif sel jaringan mencegah stress jaringan dan apoptosis :
1. Antioksidan
2. Memperbaiki protein dan karbohidrat.
Catatan : lama pemberian antiviral sampai stadium krustasi.
Dosis Asiklovir anak
< 12 tahun : 30 mg/KgBB 7 hari
>12 tahun : 60 mg/KgBB 7 hari
Analgesic
o Nyeri Ringan : Paracetamol/NSID
o Nyeri sedang sampai berat : kombinasi opioid ringan (tramadol, kodein)
Allay anxietas-counselling
o Edukasi mengenai penyakit herpes zoster untuk mengurangi kecemasan serta
ketidak-pahaman pasien tentang penyakit dan komplikasinya.
o Mempertahankan kondisi mental dan aktivitas fisik agar tetap optimal
o Memberikan perhatian dapat membantu pasien mengatasi penyakitnya.
Pengobatan topikal
o Menjaga lesi kulit agar kering dan bersih
o Hindari antibiotik topikal kecuali ada infeksi sekunder
o Rasa tidak nyaman, kompresi basah dingin steril/losio kalamin
o Asklovir topikal tidak efektif
Terapi Suportif
o Istirahat, makan cukup
o Jangan digaruk
o Memakai pakaian longgar
o Tetap mandi.
18

3.9. Komplikasi
1. Kompliksi kutaneus
 Infeksi Sekunder : dapat menghambat penyembuhan dan pembentukan
jaringan parut (selulitis, impetigo dll)
 Gangren superfisialis : menunjukkan HZ yang berta, mengakibatka hambatan
penyembuhan dan pembentukan jaringan parut.
2. Komplikasi Neurologis
 Neuralgia pasca herpes (NPH) :
Nyeri yang menetap di dermatom yang terkena 3 bulan setelah erupsi HZ
menghilang. Insidensi NPH berkisar 10-40% dari kasus HZ. NPH merupakan
aspek HZ yang paling mengganggu pasien secara fungsional dan psikologi.
Pasien dengan NPH akan mengalami nyeri konstan (terbakar, nyeri,
berdenyut), nyeri intermiten (tertusuk-tusuk), dan nyeri yang dipicu stimulus
seperti allodinia (nyeri yang dipicu stimulus normal seperti sentuhan dll).
Risiko NPH meningkat pada usia >50 tahun (27x lipat) ; nyeri prodormal lebih
lama atau lebih hebat, erupsi kulit lebih hebat (luas dan berlangsung lama) atau
intensitas nyerinya lebih berat. Risiko lain : distribusi di daerah oftalmik,
ansietas, depresi, kurangnya kepuasan hidup, wanita, diabetes. Walaupun
mendapat terapi antivirus, NPH tetap terjadi pada 10-20% pasien HZ, dan
sering kali refrakter terhadap pengobatan, walau pengobatan sudah optimal,
40% tetap merasa nyeri
 Meningoensefalitis, arteritis granulomatosa, mielitis, motor mneuropati (defisit
motorik), stroke dan bell’s palsy.
3. Komplikasi mata
 Keterlibatan saraf trigeminal cabang pertama menyebabkan HZ oftalmikus,
terjadi pada 10-25% dari kasus HZ, yang dapat menyebabkan hilangnya
penglihatan, nyeri menetap lam, dan/atau luka parut.
 Keratitis (2/3 dari pasien HZO), konjungtivitis, uveitis, episkleritis, skleritis,
koroiditis, neuritis optika, renitis, retraksi kelopak, ptosis, dan glaukoma.
19

Gambar 2.10. Herpes Zoster Ophtalmicus


4. Komplikasi THT
Sindrome Ramsay Hunt sering disebut HZ otikus merupakan komplikasi pada
THT yang jarang terjadi namun dapat serius. Sindrom ini terjadi akibat reaktivasi
VZV di ganglion genikulata saraf fasialis. Tanda dan gejala sindrom Ramsay Hunt
meliputi HZ di liang telinga luar atau membarn timpani. Diseratai paresis fasialis
yang nyeri, gangguan lakrimalis, gangguan pengecapan 2/3 bagian depan lidah,
tinnitus, vertigo, dan tuli. Banyak pasien yang tidak pulih sempurna.

Gambar 2.11 Herpes Zoster Oticus


20

5. Viseral
 Dipertimbangkan bila ditemukan nyeri abdomen dan distensi abdomen.
 Komplikasi visceral pada HZ jarang terjadi, komplikasi yang dapat terjadi
misalnya hepatitis, miokarditis, pericarditis, artitis.

3.10. Pencegahan
Pada anak imunokompeten yang telah menderita varicella tidak diperlukan tindakan
pencegahan, tetapi tindakan pencegahan ditujukan pada kelompok yang beresiko tinggi
untuk menderita varicella yang fatal seperti neonatus, pubertas ataupun orang dewasa,
dengan tujuan untuk mencegah ataupun mengurangi gejala varicella. Tindakan pencegahan
yang dapat diberikan yaitu :
1. Imunisasi pasif
Menunggunakan VZIG (Varicella zoster immunoglobulin). Pemberiannya dalam waktu
3 hari (kurang dari 96 jam) setelah terpajan VZV, pada anak-anak imunokompeten terbukti
mencegah varicella sedangkan pada anak imunokompremais pemberian VZIG dapat
meringankan gejala varicella. Dosis 125 U/10kgBB (dosis minimum : 125 U dan dosis
maximum : 625 U). Pemberian secara IM tidak diberikan IV. Perlindungan yang didapat
bersifat sementara. VZIG dapat diberikan pada:
a. Anak-anak yang berusia < 15 tahun yang belum pernah menderita varicella atau
herpes zoster.
b. Bayi yang baru lahir, ibunya menderta varicella dalam kurun waktu 5 hari sebelum
atau 48 jam setelah melahirkan.
c. Bayi premature dan bayi usia ≤14 hari yang ibunya belum pernah terkena varicella
atau herpes zoster.
d. Anak-anak yang menderita leukimia atau lymphoma yang belum pernah menderita
varicella.
2. Imunisasi aktif
Vaksinasinya menggunakan vaksin varicella virus (oka strain) dan kekebalan yang
didapat bisa bertahan hingga 10 tahun. Daya proteksi melawan varicella bekisar 71-100%.
Vaksin efektif jika diberikan pada umur ≥ 1tahun dan rekomendasikan diberikan pada usia
12-18 bulan. Anak yang berusia ≤13 tahun yang tidak menderita varicella
direkomendasikan diberikan dosis tunggal dan anak lebih tua diberikan dosis dengan jarak
21

4-8 minggu. Pemberian secara subcutan. Efek samping seperti demam ataupun reaksi lokal
seperti ruam makulopapular atau vesikel, terjadi 3-5% anak-anak dan timbul 10-21 hari
setelah pemberian pada lokasi penyuntikan. Vaksin varicella adalah Varivax. Tidak boleh
diberikan pada wanita hamil oleh karena dapat menyebablan terjadinya kongenital
varicella.
Metode pencegahan dapat berupa :
 Dengan cara pemakaian asiklovir jangka panjang dengan dosis supresi. Misalnya,
asiklovir sering diberikan sebagai obat pencegahan pada penderita leukimia yang akan
melakukan transplantasi sumsum tulang dengan dosis 5 x 200 mg/hari, dimulai 7 hari
sebelum tranplantasi sampai 15 hari sesudah transplantasi.
 Pemberian vaksinasi dengan vaksin VZV hidup yang dilemahkan (Zostavax®) , sering
diberikan pada orang lanjut usia untuk mencegah terjadnya penyakit, meringankan
beban penyakit serta menurunkan terjadinya komplikasi NPH.
22

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Infeksi VZV dapat menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varicella dan herpes zoster.
Varicella sering dijumpai pada anak-anak sedangkan herpes zoster lebih sering dijumpai
pada usia yang lebih tua. Penanganan yang tepat dari ke dua penyakit diatas dapat
mencegah timbulnya komplikasi yang berat pada anak-anak dan pada orang dewasa.
Pemberian imunisasi pasif maupun aktif pada anak-anak, dapat mencegah dan
mengurangi gejala penyakit yang timbul. Dan pencegahan pada herpes zoster juga dapat
dilakukan dengan peberian aksiklovir jangka panjang dan pemberian vaksin.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi penulis
Penulis diharapkan selalu menambah pengetahuannya tentang Herpes Zoster.
4.2.2 Bagi akademisi
Dalam makalah referat ini hanya dibahas sebagian kecil dari penjelasan tentang
tentang Herpes Zoster, makalah ini bisa digunakan sebagai pelengkap dan penunjang
untuk referensi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro et all. Buku Panduan Herpes Zoster di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. 2014.
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 7, Cetakan pertama. 2015. Penerbit:
Badan Penerbit FK UI.
3. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology Seventh Edition. 2013.
Penerbit: Mc Graw Hill.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). Panduan
Praktik Klinik. 2017. Ruko Gland Salemba.
5. Lusiana et all. Tes Tzanck di Bidang Dermatologi dan Venereologi. Departemen Ilmu
Kesehatan kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai