Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN DISKUSI KASUS

DEPARTEMEN IKGMP

Oleh:
Adinda Amalia N.R
145070407111017

Pembimbing:
drg. Dyah Nawang Palupi, M.Kes

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................2
1.1. Latar Belakang....................................................................................................................3
1.2. Tujuan..................................................................................................................................3
BAB II LANDASAN TEORI....................................................................................................5
2.1 Karies Gigi...........................................................................................................................5
2.2 Penyakit Periodontal.............................................................................................................7
2.3 Caries Risk Assesment..........................................................................................................8
2.4 Perawatan Preventif pada Pasien Dewasa..........................................................................20
2.5 DHE KIE............................................................................................................................22
2.6 Komunikasi Efektif Dokter dan Pasien..............................................................................24
2.7 Cara Menyikat Gigi............................................................................................................27
2.8 Penggunaan Benang Gigi (Dental Floss)...........................................................................29
2.9 Preventive Resin Restorations............................................................................................31
2.10 Pit & Fissure Sealant.......................................................................................................32
2.11 Topical Application Fluoride 3

BAB III HASIL PEMERIKSAAN...........................................................................................38


3.1 Keadaan Gigi Geligi...........................................................................................................38
3.2 Keadaan Saliva...................................................................................................................39
3.3 Kebiasaan Sehari-hari.........................................................................................................39
3.4 Sikap Pasien 4

BAB IV RENCANA PERAWATAN......................................................................................41


4.1 Macam Rencana Perawatan................................................................................................41
4.2 Alasan Dipilihnya Perawatan (IKGMP) 4

BAB V PROSEDUR PERAWATAN......................................................................................42


5.1 KIE & DHE........................................................................................................................42
5.2 Topical Application Fluoride 4

BAB VI HASIL EVALUASI SETELAH EDUKASI.............................................................44


6.1 Keadaan GigiGeligi............................................................................................................44
6.2 Keadaan Saliva...................................................................................................................45
6.3 Kebiasaan Sehari-hari.........................................................................................................45
6.4 Sikap Pasien 4

6.5 Kesimpulan Hasil Evaluasi CAMBRA..............................................................................47


DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................49
LAMPIRAN.............................................................................................................................51

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat
dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi
merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan
mempertahankan bentuk muka, sehingga penting untuk menjaga kesehatan gigi sedini mungkin
agar dapat bertahan lama dalam rongga mulut. Kesehatan mulut berarti terbebas kanker
tenggorokan, infeksi dan luka pada mulut, penyakit gusi, kerusakan gigi, kehilangan gigi, dan
penyakit lainnya, sehingga terjadi gangguan yang membatasi dalam menggigit, mengunyah,
tersenyum, berbicara, dan kesejahteraan psikososial (WHO, 2012). Salah satu kesehatan mulut
adalah kesehatan gigi, kesehatan gigi menjadi hal yang penting khususnya bagi perkembangan.
Karies gigi merupakan salah satu gangguan kesehatan gigi. Karies gigi terbentuk karena ada sisa
makanan yang menempel pada gigi, yang pada akhirnya menyebabkan pengapuran gigi.
Dampaknya, gigi menjadi keropos, berlubang, bahkan patah. Karies gigi membuat kehilangan
daya kunyah dan terganggunya pencernaan, yang mengakibatkan pertumbuhan kurang maksimal
(Sinaga, 2013).
Kebersihan gigi dan mulut merupakan tindakan yang bertujuan untuk membersihkan dan
menyegarkan gigi dan mulut. Tindakan pembersihan gigi dan mulut dapat mencegah penularan
penyakit melalui mulut dan memperbaiki fungsi sistem pengunyahan, serta mencegah penyakit
gigi dan mulut seperti penyakit pada gigi dan gusi (Anindita dkk, 2018). Persentase penduduk
yang mempunyai masalah gigi dan mulut menurut Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2018 di Indonesia sebesar 57,6% dan hanya sekitar 10,2% penduduk yang menerima
perawatan oleh tenaga medis gigi (Badan Litbangkes, 2018). Dari data tersebut menunjukkan
bahwa lebih dari 50% penduduk Indonesia mengalami masalah pada gigi dan mulut namun
masih sangat sedikit yang sadar dan datang ke tenaga medis atau layanan kesehatan untuk
melakukan perawatan pada gigi dan mulutnya. Penyakit gigi dan mulut yang paling banyak
diderita masyarakat Indonesia adalah karies gigi dan penyakit pada gusi atau penyakit
periodontal.

3
Karies gigi merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh aktivitas bakteri yang merusak
jaringan keras gigi (Ramayanti,2013). Plak yang terdapat pada permukaan gigi menjadi tempat
yang baik untuk tumbuhnya bakteri yang lama kelamaan dapat merusak gigi (Jain, et al. 2014).
Bakteri mengubah glukosa dan karbohidrat pada makanan menjadi asam. Asam yang diproduksi
oleh bakteri dalam periode tertentu merusak struktur jaringan keras gigi sehingga terjadi proses
demineralisasi dan menyebabkan gigi menjadi berlubang (Ramayanti, 2013). Terdapat beberapa
perawatan pilihan untuk mencegah atau mengobati gigi yang terkena karies yaitu Fissure
Sealant, perawatan preventif, restorasi, perawatan saluran akar, crown, hingga pencabutan
(Montolalu, dkk. 2015).
Penyakit periodontal adalah penyakit inflamasi yang menyerang jaringan pendukung gigi.
Dua kategori utama penyakit periodontal adalah gingivitis dan periodontitis. Penyakit
periodontal disebabkan oleh faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer berupa iritasi oleh
bakteri patogen pada plak sedangkan faktor sekunder dapat berupa faktor lokal dan sisemik,
contoh dari faktor lokal adalah restorasi yang keliru dan merokok sedangkan contoh dari faktor
sistemik adalah faktor genetik, nutrisional, hormonal dan hematologi (Manson dan Eley, 2012).
Perawatan untuk penyakit periodontal adalah kontrol plak yang menyeluruh dengan disertai
scaling, root planning dan terapi antibakteri (Manson dan Eley, 2013). Kombinasi terapi mekanik
berupa scaling, root planning kemudian pemberian terapi antibakteri setelahnya terbukti lebih
efektif dalam meningkatkan perlekatan serta menurunkan kedalaman poket. Salah satu obat
antibakteri yang efektif untuk mengontrol penyakit periodontal adalah metronidazol.
Metronidazol merupakan antibakterisidal dengan spektrum luas terhadap bakteri anaerob.

Perawatan preventif pada gigi yang sering dilakukan adalah aplikasi fluor topical dan
fissure sealant. Aplikasi fluor topikal setiap enam bulan sekali efektif dalam mencegah karies
gigi pada gigi desidui maupun permanen. Fissure sealant adalah suatu perawatan preventif
dengan cara meletakkan bahan pada pit dan fisura gigi dengan tujuan untuk mencegah proses
karies gigi. Selain itu, upaya preventif yang dapat dilakukan yaitu dengan memperbaiki cara
menyikat gigi serta waktu menyikat gigi serta penggunaan pasta yang mengandung fluoride
dalam menyikat gigi.

4
1.2 Tujuan
Tujuan dari laporan ini adalah sebagai laporan perawatan preventif pada karies dan penyakit
periodontal yang terjadi pasien dewasa di Rumah Sakit Universitas Brawijaya Malang, Jawa
Timur.

5
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Karies Gigi

2.1.1 Definisi Karies


Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan cementum,
yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan.
Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh
kerusakan bahan organiknya. Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan kemampuan pulpa serta
penyebaran infeksinya kejaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri. Walaupun
demikian, mengingat mungkinnya remineralisasi terjadi, pada stadium yang sangat dini penyakit
ini dapat dihentikan. (Kidd, 2013)

2.1.2 Etiologi
A.    Faktor Utama
1.     Faktor Host
1. Host (Gigi)
Morfologi gigi manusia berbeda-beda, permukaan oklusal gigi memiliki kedalaman pit dan
fisur yang berbeda-beda juga. Gigi dengan pit dan fisur yang dalam akan sulit dibersihkan dari
sisa-sisa makanan yang melekat, sehingga mudah terjadi pembentukan plak yang akan mudah
berkembang dan dapat menyebabkan terjadinya karies gigi (Ramayanti dan Idral, 2013)
2.     Faktor mikroorganisme
Bakteri yang sangat berperan dalam perkembangan karies adalah Streptococcus mutans dan
Lactobacillus merupakan 2 dari 500 bakteri yang terdapat pada plak gigi dan merupakan bakteri
utama penyebab karies gigi. Bakteri yang kariogenik akan memfermentasikan sukrosa menjadi
asam laktat yang sangat kuat sehingga mampu menyebabkan demineralisasi (Ramayanti dan
Idral, 2013).
3.     Faktor substrat
Peran makanan dalam menyebabkan karies bersifat lokal, derajat kariogenik makanan
tergantung dari komponennya. Sisa makanan di dalam mulut merupakan substrat yang
difermentasikan oleh bakteri untuk mendapatkan energi (Ramayanti dan Idral, 2013).
4.     Faktor Waktu

6
Karies merupakan penyakit yang membutuhkan waktu yang lama karena perkembangannya
berjalan lambat (Ramayanti dkk, 2013). Dalam terbentuknya karies terdapat proses dinamis yang
terdiri dari proses demineralisasi dan remineralisasi yang terjadi secara bergantian. Apabila
saliva yang terdapat pada rongga mulut dalam jumlah dan aliran yang cukup, maka karies tidak
terjadi dalam waktu cepat (Dara, 2012). Semakin lama interaksi antara ketiga faktor lainnya
yaitu faktor host, mikroorganisme, dan substrat yang berada di dalam mulut, maka semakin besar
risiko terjadinya karies (William, 2015).

Gambar 1. Faktor Penyebab Karies Gigi

B.    Faktor Sekunder


1.     Usia
Pada sejumlah studi yang dilakukan pada anak usia pra sekolah dan anak usia sekolah ditemukan
hubungan karies dan variabel yang relevan. Contohnya, jika menyangkut faktor sosio-
demografis, khususnya usia dan jenis kelamin, adalah 2 faktor yang biasanya berkaitan dengan
prevalensi karies. Studi menunjukkan bahwa seiring bertambahnya usia, bertambah pula dengan
adanya karies di salah satu gigi, yaitu 3 sampai 6 tahun pada gigi sulung, atau 6 sampai 12 tahun
pada gigi permanen. Dalam sebuah penelitian, seiring bertambahnya usia pada anak usia 6
sampai 9 tahun, dmf-t menurun. Kecenderungan seperti itu dapat dianggap berasal dari
tanggalnya gigi sulung seiring bertambahnya usia, sehingga mempengaruhi permukaan yang
tersedia untuk dipengaruhi oleh karies. Tren tersebut diimbangi peningkatan karies pada gigi
permanen, karena lebih banyak permukaan yang tersedia. (Herrera dkk, 2013).

7
2.     Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal yang dekat atau berada di kota dapat meningkatkan pengetahuan
sesorang mengenai kesehatan gigi dan mulut dari media massa, informasi, dan penyuluhan dari
tenaga kesehatan yang lebih mudah didapatkan daripada seseorang yang tinggal pada pedesaan.
Cara pemeliharaan gigi yang disampaikan oleh iklan sikat gigi atau pasta gigi adalah salah satu
sumber informasi tentang kesehatan gigi yang dapat diterima. Informasi yang diterima tersebut
secara tidak sadar dapat meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan mulut (Rompis
dkk, 2016).
3.     Sosial Ekonomi
Karies biasanya dijumpai pada kelompok dengan latar belakang sosial ekonomi yang rendah. Hal
ini terjadi akibat kurangnya pengetahuan kelompok dengan latar belakang sosial ekonomi rendah
terhadap pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan mulut. Kurangnya pengetahuan mengenai
kesehatan gigi dan mulut dan kesadaran hidup sehat juga biasanya terjadi pada kelompok dengan
sosial ekonomi rendah (Tarina, 2014).
4.     Pengetahuan
Pengetahuan dari orang tua sangat berperan dalam terbentuknya perilaku anak mengenai
kebersihan gigi dan mulut. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara alami maupun secara
terencana dengan proses pendidikan. Sebagian besar pengetahuan yang didapat anak bersal dari
orang tua, sehingga diharapkan orang tua dapat menjelaskan dan mengajari menyikat gigi
dengan baik dan benar kepada anak. Semakin baik tingkat pengetahuan maka semakin kecil
kemungkinan terjadinya karies gigi (Ningsih dkk, 2016).

2.1.3 Patofisiologi Karies


Pada negara berkembang, karies gigi adalah salah satu penyakit umum yang disebabkan
oleh bakteri. Awalnya, permukaan enamel dari gigi dirusak oleh proses demineralisasi dari asam
laktat yang dihasilkan oleh bakteri pada mulut sebagai produk dari metabolisme karbohidrat,
terutama dari gula. Area yang paling rentan mengalami kerusakan adalah dibawah titik kontak
dari mahkota gigi terdekat dan pit dan fissura pada permukaan okusal dari gigi molar dan
premolar. Area ini tidak terjangkau dari mekanisme pembersihan mulut alami dan penyikatan
gigi.

8
Setelah enamel rusak, bakteri proteolitik masuk ke dalam dentin yang kurang
terkalsifikasi dan mengakibatkan kerusakan yang progresif. Enamel gigi tetap utuh sampai dentin
rusak dan enamelnya patah. Jadi karies gigi mungkin sudah merusak tetapi tidak terlihat, bahkan
pada kaca mulut dan probe, dan dapat dideteksi hanya pada X-ray. Proses kerusakannya bersifat
asimtomatik sampai cukup dekat dengan pulpa untuk mengakibatkan inflamasi dan rasa sakit,
akhirnya terjadi invasi bakteri dan pembentukan abses.
Setelah pulpa terekspos, inflamasi dan invasi bakteri biasanya merusak pulpa, kemudian
menyebar ke area periapikal yang kemudian menyebabkan abses. Hal ini yang menyebakan
pembengkakan dan jika tidak dirawat, dapat menyebabkan cairan keluar ke mulut atau terkadang
pada wajah (Harper, 2013).

2.2 Penyakit Periodontal

2.2.1 Definisi Penyakit Periodontal


Penyakit periodontal adalah penyakit pada jaringan pendukung gigi yaitu jaringan
gingiva, tulang alveolar, semen dan ligament periodontal (Putri, Herijulianti, dan Nurjanah,
2011).

Penyebab terjadinya penyakit periodontal) terdiri dari dua faktor yaitu faktor primer dan lokal.
1) Faktor primer adalah :
a) Plak.
Plak dianggap sebagai penyebab primer terjadinya periodontitis (Prayitno, 2003).
Plak merupakan bahan–bahan lunak yang melekat erat pada permukaan gigi, terdiri atas
mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matriks interseluler jika seseorang
mengabaikan kebersihan gigi dan mulutnya (Putri, dkk 2011).
2) Faktor lokal.
Faktor lokal juga memberikan peranan, dan secara langsung menimbulkan terjadinya
penyakit periodontitis. Faktor lokal itu antara lain :
a) Kebersihan mulut.
b) Malposisi gigi.
c) Anatomi gigi.
d) Restorasi.

9
e) Kontur gingival.

2.2.2 Klasifikasi Penyakit Periodontal


Penyakit periodontal merupakan penyakit umum dan tersebar luas di masyarakat, bisa
menyerang anak–anak, maupan orang dewasa. Fedi, Vernino dan Gray (2004), menyatakan
secara umum penyakit ini dapat diklasifikasikan menjadi gingivitis dan periodontitis.
Keradangan mengenai gingiva disebut gingivitis, dan keradangan yang mengenai jaringan
periodontal yang ditandai dengan migrasi epitel ke apikal, kehilangan pelekatan dan puncak
tulang alveolar disebut periodontitis.

1. Gingivitis
a) Pengertian gingivitis
Gingivitis adalah keradangan atau inflamasi pada gingiva yang dimulai dengan tanda–tanda :
pembengkakan pada gingiva, gingiva berwarna kemerahan, dan terjadi perdarahan.

b) Penyebab gingivitis
Gingivitis disebabkan oleh plak dan dipercepat dengan adanya faktor iritasi lokal dan sistemik.

1) Plak.
Plak adalah deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi yang terdiri atas
mikrooganisme yang berkembang biak dalam suatu matriks jika seseorang melalaikan
kebersihan gigi dan mulutnya. Mekanisme pembentukan plak terdiri dari tiga tahap :

- Tahap I
Merupakan tahapan penbentukan lapisan acquired pellicle, di mana dalam 24 jam bakteri
yang tumbuh adalah jenis streptococcus mutans.

- Tahap II
2–4 hari bakteri-bakteri yang tumbuh adalah jenis coccus gram negatif bacillus

10
- Tahap III
Pada hari ke-7 terjadi pematangan plak dan bakteri yang tumbuh adalah jenis spirochaeta dan
vibrio dan jenis baketri ini yang akan menyebabkan gingivitis (Putri, Herijulianti dan
Nurjanah, 2011).

2) Faktor local :

- Materia alba.
- Karang gigi.
- Over hanging filling (tambalan berlebihan).
- Obat–obatan misalnya arsen.

3) Faktor sistemik. Faktor sistemik terdiri dari :

- Ketidakseimbangan hormonal (diabetes, pubersitas, kehamilan)


- Kelainan darah
- Malnutrisi
- Obat–obatan misalnya dilantin sodium

c) Tanda–tanda gingivitis
Gingivitis merupakan tahap awal dari proses penyakit periodontal. Gingivitis biasanya disertai
dengan tanda–tanda berikut :

1) Adanya perdarahan pada gingiva tanpa ada penyebab.


2) Adanya pembengkakan pada gingiva.
3) Hilangnya tonus gingiva.
4) Hilangnya stippling pada gingiva.
5) Konsistensi gingiva lunak disertai adanya poket gingiva.

11
2. Periodontitis

a) Pengertian periodontitis
Periodontitis adalah penyakit pada jaringan pendukung gigi, yaitu jaringan gingival,
tulang alveolar, cementum dan ligament periodontal (Barnes dan Walls, 2006)

b) Penyebab periodontitis
Periodontitis terutama berhubungan dengan mikroorganisme dan produk produknya yang
ditemukan pada plak, supra dan sub gingiva kalkulus. Plak yang tinggal disuatu tempat tertentu
dalam jangka waktu yang lama, tujuh hari atau lebih, maka plak dapat menyebabkan terjadinya
penyakit periodontal yang disertai keluhan sakit atau tanpa keluhan sakit. Gingivitis yang
dibiarkan akan menjadi periodonititis, karena akibat pembengkakan gusi maka saku gusi akan
tampak lebih dalam dari keadaan normal. Periodontitis merupakan penyakit infeksi, maka
penyebab dari periodontitis ini adalah mikroorganisme. Mikroorganisme mempunyai peran yang
11 penting sebagai penyebab terjadinya kerusakan yang lebih dalam dari jaringan periodontium
(Be,1987).
Ada dua faktor penyebab periodontitis yaitu faktor primer dan faktor lokal.
(1) Faktor primer.
Faktor primer penyebab periodontitis adalah iritasi bakteri
(2) Faktor lokal.
Faktor lokal meliputi :
(a) Restorasi yang keliru.
(b) Kavitas karies.
(c) Gigi tiruan sebagian lepasan yang desain tidak baik..
(d) Susunan gigi geligi yang tidak teratur.

c) Tanda – tanda periodontitis


Secara klinis periodontitis ditandai dengan adanya perubahan bentuk gingiva, perdarahan
pada gingiva, nyeri dn sakit, kerusakan tulang alveolar, rasa tidak enak dan adanya halitosis.
Pocket adalah sulcus gingiva yang bertambah dalam secara patologis di sebabkan oleh kelainan
periodontal dengan kedalaman gusi lebih dari 2 mm. Tanda–tanda pocket : warna dinding gusi

12
merah tua sampai kebiruan, gingiva margin membengkak yang mungkin menutupi email,
dinding pocket mudah diangkat dari permukaan gigi, bila ditusuk perlahan–lahan dengan sonde
pada permukaan dalam dari pocket akan terasa sakit dan berdarah, tekanan pada dinding pocket
akan mengakibatkan keluarnya eksudat dari marginal, giginya goyang, terjadi elongasi dari gigi
dan migrasi gigi (Sea, 2010).

2.3 Caries Risk Assesment

Model penilaian risiko karies saat ini melibatkan kombinasi beberapa faktor termasuk diet,
paparan fluoride, host yang rentan, dan mikroflora yang saling mempengaruhi dengan berbagai
faktor sosial, budaya, dan perilaku. Penilaian risiko karies atau Caries Risk Assessment adalah
penentuan kemungkinan peningkatan insiden karies (yaitu, jumlah lesi yang sudah ada atau baru
terjadi) selama periode waktu tertentu atau kemungkinan akan ada perubahan dalam ukuran atau
aktivitas lesi yang sudah ada. Dengan kemampuan untuk mendeteksi karies pada tahap paling
awal (yaitu lesi non-kavitasi atau bercak putih), penyedia layanan kesehatan dapat membantu
mencegah kavitasi (American Academy of Pediatric Dentistry, 2019).

2.3.1 CAMBRA (CARIES MANAGEMENT BY RISK ASSESSMENT)


CAMBRA (Caries management by risk assessment) adalah salah satu pendekatan
untuk mencegah atau mengobati penyebab karies gigi pada tahap paling awal sebelum gigi
berlubang (Hurlbutt, 2011). Karies merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
yang dapat merusak jaringan keras gigi. Karies diawali dengan pembentukan plak yang
merupakan suatu lapisan tipis yang mengandung bakteri dan produk ekstraselularnya yang
terbentuk pada permukaan gigi, yangmana bakteri akan memfermentasi karbohidrat menjadi
asam sehingga menyebabkan demineralisasi jaringan keras gigi (Samaranayake, 2012).
CAMBRA (Caries management by risk assessment) digunakan untuk mengevaluasi
indikator penyakit dan menilai risiko pasien berdasarkan biologis, perilaku, dan faktor
riwayat medis. CAMBRA (Caries management by risk assessment) bertujuan untuk
membantu dokter dalam mendiagnosis, pengobatan, dan pencegahan karies, setelah dokter
menetapkan kategori risiko karies yang dialami pasien dokter dapat memberikan perawatan
kepada pasien dalam mengcegah karies (Mills dan Patel, 2016)

13
Gambar. Contoh formulir CAMBRA (Caries management by risk assessment) untuk usia 6
tahun keatas.

14
Gambar. Contoh formulir CAMBRA (Caries management by risk assessment) untuk usia 0-5
tahun.
Cara Penggunaan Tabel :
1. Lingkari atau centang kotak kondisi yang berlaku pada pasien.
2. Risiko Rendah = hanya kondisi di kolom “Risiko Rendah” yang ada;
3. Risiko Sedang = hanya kondisi dalam kolom"Risiko Rendah" dan / atau "Risiko Sedang"
yang ada;
4. Risiko Tinggi = satu atau lebih kondisi di kolom "Risiko Tinggi" yang ada
5. Penilaian klinis dokter gigi dapat membenarkan perubahan tingkat risiko pasien
(meningkat atau menurun) pada ulasan formulir ini dan informasi terkait lainnya. Sebagai

15
contoh, gigi yang hilang mungkin tidak dianggap tinggi risiko untuk pasien tindak lanjut;
atau faktor risiko lain yang tidak tercantum mungkin ada.
6. Penilaian tidak dapat membahas setiap aspek kesehatan pasien, dan tidak boleh
digunakan sebagai pengganti pertanyaan dan penilaian dokter gigi. Penilaian tambahan
atau lebih terfokus mungkin sesuai untuk pasien dengan masalah kesehatan tertentu.
Seperti formulir lain, penilaian ini mungkin hanya titik awal untuk mengevaluasi status
kesehatan pasien.
7. Ini adalah alat yang disediakan untuk penggunaan anggota ADA (American Dental
Association, 2011).

1. Metode CAMBRA

CDA (California Dental Association) mengembangkan cara untuk menentukan tingkat


resiko karies yang dialami pasien, yangmana dibagi dalam beberapa katagori yaitu indikator
penyakit (Disease indicators), faktor resiko (Risk factors), dan faktor pelindung (Protective
factors) (Mills dan Patel, 2016). Dokter atau petugas kesehatan menentukan tingkat resiko
karies pasien berdasarkan adanya indikator penyakit karies dan keseimbangan antara
patologis dan faktor pencegah (Darby dan Walsh, 2010).

Gambar. Tabel Kesimbangan CAMBRA

Cara Menentukan Karies Tinggi, Sedang atau Rendah :


Tambahkan jumlah pemeriksaan “ya” untuk masing-masing indikator penyakit (Kolom 1)
dan faktor risiko (Kolom 2). Bandingkan jumlah ini dengan jumlah total pemeriksaan “ya” untuk
16
faktor protektif (Kolom 3). Gunakan angka-angka ini untuk menentukan apakah pasien memiliki
skor faktor risiko yang lebih tinggi daripada skor faktor pelindung atau sebaliknya. Hal ini
memungkinkan penentuan risiko rendah, sedang atau tinggi, ditentukan oleh keseimbangan
antara indikator penyakit / faktor risiko dan faktor pelindung. Indikasi "ya" juga digunakan untuk
mengubah perilaku atau menentukan terapi tambahan. Selain menghitung centang "ya" seperti
yang dijelaskan di atas, tiga pengubah berikut berlaku:
1. Risiko tinggi dan ekstrim. Satu atau lebih indikator penyakit menandakan setidaknya risiko
tinggi. Jika juga terjadi hiposalivasi, pasien berisiko tinggi. Bahkan jika tidak ada indikator
penyakit yang positif, pasien tetap dapat berisiko tinggi jika faktor risiko secara definitif lebih
besar daripada faktor pelindung.
2. Risiko rendah. Jika tidak ada indikator penyakit, sangat sedikit atau tidak ada faktor risiko
dan faktor pelindung berlaku, pasien berada pada risiko rendah. Biasanya ini jelas.
3. Risiko sedang. Jika pasien jelas tidak berisiko tinggi atau ekstrim dan ada keraguan tentang
risiko rendah, maka pasien harus dialokasikan ke risiko sedang dan diikuti dengan hati-hati,
dengan tambahan terapi kimia. Contohnya adalah pasien yang memiliki saluran akar akibat
karies empat tahun lalu dan tidak memiliki lesi karies klinis baru, tetapi telah membuka akar gigi
dan hanya menggunakan pasta gigi berfluorida sekali sehari (Featherstone, et al. 2019).

Indikator penyakit menurut Darby dan Walsh (2010):


1) Gigi dengan lubang atau lesi. Pada gambaran radiografi akan terlihat lesi berpenetrasi
kedalam dentin
2) Gambaran radiografi lesi approximal hanya pada enamel
3) Terlihat adanya white spots pada pe
4) rmukaan halus
5) Terdapat restorasi 3 tahun terakhir
a. Faktor resiko karies:
Faktor resiko karies merupakan faktor biologis yang dapat menyebabkan
meningkatnya tingkat resiko karies sehingga menimbulkan lesi yang baru (Darby dan
Walsh, 2010). Hurlbutt (2011) menyatakan bahwa terdapat tiga faktor resiko yang dapat
menyebabkan terjadinya karies, yangmana disingkat dengan “BAD” yaitu:

17
1) Bad bacteria, meaning acidogenic, aciduric or cariogenic bacteria, yaitu tersedianya
bakteri buruk seperti bakteri asidogenik, asidurik, dan kariogenik
2) Absence of saliva, meaning hyposalivation or salivary hypofunction, yaitu saliva
berkurang seperti hiposaliva atau hipofungsi saliva.
3) Destructive lifestyle habits that contribute to caries disease, such as frequent ingestion of
fermentable carbohydrates, and poor oral hygiene (self care), yaitu gaya hidup yang
tidak baik sehingga berkontribusi terhadap terjadinya karies, seperti seringnya
mengkonsumsi karbohidrat dan kebersihan mulut yang buruk.
Katagori resiko karies (Darby dan Walsh, 2010):
1) Low risk : apabila protective factors lebih tinggi daripada risk factors.
2) Moderate risk: apabila risk factors lebih tinggi daripada protective factors.
3) High risk : apabila terdapat 1 atau lebih indikator penyakit.
4) Extreme risk : apabila terdapat 1 atau lebih indikator penyakit (high risk caries)
ditambah adanya hiposaliva.
b. Faktor pelindung
Faktor pelindung karies merupakan faktor biologis yang digunakan untuk mencegah
patologi dari faktor risiko karies. Semakin tinggi keparahan faktor risiko, semakin tinggi
pula intensitas faktor pelindung yang diperlukan untuk mencegah terjadinya karies (Darby
dan Walsh, 2010). Hurlbutt (2011) menyatakan bahwa terdapat empat faktor pelindung
dalam mengatasi ketidakseimbangan karies, yangmana disingkat dengan “SAFE”, yaitu:
1) Saliva and Sealants
Saliva normal memiliki pH 6,6. Pengujian saliva termasuk pengujian bakteri yang
disarankan pada semua pasien baru. Sealant merupakan cara yang digunakan untuk
meningkatkan ketahanan gigi terhadap karies pada pit dan fisura gigi. Pedoman klinis
CAMBRA merekomendasikan bahwa sealant didasarkan pada risiko pasien. Pasien
dengan resiko karies rendah dapat menggunakan sealant dari bahan resin dan ionomer
kaca, sedangkan untuk pasien dengan resiko karies moderat, tinggi dan pasien dengan
resiko karies ekstrem direkomendasikan untuk menggunakn fluoride-releasing sealant
untuk lubang yang dalam.

18
2) Antimicrobials or antibacterials (including xylitol)
Agen antimikroba dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Agen antimikroba
direkomendasikan untuk anak usia diatas 6 tahun dengan resiko karies tinggi atau
ekstrim. Obat kumur seperti klorheksidin glukonat telah disetujui FDA untuk mengobati
gingivitis. Klorheksidin glukonat juga efektif dalam mengurangi kadar bakteri
Streptococci mutans, namun pemakaian klorheksidin dalam jangka waktu yang panjanga
dapat menyebabkan perubahan warna gigi dan restorasi resin komposit.
3) Fluoride and other products that enhance reminalization
Penggunaan pasta gigi berfluoride bertujuan untuk menurunkan karies, dan untuk
mencegah karies pada anak dan remaja, pasta gigi minimal 1.000 ppm fluor. Penggunaan
5.000 ppm fluoride pasta gigi dan obat kumur berfluoride juga direkomendasikan.
Xylitol dapat digunakan pada pasien dengan usia lebih dari 6 tahun dalam
mengontrol bakteri Streptococcus mutans, sedangkan untuk anak dibawah usia 6 tahun
dengan resiko karies moderet atau ekstrim dapat menggunakan produk yang mengandung
xylitol. Penggunaan xylitol sesuai dengan yang dibutuhkan untuk memberikan efek pada
plak disarankan tidak lebih dari 6-10 gram/hari dan dicerna sebanyak 6,44 gram sampai
10,32 gram xylitol /per hari.
4) Effecrive lifestyle habits
Faktor penting bagi pasien dengan resiko karies tinggi yaitu mengurangi jumlah
dan frekuensi makanan yang mengandung gula. Penting bagi pasien untuk mematuhi apa
yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan. Selain itu, tenaga kesehatan perlu
memotivasi pasien dalam perubahan perilaku ke arah yang positif.

2.3.2 ICDAS (INTERNATIONAL CARIES DETECTION AND ASSESSMENT SYSTEM)


ICDAS (International Caries Detection Assessment System), ‘D’ yang berarti deteksi
karies gigi melalui (i) tahap proses karies; (ii) topografi (pit dan fissure atau permukaan yang
halus); (iii) anatomi (mahkota dan akar); dan (iv) restorasi atau sealant. ‘A’ yang berarti
penilaian proses karies pada tahap aktif atau tidak aktif. Tujuan ICDAS adalah untuk membentuk
sebuah metode standar yang secara memadai mendiagnosis karies di kantor dokter gigi, studi
epidemiologi dan pengajaran. Metode ICDAS didasarkan pada metode visual yang sudah

19
divalidasi untuk mendiagnosis karies. Saat ini pada ICDAS belum termasuk penilaian mengenai
aktivitas lesi.
1. Pemeriksaan Klinis Gigi Berdasarkan Kriteria ICDAS

Cara pemeriksaan:
a. Gigi diperiksa satu per satu, dimulai dari sekstan 1 (rahang atas sebelah kanan), sekstan 2
(rahang atas sebelah kiri), sekstan 3 (rahang bawah sebelah kiri), dan yang terakhir
sekstan 4 (rahang bawah sebelah kanan).
b. Pada kondisi gigi yang basah, dilihat apakah terdapat lesi berupa white spot, bayangan
abu-abu, atau adanya lubang pada gigi. Apabila ada, tulis skor masing-masing permukaan
gigi sesuai ketentuan ICDAS
c. Apabila saat kondisi basah lesi tidak terlihat, gigi dikeringkan kemudian diperiksa
kembali menggunakan probe apakah terdapat lesi pada gigi atau tidak. Jika ada, tulis skor
masing-masing permukaan gigi sesuai ketetapan ICDAS
Berikut adalah skor ketentuan oleh ICDAS :
1) Kode 0 (Sound tooth surface)
Tidak terdeteksi karies, permukaan gigi sehat dan tidak mengalami kekurangan
dalam perkembangannya seperti: hiperplasia enamel, fluorosis, atrisi, abrasi, erosi.
Bila terdapat stain baik ekstrinsik dan intrinsik, ataupun multiple stain pada fissure
tetap dinyatakan sehat. Dalam hal ini tidak terjadi deminerasisasi enamel.
2) Kode 1 (First Visual change in enamel)
Ketika pemeriksaan dengan gigi dalam keadaan basah tidak ada perubahan warna
gigi yang mengindikasikan karies, namun setelah dikeringkan dengan air syringe
selama 5 detik akan terlihat opacity atau diskolorisasi (lesi putih atau coklat).
3) Kode 2 (Distinc visual change in enamel)
Terdapat perubahan warna berupa lesi putih maupun coklat yang lebih meluas. Lebih
luas dari area fissure. Lesi ini dapat langsung diketahui ketika diamati dari arah bukal
atau lingual. Ketika diamati dari arah oklusal terlihat seperti bayangan.
4) Kode 3 (Localized enamel breakdown)
Kerusakan awal enamel karena karies dan tidak melibatkan dentin. Pada keadaan
basah, terlihat secara jelas perubahan warna (opacity) berupa lesi putih ataupun coklat

20
yang lebih meluas dari fissure. Ketika dikeringkan selama 5 detik, akan terlihat
adanya kerusakan pada struktur gigi.
5) Kode 4 (Un underlying dark shadow from dentin with or without localized enamel
breakdown)
Lesi ini terlihat seperti warna membayang dari diskolorisasi dentin pada permukaan
enamel, dengan ada atau tidak terlihatnya tanda kerusakan gigi, dalam keadaan kering
atau basah terdapat bayangan biru, abu-abu, dan coklat dengan ada atau tidak
terlihatnya kerusakan gigi
6) Kode 5 (distinc cavity with visible dentin)
Terdapat kavitas yang terlihat jelas, dentin juga terlihat. Kavitas ditandai dengan
enamel yang mengalami diskolorisasi, pada kategori ini karies sudah mencapai dentin
(kavitas 1-2 mm).
7) Kode 6 (extensive distinc cavity with visible dentin)
Karies dentin yang luas dan dalam, kedalaman setengah dari dentin, bahkan hampir
mencapai tanduk pulpa (kavitas > 2 mm).
d. Setelah semua gigi selesai diberi skor dan diisikan pada formulir ICDAS.

Cara memasukkan data elektronik


 Untuk mengidentifikasi gunakan kode 0 = gigi permanen dan kode 1 = gigi desisidui.
 Masukkan kode ICDAS pada permukaan oklusal, lingual dan bukal
 Masukkan kode bitewing pada permukaan mesial dan distal
 Masukkan DOB (tanggal lahir) dan DOE (tanggal pemeriksaan) dengan format ddmmyy
 Kode untuk permukaan lainnya: F = Filled, R = Filled with reccurent caries, S = Sealed
 Terdapat kode lainnya untuk permukaan oklusal: M = Missing, C = Crown, D = Denture, P
= Implant, X = Excluded

1. Berdasarkan Radiografi Bitewing


Kriteria dan Skor Pemeriksaan Radiografi Bitewing:
C0 = Tidak adanya radiolusen
C1 = Terdapat area radiolusen pada ½
ketebalan email bagian luar

21
C2 = Terdapat area radiolusen hingga
mencapai ½ ketebalan email
bagian dalam dan mencapai DEJ
C3 = Terdapat area radiolusen melewati
DEJ
C4 = Terdapat area radiolusen mencapai
1/3 ketebalan dentin bagian luar
C5 = Terdapat area radiolusen mencapai
2/3 ketebalan dentin bagian dalam
dan atau mencapai pulpa

2. Kriteria Penilaian Resiko Karies


Kriteria untuk Risiko Karies pada Orang Dewasa

2.3.3 CARIES RISK ASSESSMENT (CRA) – AMERICAN DENTAL ASSOCIATION


Penilaian risiko karies menurut ADA (American Dental Association) digunakan
sebagai alat bantu dokter gigi dalam mengevaluasi perkembangan karies pada pasien.
Formulir penilaian risiko karies menurut ADA terbagi menjadi dua, yaitu formulir
penilaian risiko karies pada pasien usia 0-6 tahun dan formulir penilaian risiko karies

22
pada pasien usia lebih dari 6 tahun. Faktor risiko yang dimuat dalam formulir ini
bertujuan untuk memberikan informasi kepada pasien yang dapat membantu di dalam
menurunkan risiko karies dari waktu ke waktu.
Formulir ini dirancang dengan menyertakan faktor yang mudah diamati dan
ditemukan dalam evaluasi kesehatan mulut. Di dalam formulir terdapat 3 jenis warna
yang digunakan untuk mengindikasi karies yaitu hijau, kuning dan merah. Warna hijau
menunjukkan reiko rendah (low risk), kuning untuk resiko sedang (moderate risk) dan
merah untuk resiko tinggi (high risk). Cara pengisiannya dengan memberi tanda cek pada
kotak di bawah kolom low risk, moderate risk,atau high risk untuk masing-masing faktor
risiko.

23
Formulir caries risk assessment untuk anak usia 0-6 tahun

24
Formulir caries risk assessment untuk anak usia di atas 6 tahun

Penggunaan Caries-risk Assessment Form ADA adalah sebagai berikut:


1. Lingkari atau centang kotak kondisi yang berlaku
2. Risiko rendah hanya kondisi pada kolom “low” yang ada; risiko sedang hanya kondisi
dalam kolom “moderate” yang ada; risiko tinggi yaitu jika satu atau lebih kondisi di
kolom “high”
3. Setelah semua indikator penilaian risiko karies terisi, kemudian dilihat kolom terbanyak
yang terisi apakah pada low risk, moderate risk, high risk
4. Kesimpulan dari penilaian risiko karies ini dilihat dari jumlah kolom terbanyak yang
terisi
5. Penilaian ini tidak dapat membahas setiap aspek kesehatan pasien, dan tidak boleh
digunakan sebagai pengganti pertanyaan dan penilaian dokter gigi

25
6. Penilaian ini mungkin hanya titik awal untuk mengevaluasi, sehingga diperlukan
penilaian tambahan yang lebih terfokus sesuai untuk pasien dengan masalah kesehatan
tertentu

2.4 Perawatan Preventif pada Pasien Dewasa


Pencegahan gigi berlubang dan penyakit periodontal dapat dilakukan dalam tiga tahap yaitu
primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer bertujuan untuk rnencegah terjadinya penyakit
dan mempertahankan keseimbangan fisiologis. Pencegahan sekunder bertujuan untuk
mendeteksi karies secara dim dan intervensi untuk rnencegah berlanjutnya penyakit. Pencegahan
tersier ditujukan untuk rnencegah meiuasnya penyakit yang akan menyebabkan hilangnya fungsi
pengunyahan dan gigi (Ramayanti dan Idral, 2013).

Pencegahan Karies Menurut American Dental Association (ADA, 2018)


a. Modifikasi Perilaku: Kebersihan Mulut dan Diet
Pasien yang berisiko tinggi mengalami karies harus diinstruksikan untuk
mengurangi jumlah dan frekuensi konsumsi karbohidrat. Pasien harus membatasi
konsumsi makanan ringan bergula diantara waktu makan. Pasien harus makan makanan
yang sehat dengan membatasi gula dan makanan tinggi asam yang dapat
mempengaruhi mineralisasi enamel. Menganjurkan pasien untuk mengunyah permen
karet bebas gula yang dapat meningkatkan aliran saliva, remineralisasi dan tidak dapat
dimetabolisme oleh bakteri kariogenik. Pasien juga harus diajarkan untuk menjaga
kebersihan mulut yang optimal termasuk menyikat gigi dengan pasta gigi yang
mengandung fluor minimal 2 kali sehari. Selain itu, penggunaan antimikroba topikal,
seperti obat kumur chlorhexidine pada pasien yang berisiko karies tinggi (ADA, 2018).

Modifikasi diet
a) Memperbanyak makanan kariostatik seperti lemak, protein dan fluor.
b) Mengganti gula. Gula sintetik seperti aspartame, sakarin serta gula alkohol banyak
digunakan pada makanan untuk mengurangi karies. Gula sintetik dan gula alkohol
bersifat non-kariogenik. Contoh gula alkohol adalah xylitol, sorbitol dan maltitol.
c) Mengurangi konsumsi makanan manis dan asam
d) Mengurangi konsumsi snack yang mengandung karbohidrat sebelum tidur

26
e) Mengkombinasikan makanan, seperti memakan makanan manis setelah makan
makan protein dan lemak
f) Kombinasikan makanan mentah dan renyah yang dapat menstimulasi saliva dengan
makanan yang dimasak
g) Buah-buahan yang asam dapat menstimulasi produksi saliva
h) Membatasi minum-minuman yang manis dan asam

b. Aplikasi Topikal Fluor


Pemberian topikal fluor harus dilakukan setiap enam bulan sekali untuk anak-
anak dan orang dewasa yang berisiko tinggi terjadi karies. Topikal fluor tersedia
dalam bentuk obat kumur, varnish gel dan pasta (ADA, 2018).

c. Fissure sealant
Retensi makanan pada pit dan fissure permukan oklusal gigi molar permanen
dapat meningkatkan pembentukan biofilm bakteri sehingga dapat meningkatkan
risiko pengembangan lesi karies. Upaya yang dilakukan yaitu dengan
pengaplikasiannya dengan bahan sealant yang berbasis resin, glass ionomer semen,
polyacid yang dimodifikasi sealant resin dan resin modified glass ionomer sealant
(ADA, 2018).

1. Pencegahan Karies Menurut Hugh Roadman Leavell dan E. Guerney Clark


Tahapan pencegahan penyakit gigi dan mulut terbagi atas tiga tahapan menurut
Clark dan Marya (2011) yaitu:

Primary Prevention (Prepathogenesis)


a. Health Promotion
Promosi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap masalah
kesehatan. Promosi kesehatan dapat dilakukan dengan cara pendidikan kesehatan,
modifikasi lingkungan, intervensi nutrisi, gaya hidup, dan perubahan perilaku. Contoh
tindakan promosi kesehatan adalah DHE (Dental Health Education) dan KIE
(Komunikasi, Informasi, dan Edukasi).

27
b. Specific Promotion
Usaha spesifik untuk mencegah terjadinya penularan penyakit tertentu, dapat dilakukan
dengan cara imunisasi, pengaplikasian fissure sealant, topical application fluoride dan
sebagainya.

Secondary Prevention (Pathogenesis: Initial Stage of Pathogenesis)


Tindakan yang dilakukan untuk menghentikan perkembangan penyakit pada tahap awal
dan mencegah terjadinya komplikasi.
a. Early Diagnosis
Semakin dini penyakit didiagnosis dan diobati maka semakin baik prognosisnya dan
dapat membantu mencegah lebih banyak terjadinya kasus.
b. Prompot Treatment
Upaya untuk menahan proses penyakit, memulihkan kesehatan dan mengobatinya
sebelum 6 perubahan patologis yang tidak dapat diubah terjadi, serta mencegah
penyebaran penyakit menular. Contoh tindakannya adalah perawatan restorasi karies
gigi pada satu titik (Preventif Resin Restoration/PRR).

3. Tertiary Prevention (Pathogenesis: Late Stage of Pathogenesis)


Tindakan untuk mengurangi atau membatasi gangguan dan cacat, serta melatih pasien
untuk penyesuaian terhadap kondisi yang tidak dapat diperbaiki.
a. Dissability Limitation
Tujuannya adalah untuk mencegah atau menghentikan transisi proses penyakit dari
gangguan ke cacat yang dapat mengakibatkan terjadinya cacat yang lebih buruk lagi.
b. Rehabilitation
Gabungan dari tindakan medis, sosial, pendidikan, dan kejuruan yang terkoordinasi
untuk melatih kembali individu ke tingkat kemampuan fungsional tertinggi agar cacat
yang diderita tidak menjadi hambatan.

2.5 DHE dan KIE


2.5.1 Dental Health Education (DHE)

28
Dental Health Education (DHE) merupakan suatu bentuk pemberian informasi secara
langsung mengenai kesehatan gigi dan mulut. Dental Health Education (DHE) atau
Pendidikan Kesehatan Gigi (PKG) adalah suatu proses belajar yang ditujukan kepada
individu dan kelompok masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan gigi yang setinggi-
tingginya. Tujuan dilakukannya DHE yaitu guna mempekenalkan masyarakat dengan
dunia kesehatan gigi serta segala persoalan mengenai gigi, sehingga mampu memelihara
kesehatan gigi, melatih anggota badan untuk membersihkan gigi sesuai dengan
kemampuannya, dan mendapatkan kerjasama yang baik jika diperlukannya perawatan
gigi (Muin, 2011). Menurut Bloom (1956) dalam Afni (2010), tujuan pendidikan dibagi
dalam 3 pola tingkah laku:
1. Kognitif : tentang pengetahuan, membicarakan proses intelektual. Diharapkan
individu dapat mengingat, mengerti, dan memecahkan permasalahannya.
2. Afektif : tentang sikap, membicarakan proses perasaan dan sikap seseorang untuk
menerima hal yang baru.
3. Psikomotor : tentang keterampilan, membicarakan pengendalian dan pergerakan
otot-otot tubuh yang tepat.

Adapun tujuan DHE menurut Noor dalam Muin (2011), yaitu:


1. Meningkatkan pengertian dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.
2. Menghilangkan atau paling sedikit mengurangi penyakit gigi dan mulut serta
gangguan lainnya pada gigi dan mulut.

Proses perubahan tingkah laku menekankan pada pendidikan dengan menggunakan


pendekatan persuasif dan sugestif. Pendekatan persuasif dan sugestif dalam proses
penyuluhan kesehatan gigi merupakan salah satu alternatif untuk mencapai hasil yang
memuaskan.
1. Pendekatan Sugestif : pemberian penjelasan yang tidak secara logis, cenderung
memberi penekanan dan arahan melalui perasaan dan emosi dengan cara
membujuk orang lain secara langsung / tidak langsung dengan suatu ide atau
kepercayaan yang meyakinkan.

29
2. Pendekatan Persuasif : menurut Gondhoyoewono (1991) dalam Afni (2010), dasar
pendekatan persuasif adalah menunjukkan suatu fakta, menguraikan sebab

2.5.2 Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)


Komunikasi adalah penyampaian pesan secara langsung atau tidak langsung melalui
saluran komunikasi kepada penerima pesan untuk mendapatkan tanggapan. Tanggapan
(respon) diperoleh karena telah terjadi penyampaian pesan yang dimengerti oleh masing-
masing pihak. Informasi adalah keterangan, gagasan maupun kenyataan yang perlu diketahui
masyarakat (pesan yang disampaikan) dan dimanfaatkan seperlunya. Edukasi adalah: sesuatu
kegiatan yang mendorong terjadinya penambahan pengetahuan, perubahan sikap, perilaku
dan ketrampilan seseorang/kelompok secara wajar (Kementerian PPPA RI, 2017). KIE dapat
dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:
a. KIE individu : Suatu proses KIE timbul secara langsung antara petugas KIE dengan
individu sasaran program, misalnya terjadi meditasi, refleksi diri, berdoa. Media KIE
yang digunakan bisa merupakan alat peraga, bahan bacaan.
b. KIE kelompok : Suatu proses KIE timbul secara langsung antara petugas KIE dengan
kelompok (2-15) orang, misalnya melalui diskusi kelompok (FGD). Media yang
digunakan bisa berupa alat peraga, video, buku panduan, modul, film-film pendek.
c. KIE massa : Suatu proses KIE tentang sesuatu program yang dapat dilakukan secara
langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat dalam jumlah besar.
Penyampaian Pesan Kepada Kelompok besar/ sebagian besar populasi .Bisa dalam
bentuk seminar, kempanye akbar, seruan moral/pernyataan sikap, dll. Media yang
digunakan bisa melalui; stiker, poster, siaran radio, TV, surat kabar, leaflet/brosur,
media sosial, dll.
Tujuan Informasi dan Edukasi (KIE) adalah:
a. Menambah pengetahuan, mengubah sikap, kepercayaan, nilai-nilai dan perilaku
individu atau kelompok.
b. Secara aktif mendukung suatu masalah/issu dan mencoba untuk mendapatkan
dukungan dari pihak lain.
c. Meletakan dasar bagi mekanisme sosio-kultural yang dapat menjamin
berlangsungnya proses penerimaan masyarakat terhadap isu perlindungan anak

30
d. KIE mendidik individu dan masyarakat tentang keberadaan dan manfaat
perlindungan anak berbasis masyarakat

2.6 Komunikasi Efektif Dokter dan Pasien


Komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan salah satu kompetensi
yang sangat penting dan harus dikuasai oleh dokter. Secara sederhana, kegiatan
komunikasi dipahami sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide dari
satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide yang
dipertukarkan tersebut (Ruben dkk, 1998; Gorden, 1978 dalam Fourianalistyawati, 2012).
Aplikasi definisi komunikasi dalam interaksi antara dokter dan pasien diartikan sebagai
tercapainya pengertian dan kesepakatan yang dibangun dokter bersama pasien pada setiap
langkah penyelesaian masalah pasien. Untuk sampai pada tahap tersebut, diperlukan
berbagai pemahaman seperti pemanfaatan jenis komunikasi (lisan, tulisan), menjadi
pendengar yang baik, adanya penghambat proses komunikasi, pemilihan alat penyampai
pikiran atau informasi yang tepat, dan mengekspresikan perasaan dan emosi. Dokter
bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami apa yang disampaikan
(Fourianalistyawati, 2012).

Komunikasi dikatakan efektif apabila pesan dapat diterima dan dimengerti


sebagaimana maksud dari pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan
oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu. Hukum komunikasi efektif
yang banyak dibahas di berbagai literatur dapat disingkat dalam satu kata, yaitu REACH:
1. Respect
Apabila individu membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling
menghargai dan menghormati, maka dapat menghasilkan kerjasama yang bersinergi
dan akan meningkatkan efektifitas kinerja, baik sebagai individu maupun secara
keseluruhan.
2. Humble
Sikap rendah hati, penuh melayani, menghargai, mau mendengar dan menerima
kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan,
rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan

31
kepentingan yang besar sangat diperlukan dalam membangun suatu komunikasi yang
efektif.
3. Empathy
Empati merupakan kemampuan individu untuk menempatkan diri pada situasi
atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Rasa empati dapat membantu individu
dalam menyampaikan pesan dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima
pesan dalam menerimanya. Sebelum membangun komunikasi, individu perlu mengerti
dan memahami dengan empati keapda calon penerima pesan, sehingga nantinya pesan
yang dikomunikasikan akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan ataupun penolakan
dari penerima.
4. Audible
Audible adalah dapat didengarkan dan dimengerti dengan baik oleh penerima
pesan. Dalam membangun suatu komunikasi, sangatlah penting untuk memilih dan
memilah katakata yang akan digunakan, dan harus sesuai dengan pemahaman dari
penerima pesan.
5. Clarity
Clarity berarti kejelasan, pesan yang disampaikan harus jelas dan tidak
menimbulkan makna ganda atau multi interpretasi dan menyebabkan penafsiran yang
berbeda. Selain itu, kejelasan juga berarti keterbukaan dan transparansi. Individu perlu
mengembangkan sikap terbuka dalam berkomunikasi sehingga dapat menimbulkan
rasa percaya dari penerima pesan.

2.7 Cara Menyikat Gigi


Menyikat gigi dengan menggunakan sikat gigi adalah bentuk penyingkiran plak
secara mekanis. Tujuannya adaah untuk mencegah terjadinya pembentukan plak,
membersihkan sisa-sisa makanan, debris, atau stain. Sikat gigi merupakan salah satu alat
fisioterapi mulut yang digunakan secara luas untuk membersihkan gigi dan mulut. Sikat
gigi terdapat yang manual maupun elektrik dengan berbagai ukuran, bentuk tekstur, dan
desain dengan berbagai derajat kekerasan dari bulu sikat. Salah satu penyebab banyaknya
bentuk sikat gigi yang tersedia adalah adanya variasi waktu menyikat gigi, gerakan
menyikat gigi, tekanan, bentuk, dan jumlah gigi pada setiap orang (Warni, 2009). Adapun
syarat sikat gigi yang baik (Marlindayanti et al., 2018):

32
a. Kepala sikat gigi harus cukup kecil sehingga dapat digunakan dengan baik dalam
rongga mulut dan dapat menjangkau seluruh permukaan gigi.
b. Panjang bulu sikat hendaknya sama
c. Tekstur bulu sikat hendaknya memungkinkan dapat digunakan dengan efektif
tanpa merusak jaringan. Jangan terlalu keras atau lunak. Sebaiknya pilih sikat gigi
dengan kekakuan bulu sikat yang medium.
d. Gagang sikat gigi harus cukup lebar dan tebal agar dapat dipegang kuat dan dapat
dikontrol dengan baik.
Terdapat banyak metode atau teknik menyikat gigi yang diperkenalkan para ahli,
seperti Bass, Stillman, Horizontal, Vertical, dan Roll. Metode Bass dan Roll yang paling
sering direkomendasikan. Pada prinsipnya terdapat empat pola dasar Gerakan, yaitu
metode vertical, horizontal, roll, dan bergetar (vibrasi) (Haryani et al., 2015).
a. Metode Horizontal
Metode horizontal dilakukan dengan cara semua permukaan gigi disikat
dengan gerakan ke kiri dan ke kanan. Permukaan bukal, lingual, dan oklusal
disikat dengan gerakan ke depan dan ke belakang atau dikenal sebagai scrub
brush. Metode ini lebih dapat masuk ke sulkus interdental disbanding dengan
metode lain. Metode ini cukup sederhana sehingga dapat membersihkan plak
yang terdapat di sekitar sulkus interdental dan sekitarnya (Putri et al., 2010).
Teknik menyikat gigi dengan arah horizontal biasanya dianjurkan pada anak-anak
(Muin, 2011).

Gambar 2.10. Metode Horizontal

b. Metode Vertical

33
Metode vertical dilakukan untuk menyikat bagian depat gigi, kedua rahang
tertutup lalu gigi disikat dengan gerakan ke atas dan ke bawah. Untuk permukaan
gigi belakang gerakan dilakukan dengan keadaan mulut terbuka. Metode ini
sederhana dan dapat membersihkan plak, tetapi tidak dapat menjangkau semua
bagian gigi seperti metode horizontal dengan sempurna sehingga apabila
penyikatan tidak benar maka pembersihan plak tidak maksimal.

Gambar 2.11. Metode Vertical


c. Metode Roll
Metode ini adalah cara menyikat gigi dengan ujung bulu sikat diletakkan
dengan posisi mengarah ke akar gigi sehingga sebagian bulu sikat menekan gusi.
Ujung bulu sikat digerakkan perlahan-lahan sehingga kepala sikat gigi bergerak
membentuk lengkungan melalui permukaan gigi. Pada metode ini perlu
diperhatikan bahwa sikat harus digunakan seperti sapu, bukan seperti sikat untuk
menyikat. Metode roll mengutamakan gerakan memutar pada permukaan
interproksimal tetapi bagian sulkus tidak terbersihkan secara sempurna. Cara
penyikatan dengan metode roll bertujuan untuk pemijatan gusi dan untuk
pembersihan daerah interdental (Ramadhan, 2010). Metode roll merupakan
metode yang dianggap dapat membersihkan plak dengan baik dan dapat menjaga
kesehatan gusi dengan baik, teknik ini dapat diterapkan pada anak umur 6-12
tahun (Pintauli et al., 2008).

34
Gambar 2.12. Metode Roll
d. Metode Bass
Bulu sikat pada permukaan gigi membentuk sudut 45 derajat dengan panjang gigi
dan diarahkan ke akar gigi sehingga menyentuh tepi gusi. dengan cara demikian
saku gusi dapat dibersihkan dan tepi gusinya dapat dipijat. Sikat gigi digerakkan
dengan getaran kecil-kecil ke depan dan ke belakang selama kurang lebih 15
detik. Teknik ini hampir sama dengan teknik Roll, hanya berbeda pada cara
pergerakan sikat giginya dan cara penyikatan permukaan belakang gigi depan.
Untuk permukaan belakang gigi depan, sikat gigi dipegang secara vertikal
(Ramadhan, 2010).

Gambar 2.13. Metode Bass

35
2.8 Penggunaan Dental Floss
Benang gigi atau dental floss adalah benang yang terbuat dari nilon filamin atau
plastic monofilament tipis, berlilin maupun tidak berlilin, yang digunakan untuk
menghilangkan sisa makanan dan plak di bagian interproksimal. Pembersihan plak pada
bagian interproksimal dianggap penting untuk memelihara kesehatan gingiva, pencegahan
karies, dan penyakit periodontal (Magfirah et al., 2014). Benang gigi (dental floss)
digunakan dua kali sehari seperti menyikat gigi dan dilakukan sebelum menyikat gigi
(Fione et al., 2015). Cara pengunaan Dental Floss:
1. Ambil benang gigi sepanjang sekitar 45 cm dan lilitkan kedua ujung
benang pada jari tengah tangan kanan dan kiri Anda.
2. Pegang erat benang gigi dengan dibantu oleh ibu jari dan jari telunjuk.
3. Selipkan benang gigi secara perlahan pada salah satu sela gigi, lalu
gesekkan dengan membentuk pola huruf C.
4. Gerakkan benang naik dan turun secara lembut dan perlahan agar tidak
melukai gusi.
5. Terapkan hal yang sama pada sela-sela gigi yang lain. Setelah selesai
menggunakan benang gigi, berkumurlah dengan air atau obat kumur.
Gunakan benang gigi minimal satu kali setiap harinya.

Gambar 2.14 Cara menggunakan Dental Floss

36
2.9 Preventive Resin Restorations
Terapi sealant untuk pit dan fissure yang rentan karies dengan melakukan terapi
restorasi karies menggunakan resin komposit yang terjadi pada permukaan oklusal yang
sama.

Berdasarkan luas dan kedalaman lesi karies PRR dibagi 3, yaitu:


1. PRR Tipe A: Karies terbatas pada pit dan fissure. Memerlukan preparasi minimal pada
pit dan fisur dengan menggunakan round bur no 1/4 dan 1/2.
2. PRR Tipe B: Karies mengenai dentin terbatas. Pembuangan karies dengan menggunakan
round bur no. 1 atau 2. Pembuangan karies pada tipe ini biasanya lebih dari satu setengah
total kedalaman enamel yang terlibat, tetapi kavitasi masih berada di enamel.
3. PRR Tipe C: Karies mengenai dentin. Pembuangan karies dengan round bur no. 2 atau
lebih, kavitas biasanya sudah mencapai dentin dan memerlukan kalsium hidroksida
sebagai basis restorasi.

Indikasi
1. Pada anak rendah karies tetapi memiliki pit dan fissure yang dalam
2. Tidak terdapat karies pada interproksimal
3. Semua gigi permanen muda pada anak yang termasuk resiko karies sedang/tinggi
4. Untuk lesi dangkal sebatas enamel, lesi sebatas dentin dan lesi kelas I yang dangkal
dengan ukuran kecil.
Kontraindikasi PRR
1. Self cleansing yang baik pada pit dan fissure yang dangkal
2. Gigi erupsi hanya sebagian dan tidak memungkinkan untuk dilakukan isolasi
3. Terdapat tanda klinis karies interproksimal

2.10 Pit & Fissure Sealant


Perawatan fissure sealant merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya
karies oklusal. Selain mencegah karies, perawatan fissure sealant juga dapat melindungi
gigi dari proses karies yang baru dimulai. Tahapan fissure sealant (Zulfi, 2018):

37
1. Oral profilaksis yang bertujuan menghilangkan debris makanan
2. Aplikasi etsa selama 30 – 60 detik dengan bahan asam fosfat 37% pada gigi
3. Irigasi dengan air selama 10 detik
4. Pengeringan selama 10 detik (terlihat permukaan yang berwarna keputihan) dan isolasi
daerah kerja
5. Aplikasi Bonding
6. Penyinaran dengan menggunakan light cure selama 20 detik pada gigi
7. Aplikasi sealant pada gigi, dimulai dari tonjol yang paling tinggi dan menutup seluruh
Pit dan Fisur yang dalam
8. Setelah aplikasi Sealant, lalu lakukan penyinaran dengan light cure pada gigi selama
20- 30 detik
9. Kemudian pengecekan traumatik oklusi dengan menggunakan artikulating paper,
untuk melihat traumatik oklusi
10. Polishing pada Gigi yang bertujuan untuk menghaluskan permukaan yang kasar

2.11 Topical Application Fluoride


Aplikasi topikal fluor adalah pengolesan langsung larutan fluor yang pekat pada
email setelah gigi dibersihkan dan dikeringkan dengan semprotan udara. Permukaan gigi
diolesi larutan fluor serta dibiarkan kering selama 3 menit. Topikal aplikasi fluoride
memiliki manfaat pada gigi yang telah tumbuh sempurna sebab dapat meningkatkan
konsentrasi fluor pada permukaan gigi. Tindakan pengolesan fluor bertujuan untuk
melindungi gigi dari karies, fluor bekerja dengan cara menghambat metabolisme bakteri
plak yang dapat memfermentasi karbohidrat melalui perubahan hidroksiapatit pada enamel
menjadi fluor apatit yang lebih stabil dan lebih tahan terhadap pelarutan asam (Bahar,
2011). Pemberian fluor melalui aplikasi topikal dapat memakai bermacam-macam bentuk
fluor, antara lain: pasta fluor dengan konsentrasi tinggi (SnF2), larutan fluor (NaF) dan
fluor dalam bentuk gel (APF).
Tahapan pemberian fluor dengan Teknik aplikasi topikal (Putri, et al.,2010), yaitu sebagai
berikut:
1. Sisa makanan harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum aplikasi fluor dengan cara
menggosok gigi dengan benar dan dilanjutkan dengan flossing (jika memungkinkan).

38
2. Semua gigi yang ada kariesnya dilakukan penumpatan sementara terlebih dahulu
3. Isolasi gigi geligi dengan menggunakan saliva ejector atau cotton roll untuk isolasi
gigi yang akan dirawat (biasanya bergantian, tiap kuadran).
4. Keringkan gigi yang diisolasi karena saliva yang tertinggal pada permukaan gigi akan
mengakibatkan pengenceran larutan atau gel
5. Ulaskan larutan, gel, atau varnish dengan cotton pellet yang dijepit dengan pinset pada
semua permukaan interproksimal dari bukal dan lingual. Biarkan gigi tertutup larutan
atau gel selama kurang lebih 4 menit.
6. Setelah 4 menit, bersihkan larutan atau gel dari permukaan gigi, jangan sampai
tertelan. Instruksikan pasien untuk meludahkan semua sisa fluor tetapi jangan
berkumur.
7. Instruksikan pada pasien untuk tidak makan atau minum selama 30 menit untuk
memperpanjang kontak fluor dengan permukaan aproksimal gigi.

39
BAB III
HASIL PEMERIKSAAN

3.1 Keadaan Gigi Geligi


Keadaan gigi geligi saat pasien pertama kali datang (01 September 2021) adalah sebagai berikut:

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28
D2
Am MP H D2 I
48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

Keterangan :
H : Hilang
I : Impaksi
MP : Malposisi
Am : Amalgam
D2 : Lesi putih (basah)

OHI-S

DEBRIS INDEX CALCULUS INDEX

RA RB RA RB

ELEMEN B L ELEMEN B L ELEMEN B L ELEMEN B L

16 1 37 0 16 0 37 0

11 0 31 0 11 0 31 0

26 0 46 0 26 0 46 0

16 = bukal 36 = lingual
11 = labial 31 = labial
26 = bukal 46 = lingual
OHI-S = DI + CI
DI = Jumlah nilai skor/Jumlah elemen gigi yang diperiksa
40
= 6/6 = 1
CI = Jumlah nilai skor/Jumlah elemen gigi yang diperiksa
= 0/6 = 0
OHI-S = DI + CI = 1 (baik)
Kriteria OHI-S :
0 – 1,2 = baik
1,3 – 3 = sedang
3,1 – 6 = buruk

3.2 Keadaan Saliva


Viskositas saliva : Jernih cair (normal)
pH saliva : Tidak diperiksa
Kondisi normal pada rentang 7-8; tidak normal pada rentang 4-6.5

3.3 Kebiasaan Sehari-hari


Saat pasien pertama kali datang (1 September 2021):
a. Pembersihan gigi dan mulut
Toothbrushing : 2x sehari, (pagi pada saat mandi dan malam sebelum tidur )
Flossing :-
Obat kumur :-
b. Perawatan pencegahan karies
Intake Fluoride : Sikat gigi mengunakan pasta gigi dan dari air minum
Penutupan pit dan fissure :-
c. Snacking
Gula dan cemilan diantara waktu makan :Ya, 1x/hari
Minuman asam tinggi : Tidak
Minuman Kafein : Ya, Kopi
Asupan Air : > 1,5 L sehari
Konsumsi makanan/minuman bahan dasar susu : Ya, 1x/hari
Konsumsi permen karet xylitol : Tidak

3.4 Sikap Pasien


Sikap yang ditunjukkan pada pasien saat pertama kali datang tergolong pada A2
yaitu pasien kooperatif dan mau mengubah sikap serta perlu dilakukan perawatan.
Keterangan:
A = Mau mengubah sikap 1 = Tidak ada penyakit

41
B = mungkin mengubah sikap 2 = Perlu diperbaiki/dirawat
C = tidak mau mengubah sikap 3 = Penyakit aktif

BAB IV
RENCANA PERAWATAN
4.1 Macam Rencana Perawatan

1. Pro Periodonsia: Scalling RA dan RB


2. Pro IKGMP:
a. KIE dan DHE
b. Topikal Aplikasi Fluoride pada rahang atas dan rahang bawah
3. Pro BM : Odontektomi gigi 38
4. Pro Prostodonsia : Implan gigi 36

4.2 Alasan Dipilihnya Perawatan (IKGMP)


1. KIE dan DHE
a. Pasien memerlukan penjelasan mengenai pentingnya perawatan preventif kesehatan
gigi dan mulut agar lebih termotivasi dan menumbuhkan kesadaran diri dalam menjaga
kebersihan gigi dan mulut

b. Pasien dapat mengetahui perjalanan penyakit gigi dan mulut dan cara perawatan serta
pencegahannya
c. Pasien dapat mengetahui cara merawat kesehatan gigi dan mulut yang benar dan tepat
d. Pasien dapat mengetahui makanan dan nutrisi yang dapat menyebabkan dan mencegah
terjadinya penyakit gigi dan mulut

42
2. Topikal Aplikasi Fluoride
Sebagai tambahan kebutuhan fluoride pada pasien dan mengurangi resiko gigi mengalami
karies.

BAB V
PROSEDUR PERAWATAN

5.1 KIE dan DHE


1. Mempersiapkan alat dan bahan (PPT Edukasi)
2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan penyuluhan
3. Melakukan DHE mengenai organ dalam rongga mulut, proses terjadinya karies, cara
pencegahan dan perawatan karies. Selain itu menjelaskan juga proses terjadinya plak,
terjadinya radang gusi dan jaringan penyangga, cara menyikat gigi dan pemilihan sikat
yang benar, penggunaan dental floss, makanan yang dapat membantu mencegah karies dan
yang dapat menyebabkan gigi karies, dan penting nya kontrol ke dokter gigi.

5.2 Topical Application Flioride

1. Semua karies ditutup tumpatan sementara


2. Permukaan gigi diulas dengan disclosing agent
3. Gigi dipulas dengan brush yang diberi pumice, setelah itu dipulas dengan brush dan pasta
gigi
4. Irigasi dengan air
5. Gigi diisolasi dengan cotton roll pada satu sisi RA dan RB pada vestibulum bukal atas
dan bawah serta lingual
6. Pasang saliva ejector
7. Gigi dikeringkan (dengan air spray)
8. Ulaskan larutan NaF 2% pada permukaan gigi termasuk proksimal dengan cotton
aplikator
9. Larutan dibiarkan mongering (waktunya disesuaikan dengan merk varnish fluoride yang
digunakan)
43
10. Lepas cotton roll
11. Instruksi pasien: tidak boleh makan dan minum setelah aplikasi (waktu disesuaikan
dengan merk varnish fluoride yang diaplikasikan)

Gambar 5.5 Tahapan Topikal Aplikasi Fluoride

44
BAB VI
HASIL EVALUASI SETELAH EDUKASI

6.1 Keadaan Gigi Geligi


Keadaan gigi geligi saat pasien kedua kali datang (08 September 2021) adalah sebagai berikut:

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28
At
I At MP MP I
48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

Keterangan :
At : Atrisi I : Impaksi MP : Malposisi
OHI-S

DEBRIS INDEX CALCULUS INDEX

RA RB RA RB
ELEME
ELEMEN B L ELEMEN B L B L ELEMEN B L
N
16 0 37 1 16 0 37 0

11 0 31 0 11 0 31 0

26 0 47 1 26 0 47 0

OHI-S = DI + CI
DI = Jumlah nilai skor/Jumlah elemen gigi yang diperiksa
= 2/6 = 0,3
CI = Jumlah nilai skor/Jumlah elemen gigi yang diperiksa
= 0/6 = 0
OHI-S = DI + CI = 0,3 (baik)
45
6.2 Keadaan Saliva
Viskositas saliva : Jernih cair (normal)
Kondisi tidak normal termasuk berbusa dan kental
pH saliva : Tidak diperiksa
Kondisi normal pada rentang 7-8; tidak normal pada rentang 4-6.5

6.3 Kebiasaan Sehari-hari


Saat pasien kedua kali datang (08 September 2021):
a. Pembersihan gigi dan mulut
Toothbrushing : 2x sehari, (Pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur)
Flossing : 1x sehari
Obat kumur :-
b. Perawatan pencegahan karies
Intake Fluoride : Sikat gigi mengunakan pasta gigi dan dari air minum
Penutupan pit dan fissure : Perlu dilakukan pit and fissure sealant
c. Snacking
Gula dan cemilan diantara waktu makan :Ya, 1x/hari
Minuman asam tinggi : Tidak
Minuman Kafein : Ya
Asupan Air : > 1,5 L sehari
Konsumsi makanan/minuman bahan dasar susu : Ya
Konsumsi permen karet xylitol : Tidak

6.4 Sikap Pasien


Sikap yang ditunjukkan pada pasien saat setelah dilakukan edukasi tergolong pada
A2 yaitu pasien kooperatif dan mau mengubah sikap serta perlu dilakukan perawatan.
Keterangan:
A = Mau mengubah sikap 1 = Tidak ada penyakit
B = mungkin mengubah sikap 2 = Perlu diperbaiki/dirawat
C = tidak mau mengubah sikap 3 = Penyakit aktif

46
6.5 Kesimpulan Hasil Evaluasi CAMBRA

v
v

47

1 1 3
Berdasarkan formulir dari CAMBRA diatas, jumlah faktor pada kolom 1
berjumlah 1, faktor pada kolom 2 berjumlah 1 dan faktor pada kolom 3 berjumlah 3.
Sehingga dapat disimpulkan pasien memilik resiko karies low risk dikarenakan terdapat 1
faktor resiko dan 3 faktor pelindung. Perawatan untuk pasien dengan kategori low risk ini
adalah edukasi kepada pasien untuk kontrol rutin ke dokter gigi untuk kontrol ke dokter
gigi 3-6 bulan sekali. Sikat gigi 2 kali sehari dengan menggunakan pasta gigi berfluoride,
menggunakan dental floss, makan-makanan yang mengandung nutrisi untuk gigi,
mengurangi minuman dan makanan yang mengandung gula, melakukan perawatan
fissure sealant dan top aplikasi fluoride pada gigi yang beresiko karies.

Pasien mau mengubah sikapnya dalam menjaga kesehatan rongga mulut, perubahan
sikap ini didapatkan setelah dilakukan upaya promotif dan preventif. Hal ini dapat terlihat
dalam:
1. Pasien mampu menjaga OHI-S nya dengan baik, dimana saat kunjungan pertama kondisi
kebersihan rongga mulut dengan skor 1 menjadi 0,3 pada kunjungan kedua.
2. Pasien sudah mengetahui teknik menyikat gigi yang benar, serta sudah mempraktikkannya
pada saat menyikat gigi.
3. Pasien sudah mengetahui dan memahami cara menyikat gigi dan waktu menyikat gigi yang
tepat dan benar yaitu menyikat gigi saat pagi hari setelah sarapan dan saat malam hari
sebelum tidur
4. Frekuensi konsumsi minuman berkafein tetap, namun setelah minum pasien segera minum
air mineral.
5. Konsumsi gula dan camilan diantara waktu makan tetap 1x/hari, tetapi setelah makan pasien
membersihkan sisa-sisa makanan dengan cara berkumur dengan air dan minum air mineral.
6. Pasien belum melakukan perawatan untuk meghilangkan debris dan plak karena belum sempa
t ke dokter gigi dan karena adanya wabah virus corona.
7. Perawatan preventif pada pasien ini antara lain : Pemberian DHE dan KIE yang sudah dilakuk
an, aplikasi topical fluor, dan pembersihan karang gigi (Scalling & root planning).
8. Setelah dilakukan perawatan IKGMP, diharapkan terjadi perubahan menjadi lebih baik pada
penilaian resiko karies gigi. Faktor resiko karies pada gigi sudah berkurang karena pasien mau
mengubah sikap dan mematuhi DHE yang telah diberikan.

48
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Pediatric Dentistry.Caries-risk Assessment and Management for Infants,


Children, and Adolescents. 2019
Dentino AR. Kassab MM. Renner EJ. 2005. Prevention of Periodontal Diseases. Dental Clinics
of North America. 2005; 49(3): 573-594
Featherstone J. Slston P. Chafee BW. Rechmann P. 2019. Caries Management by Risk
Assessment (CAMBRA): An Update for Use In Clinical Practice for Patients Aged 6
Through Adult. CAMBRA A Comprehensive Caries Management Guide for Dental
Professional. California: California Dental Association. P 16-25.
Fione VR. Mustapa B. Adelin K. 2015. Efektivitas Penggunaan Benang Gigi (Dental Floss)
Terhadap Plak Indeks. Infokes. 2015; 10(1).
Fourianalisyawati E. Komunikasi yang Relevan dan Efektif antara Dokter dan Pasien. Jurnal
Psikogenesis. 2012; 1(1): 82-87.
Haryani, W. 2015. Sikap Pelihara Diri Gigi dan Mulut sebagai Upaya Pencegahan Dini
Terjadinya Karies Gigi Anak. Buletin Warta Kampus. Vol.10. No1. pp. 26-27.

Hiremath, S. S. 2016. Textbook of Public Health Dentistry 3rd Ed. India: Elsevier.
Odell, E.W. 2017. Cawson's Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine 9th Edition. China:
Elsevier.
Magfirah Azizah, Widodo, Priyawan Rachmadi. 2014. Efektivitas Menyikat Gigi disertai Dental
Floss terhadap Penurunan Indeks Plak. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi Vol II. No 1.
Maret.
Marlindayanti, Sri Widiati, dan Al Supartinah. 2014. Prediksi Risiko Karies Baru Berdasarkan
Konsumsi Pempek pada Anak Usia 11-12 Tahun Di Palembang (Tinjauan dengan
Cariogram). Majalah Kedokteran Gigi Indonesia. 21(2): 117-121.
Montolalu, W.R.M., Michael,Stefana. Gambaran Kebutuhan Perawatan Karies Gigi di Sekolah
Menengah Kejuruan Kristen 3 Tomohon. Jurnal E-Gigi, 2015, 3 (2): 549-554.

Pintauli S dan Hamada T. 2008. Menuju Gigi dan Mulut Sehat. Skripsi. Medan: USU: 4-6, 30-1,
74-81.

49
Putri MH, Herijulianti E dan Nurjannah N. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan
Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta: EGC, 2010: 56-76, 107-118.

Rahtyanti, G.C.S., Hadnyanawati, H. and Wulandari, E., 2018. Hubungan


Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut dengan Karies Gigi pada Mahasiswa Baru Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Jember Tahun Akademik 2016/2017 (Correlation of Oral
Health Knowledge with Dental Caries in First Grade Dentistry Students of Jember.
Pustaka Kesehatan, 6(1), pp.167-172.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rekam Medis Umum

50
51
52
Lampiran 2. Foto Intraoral Kunjungan Pertama

53
Lampiran 3. Foto Intraoral Kunjungan Kedua

54

Anda mungkin juga menyukai